HAK PENUNTUT UMUM DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DI PENGADILAN NEGERI KELAS IA PALEMBANG -
H A K PENUNTUT U M U M D A L A M MENGAiUTCAN PENINJAUAN
K E M B A L I T E R H A D A P PUTUSAN BEBAS D I P E N G A D I L A N
NEGERI KELAS I A PALEMBANG
SKRIPSI
D i a j u k a n Sebagai Persyaratan
Untuk Menempuh Ujian
Sarjana H u k u m
Oleh:
Lasminto
502012 003
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
2016
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H
FAKULTAS H U K U M
PALEMBANG
PERSETUJUAN D A N PENGESAHAN
:HAK
PENUNTUT
UMUM
DALAM
MENGAJUKAN
PENINJAUAN
KEMBALI
BEBAS
DI
TERHADAP
PUTUSAN
PENGADILAN
NEGERI
KELAS
I
A
PALEMBANG
Lasminto
Nama
50 2010 003
Nim
I l m u Hukum
Program Studi
H u k u m Pidana
Program Kekhususan
Judul Skripsi
Pembimbing,
H . S Y A M S U D I D N , SH., M H
(
V
Palembang,
2016
PERSETUJUAN O L E H T I M PENGUJI:
Ketua
: A T I K A I S M A I L , SH.,MH
(
Anggota
: l.HELMIIBRAHIM.SH.>l.Hum
(
2. H j . S U S I A N A K I F L I , S H , M H
(
DISAHKANOLEH
DEKAN FAKULTAS H U K U M
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
Dr. H j . W H W A T M I A T I , S H , M.Hum
N B M / N I D N 791348/0006046009
ii
PENDAFTARAN U J U N
SKRU'Sl
Pendattaran Sknpsi Sarjana Fakultas H u k u m Universitas
Muhammadiyah
Palembang Strata I b a g i ;
Nama
: Lasminto
NIM
: 50 2012 003
Program Studi
: Hmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Pidana
Judul Skripsi
: H A K P E N U N T U T UMUM D A L A M
M E N G A J U K A N PENINJAUAN
K E M B A L I T E R H A D A P PUTUSAN
BEBAS DI PENGADILAN N E G E R I
K E L A S 1A PALEMBANG
Dengan ditenmanya
sknpsi m i , sesudah lulus dan Ujian Komprehensif,
penulis berhak memakai gelar
SARJANA H U K U M
Diketahui
Dosen Pembiinbingy
aldl Dekan I
y:UNV'>
7 S
J L
y
H . Syamsiiddm, SH.,IV{HS r ^ u r h u s n
Emilson, SH.,Sp.N.,M
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah i n i :
: Lasminto
Nama
Tempat dan T g l lahir
NIM
:502012003
Program Studi
: Ilmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Pidana
Menyatakan bahwa Karya ilmiah/Skripsi saya yang beijudul:
"HAK
PENUTUT
UMUM
DALAM
MENGAJUKAN
PENINJAUAN
K E M B A L I T E R H A D A P PUTUSAN BEBAS D I P E N G A D I L A N NEGERI
K E L A S I A P A L E M B A N G " . Adalah bukan merupakan karya tubs orang lain,
baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya
sebutkan sumbemya. Demikian surat pemyataan i n i saya buat dengan sebenarbenamya dan apabila pemyataan i n i tidak benar, saya bersedia mendapatkan
sanksi akademik.
Palembang,
Agustus 2016
Yang Menyatakan,
Lasminto
"wahai
orang-orang yang
derimanj Setsiap
siagaCafi ^mu,
dan majulad
medan perang
pertempuran)
Ber^Umpo^^Umpod^
majtdad bersama-sama'
(qS-An-LMsajZl)
XjtpffsrmSafdian untu^j
^
a. diantaranya menempatkan terdakwa di rumah sakit,
memberi pertimbangan hukum pada instansi-instansi, pembinaan
hubungan sesama aparat penegak hukum.^*
Secara khusus pada Pasal 35 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004,
memuat kewenangan dan tugas Jaksa Agung selain dari memimpin insitansi
kejaksaan, yaitu:
1. Mengendalikan kebijakan penegakan hukum
2. Mengelektifkan proses penegakan hukum
3. Menyampingkan perkara demi kepentingan umum
4. Mengajukan kasasi demi kepentingan umum
5. Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam
pemeriksaan kasasi perkara pidana
6. Mencegah dan menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah
Negara Republik Indonesia karena keterlibatan dalam suatu perkara
piuaiia. dan
7. Memberi izin berobat tersangka alau terdakwa di dalam dan alau di luar
negeri.
Y e s m i l A n w a r dan Adailg, 2011, Sislem Peradiian
Pelaksanaannya
Pidana,
Kansep, Komparien
Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, W i d y a Padjajaran, him 198
Dan
14
Dalam lembaga kejaksaan terdapat pemisahan penyidik dan penuntut
umum untuk menghindari dualisme. dalam penyidikan perlu pertimbanganpertimbangan yang betul-betui dapat diperlanggungiawabkan dari segi rasional,
efisien, dan efektivitas >'ang seharusn\a dengan asas sederhana, cepat dan murah.
Mai.a pcrr.:sahar. pc:y. :d:k
dengan
penuntut untuk menghmdan
dualisme
penyidikan adalah tidak efisien dan lidak efeklif.
Keberhasilan penuntutan tidak teriepas
dari
hasil pen\idikan dan
sebaliknya kegagalan penuntutan dapat lerjadi karena hasil penyidikan yang lidak
memadai. Ini memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara penyidik dan
penuntut.
Maka dapat diketahui bahwa tugas dan wewenang jaksa sebagai penyidik
tidak meliputi semua tindak pidana. namun hanya dalam tindak pidana khusus
saja, seperti tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 Undang-undang
Nomo 20 Tahun 20001. tindak pidana ekonomi dan sebagainva, Dan ini sesuai
dengan pengertian yang terdapat dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP, dan sesuai
dengan Pasal 32 Unang-undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menyatakan:
"Bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-undang ini,
kejaksaan dapat diserahi lugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang".
Jaksa yang kita kenal dewasa ini bukan merupakan hai yang baru bagi
Indonesia. Kata tersebut
berasal dari bahasa Sansekerta
"Adhyuksd'
yang baik
dahulu maupun sekarang tidak pemah tidak dihubungkan dengan
bidang
penegakan hukum, namun dalam hubungannya agak berbeda dengan masa kini.
15
Untuk memberikan gambaran yang luas tentang arti kata ''Adhyaksd\
dapat dilihal dari beberapa pendapat para sarjana diantaranya:
1. Menurut Susanto kartoatmodjo:"" Bahwa yang dimaksud dengan Adhyaksa
adalah Superiniendant atau Superiniendance
2. Menurut V.T. Stuttsrheim:***' Pengawas dalam upjsan keperdataan, baik
agama Budha maupun Syiwa dan megepalai kuil-kuil yang didinkan di
sekitar istana. Di samping itu juga bertugas sebagai hakim dan sebagai
demikian la berada di bawah penntah serta pengawasan Mahapati.
3. Sedangkan
menurut Geireke
sedangkan daharmaadhyaksa
&
Roorda:
Adhyaksa
sebagai opperechler-nya,
mengatakan bahwa: adhyaksa
sebagai rechter
sebagai Itakim
dan juga yang
van insfructie
bijde
landraad, yang kaiau dihubungkan dengan jabatan dalam dunia modem
sekarang dapat disejajarkan dengan hakim komisaris.
Dan arti kata yang diungkapkan di atas, jelas bahwa sejak dahulu jaksa
merupakan suatu jabatan yang
mempunyai
kewenangan
luas.
Fungsinya
senantiasa dikaitkan dengan bidang yudikatit bahkan pada masanya dihubungkan
pula dengan bidang keagamaan. Khususnya yang menyangkut bidang keagamaan
ini sangat menank jika dihubungkan dengan bidang tugas yang ditegaskan dalam
Pasal 2 ayat (3) U U No 15 Tahun 1961 tCTtang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kejaksaan Republik Indonesia.
Djoko Prakoso, 2003, Tugas Dan Peranan jaksa Dalam Pembangunan
Indonesia, Jakarta, him. 19
'^'Ibid,
him. 19-20
,Ghalia
16
Pada Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang
Kejaksaan
Republik
Indonesia,
ditentukan bahwa jaksa
fiingsional yang diberi wewenang
sebagai
penuntut
umum
mentp'^*'"''^'^ i - a i - i i o t o r i
dan
adalah:
"Pejabat
oleh undang-undang ini untuk bertindak
pelaksana
putusan
h n i - n m corto nfon iT-ioin l o m
pengadilan
yang
telah
bcrdaspjkan und&n"-iind3ng"
Selanjutnya menurut Pasa! 1 butir 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang dimaksud
Jaksa Penuntut
Umum adalah: "Penuntut umum adalah jaksa yang diben wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim".
Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas data pengaruh
kekuasaan pihak manapun, yakni dilaksanakan secara merdeka teriepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintaha dan pengaruh kekuasaan lainnya.
