ANALISIS SISTEM PAROAN ANTARA PEMILIK DAN PENGGARAP KARET PADA MASYARAKAT DESA RIDING KECAMATAN PANGKALAN LAMPAM KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM -
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Pertama, adalah penelitian yang dilakukan oleh Aryuningsih Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang (2017). Dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis sistem bagi hasil antara pemilik dan penggaraap karet di desa
tanah abang pendopo kab, PALI”. Kesimpulan yang dihasilkan adalah
1. Kewajiban pemilik karet
a. Pemyediaan lahan
b. Penyediaan bibit
c. Penyediaan pupuk
2. Kewajiban penggarap
a. Penyediaan alat untuk menggarap
b. Penyediaan alat untuk memelihara dan merawat
c. Penyediaan alat untuk melakukan pemupukan
3. Sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap
Dari proses pengelolahan hasil data wawancara dari beberapa pemilik dan
penggarap kebun karet yang dirangkum menjadi penyelesaianpermasalahan dalam
menentukan hasil yang dicapai yaitu rata-rata porsi pembagian adalah 60:40.1
Kedua, adalah penelitian yang dilakukan oleh Andi Arwini Fakultas Syariah Dan
Hukum UIN Alauddin Makasar (2014). Dalam penelitiannya yang berjudul
Aryuningsih, “Analisis Sistem Bagi Hasil Antara Pemilik dan Penggarap Karet di Desa Tanah
Abang Pendopo Kabupaten Pali” Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah
Palembang, :2017
1
11
12
“sistem bagi hasil (muzara’ah) pada masyarakat petani penggarap dan pemilik
lahan di desa tanjonga kec. Tarutea kab. Jeneponto” kesimpulan yang dihasilkan
adalah bentuk pelaksanaan sistem bagi hasil petani penggarap di desa tanjonga
yaitu si pemilik tanah memberikan tanahnya kepada si petani penggarap untuk
digarap dengan ketentuan dan persentase pembagian hasil yang telah disepakati
bersama.2
Ketiga, adalah penelitian yang dilakukan oleh Andrisal Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau (2009). Dalam penelitiannya yang berjudul
“praktek bagi hasil karet dalam persfektif ekonomi islam (studi kasus di desa koto
simandolak kec. Benai kab. Kuantan singingi” kesimpulan yang dihasilkan adalah
kerja sama yang dilakukan oleh masyarakat koto simandolak dalam hal kebun
karet ini sangat menguntungkan bagi empuny kebun dan bagi petani penggarap
dan ini terlihat dari kehidupan sosial mereka terutama petani penggarap yang
mulanya tidak mempunyai kerja, dengan adanya kerja sama ini mereka
mempunyai kerjaa dan bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dan bagi
pemilik kebun, tidak adanya kebun/lahan mereka yang terlantar sia-sia.3
B. Teori
1. Pengertian Sistem Bagi Hasil
Prinsip kerjasama (akad) dalam ekonomi Islam yang banyak dikenal adalah
prinsip bagi hasil. Petanian sebagai bidang yang bergerak di sektor rill, juga tak
luput adanya prinsip kerjasama bagi hasil. Di satu sisi, ada sebagian orang yang
mempunyai tanah, tetapi tidak mampu untuk mengelolanya. Disisi lain, ada orang
yang mampu untuk bertani dan berkebun, tetapi tidak mempunyai lahan pertanian
atau perkebunan. Sehingga dengan adanya kerjasama prinsip bagi hasil, kedua
belah
pihak
dapat
melakukan
sebuah
sistem
kerjasama
yang
saling
menguntungkan dengan memberdayakan lahan pertanian dan perkebunan
tersebut.
Andi Arwini, “sistem bagi hasil (muzara’ah) pada masyarakat petani penggarap dan pemilik
lahan di desa tanjonga kec. Tarutea kab. Jeneponto” Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin
Makasar, :2014
3
Andrisal, “praktek bagi hasil karet dalam persfektif ekonomi islam (studi kasus di desa koto
simandolak kec. Benai kab. Kuantan singingi” Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sultan Syarif
Kasim Riau, :2009
2
13
Ada juga yang mengatakan definisi sistem adalah suatu paduan yang terdiri
dari beberapa unsur/elemen yang dihubungkan menjadi satu kesatuan sehingga
memudahkan aliran informasi dan materi/ energi untuk mewujudkan suatu tujuan
tertentu.
Secara etimologis, istilah “sistem” berasal dari bahasa latin (systema) dan
bahasa yunani (sustema) yang sering dipakai untuk memudahkan dalam
menggambarkan interaksi di dalam entitas.
Pengertian Sistem Menurut Para Ahli:
a. Sistem adalah sekumpulan interaksi antara unsur yang berada dalam kondisi
yang sama. Misalnya dalam bidang produksi dimana semua elemen saling
bekerja sama agar bisa menghasilkan barang berkualitas dengan jumlah yang
cukup banyak. Elemen yang ada disini banyak macamnya, berupa karyawan,
mesin produksi, dan juga manajemen kerja. Jika tidak bisa bekerja dengan
baik, maka tujuan tidak akan dicapai dengan sempurna. (Ludwig von
Bertallanffy)
b. Lain halnya dengan prajudi yang berpendapat bahwa pengertian sistem lebih
menitikberatkan pada prosedur yang sudah direncanakan dengan mengikuti
pola-pola tertentu. Dalam hal ini pola dibuat agar bisa menggerakan suatu
fungsi agar bisa bekerja dengan baik. Tanpa perencanaan yang matang, maka
hasil kerja tidak akan maksimal.
c. W.J.S. Poerwadarminta juga sependapat mengenai pengertian sistem
menurut para ahli diatas. Hanya saja poerwadiminta lebih memperkenalkan
istilah ini pada alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
14
Tentunya ini tidak salah, karena definisi dari istilah ini sangat bergantung pada
bidang. Jika dipakai pada alat, maka sistem berkaitan dengan sekumpulan
elemen yang ada di peralatan tersebut yang berfungsi sebagai penggerak agar
berkerja dengan baik.
2. Pengertian Paroan
Paroan4 pertanian adalah suatu ikatan atau perjanjian kerjasama antara pemilik
lahan dengan petani sebagai penggarap. Upah dari penggarapan lahan tersebut
diambil atau diberikan dari hasil pertanian yang diusahakan, selesai panen atau
sesuai dengan janji yang disepakati ketika pertama kali mengadakan transaksi.
Paroan atau bagi hasil merupakan salah satu sarana tolong menolong bagi sesama
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pihak yang mempunyai lahan
menyerahkan lahannya kepada pihak pemilik lahan dapat menikmati hasil
lahannya, dan petani yang sebelumnya tidak memiliki lahan untuk bercocok
tanam juga dapat berusaha serta dapat memperoleh hasil yang sama dari lahan
tersebut.
Sehubungan dengan masalah ini islam telah diatur bahwa kerjasama yang
bersifat kebaikan atau saling tolong adalah sangat dianjurkan. Sabda Rasul:
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah tidak mengharamkan bertani sistem bagi
hasil, tetapi beliau memerintahkan agar sesama saling tolong menolong.
Rasulullah SAW pernah bersabda, bahwa siapa yang memliki tanah atau lahan
pertanian, maka hendaklah ia menanaminya atau memberikannya kepada
saudaranya untuk dikelola. Jika ia tidak mau menyerahkannya kepada
saudaranya maka ia sendiri yang harus menanaminya atau mengelolanya”.
Dari pertanyaan diatas dapat dipahami, bahwa pengelola lahan pertanian
bagi orang islam merupakan suatu keharusan. Sebab apabila tidak dikelola atau
dbiarkan terlantas, tidak ditanami maka suatu perbuatan yang mubazir. Islam tidak
menghendaki umatnya berpangku tangan, oleh karena itu apabila orang yang
punya lahan atau tanah terlantar maka ia harus menyerahkan kepada orang lain
untuk mengelolannya, sehingga lahan itu menghasilkan, dan mengutungkan kedua
belah pihak dengan cara membagi hasilnya.
4
http://sharahajja.wordpress.com : Diakses 20 Oktober 2018 : PKL 16:00 WIB
15
Pengelolaan lahan pertanian dengan sistem paroan atau bagi hasil telah
berlangsung pada masa Rasulullah SAW masih hidup
dan beliau sendiri
melakukanya. Artinya perjanjian paroan atau bagi hasil adalah kerjasama yang
halal dilakukan oleh manusia, namun tidak semua urusan atau usaha yang halal
dilakukan. Kerjasama yang dibolehkan adalah kerjasama kebaikan. Dengan kata
lain, dengan kerjasama masalah yang dilarang atau haram tidak dibolehkan,
seperti kerjasama melakukan pencurian, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain
atau seluruh perbuatan yang diharamkan.
3. Pengertian penggarap
Petani penggarap adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain
dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, usaha tani ditanggung oleh
pemilik lahan dan penggarap. Besarnya bagi hasil tidak sama untuk tiap
daerah.Biasanya bagi hasil ditentukan oleh tradisi daerah masing-masing. Kelas
tanah banyaknya permintaan dan penawaran serta pengaturan negara yang
berlaku.5
Menurut peraturan pemerintah besarnya bagi hasil ialah 50 persen untuk
pemilik dan 50 persen untuk penggarap setelah dikurangi dengan biaya produksi
yang berbentuk sarana. Di samping kewajiban terhadap usaha lainnya. Di
beberapa daerah terdapat pula kewajiban tambahan penggarap, misalnya
kewajiban membantu pekerjaan dirumah pemilik tanah dan kewajiban berupa
materi.
5
Ibid, Hukum Ekonomi Syariah, hlm. 139
16
4. Pengertian Pemilik Lahan
Petani pemilik lahan adalah golongan petani yang memiliki tanah dan dia juga
yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor
produksi, baik berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang kebijaksanaan
usaha tanahnya, tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain.
Golongan petani yang agak berbeda statusnya ialah yang mengusahkan tanahnya
sendiri dan juga mengusahakan tanah orang lain. (part owner operator). Keadaan
semacamm ini timbul karena persediaan tenaga kerja dalam keluarganya banyak.
Untuk mengaktifkan seluruh persediaan tenaga kerja ini, ia mengusahakan tanah
orang lain.6
5. Musaqah
a. Pengertian Musaqah
Secara bahasaMusaqah berasal dari bahasa arab yang artimya memberi
minuman.
Musaqah
adalah
kerjasama
antara
pemilik
pohon
dengan
pemeliharanya dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya disepakati bersama.
Sedangkan pendapat lain.
Musaqah diambil dari kata Al-saqa, yaitu seorang bekerja pada pohon tamar,
anggur (mengurusnya), atau pohon-pohon lainnya supaya mendatangkan
kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai
imbalan.7 Imam syafi’i dan Imam Maliki memperbolehkan Musaqah untuk semua
6
7
Ibid, Hukum Ekonomi Syariah, hlm. 143
Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah” (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada: 2008)
17
jenis perpohonan, tetapi ada ulama lain yang hanya diperbolehkan pada tanaman
anggur dan kurma saja.8
Termilogis al-musaqah didefinisikan oleh para ulama :
1. Abdurahman Al-jaziri, Al-musaqah ialah : “akad untuk memelihara pohon
kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu.
2. Malikiyah, bahwa Al-musaqah ialah : “sesuatu yang tumbuh” menurut
Malikiyah, tentang sesuatu yang tumbuh di tanah di bagi menjadi (lima)
macam :
a) Pohon-pohon tersebut berakar kuat (tetap) dan pohon tersebut berbuah, buah
itu dipetik serta tersebut tetap ada dengan waktu yang lama, seperti anggur dan
zaitun.
b) Pohon-pohon tersebut berakar tetap tetapi tidak berbuah, seperti pohon kayu
yang keras, karet dan jati.
c) Pohon-pohon yang tidak berakar kuat tetapi berbuah dan dipetik, seperti padi
dan Qatsha’ah.
d) Pohon yang tidak berakar kuat dan tidak ada buahnya yang dapat dipetik, tetapi
memiliki kembang yang bermanfaat seperti bunga mawar.
e) Pohon-pohon yang diambil hijau dan biasanya sebagai suatu manfaat, bukan
buahnya, seperti tanaman hias yang ditanam dihalaman rumah dan di tempat
lainnya.
8
Saifullah.”Fiqh Islam Lengkap.” (Surabaya : Terbit Terang Surabaya. 2005), Hlm, 371
18
3. Hasbi Ash-shiddiqie mengartikan musaqah adalah mempergunakan buruh
(orang upahan) untuk menyiram tanaman, menjaga, memeliharanya dengan
memperoleh upah dari hasil yang diperoleh dari tanaman itu.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa musaqah adalah suatu
akad dimana pemilik menyerahkan dan mempekerjakan orang lain untuk
menggarap lahan yang sudah ditanami pohon seperti kebun karet dan sawit
dengan merawat danmemelihara pohon yang digarap dengan perjanjian bagi hasil
yang disepakati berupa 50:50. 55:45, 60:40, 65:35 dan 2:1 sesuai kesepakatan
diawal perjanjian.
b. Dasar Hukum Musaqah
Adapun dasar hukum musaqah adalah:
1. Al-Quran:
Musaqah merupakan kerja sama bagi hasil antara pemilik tanah pertanian dengan
penggarapnya, dengan demikian merupakan salah satu bentuk tolong menolong.
Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas mengenai hal ini adalah: terdapat
dalam firman Allah QS. Al-maidah (5) ayat 2 yang berbunyi :
Artinya: “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam ( mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
(QS. Al-ma’idah (5) ayat : 2).9
Al-Qur’an dan Terjemahannya. (QS. Al-Ma’idah (5) ayat : 2). Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan daan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
9
19
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada manusia agar saling
membantu dan tolong menolong dalam kebaikan. Wujud tolong menolong ini
tidak hanya dalam bentuk memberikan sesuatu kepada orang yang tidak mampu,
tetapi juga bisa dalam bentuk memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka.
Dalam usaha pertanian, tidak semua orang memiliki kemampuan mengolah tanah
dan mengelola lahan perkebunan.
Adakalanya seorang pemilik kebun juga tidak dapat mengelola kebunnya
karena adanya kesibukan lain sehingga kebunnya itu menjadi terlantar. Sementara
itu disisi lain, tidak sedikit orang yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak
memiliki lahan pertanian. Di sinilah mereka dapat melakukan usaha bersama
dalam pengelolaan lahan pertanian tersebut. 10
2. Hadits
Dalam menentukan hukum musaqah itu banyak perbedaan pendapat oleh para
ulama Fiqh, Abu Hanifah dan Zufar ibn Huzail: bahwa akad Al-musaqah itu
dengan ketentuan petani, penggarap mendapatkan sebagian hasil kerjasama ini
adalah tidak sah, karena Al-musaqah seperti ini termasuk mengupah seseorang
dengan imbalan sebagian hasil yang akan dipanen dari kebun.
Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun
kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka
akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari
hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
10
Suharsimi. Fiqh Muamalah Lengkap. (jakarta, : Gema Insani Pers, 2011) hlm : 120
20
3. Ijma’
Telah berkata Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu thalib
r.a bahwa Rasulullah saw. Telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai
penggarap dan pemelihara atas bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu Bakar,
Umar, Ali serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio . Semua
telah dilakukan oleh Khulafa ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan
semua pih telah mengetahuinya, tetapi tak ada seorangpun yang
menyanggahnya.11
c. Syarat-syarat Akad Musaqah
a. Pohon atau tanaman yang dipelihara hendaknya jelas, dapat diketahui dengan
mata atau dengan sifatnya karena tidak sah barang yang tidak diketahui.
b. Waktu pemeliharaan hendaknya jelas, setahun, dua tahun, satu kali panen dan
sebagainya, karena musaqah merupakan akad yang pasti serupa jual beli,
sehingga terhindar dari kecurian.
c. Hendaknya akad dilaksanakan sebelum dibuat perjanjian, karena musaqah
merupakan akad perjanjian.
d. Bagian penggarap hendaknya jelas apakah separuh, sepertiga dan seterusnya.
e. Pemilik modal harus menentukan dengan waktu yang pasti, seperti satu tahun,
atau lainnya. Menurut pendapat yang sah, tidak boleh menentukan dengan
tumbuhnya buah (setelah tanamannya berbuah baru ditentukan jangka
waktunya ini tidak dibolehkan).
f. Pemilik harus menentukan bagian buah secara pasti kepada pekerja, seperti
setengahnya atau sepertiganya. Jika pemilik berkata kepada pekerja, “sampai
buahnya ditumbuhkan Allah SWT, maka keuntungan untuk kita berdua”
perkataan ini dianggap sah.
11
Ibid, Hukum Ekonomi Syariah, hlm. 205
21
d. Rukun-rukun akad musaqah
Jumhar ulama menetapkan bahwa rukun musaqah ada lima yaitu sebagai
berikut:
a. Dua orang yang akad (Al-aqidani) disyaratkan harus baligh dan berakal.
b. Objek musaqah menurut ulama hanafiyah adalah pohon-pohon yang berbuah,
seperti kurma. Akan tetapi menurut sebagian ulama hanafiyah lainnya
dibolehkan musaqah atas pohon yang tidak berubah karena sama-sama
membutuhkan pengurusan dan siraman.12
c.yang bekerja (penggarap) dengan pemilik kebun keduanya hendaknya orang
yang sama-sama berhak membelanjakan harta keduanya.
d. kebun yang berbuah boleh diparuhkan, demikian juga hasilnya.
e. masa kerja hendaklah ditentukan diperjanjian awal seperti satu tahun, dua
tahun atau lebih sampai pada masa kebun tersebut memperoleh hasilnya, dan
pekerjaan yang wajib yang perlu dilakukan seperti penjagaan, perawatan yang
baik untuk hasilnya adalah menyiram, merumput, dan memupuk dan lain
sebagainya.
f. hasil buah hendaknya ditentukan masing-masing sebelum kebun dikerjakan,
apakah itu setengah, seperdua, atau sepertiga.
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa objek musaqah adalah tumbuhtumbuhan, seperti kacang, pohon yang berbuah memiliki akar yang tetap ditanah,
seperti anggur, kurma yang berbuah, dan lain-lain dengan dua syarat :
12
Ibid, “Fiqh islam lengkap” hlm 256
22
a. Akad dilakukan sebelum buah tampak dan dapat diperjual belikan
b. Akad ditentukan dengan waktu tertentu.
Ulama syafi’iyah dalam Madzhab baru berpendapat bahwa musaqah hanya dapat
dilakukan pada kurma didasarkan pada perbuatan Rasulullah SAW terhadap orang
kahibur, sedangkan anggur hampir sama hukumnya dengan kurma bila ditinjau
dari segi wajib zakatnya.akan tetapi madzhab qadim membolehkan semua jenis
perpohonan.
a. Buah disyaratkan menentukan buah ketika akad untuk kedua pihak.
b. Pekerjaan disyaratkan penggarapan harus bekerja sendiri, jika disyaratkan
pemilik harus bekerja atau dikerjakan secara bersama-sama, akad menjadi tidak
sah.
c. Sigma bagi orang yang mampu berbicara, qabul harus diucapkan akad menjadi
lazim, seperti ijarah.
Menurut ulama Hanafiyah, sebagaimana pada
muzara’ah, tidak disyaratkan qabul dengan ucapan, melainkan cukup dengan
mengerjakannya.13
e. Pelaksanaan musaqah terdiri atas dua bagian :
a. Manfaat pekerjaan itu untuk buahnya, seperti menyirami buah kurma dan
mengawinkannya dengan cara menyimpan mayang kurma betina, hal ini
dilakukan oleh pekerja/pengelola.
Manfaat pekerjaan itu untuk tanah, seperti menyediakan kincir siraman dan
menggali sungai. Hal ini dilakukan oleh pemilik modal. Pemilik modal tidak
boleh menyuruh menggali sungai. Disyaratkan pemilik dan pekerjanya masingmasing. Jika dalam mengerjakan musaqah itu pemilik modal menyuruh
pelayannya kerjasama itu tidak sah.14
13
14
Rahmat Syafe’i. “Fiqh MUamalah” (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001), hlm 214-246
Ibid, Fiqh Muamalah. Hlm 305.