B. Fungsi dan Tugas Jaksa Penuntut Umum
Telah banyak kita ketahui, bahwa Undang-undang tentang kejaksaan
Republik Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur dan
mengukuhkan beberapa peranan dan tugas jaksa penuntut umum antara lain,
melakukan
pengawasan
atas
pelaksanaan
putusan lepas
bersyarat.menjadi
pengacara negara, biia negara menjadi pihak dalam gugatan perdata dan bila
seorang warga negara untukmenguji apakah tindakan administratif terhadap
dimya vang diambil oleh pejabat pemertntah itu berlaku atau sah menurut hukum.
18
tertentu unluk memngkatkan pengenalan
dan kesadaran masyarakat tentang
hukum.
Adapun tentang tugas serta kewenangan da*-; seorang jaksa penuntut
umum yang diatur dalam Pasal 27 KUHAP yang herbunyi:
1. Di bidang p
a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
c. Melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kepulusan
lepas
berasyarat
d. Melengkapi
berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan penyidik.
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara. kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar peradiian untuk dan atas nama
negara dan pemerintahan
3- Dalam bidang keterliban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
b. Pengamanan kebijakan penegak hukum
c. Pengamaman peredaran barang catatan
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan negara.
e. Pencegahan pelahgunaan dan atau penodaan agama
19
T Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik knminal.
C. Putusan Pengadilan Yang Dapat Dimintakan Peninjauan Kembali
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 263 ayat (1), dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a, Dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
Terhadap
putusan pengadilan yang lelah berkekuatan hukum tetap
{krachta van gewijsde) peninjauan kembali dapat dimintakan kepada Mahkamah
Agung. Selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya
peninjauan kembali tidak dapat dipergunakan. Terhadap putusan yang demikian
hanya dapat ditempuh upaya hukum biasa berupa banding atau kasasi. Upaya
hukum peninjauan kembali baru
terbuka setelah upaya hukum biasa (berupa
banding dan kasasi) telah tertutup. Upaya hukum peninjauan kembali tidak boleh
melangkahi upaya hukum banding dan kasasi. Selama upaya hukum biasa masih
terbuka, upaya hukum biasa itu dulu yang mesti dilalui. Tahap proses upaya
peninjauan kembali adalah tahap proses yang telah melampaui upaya hukum
biasa.
b, Dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan
Sebagaimana yang sudah ditegaskan, upaya hukum peninjauan kembali
hanya dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap. Upaya peninjauan kembali dapat diajukan terhadap semua putusan instansi
pengadilan, dapai diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri, asal putusan
20
instansi itu lelah berkeualan hukum tetap. Demikian pula terhadap putusan
Pengadilan Tinggi, dapat diajukan permintaan peninjauan kembali. jika terhadap
putusan Itu sudah tertutup jalan mengajukan permintaan kasasi. sebab putusan
Pengadilan Tingi yang demikian. sudali meiekai sifat putusan yang telah
memperoleh
kekuatan hukum tetap. 'J:jak :iu terbuka
mengajukan permintaan peninjauan kembali.
Demikian pula terhadap putusan Mahkamah Agung. dapat diajukan upaya
peninjauan kembali, setelah putusan ilu memperoleh
kekuatan hukum t e t ^ .
Berarti setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakAva, sejak saat itu
melekal dalam putusan Mahkamah Agung sifat putusan yang (clah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Maka sejak saat itu terbuka jalan unluk meminta
paiinjauan kembali lerhadap putusan Mahkamah Agung dimaksud.
Kalau begitu, berdasarkan penjelasan di atas. upaya peninjauan kembali:
1. dapat diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
2. dapat diajukan terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. dan
3. dapat diaiukan terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah memproieh
kekuatan hukum tetap. ^'
c Kecuali terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum
Sekalipun upaya ini dapat dittjukan terhadap semua putusan pengadilan
yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, namun undang-undang sendiri
telah meneniukan "pengacualian",
pengecualian
ilu dijelaskan sendiri dalam
Pasal 263 ayat (1) yakni terhadap:
M.
Pemeriksaan
Jakarta,
Yahya
Sidang
h i m 594
liarahap, 2009. Pembahansa
Pengadilan.
Banding.
Ka.sasi.
Permaslaahan
dan peninjauan
dan Penerapan
Kembali,
KUHAP
Sinar Grafika,
21
a. putusan bebas {vrijspraak), atau
b. puti'san lepas
dari
segala
tuntutan
hukum (onslag
rechts
vervolging).
Terhadap kedua jenis putusan ini, upaya hukum peninjauan kembali tidak
dapat diajukan, Hal im memang logis. Bukan! :± taujuan upa>a pcnmjauan
kembali, dimaksudkan sebagai upaya yang memberi kesempalan kepada terpidana
untuk membela
kepentingannya. agar dia teriepas dari kekeliruan pemidanaan
yang dijatuhkan kepadanya
Kalau begitu, agar dia teriepas dari kekeliruan
pemidanaan ataupun telah dilepaskan adari segala tuntutan hukum, tidak adalagi
alasan dan urgensi untuk meninjau kembali putusan
yang menguntungkan
dirinya. Masak orang yang sudah diputus bebas atau lepas dan segala tuntutan
hukum masih ingin lagi dijatuhi pidana. Atas dasar pemikrian itulah sebabnya
upaya peninjauan kembali tidak diperkenankan terhadap putusan bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum.
U . Fihak Yang Dapat Mengajukan Peninjauan Kembali
Mengenai orang yang berhak mengajukan peninjauan kembali, ditegaskan
dalam Fasal 263 ayat (1) KUHAP, yakm:
a. terpidana, atau
b. ahh wansnya.
Dari penegasan ketentuan ini, jaksa penuntut umum tidak berhak
mengajukan permintaan peninjauan kembali. Sebabnya undang-undang tidak
memberikan hak kepada penuntut umum karena upaya hukum ini bertujuan untuk
22
melindungi kepentingan terpidana. Untuk kepentingan terpidana undang-undang
membuka kemunglanan untuk meninjau kembali putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, karena ilu selayaknya hanya dibenkan kepada terpidana
atau ahli warisnya Lagipula sisi lain upaya hukum luar biasa ini yakni pada
upaya
kasasi
demi
kepentingan
hukum, undang-ui.Jaiig tc!ah
membuka
kesempatan kepada jaksa Agung untuk membela kepentingan umum. Seandainya
penuntut umum berpendapat suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap merugikan kepentingan umum atau berteniangan dengan tujuan
praiegakan hukum, kebenaran, dan keadilan undang-undang telah membuka upaya
hukum bagi Jaksa Agung unluk mengajukan permintaan kasasi demi kepentingan
hukum. Oleh karena itu, hak mengajukan permintaan peninjauan kembali adalah
merupakan
hak
menyelaraskan
timbal
balik
keseimbangan
yang
ahak
dibenkan
mengajukan
kepada
terpidana
permintaan
kasasi
untuk
demi
kepentingan hukum yang diberikan undag-undang kepada penuntut umum melalui
Jaksa Agung. Dengan demikian melalui upaya hukum luar biasa, sisi kepentingan
terpidana dan kepentingan umum telah terpenuhi secara berimbang.
Berasarkan Pasal 263 ayat (1) yang berhak mengajukan permintaan
permintaan peninjauan kembali hanya terpidana dan ahli warisn3'a. Oleh karena
itu, sekalipun ada pihak yang merasa dirugikan dalam putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap, tidak dibenarkan hukum untuk mengajukan
permintaan peninjauan kembali. Hal seperti ini yang ditegaskan dalam putusan
Mahkamah Agung tanggal 20 Febmari 1984 Reg.No.1 PK/Pd/1984. Pemohon
telah mengajukan permintaan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah
23
Agung tanggal 4 Juli 1983 yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pemohon merasa keberatan atas perampasan untuk negara barang bukti kapal
yang bukan milik terpidana, tetapi milik pemohon. Sedang pemohon tidak terlibat
maupun tersangkut dalam tindak pidana yang dilakukan terpidana, oleh kar(^"a itv;
tidak adil jika miiik pemohon dirampas untuk negara sekalipun ku^.Z
dipergunakan terpidana sebagai alat melakukan tindak pidana.
putusan Mahkamah Agung atas permohonan
lelali
Tanggapan diUi
dan keberatan yang diajukan
pemohon, berbunyi: "bahwa meskipun terhadap putusan pengadilan yang iclnh
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung,akan
tetapi karena pemohon peninjauan kembali bukan
terpidana atau ahli warisnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat ( H
KUHAP maka permohonan peninjauan kembali harus dinyatakan tidak dap - t
diterima"
L . Alasan Peninjauan Kembali
Pasal 263a ayat (2) memuat alasan yang dapat dijadikan dasar peradii;,i.-.:;
peninjauan
kembali, yang
dituangkan
pemohon daiam
"sural permintaan
peninjauan kembali". Dalam surat permintaan atau permohonan
peninjauan
kemati itulah pemohon menyebut secara jelas dasar alasan permintaan.