23
f. Hikmah Musaqah
Memberikan kesempatan pada orang lain untuk bekerja dan menikmati hasil
kerjanya, sesuai dengan yang dikerjakan. Sementara itu, pemilik kebun/tanah
garapan memberikan kesempatan kerja dan meringankan kerja bagi dirinya. 15
g. Berakhirnya Akad Musaqah
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa musaqah sebagaimana dalam muzara’ah
dianggap selesai dengan adanya tiga perkara :
a. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad jika telah
habis, tetapi belim menghasilkan apa-apa, penggarap boleh berhenti. Akan
tetapi, jika penggarap meneruskan bekerja diluar waktu yang telah disepakati,
ia tidak mendapatkan upah.
Jika penggarap menolak untuk bekerja, pemilik atau ahli warisnya dapat
melakukan tiga hal :
1) Membagi buah dengan persyaratan tertentu.
2) Penggarap memberikan bagiannya kepada pemilik.
3) Membiayai sampai berbuah, kemudian mengambil penggarap sekedar
pengganti pembiayaan
b. Meninggalnya salah seorang yang akad, jika penggarap meninggal, ahli
warisnya berkewajiban meneruskan musyaqah, walaupun pemilik tanah tidak
rela. Pemeliharanya walaupun ahli waris pemilik tidak menghendakinya.
Apabila kedua orang yang akad meninggal, yang paling berhak meneruskan
15
Ibid, Fiqh Muamalah. Hlm 306.
24
adalah ahli waris penggarap, jika ahli waris itu menolak, musyaqah diserahkan
kepada pemilik tanah.
c. Membatalkan, baik dengan secara jelas atau adanya uzur diantara uzur yang
dapat membatalkan musyaqah :
1) Penggarap dikenal sebagai pencuri yang dikhawatirkan akan mencuri buahbuahan yang di garapnya.
2) Penggarap sakit sehingga tidak dapat bekerja.
Ulama malikiyah berpendapat bahwa musaqah adalah akad yang dapat
diwariskan. Dengan demikian, ahli waris berhak untuk meneruskan .
Musaqah dianggap tidak batal jika penggarap diketahui seorang pencuri,
tukang zolim atau tidak dapat bekerja, penggarap boleh memburuh orang lain
untuk bekerja. Jika tidak mempunyai moal, ia boleh mengambil bagiannya dari
upah yang diperolehnya bila tanaman telah berbuah. Ulama Malikiyah beralasan
bahwa musaqah ialah akad yang lazim yang tidak dapat dibatalkan karena adanya
uzur, dan juga tidak dapat dibatalkan dengan pembatalan sepihak sebab harus ada
kerelaan diantara keduanya.
Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa musaqah tidak batal dengan adanya
uzur, walaupun diketahui bahwa penggarap berkhianat. Akan tetapi, pekerjaan
penggara harus diawasi oleh seorang pengawas sampai penggarap menyelesaikan
pekerjannya. Jika pengawas tidak mampu mengawasinya, tanggung jawab
penggarap yang upahnya diambil dari harta penggarap.
Menurut ulama syafi’iyah musaqah selesai jika habis waktu. Jika buah
keluar setelah habis waktu, penggarap tidak berhak atas hasilnya. Akan tetapi, jika
25
akhir waktu musaqah buah belum matang, penggarap berhak atas bagiannya dan
meneruskan pekerjaannya.
Musaqah dipandang batal jika penggarapnya meninggal, tetapi tidak
dianggap batal jika pemilik meninggal, penggarap meneruskan pekerjaannya
sampai mendapatkan hasilnya, akan tetapi, jika seorang ahli waris mewarisinya
pun meninggal, akad menjadi batal.16
Ulama Hanabiyah berpendapat bahwa musaqah sama dengan muzara’ah
yakni bermaksud akad yang dibolehkan, tetapi tidak lazim. Dengan demikian
setiap sisi dari musaqah dapat membatalkannya. Jika musaqah rusak setelah
tampak buah, bua tersebut dibagikan kepada pemilik dan penggarap sesuai
perjanjian waktu akad.
Penggarap memiliki hak bagian dari hasilnya yang tampak, dengan
demikian berkewajiban menyempurnakan pekerjaannya meskipun musaqah rusak.
Jika penggarap meninggal, musaqah dipandang tidak rusak, tetapi tidak diteruskan
oleh warisnya, jika hali waris menolak mereka tidak boleh dipaksa, tetapi hakim
menyuruh orang lain untuk mengelolahnya dan upahnya diambil dari
tirkat(peninggalannya). Akan tetapi, jika dapat memiliki tirka, upah tersebut dapat
diambil dari bagian penggarap sebatas yang dibutuhkan sehingga musaqah
sempurna.
Jika penggarap kabur sebelum penggarap selesai, ia tidak mendapatkan
apa-apa sebab ia telah rela untuk tidak mendapatkan apa-apa. Apabila ada uzur
yang tidak menyebabkan batalnya akad, misalnya penggarap lemah untuk
16
Rahmat Syafe’i, “Fiqh Muamalah” (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001), hlm, 315
26
mengelola amanat tersebut, pekerjaan diberikan kepada orang lain tetapi tanggung
jawabnya tetap ditangan penggarap, sebagaimana pemilik mengambil alih dan
mengambil upah untuknya.
Ulama Hanbiyah berpendapat bahwa musaqah dipandang selesai dengan
batas waktu, akan tetapi, jika keduanya menetap pada suatu tahun yang menurut
kebiasaan aka ada, tetapi, ternyata tidak, penggarap tidak mendapat apa-apa.17
6. Muzara’ah
a. Definisi muzara’ah
Muzara’ah dalam arti bahasa dari muafa’afalah dari akar kata zara’ah yang
sinonimnya: anbata, spereti dalam kalimat: ”Allah SWT menumbuhkan tumbuhtumbuhan: Allah SWT menumbuhkanya dan mengembangkannya.”
b. Dasar hukum muzara’ah
Muzara’ah hukumnya dipersilihkan oleh parah fuqaha. Imam Abu Hanafiyah
dan Zufar, serta Imam Asy-syafi’I tidak membolehkanya. Akan tetapi sebagian
safi’iyah membolehkannya, denga cara alasan kebutuhan (hajah). Mereka berasal
dengan hadist Nabi Muhammad saw: Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak “bahwa
sesungguhnya Rasulullah melarang melakukan muzara’ah dan memerintahkan
untuk melakukan muzara’ah (sewa-menyewa). (HR. Muslim).
c. Rukun dan sifat muzara’ah
1. Rukun muzara’ah
Rukun muzara’ah menurut Hanafiyah adalah ijb qabul, yaitu berupa pernyataan
pemilik tanah. “saya serahkan tanah ini kepada anda untuk digarap dengan
17
Rahmat Syafe’I, “Fiqh Muamalah” (Jakarta : PT Rja Grafindo, 2001), hlm, 219
27
imbalanseparuh dari hasilnya”. Pernyataan penggarap “saya terima atau saya
setuju”. Sedangkan menurut jumhur ulama, sebagai mana dalam akad-akad yang
lain, rukun muzara’ah ada tiga, yaitu.18
a) Aqid, yaitu pemilik tanah dan penggarap
b) Maqud’alaih atau objek akad, yaitu manfaat tanah dan pekerjaan penggrap,
dan
c) Ijab dan qabul.
Menurut Hanabilah, dalam akad muzara’ah tidak diperlukan qabil dengan
perkataan, melainkan cukup dengan penggarapan secara berlangsung atas tanah.
Dengan demikian , qabul-nya dengan perbuatan (bil fi’il)
2. Sifat akad muzara’ah
Menurut Hanafiah, sama dengan akad syirkah yang lain, yaitu termaksud akad
yang ghair lazim tidak mengikat. Menurut Malikiyah, apabila sudah dilakukan
penanaman bibit, maka akad menjadi lazim (mengikat). Akan tetapi, menurut
pendapat yang mu’tamad (kuat) di kalangan Malikiyah, semua syirkahamwal
menurut Hanabilah, muzara’ah dan musaqah merupakan akad yang ghairlazim
(tidak mengikat), yang bisa dibatalkan oleh masing-masingpihak, dan batal karena
meninggalkan salah satu pihak.
18
Ahmad Wardi Muslich “Fiqh Muamalat”. (Jakarta:Ikrar Mandiri Abadi, 2013) hlm 393
28
d.
Bentuk-bentuk Akad muzara’ah
Menurut Abu Yusuf dan Muhammad bentuk muzara’ah ada empat macam,
tiga hukumnya yang sah dan yang satu hukumnya batal atau fasid. Bentuk-bentuk
tersebut sebagai berikut:
1. Tanah dan bibit (benih) dari satu pihak, sedangkan pelerjaan dan alat-alat untuk
bercocok tanam dari pihak lain. Dalam bentuk yang pertama ini muzara’ah
hukumnya dibolehkan, dan status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap
tenaga penggarap dan benih dari pemilik tanah, sedangkan alat ikut kepada
penggarap.
2. Tanah disediakan oleh satu pihak, sedangkan alat, benih, dan tenaga
(pekerjaan) dai pihak lain. Dalam bentuk yang kedua ini, muzara’ah juga
hukumnya dibolehkan, dan status penggarap sebagai penyewa atas tanah
sebagai imbalan sebagian hasilnya.
3. Tanah, alat dan benih disediakan oleh satu pihak (pemilik), sedangkan tenaga
(pekerjaan), dari pihak lin (penggarap). Dalam bentuk yang ketiga ini
muzara’ah juga hukumnya dibolehkan, dan status pemilik tanah sebagai
penyewa terhadap penggarap dengan imbalan sebagian hasilnya.
e. Berakhirnya akad muzara’ah
Muzara’ah terkadang berakhir karena telah terwujudnya maksud dan tujuan akad,
misalnya tanaman telah dipanen. Akan tetapi, terkadang akad muzara’ah berakhir
sebelum terwujudnya tujuan muzara’ah karena sebab-sebab berikut:
29
1. Masa perjanjian muzara’ah telah habis
2. Meninggalnya salah satu pihak, baik meninggalnya sebelum dimulainya
penggarapan maupun sesudahnya.19
3. Adanya udzur atau alasan, baik dari pihak pemilik maupun dari penggarap.
d. Hikma muzara’ah
Hikma
muzara’ah
antara
lain:
terwujudnya
kerjasama
yang
paling
menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap. Meningkatkan
kesejahtraan masyarakat tertanggunglanginya kemiskinan terbukanya lapangan
pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan berani tetapi tidak
memiliki tanah garapan.
7. Mukhabarah
a. Pengertian mukhabarah
Mukhabarah adalah mengerjakan tanah orang lain seperti sawah atau ladang
dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, spertiga, seperempat tergantung
perjanjian). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang
mengerjakan
(penggarap).
Dengan
adanya
praktek
mukhabarah
sangat
menguntungkan kedua belah pihak. Baik pihak pemilik sawah atau ladang
maupun pihak penggarap tanah. Pemilik tanah lahannya dapat digarap, sedangkan
petani dapat meningkatkan tarap hidunya. Akad mukhabarah diperbolehkan,
berdasarkan Hadits Nabi Muhammad saw, yang artinya “sesungguhnya nabi telah
menyerahkan tanah kepada penduduk khaibar agar ditanami dan diperlihara,
19
Ibid “Fiqh Muamalat” hlm 402
30
dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi sebagian hasilnya” (HR Muslim
dan ibnu Umar ra.)
Mukhabarah menurut Syafi’iyah adalah menggarap tanah dengan apa yang
dilakukan dari tanah tersebut. Atau mengelola tanah di atas sesuatu yang
dihasilkan dan benihnya berasal dari pengelola. Sedangkan menurut Ibrahim alBajuri mukhabarah adalah sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah
kepada pekerja dan modal dari pengelola.20
b. Rukun dan syarat mukhabarah
1) Rukun mukhabarah
Adapun Rukun mukhabarah menurut jumhur ulama ada empat yaitu :
a) Pemilik tanah
b) Petani/penggarap
c) Objek mukhabarah
d) Ijab dan qabul, keduanya secara lisan.
2) Syarat mukhabarah
Ada beberapa syarat mukhabarah, diataranya :
a) Pemilik kebun dan penggarap harus orang yang baligh dan berakal.
b) Benih yang akan ditanam harus jelas menghasilkan.
c) Lahan merupakan lahan yang menghasilkan, jelas batas-batasnya, dan
diserahkan sepenuhnya kepada penggarap.
d) Pembagian masing-masing harus jelas penentuannya.
e) Jangka waktu harus jelas menurut kebiasaannya.
20
Muhammad jawar, mughniyah Fiqih Imam Ja’far Shodik, (Jakarta: Lentera 2009) hlm 110
31
c. Hukum mukhabarah
Sahih menurut Hanafiyah, diantaranya sebagai berikut :
1) Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.
2) Pembiyaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.
3) Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan pada waktu akad.
4) Menyiram atau menjaga tanaman, jika diisyaratkan akan dilakukan bersama,
hal itu harus dipenuhi. Akan tetapi, jika tidak ada kesepakatan maka
penggaraplah yang paling bertanggung jawab menyiram atau menjaga
tanaman.
d. Berakhirnya akad mukhabarah
1) Habis masanya
2) Salah seorang yang berakad meninggal
3) Adanya udzur. Menurut ulama Hanafiah diantara udzur yang menyebabkan
batalnya akad, diantara lain:
a) Tanah garapan dipaksa dijual, misalnya untuk membayar hutang.
b) Penggarap tidak dapat meneglola tanah, seperti sakit jihad dijalan Allah.
e. Hikmah mukhabarah
Seorang dengan orang lain dapat saling membantu dengan bekerjasama yang
saling meringankan dan menguntungkan, contohnya: seorang memiliki binatang
ternak (sapi,kerbau, dll) dia sanggup untuk berladang dan bertani akan tetapi dia
tidak memiliki sawah., ladang akan tetapi, tidak memiliki hewan yang dapat
digunakan untuk mengelola sawah dan ladangnya tersebut.