Memperhalikan ketentuan Pasal 264 ayat (1) dan ayat (4). syarat formal
menentukan sahnya permohonan peninjauan kembali laiah "Surat permintaan
peninjauan kembali. Tanpa surat permintaan yang memuat alasan-alasan sebagai
dasar, permintaan yang demikian dianggap
tidak ada . Pendapat ini didukung
oleh Pasa! 264 ayat ( I ) dan ayat (4) yang menegaskan:
24
Ayat (1) kalimat terakhir menegaskan. pemohon harus menyebut
secara jelas alasan permintaan peninjauan kembali
d. Ayat (4) menegaskan. jika pemohon peninjauan kembali adalah
terpidana yang kurang memahami hukum, panitera pada waklu
menerima permintaan peninjauan kembali, waiib menan>alvan
alasannsa kepada pemohon dan untuk ilu panitera membual sural
permiontaan peninjauan kembali.
c.
Betitik tolak dari penegasan di atas, syarat formal permohonan peiMi.jauiui
kembaii lalah adanya "surat permintaan' yang memuat alasan yang menjadi dasar
permintaan peninjauan kembali. Apakah surat permintaan yang memuat alasan itu
dibuat sendin oleh terpidana atau panitera Pengadilan Negen sesuai dengan Pasal
264 ayat (4), tidak menjadi soal, Yang penting sebagai syarat sahnya permohonan,
harus diajukan dalam surat permmtaan pemnjauan kembaii yang menjelaskan
alasan-alasan yang mendasari permohonan.
Dan alasan ayang menjadi dasar
permintaan pemnjauan kembali, sudah dinnci undang-undang dalam Fasal 263
ayat (2) serta ayal (3). Namun alasan pokok yang dapat dijadikan dasar
permintaan pemnjauan kembali lalah hal-hal yang disebut satu persatu dalam
Pasal 263 ayat (2). Yang berbunyi sebagai berikut:
Permintaan pemnjauan kembali dilakukan atas dasar:
a.
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan
lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum
tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan
b. Apabila dalam berbagai putusan terdapat pemyataan bahwa
sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar
dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti ilu, temyata
telah berteniangan satu dengan yanglain
c. Apabila putusan itu dengan jetas memperlihatkan suatu kekhilafan
hakim atau suatu kekeliruan ayang nyata.'''*
Lcden Marpaung, Op.Cit, hlin.209
25
a, Apabla terdapat keadaan baru
Alasan pertama yang dapat dijadikan landasan mendasari permintaan
peninjauan kembali adalah "keadaan baru" dXau Novum. Keadaan baru \'ang dapal
dijadikan landasan yang mendasari
permintaan adalah keadaan
baru yang
mempunyai sitat dan kualitas "menimbulkan dugaan kuat":
h
jika seandainya keadaan baru itu diketahui atau dilemukan dan
dikemukakan pada waktu sidang berlangsung, dapat menjadi faktor dan
alasan untuk menjatuhkan putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum, atau
2. keadaan baru itu ^ i k a ditemukan dan diketahui pada waktu sidang
berlangsung dapat menjadi alasan dan faktor untuk menjatuhkan putusan
yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, atau
3. dapat dijadikan alasan dan faktor untuk menjatuhkan aputusan dengan
menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.'***
Untuk sekedat orientasi dikemukakan putusan Mahkamah Agung tanggal
13 April 1984 Reg.No 15PK/Pid/1983. dalam putusan ini, pemohon dalam surat
permintaan peninjauan kembali telah mengajukan alasan yang menjadi dasar
permintaan, yang dapal kita singkatkan:
a. Adanya ditemukan bukti baru tentang kebohongan dan tipu
muslihat paihak lawan. Bukti baru atau keadaan baru itu bempa
surat pemyataan saksi Masri tertanggai 1 Febmari 1981 dan telah
didariarkan daiam akta notaries E. Sianipar, SH tanggal 2
Junil983. Bukti baru pemyataan ini menegaskan bahwa bukti P 4
yang pemah diajukan pelapor dalam persidangan adalaii suatu
kebohongan lipu musalihat mengenai terjemahan dan tulisan
Tionghoa ke dalam bahasa Indonesia, yakni dalam bahasa
Tionghoa tertulis "meminjam" tapi diterjcmahkan ke dalam bahasa
Indonesia "titipan". Teijemahan seperti mi dilakukan saksi Masri
adalah atas permintaan anak pelapor.
b. Dengan adanya pemyataan bam dari Masri tadi, berarti kesaksian
Masri dalam persidangan perkara adalah kebohongan, dan keadaan
kebohongan ilu dengan sendirinya harus dilenyapkan dengan
adanya keadaan baru berdasarkan pemyataan Masri tanggal 1
Febman 1981 dimaksud.
>*
ivi.
u-i
I aiiya
11
I
••)..
I , i.„
srtn
iiuioiiajj, \^f/. ^ . ^ i t , imii .j
26
Dasar
alasan
perrmnlaan
pemnjauan
kembali
di
atas
lidak
dapat
dibenarkan. Menurut tanggapan Mahkamah Agung, bukti baru atau keadaan baru
v'ann diajukanhanya berupa "tafsiran" belaka dan permohonan. tetapi buktui
merupakan suatu akta autentik. Hal yang demikian lidak sesuai dengan ketentuan
Pasa! 263 ayat (2) huruf a, b, dan c KUHAP.
Contoh lain dapat dilihat dalam putuan Mahkamah Agung tanggal 16 Juni
1984 Reg. No. 19PK/Pid/1983.
salah satu alasan yang mendasari permintaan
peninjauan kembali yang diajukan pemohon berbunyi: Karena terdakwa telah
meninggal dunia pada tanggal 24 Agustus 1982, sedangkan jaksa juga tidak
mengajukan
permohonan
kasasi
maka
putusan
Pengadilan
Tinggi
telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, walaupun dapat diketahui bahwa Pengadilan
Tinggi telah salah menerapkan hukum. Bahwa seandainya perkara ini oleh jaksa
diajukan permohonan
dibatalkan
kasasi, dan kemungkinan putusan judex jdctie
akan
oleh Mahkamah Agung dan sekurang-kurangnya tuntutan hukuman
akan dinyatakan gugur berdasarkan Pasal 77 KUHP (terdakwa meninggal dunia).
Alasan
keberatan
ini tidak dapat
dibenarkan
Mahkamah Aagung
dengan
tanggapan bahwa keadaan baru yang dikemukakan pemohon tidak mempengaruhi
putusan Pengadilan Tinggi. Oleh karena itu, alasan tersebut tidak sesuai dengan
makna ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf a, Memang kcbctulan terdakwa
meninggal tanggal 24 Agustus 1982, Putusan Pengadilan Tingi Bandung tanggal
9 Desember 1982. Akan tetapi akta kematian baru diminta kuasa terdakwa tanggal
2 Febmari 1983. Berarti Pengadilan Tinggi sudah sempat menjatuhkan putusan,
baru kematian terdakwa dibentahukan setahun kemudian.
Atas alasan ini
27
barangkali
Mahkamah
Agung
berpendapat
bahwa
keadaan
baru
yang
dikemukakan pemohon, dianggap "tidak mempengaruhi" putusan Pengadilan
Tinaggj Bandung, Akan tetapi, rasanya Mahkamah Agung dalam putusan ini
kurang dapat dipahami. Bukankah dengan adanya fakta keadaan baru berupa
peristiv/a kematian terdakwa, cukup merupakan keadaan baru yang menimbulkan
dugaan bahwa putusan Pengadilan Tinggi akan lain dari pada apa yang telah
diputuskan, seandainya kematian terdakwa dikeiahui sebelum pemeriksaan dan
putusan dijatuhkan.
b. Apabila daiam berbagai putusan terdapat satingpertentangan
Alasan
kedua yang
dapat
dipergunakan
sebagai dasar permintaan
peninjauan kembali, yakni apabila dalam berbagai putusan terdapat
a. pemyataan bahwa sesuatu telah terbukti
b. kemudian pemyataan tentang terbuktinyahal atau keadaan ilu
dijadikan sebagai dasar dan alasan putusan dalam suatu perkara
c. akan tetapi dalam putusan perkara lain hal atau keadaan ayang
dinyatakan terbukli itu saling bertentangan antara putusan yang
satu dengan yang lainnya.
Misalnya, kemungkinan bisa terjadi saling pertentangan antara putusan
perdata dengan putusan pidana. Umpamanya terdakwa dijatuhi pidana karena
bersalah melakukan kejahalan penggelapan dalam jabatan sebagaiman
yang
dirumuskan dalam Pasal 374 KUHP, karena sebagai direklur Bank Pembangunan
daerah Yogyakarta telah menjual tanah dan rumah jaminan pinjaman di bawah
tangan, sehingga perbuatan itu bertentangan dengan perjanjian dan peraturan
undang-undang.menumt perjanjian secara tegas disebut, apabaila debitur tidak
melunasi pinjaman pada waktu yang ditentukan, pihak bank dengan kuasa yang
I bid, him 600
29
c Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan
Alasan ketiga yang dijadikan dasar mengajukan perminlaan peninjauan
kembali. apabila dalam putusan terdapat dengan jelas ataupun terlihal dengan
nyaia:
a. keldiilatan hakim
b. kekeliruan hakim.
Hakim sebagai manusia, tidak luput dari kehkilafan dan kekeliruan,
Kekhilafan dan kekeliruan itu bisa saja terjadi dalam semua tingakt pengadilan.
kekhilafan yang diperbuat Pengadilan Negeri sebagai peradiian tingkat pertama,
bisa berlanjut pada tingkat banding, dan kakhilafan tingkat pertama dan tingkat
banding itu tidak tampak dalam tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Padahal
tujuan tingkat banding maupun tingkat kasasi untuk melumskan dan memperbaiki
serta membenarkan kembali kekeliruan yang diperbuat pengadilan yang lebih
randah. Kekeliruan yang seperti ini dapal dilihat dalam putusan Mahkamah
Agung tanggal 15 Maret 1984 reg. No.20PK/Pid/1983.
Kasusnya Pengadilan
Negeri Baturaja dalam putusan tanggal 28 Maret 1981 No. 463/1980. terdakwa
M . Tasl im
telah
dinyatakan
b ersal ah
melakukan
kej ahatan
pembunuhan
sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP. Putusan dikualkan
Pengadilan Tinggi
Palembang dalam putusan tanggal 15 Desember 1981 No.
130/1981. Kemudian pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung dalam putusannya
tanggal 29 Austus 1983 No.l9.K/Pid/i983 menolak permohonan kasasi terdakwa
M.taslim.pada tanggal 27 Oktober 1983, terpidana melalui kuasanya mengajukan
Ibid him. 601
30
permohonan peninjauan kembali, Alasan yang diajukan sebagai dasai permintaan
peninjauan kembali antara lain:
I
I.
i.
Alasan
peiiimbangan yang mendasari putusan Pengadilan Negen Baturaja
atas keterbuktian kesalahan terpidana, hanya semata-mata
didasarkan pada petunjuk belaka
padahal berdasarkan Pasai 188 ayal (2) KUHAP, petunjuk sebagai
alat bukti hanya dapat ditarik dan diproleh dari keterangan saksi,
alat bukti surat. dan keterangan terdakwa
baik dan keterangan saksi, maupun dan ketemagan terdakwa dan
begitupula dari alat bukti surat, tidak satu pun yang dapal
disimpulkan menjadi alat bukti petunjuk bahwa terdakwa
melakukan tindak pidana yang didak-wakan. Maka berdasarkan
alasan tersebut, putusan itu secara jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan alau kekeliruan hakim.
keberatan
di
atas
dibenarkan
Mahkamah
Agung
dengan
pertimbangan:
a
Putusan hakim pertama yang dikuatkan oleh hakim banding
dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeiiruann vang nvala sebagaimana yang dimaksud
Pasal 263 ayat (2) KUHAP
b. Karena sejak semula terdakwa tetap menyangkal
melakiukan kejahalan yang didakwakan kepadanya, baik
dakwaan primair maupun dakwaan subsidair
c. Tak ada seorang saksi pun yang meiihat korban lelah
ditolakkan terdakwa dari kereta api sehingga jatuh yang
menyebabkan korban mendapat luka-luka sebagaimana
yang disebul dalam visum el refertum tanggal 29 Oktober
1980 No 150/20/A/X/I980. dan mengakibatkan korban
mall seketika
d. Tak ada seorang saksi pun yang meiihat terdakwa
mengambil baju korban, begitu pula uang korban sebanyak
Rp 30.000,00 dengan maksud untuk memiliki nya secara
melawan hukum. Uang tersebut berada ditangannya adalah
sebagai tipu dari korban, karena mereka berteman.
e. Mengenai baju tidak dijelaskan mangapa berada daiam tas
terdakwa, namun hal itu tidaklah berarti bahwa terdakwa
telah mencurinya dari korban atau mengambilnya dari
may at korban
f. Mayat korban dipindahkan terdakwa sebelum ia melapor ke
polisi adalah karena ia tidak sampai hati meiihat mayat
31
tersebut ditimpa terik panas matahan dan ajuga takiit mayat
ilu digerayangi binatang buas
g. Bahwa orang tua terdakwa begitu juga polisi dan jaksa
haina menduga, terdakwa telah membunuh korban. rial itu
semua hanya berdasarkan kesimpulan sendiri belaka dan
Inikiim tidak membenarkan seseorang diadili berdasarkan
dugaan
kesimpulan-kesimpulan sendin
yang lidak
didasarkan dengan alat-alat bukti yang sah.
Berdasarkan
rmgkasan
pertimbangan
Mahkamah
Agung
di
atas,
permohonan peninjauan kembali dinyatakan dapat diterima karena sesuai dengan
ketentuan Pasal 263 ayal (2) hurut c jo Pasai 206 ayat (2) humt
b angka 1
KUHAP. Oleh karena itu. Makahkamah Agung membatalkan putusan Mahkamah
Agung tanggal 29 Agustus 1983No. 199.K/Pid/1983, putusan Pengadilan Tinaggi
Palembang tanggal 15 Desember 1981 No, 130/1981 dan putusan Pengadilan
Negen Baturaja tanggal 28 Maret 1981 No. 463/1980. dan atas pembatalan
putusan-putusan tersebut, Mahl:amah Agung
menyatakan bahwa
kesalahan
terdakwa M Taslim yang didakwakan kepadanya baik pada dakwaan pnmer
maupun dakwaan subsidair, tidak terbukti secarasah dan menyakinkan, Oleh
karena itu. terdakwa harus dibebaskan dan semua dakwvaan {yerijspraak).
¥, Beberapa Prinsip Ditentukan Dalam Upaya Peninjauan Kembali
Ada beberapa prinsip yang perlu ditingkatkan penerapannya. Memang
prinsip tersebut tidak seberapa, namun perlu dipersoalkan sebagai pedoman dalam
proses dan pelaksanaan.
a. Pidana yang dijatuhkan tidak boieh meiebihi putusan semuia
Prinsip atau asas ini diatur dalam Pasal 266 ayat (3) yang menegaskan,
pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kebali "tidak boleh meiebihi
32
pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula". Mahkamah Agung tidak
boleh
menjaluhkan putusan yang
meiebihi putusan pidana semula.
Yang
diperkenankan lalali menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 266 ayat (2) huruf b angka 4, prinsip yang diatur
dalam Pasa! 266 ayal A(3)
ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam
lembaga upaya peninjauan kembali, yang bermaksud membuka
kesempatan
kepada terpidana untuk membela kepentingan. agar bisa teriepas dari ketidak
benaran penegakaan hukum. Oleh karena upaya ini memberi kesempatan untuk
membela kepentingannya, tidak patut jika sarana yang memberi peiuang untuk
melumpuhkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berbalik
menjadi bomerang merugikan diri pemohon. Lain halnya dalam putusan tingkat
banding atau kasasi, dalam proses tersebut putusan belum berkekuatan hukum
tetap, sehingga masih diperkenankan menjatuhkan putusan baik yang bempa
memberikan alau meringankan kepada terdakwa.
b, Permintaan peninjauan kembaii tidak menangguhkan pelaksanaan putusan
Prinsip atau asas yang kedua pada upaya peninjauan kembali "tidak
mutlak" menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan
kembali
tidak merupakan
alasan
yang
menghambat
apalagi
pelaksanaan putusan. Proses permintaan peninjauan kembali
namun pelaksanaan
putusan
juga
menghapus
berjalan terns,
berjalan terus. Apakah ketentuan ini
"/wperanve" atau tidak. Seandainya berdasarkan pemeriksaan pengadilan negeri,
alasan yang diajukan terpidana sedemikian rupa sifat kuaiitasnya, benar-benar
diyakini dapat melumpuhkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali, lebih
33
bijaksana untuk menagguhkan pelaksanaan eksekusi. Benar kita mengakui bahwa
upaya peninjauan kebali tidak niulus dan mudali, dan seperti
dikatakan, dari
sekian banyak permintaan. hanya satu duayang dibenarkan.
Akan tetapi dalam hal-hal yang eksepsional dapal dilakukan penangguhan
atau pcaghar.tian pclalwanaa;-: putusan. sehingga ketentuan Pasal 268 ayal (1)
dapat sedikit diperlunak, permintaan peninjauan kembali "tidak serara mutlak"
menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan. Namun anjuran
pelunakan bunyi Pasal 268 ayat (1) jangan disalahgunakan. Sikap serampangan
menimbulkan bahaya dan keguncangan dalam pelaksanaan penegakan hukum.