32
Disini manfaat dari mukhabarah adalah dapat memanfaatkan yang tidak
memiliki orang lain sehingga tanah dan binatang dapat digunakan dan dapat
menghasilkan pemasukan yang dapat membiayaikebutuhan sehari-hari. Yang
mana pembagian hasilnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.21
Kesimpulan dari ketiga teori diatas bahwa yang bisa digunakan dalam
kemitraan pertanian perkebunan karet adalah teori musaqah karna teori musaqah
adalah penyerahan lahan dan pohon yang siap dikelolah untuk digarap dengan
merawat dan memelihara pohon yang diserahkan kepada penggarap sesuai
perjanjian yang disepakati berupa: (60:40), (65:35), (55:45), (50:50), dan (2:1).
21
Ibid “Fiqh Imam Ja’fat Shodiq” hlm 117
33
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa
Di Indonesia istilah pedesaan adalah pembagian wilayah administratif di
bawah naungan kecamatan yang dipimpin oleh kepala desa. Sebuah desa
merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung
yang membentuk suatu kelompok di suatu wilayah tertentu. Desa Riding
merupakan salah satu desa dari 17 desa yang ada di wilayah Kecamatan
Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan komering Ilir yaitu hasil pemekaran
Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.Desa Riding berdiri sejak
Tahun 1950. Desa Riding pada zaman dahulu hanya dihuni oleh beberapa
masyarakat pribumi saja. Seiring dengan berjalannya waktu terbentuklah beberapa
kumpulan orang dan membentuk sebuah masyarakat. Pada zaman dahulu nenek
moyang mengambil nama desa dikarenakan desa ini merupakan suatu perbatasan
antara dua Kecamatan yang berbeda yakni Kecamatan Pampangan dan Kecamatan
Tulung Selapan. Nama desa ini sendiri diambil dari kedua nama kecamatan yaitu
Riding. Riding yang berarti “batas atau perbatasan”. Desa ini sendiri sampai saat
ini bernama desa dengan sebutan Desa Riding.
Riding adalah suatu perbatasan antara kecamatan Tulung Selapan dan Pangkalan
Lampam. Dahulunya desa ini masih termasuk wilayah Kecamatan Pampangan.
Namun seiring perjalanan waktu terjadi pemekaran atau perluasan wilayah maka
Desa Riding berpindah menjadi Kecamatan Pangkalan Lampam.
33
34
B. Letak Geografis
Secara geografis Desa Riding terletak dibagian timur kota kecamatan yang
berjarak ± 12Km dari Ibu Kota Kecamatan. Luas wilayah Desa Riding adalah
±1.500 Ha. Sebagaian besar wilayah Desa Riding merupakan rawa – rawa yang
letaknya cukup rendah. Penggunaan tanah di Desa Riding Sebagian besar
diperuntukan untuk tanah perkebunan karet dan persawahan sedangkan sisanya
untuk tanah kering yang merupakan bangunan dan fasilitas – fasilitas lainnya.
Sedangkan untuk batas wilayah Desa Riding yaitu sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jerambah Rengas Kecamatan Tulung
Selapan
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pulauan Kecamatan Pangkalan
Lampam
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Toman Kecamatan Tulung Selapan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sunggutan Air Besar Kecamatan
Pangkalan Lampam
C. Demografi
1. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar biasa menjadi modal dasar pembangunan
sekaligus bisa menjadi beban pembangunan, jumlah penduduk Desa Riding
menurut dara sensus penduduk desa Riding pada Tahun 2018 adalah 5.180 Jiwa
dengan jumlah laki-laki sebesar 2.170 jiwa dan perempuan sebesar 3.010 jiwa
dengan jumlah Kepala Keluarga 1.200 Kepala Keluarga. Agar dapat menjadi
35
dasar pembangunan maka jumlah penduduk yang besar harus disertai kualitas
sumber daya manusia yang tinggi. Penanganan kependudukan sangat penting
sehingga potensi yang dimiliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan,
khususnya pembangunan Desa Riding. Berkaitan dengan kependudukan, aspek
yang penting antara lain perkembangan jumlah penduduk, kepadatan dan
persebaran serta strukturnya.
a. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Berdasarkan struktur kelompok umur dan jenis kelamin, penduduk Desa Riding
tergambar pada Tabel berikut ini:
Tabel 3.1
JUMLAH PENDUDUK DESA RIDING DILIHAT DARI TINGKAT UMUR
TAHUN 2018
Tahun 2018
Kelompok
No
Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
0 - 12 Bulan
79
105
184
2
2 - 5 Tahun
95
202
297
3
6 - 10 Tahun
210
288
498
4
11 - 15 Tahun
148
193
341
5
16 - 20 Tahun
176
222
398
6
21 - 25 Tahun
176
213
389
7
26 - 30 Tahun
170
223
399
8
31 - 35 Tahun
178
266
444
9
36 - 40 Tahun
161
203
364
10
41 - 45 Tahun
113
258
371
36
11
46 - 50 Tahun
134
215
349
12
51 - 55 Tahun
142
204
346
13
56 - 60 Tahun
172
158
330
14
61 - 65 Tahun
82
106
188
15
66 - 70 Tahun
70
76
146
16
71 - 75 Tahun
54
59
113
17
75 Tahun Keatas
10
19
29
2170
3010
5180
JUMLAH
Sumber: monografi Desa Riding
2. Keadaan Sosial
a. Sumber Daya Manusia
Sasaran akhir dari setiap pembangunan bermuara pada peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia merupakan subyek
dan sekaligus obyek pembangunan, mencakup seluruh siklus kehidupan manusia,
sejak kandungan hingga akhir hayat. Oleh kerena itu, pembangunan kualitas
manusia harus menjadi perhatian penting. Pada saat ini SDM di Desa Riding
cukup baik dan pada masa yang akan datang akan semoga menjadi lebih baik lagi.
3. Pendidikan
Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan
pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan tingkat
pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan. Tingkat
kecakapan juga akan mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan dan
pada gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Dengan
37
sendirinya akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan kerja
baru
guna
mengatasi
pengangguran.
Pendidikan
biasanya
akan
dapat
mempertajam sistimatika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah
menerima informasi yang lebih maju. Dibawah ini tabel yang menunjukan tingkat
rata - rata pendidikan warga Desa Riding.
Tabel 3.2
PENDIDIKAN MASYARAKAT DESA RIDING
Jenis Kelamin
No
Tingkat Pendidikan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
Tidak Tamat SD
250
375
625
2
Tamat SD
370
500
870
3
Tamat SMP
275
310
585
4
Tamat SMA
198
250
448
5
Tamat Akademi DI/D2/D3
79
85
164
6
Tamat S1
82
115
197
JUMLAH
2889
Sumber: monografi Desa Riding
4. Kehidupan Beragama
Penduduk Desa Riding 100% memeluk agama Islam. Dalam kehidupan beragama
kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan khususnya agama Islam sangat
berkembang dengan baik.