Yang dikehendaki ialah sikap kebijaksanaan yang matang dan beralasan serta
mengaiikan dengan jenis tindak pidana maupun dengan sifat dan kualitas alasan
yang menjadi landasan perminlaan pemnjauan kembali.
c Permintaan peninjauan kembaii hanya dapat diiakukan satu kaii
Pasal 268 ayat (3) membenarkan permintaan peninjauan kembali alas
suatu perkara "hanya satu kali saja". Prinsip ini berlaku terhadap permintaan
kasasi dan kasasi demi kepentingan hukum. Khusus dalam permintaan kasasi
maupun dalam permintaan kasasi demi kepentingan hukum, perinsip ini tidak
begitu menyentuh rasa keadilan. Lain halnya dalam upaya peninjauan kembaii,
asas ini agak menyentuh rasa keadilan. Seolah-olah prinsip ini merupakan suatu
tantangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan, dan dengan berani
mengorbankan keadilan dan kebenrana demi tegaknya kepastian hukum. Sebab
dengan asasini telah tertutup kemungkinan untuk mengejar keadilan sampai pada
saat-saat terakhi
K E M B A L I T E R H A D A P PUTUSAN BEBAS D I P E N G A D I L A N
NEGERI KELAS I A PALEMBANG
SKRIPSI
D i a j u k a n Sebagai Persyaratan
Untuk Menempuh Ujian
Sarjana H u k u m
Oleh:
Lasminto
502012 003
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
2016
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H
FAKULTAS H U K U M
PALEMBANG
PERSETUJUAN D A N PENGESAHAN
:HAK
PENUNTUT
UMUM
DALAM
MENGAJUKAN
PENINJAUAN
KEMBALI
BEBAS
DI
TERHADAP
PUTUSAN
PENGADILAN
NEGERI
KELAS
I
A
PALEMBANG
Lasminto
Nama
50 2010 003
Nim
I l m u Hukum
Program Studi
H u k u m Pidana
Program Kekhususan
Judul Skripsi
Pembimbing,
H . S Y A M S U D I D N , SH., M H
(
V
Palembang,
2016
PERSETUJUAN O L E H T I M PENGUJI:
Ketua
: A T I K A I S M A I L , SH.,MH
(
Anggota
: l.HELMIIBRAHIM.SH.>l.Hum
(
2. H j . S U S I A N A K I F L I , S H , M H
(
DISAHKANOLEH
DEKAN FAKULTAS H U K U M
UNIVERSITAS M U H A M M A D I Y A H PALEMBANG
Dr. H j . W H W A T M I A T I , S H , M.Hum
N B M / N I D N 791348/0006046009
ii
PENDAFTARAN U J U N
SKRU'Sl
Pendattaran Sknpsi Sarjana Fakultas H u k u m Universitas
Muhammadiyah
Palembang Strata I b a g i ;
Nama
: Lasminto
NIM
: 50 2012 003
Program Studi
: Hmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Pidana
Judul Skripsi
: H A K P E N U N T U T UMUM D A L A M
M E N G A J U K A N PENINJAUAN
K E M B A L I T E R H A D A P PUTUSAN
BEBAS DI PENGADILAN N E G E R I
K E L A S 1A PALEMBANG
Dengan ditenmanya
sknpsi m i , sesudah lulus dan Ujian Komprehensif,
penulis berhak memakai gelar
SARJANA H U K U M
Diketahui
Dosen Pembiinbingy
aldl Dekan I
y:UNV'>
7 S
J L
y
H . Syamsiiddm, SH.,IV{HS r ^ u r h u s n
Emilson, SH.,Sp.N.,M
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah i n i :
: Lasminto
Nama
Tempat dan T g l lahir
NIM
:502012003
Program Studi
: Ilmu Hukum
Program Kekhususan
: Hukum Pidana
Menyatakan bahwa Karya ilmiah/Skripsi saya yang beijudul:
"HAK
PENUTUT
UMUM
DALAM
MENGAJUKAN
PENINJAUAN
K E M B A L I T E R H A D A P PUTUSAN BEBAS D I P E N G A D I L A N NEGERI
K E L A S I A P A L E M B A N G " . Adalah bukan merupakan karya tubs orang lain,
baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya
sebutkan sumbemya. Demikian surat pemyataan i n i saya buat dengan sebenarbenamya dan apabila pemyataan i n i tidak benar, saya bersedia mendapatkan
sanksi akademik.
Palembang,
Agustus 2016
Yang Menyatakan,
Lasminto
"wahai
orang-orang yang
derimanj Setsiap
siagaCafi ^mu,
dan majulad
medan perang
pertempuran)
Ber^Umpo^^Umpod^
majtdad bersama-sama'
(qS-An-LMsajZl)
XjtpffsrmSafdian untu^j
^
a. diantaranya menempatkan terdakwa di rumah sakit,
memberi pertimbangan hukum pada instansi-instansi, pembinaan
hubungan sesama aparat penegak hukum.^*
Secara khusus pada Pasal 35 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004,
memuat kewenangan dan tugas Jaksa Agung selain dari memimpin insitansi
kejaksaan, yaitu:
1. Mengendalikan kebijakan penegakan hukum
2. Mengelektifkan proses penegakan hukum
3. Menyampingkan perkara demi kepentingan umum
4. Mengajukan kasasi demi kepentingan umum
5. Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam
pemeriksaan kasasi perkara pidana
6. Mencegah dan menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah
Negara Republik Indonesia karena keterlibatan dalam suatu perkara
piuaiia. dan
7. Memberi izin berobat tersangka alau terdakwa di dalam dan alau di luar
negeri.
Y e s m i l A n w a r dan Adailg, 2011, Sislem Peradiian
Pelaksanaannya
Pidana,
Kansep, Komparien
Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, W i d y a Padjajaran, him 198
Dan
14
Dalam lembaga kejaksaan terdapat pemisahan penyidik dan penuntut
umum untuk menghindari dualisme. dalam penyidikan perlu pertimbanganpertimbangan yang betul-betui dapat diperlanggungiawabkan dari segi rasional,
efisien, dan efektivitas >'ang seharusn\a dengan asas sederhana, cepat dan murah.
Mai.a pcrr.:sahar. pc:y. :d:k
dengan
penuntut untuk menghmdan
dualisme
penyidikan adalah tidak efisien dan lidak efeklif.
Keberhasilan penuntutan tidak teriepas
dari
hasil pen\idikan dan
sebaliknya kegagalan penuntutan dapat lerjadi karena hasil penyidikan yang lidak
memadai. Ini memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara penyidik dan
penuntut.
Maka dapat diketahui bahwa tugas dan wewenang jaksa sebagai penyidik
tidak meliputi semua tindak pidana. namun hanya dalam tindak pidana khusus
saja, seperti tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 Undang-undang
Nomo 20 Tahun 20001. tindak pidana ekonomi dan sebagainva, Dan ini sesuai
dengan pengertian yang terdapat dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP, dan sesuai
dengan Pasal 32 Unang-undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menyatakan:
"Bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-undang ini,
kejaksaan dapat diserahi lugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang".
Jaksa yang kita kenal dewasa ini bukan merupakan hai yang baru bagi
Indonesia. Kata tersebut
berasal dari bahasa Sansekerta
"Adhyuksd'
yang baik
dahulu maupun sekarang tidak pemah tidak dihubungkan dengan
bidang
penegakan hukum, namun dalam hubungannya agak berbeda dengan masa kini.
15
Untuk memberikan gambaran yang luas tentang arti kata ''Adhyaksd\
dapat dilihal dari beberapa pendapat para sarjana diantaranya:
1. Menurut Susanto kartoatmodjo:"" Bahwa yang dimaksud dengan Adhyaksa
adalah Superiniendant atau Superiniendance
2. Menurut V.T. Stuttsrheim:***' Pengawas dalam upjsan keperdataan, baik
agama Budha maupun Syiwa dan megepalai kuil-kuil yang didinkan di
sekitar istana. Di samping itu juga bertugas sebagai hakim dan sebagai
demikian la berada di bawah penntah serta pengawasan Mahapati.
3. Sedangkan
menurut Geireke
sedangkan daharmaadhyaksa
&
Roorda:
Adhyaksa
sebagai opperechler-nya,
mengatakan bahwa: adhyaksa
sebagai rechter
sebagai Itakim
dan juga yang
van insfructie
bijde
landraad, yang kaiau dihubungkan dengan jabatan dalam dunia modem
sekarang dapat disejajarkan dengan hakim komisaris.
Dan arti kata yang diungkapkan di atas, jelas bahwa sejak dahulu jaksa
merupakan suatu jabatan yang
mempunyai
kewenangan
luas.
Fungsinya
senantiasa dikaitkan dengan bidang yudikatit bahkan pada masanya dihubungkan
pula dengan bidang keagamaan. Khususnya yang menyangkut bidang keagamaan
ini sangat menank jika dihubungkan dengan bidang tugas yang ditegaskan dalam
Pasal 2 ayat (3) U U No 15 Tahun 1961 tCTtang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kejaksaan Republik Indonesia.
Djoko Prakoso, 2003, Tugas Dan Peranan jaksa Dalam Pembangunan
Indonesia, Jakarta, him. 19
'^'Ibid,
him. 19-20
,Ghalia
16
Pada Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang
Kejaksaan
Republik
Indonesia,
ditentukan bahwa jaksa
fiingsional yang diberi wewenang
sebagai
penuntut
umum
mentp'^*'"''^'^ i - a i - i i o t o r i
dan
adalah:
"Pejabat
oleh undang-undang ini untuk bertindak
pelaksana
putusan
h n i - n m corto nfon iT-ioin l o m
pengadilan
yang
telah
bcrdaspjkan und&n"-iind3ng"
Selanjutnya menurut Pasa! 1 butir 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang dimaksud
Jaksa Penuntut
Umum adalah: "Penuntut umum adalah jaksa yang diben wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim".
Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus bebas data pengaruh
kekuasaan pihak manapun, yakni dilaksanakan secara merdeka teriepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintaha dan pengaruh kekuasaan lainnya.