38
5. Budaya
Pada bidang budaya masyarakat Desa Riding menjaga dan menjunjung tinggi
budaya dan adat - istiadat yang diwarisi oleh para leluhur, hal ini terbukti masih
berlakunya tatanan budaya serta kearipan lokal pada setaiap prosesi pernikahan,
Khitanan, dll. Lembaga yang paling berperan dalam melestarikan dan menjaga
tatanan adat-istiadat dan budaya lokal ini adalah Lembaga Adat Desa Riding,
lembaga ini masih tetap aktif, baik dalam kepengurusan maupun dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
6. Politik
Proses reformasi yang bergulir sejak tahun 1997 telah memberikan peluang untuk
membangun demokrasi secara lebih nyata menuju arah proses konsolidasi
demokrasi. Lebih lanjut format politik ini terumuskan juga berdasarkan UU
Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum, UU Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Kemajuan demokrasi telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menggunakan
hak demokrasinya antara lain dibuktikan dengan adanya peningkatan partisipasi
masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam proses pemilihan umum.
7. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Desa Riding secara umum juga mengalami
peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk yang memiliki
usaha atau
39
pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada umumnya belum dapat
dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan bisa juga diperoleh dari
pinjaman modal usaha dari pemerintah. Berikut ini tabel mata pencarian
penduduk Desa Riding.
Tabel 3.3
SUMBER PENGHASILN MASYARAKAT DESA RIDING
No
Mata Pencaharian
Jumlah
1
Petani
3805
2
Pedagang
542
3
Wiraswasta
554
Pegawai Negeri
4
Sipil
23
5
Guru Honorer
5
Jumlah
4959
Sumber: Monografi Desa Riding
1. Kondisi Pemerintahan Desa
a. Pembagian Wilayah Desa
Desa Riding terbagi menjadi 3 Dusun yakni Dusun I, Dusun II, dan Dusun III, dan
terbagi lagi menjadi 12 Rukun Tetangga (RT) dan 4 Rukun Warga (RW)
40
b. Struktur Pemerintahan
KEPALA DESA
SAMSON BUNYAMIN
BPD
MASDAN
SEKRETARIS DESA
RUKMANA
LPM
‘M. SANI DAUD
KAUR PEMERINTAHAN
SAHIDAN PAHDI
KAUR TATA USAHA UMUM
JUMHARI
KAUR KESMAS
TOPRI
KADUS I
REGEN
KADUS II
ISWADI
KADUS III
TOPRI (BLT)
c. Tugas Pemerintahan Desa
1) Tugas Kepala Desa
a) Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintahan Desa
b) Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan Desa
41
c) Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya
yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan
d) Mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan, dan
e) Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada
perangkat desa
2) Tugas BPD
a) Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa
c) Mengusulkan pengakatan dan pemberhentian Kepala Desa
d) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
e) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat
3) Tugas LPM
a) Sebagai pemimpin dan penanggung jawab LPMD
b) Merencanakan dan mengarahkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
sebagai penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, yang beorientasi pada
kebutuhan masyarakat, paradigma, visi, misi untuk mengangkat Citra Wilayah
c) Meningkatkan mutu pengabdian kepada masyarakat secara berkelanjutan
melalui program pengabdian unggulan
d) Memfasilitasi sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat yang
mudah diakses dan dimanfaatkan leh masyarakat pengguna
e) Mengembangkan kapasitas pengelolaan pada pusat-pusat pengabdian
42
f) Melaksanakan penilaian dan konsolidasi dalam rangka menginkatkan relevansi,
keberlangsungan efisiensi dan akuntabilitas
g) Menyelenggarakan penerapan standar mutu pengabdian kepada masyarakat
dan akreditasi kopentensi sarana dan prasarana LPMD
4) Tugas Sekretaris Desa
a) Menyelenggarakan
administrasi
pemerintahan,
pembangunan,
dan
kemasyarakatan
b) Mengkoordinasikan tugas-tugas dan membina kepala urusan
c) Membantu pelayanan ketatausahaan kepada Kepal Desa
d) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa
5) Tugas Kaur Pemerintahan
Tugas pokok kaur pemerintahan adalah membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan
pengelolaan
administrasi
kependudukan,
administrasi
pertahanan, pembinaan, ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa,
mempersiapkan bahan perumusan kebijakan penataan, kebijakan dalam
penyusunan produk hukum Desa
6) Tugas Kaur Tata Usaha Umum
a) Berkedudukan sebagai Unsur Staf Sekretariat
b) Bertugas membantu sekretaris desa dalam urusan pelayanan administrasi
pendukung pelaksanan tugas-tugas pemerintahan
7) Tugas Kaur Kesmas
43
a) Membantu Kepala Desa menyusun rencana, pelaksanaan, pengendalian,
evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan tugas bidang kesejahteraan
rakyat
b) Menyusun program dan rencana kegiatan pembangunan yang akan
dilaksanakan pemerintah desa dalam rangka menyelengarakan urusan
kesejahteraan rakyat
c) Mengumpulkan dan menyusun data laporan urusan kesejateraan rakyat
d) Menggerakan partisipasi masyarakat dalam urusan kesejahteraan rakyat
e) Menginventariskan dan melaporkan kegiatan urusan kesejahteraan rakyat
f) Mengerjakan buku-buku bidang kesejahteraan rakyat
g) Memberikan pelayanan kepada masyaakat dibidang tugasnya
h) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa dan Sekretaris
Desa yang sejalan dengan tugas pokoknya
8) Tugas Kepala Dusun 1, 2 dan 3
a) Kepala Dusun/Kadus adalah perangkat desa yang kedudukannya sebagai
pembantu dari kepala desa di wilayahnya
b) Kepala Dusun/Kadus memiliki kewajiban
dan tugas untuk menjalankan
kegiatan pemerintahan, ketertiban, kemasyarakatan, ketentraman dan juga
pembangunan wilayahnya
c) Kepala Dusun/Kadus didalam melaksanakan tugas dan kewajibannya,
bertanggung jawab kepala Kades (kepala desa)
d) Kepala Dusun bertugas untuk melaksanakan keputusan dari kebijakan yang
diambil oleh kepala desa di wilayahnya
44
e) Kepala Dusun bertugas untuk juga membantu kepala desa di dalam berbagai
kegiatan, seperti : pembinaan dan kerukunan warga serta penyuluhan
f) Kepala Dusun bertugas juga untuk melaksanakan tugas lain yang telah
diberikan oleh kepala desa.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sistem bagi hasil getah karet antara pemilik dan penggarap di Desa
Riding Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Sektorpertanian merupakan salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat di
Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir,
karena umumnya mereka memiliki lahan pertanian dengan luas kepemilikannya
yang beragam. Hal ini yang melatar belakangi masyarakat Desa Riding untuk
mengadakan akad bagi hasil.