B. Fungsi dan Tugas Jaksa Penuntut Umum
Telah banyak kita ketahui, bahwa Undang-undang tentang kejaksaan
Republik Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur dan
mengukuhkan beberapa peranan dan tugas jaksa penuntut umum antara lain,
melakukan
pengawasan
atas
pelaksanaan
putusan lepas
bersyarat.menjadi
pengacara negara, biia negara menjadi pihak dalam gugatan perdata dan bila
seorang warga negara untukmenguji apakah tindakan administratif terhadap
dimya vang diambil oleh pejabat pemertntah itu berlaku atau sah menurut hukum.
18
tertentu unluk memngkatkan pengenalan
dan kesadaran masyarakat tentang
hukum.
Adapun tentang tugas serta kewenangan da*-; seorang jaksa penuntut
umum yang diatur dalam Pasal 27 KUHAP yang herbunyi:
1. Di bidang p
a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
c. Melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kepulusan
lepas
berasyarat
d. Melengkapi
berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan penyidik.
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara. kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar peradiian untuk dan atas nama
negara dan pemerintahan
3- Dalam bidang keterliban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
b. Pengamanan kebijakan penegak hukum
c. Pengamaman peredaran barang catatan
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan negara.
e. Pencegahan pelahgunaan dan atau penodaan agama
19
T Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik knminal.
C. Putusan Pengadilan Yang Dapat Dimintakan Peninjauan Kembali
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 263 ayat (1), dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a, Dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
Terhadap
putusan pengadilan yang lelah berkekuatan hukum tetap
{krachta van gewijsde) peninjauan kembali dapat dimintakan kepada Mahkamah
Agung. Selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya
peninjauan kembali tidak dapat dipergunakan. Terhadap putusan yang demikian
hanya dapat ditempuh upaya hukum biasa berupa banding atau kasasi. Upaya
hukum peninjauan kembali baru
terbuka setelah upaya hukum biasa (berupa
banding dan kasasi) telah tertutup. Upaya hukum peninjauan kembali tidak boleh
melangkahi upaya hukum banding dan kasasi. Selama upaya hukum biasa masih
terbuka, upaya hukum biasa itu dulu yang mesti dilalui. Tahap proses upaya
peninjauan kembali adalah tahap proses yang telah melampaui upaya hukum
biasa.
b, Dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan
Sebagaimana yang sudah ditegaskan, upaya hukum peninjauan kembali
hanya dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap. Upaya peninjauan kembali dapat diajukan terhadap semua putusan instansi
pengadilan, dapai diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri, asal putusan
20
instansi itu lelah berkeualan hukum tetap. Demikian pula terhadap putusan
Pengadilan Tinggi, dapat diajukan permintaan peninjauan kembali. jika terhadap
putusan Itu sudah tertutup jalan mengajukan permintaan kasasi. sebab putusan
Pengadilan Tingi yang demikian. sudali meiekai sifat putusan yang telah
memperoleh
kekuatan hukum tetap. 'J:jak :iu terbuka
mengajukan permintaan peninjauan kembali.
Demikian pula terhadap putusan Mahkamah Agung. dapat diajukan upaya
peninjauan kembali, setelah putusan ilu memperoleh
kekuatan hukum t e t ^ .
Berarti setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakAva, sejak saat itu
melekal dalam putusan Mahkamah Agung sifat putusan yang (clah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Maka sejak saat itu terbuka jalan unluk meminta
paiinjauan kembali lerhadap putusan Mahkamah Agung dimaksud.
Kalau begitu, berdasarkan penjelasan di atas. upaya peninjauan kembali:
1. dapat diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
2. dapat diajukan terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. dan
3. dapat diaiukan terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah memproieh
kekuatan hukum tetap. ^'
c Kecuali terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum
Sekalipun upaya ini dapat dittjukan terhadap semua putusan pengadilan
yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, namun undang-undang sendiri
telah meneniukan "pengacualian",
pengecualian
ilu dijelaskan sendiri dalam
Pasal 263 ayat (1) yakni terhadap:
M.
Pemeriksaan
Jakarta,
Yahya
Sidang
h i m 594
liarahap, 2009. Pembahansa
Pengadilan.
Banding.
Ka.sasi.
Permaslaahan
dan peninjauan
dan Penerapan
Kembali,
KUHAP
Sinar Grafika,
21
a. putusan bebas {vrijspraak), atau
b. puti'san lepas
dari
segala
tuntutan
hukum (onslag
rechts
vervolging).
Terhadap kedua jenis putusan ini, upaya hukum peninjauan kembali tidak
dapat diajukan, Hal im memang logis. Bukan! :± taujuan upa>a pcnmjauan
kembali, dimaksudkan sebagai upaya yang memberi kesempalan kepada terpidana
untuk membela
kepentingannya. agar dia teriepas dari kekeliruan pemidanaan
yang dijatuhkan kepadanya
Kalau begitu, agar dia teriepas dari kekeliruan
pemidanaan ataupun telah dilepaskan adari segala tuntutan hukum, tidak adalagi
alasan dan urgensi untuk meninjau kembali putusan
yang menguntungkan
dirinya. Masak orang yang sudah diputus bebas atau lepas dan segala tuntutan
hukum masih ingin lagi dijatuhi pidana. Atas dasar pemikrian itulah sebabnya
upaya peninjauan kembali tidak diperkenankan terhadap putusan bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum.
U . Fihak Yang Dapat Mengajukan Peninjauan Kembali
Mengenai orang yang berhak mengajukan peninjauan kembali, ditegaskan
dalam Fasal 263 ayat (1) KUHAP, yakm:
a. terpidana, atau
b. ahh wansnya.
Dari penegasan ketentuan ini, jaksa penuntut umum tidak berhak
mengajukan permintaan peninjauan kembali. Sebabnya undang-undang tidak
memberikan hak kepada penuntut umum karena upaya hukum ini bertujuan untuk
22
melindungi kepentingan terpidana. Untuk kepentingan terpidana undang-undang
membuka kemunglanan untuk meninjau kembali putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, karena ilu selayaknya hanya dibenkan kepada terpidana
atau ahli warisnya Lagipula sisi lain upaya hukum luar biasa ini yakni pada
upaya
kasasi
demi
kepentingan
hukum, undang-ui.Jaiig tc!ah
membuka
kesempatan kepada jaksa Agung untuk membela kepentingan umum. Seandainya
penuntut umum berpendapat suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap merugikan kepentingan umum atau berteniangan dengan tujuan
praiegakan hukum, kebenaran, dan keadilan undang-undang telah membuka upaya
hukum bagi Jaksa Agung unluk mengajukan permintaan kasasi demi kepentingan
hukum. Oleh karena itu, hak mengajukan permintaan peninjauan kembali adalah
merupakan
hak
menyelaraskan
timbal
balik
keseimbangan
yang
ahak
dibenkan
mengajukan
kepada
terpidana
permintaan
kasasi
untuk
demi
kepentingan hukum yang diberikan undag-undang kepada penuntut umum melalui
Jaksa Agung. Dengan demikian melalui upaya hukum luar biasa, sisi kepentingan
terpidana dan kepentingan umum telah terpenuhi secara berimbang.
Berasarkan Pasal 263 ayat (1) yang berhak mengajukan permintaan
permintaan peninjauan kembali hanya terpidana dan ahli warisn3'a. Oleh karena
itu, sekalipun ada pihak yang merasa dirugikan dalam putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap, tidak dibenarkan hukum untuk mengajukan
permintaan peninjauan kembali. Hal seperti ini yang ditegaskan dalam putusan
Mahkamah Agung tanggal 20 Febmari 1984 Reg.No.1 PK/Pd/1984. Pemohon
telah mengajukan permintaan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah
23
Agung tanggal 4 Juli 1983 yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pemohon merasa keberatan atas perampasan untuk negara barang bukti kapal
yang bukan milik terpidana, tetapi milik pemohon. Sedang pemohon tidak terlibat
maupun tersangkut dalam tindak pidana yang dilakukan terpidana, oleh kar(^"a itv;
tidak adil jika miiik pemohon dirampas untuk negara sekalipun ku^.Z
dipergunakan terpidana sebagai alat melakukan tindak pidana.
putusan Mahkamah Agung atas permohonan
lelali
Tanggapan diUi
dan keberatan yang diajukan
pemohon, berbunyi: "bahwa meskipun terhadap putusan pengadilan yang iclnh
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung,akan
tetapi karena pemohon peninjauan kembali bukan
terpidana atau ahli warisnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat ( H
KUHAP maka permohonan peninjauan kembali harus dinyatakan tidak dap - t
diterima"
L . Alasan Peninjauan Kembali
Pasal 263a ayat (2) memuat alasan yang dapat dijadikan dasar peradii;,i.-.:;
peninjauan
kembali, yang
dituangkan
pemohon daiam
"sural permintaan
peninjauan kembali". Dalam surat permintaan atau permohonan
peninjauan
kemati itulah pemohon menyebut secara jelas dasar alasan permintaan.
Memperhalikan ketentuan Pasal 264 ayat (1) dan ayat (4). syarat formal
menentukan sahnya permohonan peninjauan kembali laiah "Surat permintaan
peninjauan kembali. Tanpa surat permintaan yang memuat alasan-alasan sebagai
dasar, permintaan yang demikian dianggap
tidak ada . Pendapat ini didukung
oleh Pasa! 264 ayat ( I ) dan ayat (4) yang menegaskan:
24
Ayat (1) kalimat terakhir menegaskan. pemohon harus menyebut
secara jelas alasan permintaan peninjauan kembali
d. Ayat (4) menegaskan. jika pemohon peninjauan kembali adalah
terpidana yang kurang memahami hukum, panitera pada waklu
menerima permintaan peninjauan kembali, waiib menan>alvan
alasannsa kepada pemohon dan untuk ilu panitera membual sural
permiontaan peninjauan kembali.
c.
Betitik tolak dari penegasan di atas, syarat formal permohonan peiMi.jauiui
kembaii lalah adanya "surat permintaan' yang memuat alasan yang menjadi dasar
permintaan peninjauan kembali. Apakah surat permintaan yang memuat alasan itu
dibuat sendin oleh terpidana atau panitera Pengadilan Negen sesuai dengan Pasal
264 ayat (4), tidak menjadi soal, Yang penting sebagai syarat sahnya permohonan,
harus diajukan dalam surat permmtaan pemnjauan kembaii yang menjelaskan
alasan-alasan yang mendasari permohonan.
Dan alasan ayang menjadi dasar
permintaan pemnjauan kembali, sudah dinnci undang-undang dalam Fasal 263
ayat (2) serta ayal (3). Namun alasan pokok yang dapat dijadikan dasar
permintaan pemnjauan kembali lalah hal-hal yang disebut satu persatu dalam
Pasal 263 ayat (2). Yang berbunyi sebagai berikut:
Permintaan pemnjauan kembali dilakukan atas dasar:
a.
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,
bahwa Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan
lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum
tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan
b. Apabila dalam berbagai putusan terdapat pemyataan bahwa
sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar
dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti ilu, temyata
telah berteniangan satu dengan yanglain
c. Apabila putusan itu dengan jetas memperlihatkan suatu kekhilafan
hakim atau suatu kekeliruan ayang nyata.'''*
Lcden Marpaung, Op.Cit, hlin.209
25
a, Apabla terdapat keadaan baru
Alasan pertama yang dapat dijadikan landasan mendasari permintaan
peninjauan kembali adalah "keadaan baru" dXau Novum. Keadaan baru \'ang dapal
dijadikan landasan yang mendasari
permintaan adalah keadaan
baru yang
mempunyai sitat dan kualitas "menimbulkan dugaan kuat":
h
jika seandainya keadaan baru itu diketahui atau dilemukan dan
dikemukakan pada waktu sidang berlangsung, dapat menjadi faktor dan
alasan untuk menjatuhkan putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum, atau
2. keadaan baru itu ^ i k a ditemukan dan diketahui pada waktu sidang
berlangsung dapat menjadi alasan dan faktor untuk menjatuhkan putusan
yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, atau
3. dapat dijadikan alasan dan faktor untuk menjatuhkan aputusan dengan
menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.'***
Untuk sekedat orientasi dikemukakan putusan Mahkamah Agung tanggal
13 April 1984 Reg.No 15PK/Pid/1983. dalam putusan ini, pemohon dalam surat
permintaan peninjauan kembali telah mengajukan alasan yang menjadi dasar
permintaan, yang dapal kita singkatkan:
a. Adanya ditemukan bukti baru tentang kebohongan dan tipu
muslihat paihak lawan. Bukti baru atau keadaan baru itu bempa
surat pemyataan saksi Masri tertanggai 1 Febmari 1981 dan telah
didariarkan daiam akta notaries E. Sianipar, SH tanggal 2
Junil983. Bukti baru pemyataan ini menegaskan bahwa bukti P 4
yang pemah diajukan pelapor dalam persidangan adalaii suatu
kebohongan lipu musalihat mengenai terjemahan dan tulisan
Tionghoa ke dalam bahasa Indonesia, yakni dalam bahasa
Tionghoa tertulis "meminjam" tapi diterjcmahkan ke dalam bahasa
Indonesia "titipan". Teijemahan seperti mi dilakukan saksi Masri
adalah atas permintaan anak pelapor.
b. Dengan adanya pemyataan bam dari Masri tadi, berarti kesaksian
Masri dalam persidangan perkara adalah kebohongan, dan keadaan
kebohongan ilu dengan sendirinya harus dilenyapkan dengan
adanya keadaan baru berdasarkan pemyataan Masri tanggal 1
Febman 1981 dimaksud.
>*
ivi.
u-i
I aiiya
11
I
••)..
I , i.„
srtn
iiuioiiajj, \^f/. ^ . ^ i t , imii .j
26
Dasar
alasan
perrmnlaan
pemnjauan
kembali
di
atas
lidak
dapat
dibenarkan. Menurut tanggapan Mahkamah Agung, bukti baru atau keadaan baru
v'ann diajukanhanya berupa "tafsiran" belaka dan permohonan. tetapi buktui
merupakan suatu akta autentik. Hal yang demikian lidak sesuai dengan ketentuan
Pasa! 263 ayat (2) huruf a, b, dan c KUHAP.
Contoh lain dapat dilihat dalam putuan Mahkamah Agung tanggal 16 Juni
1984 Reg. No. 19PK/Pid/1983.
salah satu alasan yang mendasari permintaan
peninjauan kembali yang diajukan pemohon berbunyi: Karena terdakwa telah
meninggal dunia pada tanggal 24 Agustus 1982, sedangkan jaksa juga tidak
mengajukan
permohonan
kasasi
maka
putusan
Pengadilan
Tinggi
telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, walaupun dapat diketahui bahwa Pengadilan
Tinggi telah salah menerapkan hukum. Bahwa seandainya perkara ini oleh jaksa
diajukan permohonan
dibatalkan
kasasi, dan kemungkinan putusan judex jdctie
akan
oleh Mahkamah Agung dan sekurang-kurangnya tuntutan hukuman
akan dinyatakan gugur berdasarkan Pasal 77 KUHP (terdakwa meninggal dunia).
Alasan
keberatan
ini tidak dapat
dibenarkan
Mahkamah Aagung
dengan
tanggapan bahwa keadaan baru yang dikemukakan pemohon tidak mempengaruhi
putusan Pengadilan Tinggi. Oleh karena itu, alasan tersebut tidak sesuai dengan
makna ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf a, Memang kcbctulan terdakwa
meninggal tanggal 24 Agustus 1982, Putusan Pengadilan Tingi Bandung tanggal
9 Desember 1982. Akan tetapi akta kematian baru diminta kuasa terdakwa tanggal
2 Febmari 1983. Berarti Pengadilan Tinggi sudah sempat menjatuhkan putusan,
baru kematian terdakwa dibentahukan setahun kemudian.
Atas alasan ini
27
barangkali
Mahkamah
Agung
berpendapat
bahwa
keadaan
baru
yang
dikemukakan pemohon, dianggap "tidak mempengaruhi" putusan Pengadilan
Tinaggj Bandung, Akan tetapi, rasanya Mahkamah Agung dalam putusan ini
kurang dapat dipahami. Bukankah dengan adanya fakta keadaan baru berupa
peristiv/a kematian terdakwa, cukup merupakan keadaan baru yang menimbulkan
dugaan bahwa putusan Pengadilan Tinggi akan lain dari pada apa yang telah
diputuskan, seandainya kematian terdakwa dikeiahui sebelum pemeriksaan dan
putusan dijatuhkan.
b. Apabila daiam berbagai putusan terdapat satingpertentangan
Alasan
kedua yang
dapat
dipergunakan
sebagai dasar permintaan
peninjauan kembali, yakni apabila dalam berbagai putusan terdapat
a. pemyataan bahwa sesuatu telah terbukti
b. kemudian pemyataan tentang terbuktinyahal atau keadaan ilu
dijadikan sebagai dasar dan alasan putusan dalam suatu perkara
c. akan tetapi dalam putusan perkara lain hal atau keadaan ayang
dinyatakan terbukli itu saling bertentangan antara putusan yang
satu dengan yang lainnya.
Misalnya, kemungkinan bisa terjadi saling pertentangan antara putusan
perdata dengan putusan pidana. Umpamanya terdakwa dijatuhi pidana karena
bersalah melakukan kejahalan penggelapan dalam jabatan sebagaiman
yang
dirumuskan dalam Pasal 374 KUHP, karena sebagai direklur Bank Pembangunan
daerah Yogyakarta telah menjual tanah dan rumah jaminan pinjaman di bawah
tangan, sehingga perbuatan itu bertentangan dengan perjanjian dan peraturan
undang-undang.menumt perjanjian secara tegas disebut, apabaila debitur tidak
melunasi pinjaman pada waktu yang ditentukan, pihak bank dengan kuasa yang
I bid, him 600
29
c Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan
Alasan ketiga yang dijadikan dasar mengajukan perminlaan peninjauan
kembali. apabila dalam putusan terdapat dengan jelas ataupun terlihal dengan
nyaia:
a. keldiilatan hakim
b. kekeliruan hakim.
Hakim sebagai manusia, tidak luput dari kehkilafan dan kekeliruan,
Kekhilafan dan kekeliruan itu bisa saja terjadi dalam semua tingakt pengadilan.
kekhilafan yang diperbuat Pengadilan Negeri sebagai peradiian tingkat pertama,
bisa berlanjut pada tingkat banding, dan kakhilafan tingkat pertama dan tingkat
banding itu tidak tampak dalam tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Padahal
tujuan tingkat banding maupun tingkat kasasi untuk melumskan dan memperbaiki
serta membenarkan kembali kekeliruan yang diperbuat pengadilan yang lebih
randah. Kekeliruan yang seperti ini dapal dilihat dalam putusan Mahkamah
Agung tanggal 15 Maret 1984 reg. No.20PK/Pid/1983.
Kasusnya Pengadilan
Negeri Baturaja dalam putusan tanggal 28 Maret 1981 No. 463/1980. terdakwa
M . Tasl im
telah
dinyatakan
b ersal ah
melakukan
kej ahatan
pembunuhan
sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP. Putusan dikualkan
Pengadilan Tinggi
Palembang dalam putusan tanggal 15 Desember 1981 No.
130/1981. Kemudian pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung dalam putusannya
tanggal 29 Austus 1983 No.l9.K/Pid/i983 menolak permohonan kasasi terdakwa
M.taslim.pada tanggal 27 Oktober 1983, terpidana melalui kuasanya mengajukan
Ibid him. 601
30
permohonan peninjauan kembali, Alasan yang diajukan sebagai dasai permintaan
peninjauan kembali antara lain:
I
I.
i.
Alasan
peiiimbangan yang mendasari putusan Pengadilan Negen Baturaja
atas keterbuktian kesalahan terpidana, hanya semata-mata
didasarkan pada petunjuk belaka
padahal berdasarkan Pasai 188 ayal (2) KUHAP, petunjuk sebagai
alat bukti hanya dapat ditarik dan diproleh dari keterangan saksi,
alat bukti surat. dan keterangan terdakwa
baik dan keterangan saksi, maupun dan ketemagan terdakwa dan
begitupula dari alat bukti surat, tidak satu pun yang dapal
disimpulkan menjadi alat bukti petunjuk bahwa terdakwa
melakukan tindak pidana yang didak-wakan. Maka berdasarkan
alasan tersebut, putusan itu secara jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan alau kekeliruan hakim.
keberatan
di
atas
dibenarkan
Mahkamah
Agung
dengan
pertimbangan:
a
Putusan hakim pertama yang dikuatkan oleh hakim banding
dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeiiruann vang nvala sebagaimana yang dimaksud
Pasal 263 ayat (2) KUHAP
b. Karena sejak semula terdakwa tetap menyangkal
melakiukan kejahalan yang didakwakan kepadanya, baik
dakwaan primair maupun dakwaan subsidair
c. Tak ada seorang saksi pun yang meiihat korban lelah
ditolakkan terdakwa dari kereta api sehingga jatuh yang
menyebabkan korban mendapat luka-luka sebagaimana
yang disebul dalam visum el refertum tanggal 29 Oktober
1980 No 150/20/A/X/I980. dan mengakibatkan korban
mall seketika
d. Tak ada seorang saksi pun yang meiihat terdakwa
mengambil baju korban, begitu pula uang korban sebanyak
Rp 30.000,00 dengan maksud untuk memiliki nya secara
melawan hukum. Uang tersebut berada ditangannya adalah
sebagai tipu dari korban, karena mereka berteman.
e. Mengenai baju tidak dijelaskan mangapa berada daiam tas
terdakwa, namun hal itu tidaklah berarti bahwa terdakwa
telah mencurinya dari korban atau mengambilnya dari
may at korban
f. Mayat korban dipindahkan terdakwa sebelum ia melapor ke
polisi adalah karena ia tidak sampai hati meiihat mayat
31
tersebut ditimpa terik panas matahan dan ajuga takiit mayat
ilu digerayangi binatang buas
g. Bahwa orang tua terdakwa begitu juga polisi dan jaksa
haina menduga, terdakwa telah membunuh korban. rial itu
semua hanya berdasarkan kesimpulan sendiri belaka dan
Inikiim tidak membenarkan seseorang diadili berdasarkan
dugaan
kesimpulan-kesimpulan sendin
yang lidak
didasarkan dengan alat-alat bukti yang sah.
Berdasarkan
rmgkasan
pertimbangan
Mahkamah
Agung
di
atas,
permohonan peninjauan kembali dinyatakan dapat diterima karena sesuai dengan
ketentuan Pasal 263 ayal (2) hurut c jo Pasai 206 ayat (2) humt
b angka 1
KUHAP. Oleh karena itu. Makahkamah Agung membatalkan putusan Mahkamah
Agung tanggal 29 Agustus 1983No. 199.K/Pid/1983, putusan Pengadilan Tinaggi
Palembang tanggal 15 Desember 1981 No, 130/1981 dan putusan Pengadilan
Negen Baturaja tanggal 28 Maret 1981 No. 463/1980. dan atas pembatalan
putusan-putusan tersebut, Mahl:amah Agung
menyatakan bahwa
kesalahan
terdakwa M Taslim yang didakwakan kepadanya baik pada dakwaan pnmer
maupun dakwaan subsidair, tidak terbukti secarasah dan menyakinkan, Oleh
karena itu. terdakwa harus dibebaskan dan semua dakwvaan {yerijspraak).
¥, Beberapa Prinsip Ditentukan Dalam Upaya Peninjauan Kembali
Ada beberapa prinsip yang perlu ditingkatkan penerapannya. Memang
prinsip tersebut tidak seberapa, namun perlu dipersoalkan sebagai pedoman dalam
proses dan pelaksanaan.
a. Pidana yang dijatuhkan tidak boieh meiebihi putusan semuia
Prinsip atau asas ini diatur dalam Pasal 266 ayat (3) yang menegaskan,
pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kebali "tidak boleh meiebihi
32
pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula". Mahkamah Agung tidak
boleh
menjaluhkan putusan yang
meiebihi putusan pidana semula.
Yang
diperkenankan lalali menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 266 ayat (2) huruf b angka 4, prinsip yang diatur
dalam Pasa! 266 ayal A(3)
ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam
lembaga upaya peninjauan kembali, yang bermaksud membuka
kesempatan
kepada terpidana untuk membela kepentingan. agar bisa teriepas dari ketidak
benaran penegakaan hukum. Oleh karena upaya ini memberi kesempatan untuk
membela kepentingannya, tidak patut jika sarana yang memberi peiuang untuk
melumpuhkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berbalik
menjadi bomerang merugikan diri pemohon. Lain halnya dalam putusan tingkat
banding atau kasasi, dalam proses tersebut putusan belum berkekuatan hukum
tetap, sehingga masih diperkenankan menjatuhkan putusan baik yang bempa
memberikan alau meringankan kepada terdakwa.
b, Permintaan peninjauan kembaii tidak menangguhkan pelaksanaan putusan
Prinsip atau asas yang kedua pada upaya peninjauan kembali "tidak
mutlak" menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan
kembali
tidak merupakan
alasan
yang
menghambat
apalagi
pelaksanaan putusan. Proses permintaan peninjauan kembali
namun pelaksanaan
putusan
juga
menghapus
berjalan terns,
berjalan terus. Apakah ketentuan ini
"/wperanve" atau tidak. Seandainya berdasarkan pemeriksaan pengadilan negeri,
alasan yang diajukan terpidana sedemikian rupa sifat kuaiitasnya, benar-benar
diyakini dapat melumpuhkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali, lebih
33
bijaksana untuk menagguhkan pelaksanaan eksekusi. Benar kita mengakui bahwa
upaya peninjauan kebali tidak niulus dan mudali, dan seperti
dikatakan, dari
sekian banyak permintaan. hanya satu duayang dibenarkan.
Akan tetapi dalam hal-hal yang eksepsional dapal dilakukan penangguhan
atau pcaghar.tian pclalwanaa;-: putusan. sehingga ketentuan Pasal 268 ayal (1)
dapat sedikit diperlunak, permintaan peninjauan kembali "tidak serara mutlak"
menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan. Namun anjuran
pelunakan bunyi Pasal 268 ayat (1) jangan disalahgunakan. Sikap serampangan
menimbulkan bahaya dan keguncangan dalam pelaksanaan penegakan hukum.
Yang dikehendaki ialah sikap kebijaksanaan yang matang dan beralasan serta
mengaiikan dengan jenis tindak pidana maupun dengan sifat dan kualitas alasan
yang menjadi landasan perminlaan pemnjauan kembali.
c Permintaan peninjauan kembaii hanya dapat diiakukan satu kaii
Pasal 268 ayat (3) membenarkan permintaan peninjauan kembali alas
suatu perkara "hanya satu kali saja". Prinsip ini berlaku terhadap permintaan
kasasi dan kasasi demi kepentingan hukum. Khusus dalam permintaan kasasi
maupun dalam permintaan kasasi demi kepentingan hukum, perinsip ini tidak
begitu menyentuh rasa keadilan. Lain halnya dalam upaya peninjauan kembaii,
asas ini agak menyentuh rasa keadilan. Seolah-olah prinsip ini merupakan suatu
tantangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan, dan dengan berani
mengorbankan keadilan dan kebenrana demi tegaknya kepastian hukum. Sebab
dengan asasini telah tertutup kemungkinan untuk mengejar keadilan sampai pada
saat-saat terakhi