Penentuan akad bagi hasil karet di Desa Riding dilakukan menurut kebiasaan
yang berlaku di Desa Riding , yang pada pokonya adalah akad bagi hasil ini
objeknya bukanlah tanah, akan tetapi berhubungan dengan tanah, yaitu tanah
merupakan suatu tempat bagi manusia untuk menjalani
kehidupannya serta
memperoleh sumber untuk melanjutkan kehidupannya, karena itu merupakan
faktor yang dominan dalam kehidupan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Motivasi terjadi bagi hasil karet adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
keperluan lain serta ketidak sanggupan bagi pemilik lahan untuk mengelola
sendiri lahan pertanian mereka. Sedangkan pada hakikatnya pemilik kebun karet
menghendaki tanah miliknya menjadi produktif, sedangkan pengelola atau
penggarap mengahrapkan bagian hasil dari usaha tersebut. Adapun subjek dalam
penelitian ini adalah pemilik dan penggarap karet di Desa Riding Kecamatan
Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir. Adapun nama-nama pemilik
45
46
dan penggarap yang di teliti adalah Nurjanah, Kedin, Marwiyah, Gareng,
Nurjanah, Mala, Kolan,Heri, Ardin, Etria, Babai, Lesi.
Bagi hasil kebun karet ini terjadi karena pemilik kebun (toke) sudah tidak
sanggup untuk menggarap sendiri atau mengurus kebun karetnya dengan
kesibukan lainnya atau membuka kebun baru sehingga tidak bisa untuk
menggarap sendiri sehingga mencari orang lain untuk menggarap karet, selain itu
pemilik kebun (toke) mencari orang yang mempunyai keahlian untuk menggarap
karet yang dapat di percaya untuk menggarap karetnya, sehingga memberikan
pengahsilan yang memadai sesuai luas kebun karet tersebut. Dengan adanya
sistem bagi hasil itu sangat membantu kebutuhan ekonomi penggarap.Dalam
sistem bagi hasil terlebih dahulu getah karet tersebut dijual kepada bos karet.
Adapun sistem dalam jual beli getah karet yaitu sebagai berikut :
1. Sistem jual beli getah karet antara penggarap dan bos karet (toke)
Proses transaksi jual beli getah karet dapat dilihat dari hasil getah karet yang
didapat selama satu minggu penggarapan. Penjualan hasil karet yang diperoleh
dari kebun dijual oleh penggarap kepada bos karet (toke) yang sudah tersedia di
pasar getah.22
Dalam transaksi ini sistem jual beli karet yang dilakukan oleh penjual
karet dan bos karet (toke) yang biasanya dilakukan pada hari kamis dengan harga
yang diberikan pasar an sebesar Rp 5.500,-. Ada juga yang melakukan penjualan
getah karet dengan waktu yang cukup lama sekitar satu bulan yang kisaran harga
Rp 8.000,- dengan harga yang berbeda.
22
Wawancara diolah dengan bapak kedin pada tanggal 15 januari 2019
47
Proses pembelian getah karet biasanya
Bos karet (toke) menerima
berbagai bentuk getah karet yang dihasilkan oleh penggarap misalnya tidak mesti
satu minggu penuh melakukan penggarapan bisa juga 4 hari sekali melakukan
penjualan kepada bos karet (toke). Penimbangan dalam transaksi jual beli
diakukan untuk mengetahui berapa berat bersih getah karet dalam satu minggu
dan satu bulan penggarapan.Dari sistem jual beli dan pembagian hasil karet diatas
bahwa dalam sistem penjualan yang dilakukan oleh pemilik maupun penggarap
karet melakukan transaksi secara langsung dengan pembeli karet (toke karet) yang
dilihat hasil dari berapa lama penggarap dilakukan baik satu minggu ataupun satu
bulan.Penjualan dan pembelian getah karet melibatkan beberapa orang yang
dikaitkan dalam proses jual beli getah karet yaitu sebagai berikut :
a) Penggarap karet atau orang yang menggarappunya orang lain ialah orang yang
tidak memiliki kebun karet untuk mereka garap sendiri, tetapi mereka
menggarap punya orang lain sebagai suatu pekerjaan untuk membantu
kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Tetapi dengan resiko jika menggarap
punya orang lain hasil yang didapat selama penggarapan satu minggu di bagi
hasil antara pemilik dan penggarap karet dengan pembagian hasil 50:50.
b) Bos karet sebagai pemilik sekaligus pembeli getah karet adalah orang yang
memiliki kebun karet sendiri dan juga langsung membeli getah karet baik dari
orang yang menggarap punya orang lain yang hanya sengaja menjual getah
karetnya kepada bos karet tersebut.
2. Sistem bagi hasil getah karet antara pemilik dan penggarap
48
Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh petani karet antara pemilik dan
penggarap karet menggunakan ikatan kesepakatan dan perjanjian kerjasama yang
dikompromikan terlebih dahulu untuk menentukan berapa besar pembagian hasil
antara pemilik dan penggarap karet. Dalam pembagiannya yang kesepakatannya
dengan porsi bagi hasil 50:50.23
Pelaksanaan bagi hasil kebun karet yang dilakukan oleh Desa Riding
mempunyai aturan, yang mana penggarap dengan pemilik kebun karet
mempunyai aturan atau perjanjian kepada si penyadap yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak yaitu sebagai berikut :
1. Peralatan penggarap seperti pahat (alat penggarap karet). Mangkok dan batok
kelapa untuk menampung getah karet yang sudah di sadap dan bak karet
ditanggung oleh pemilik kebun.
2. Proses pembekuan karet di Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam
Kabupaten Ogan Komering Ilir yaitu lima atau 6 hari menyadap, satu hari
pembekuan getah karet dan satu hari libur untuk istirahat yaitu pada hari jum’at
begitupun untk selanjutnya.
3. Waktu pelaksanaan penggarap aitu berangkat pada pukul 05.00 atau 06.00
WIB sampai selesai, minimal jam 11.00 atau 12.00 WIB. Sesuai dengan luas
kebun karet yang di garap.
4. Waktu pengangkatan karet atau pembekuan getah karet penggarap
harus
terlebih dahulu menggarap baru melakukan pembekuan atau pengangkatan
getah karet.
23
Wawancara diolah dengan ibu babai pada tanggal 15 januari 2019
49
5. Waktu yang tidak diwajibkan untuk penggarap karet menggarap yaitu pada
waktu hari hujan. Karena jika penggarap melakukan akan timbul dampak yang
sangat buruk. Karena batang karet yang di garap pada waktu hujan akan
mengalami kerusakan.
Perhitungan bagi hasil uang dilakukan oleh petani karet antara pemilik dan
penggarap karet di Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan
Komering Ilir dilakukan secara langsung antara pemilik dan penggarap karet
dengan jumlah yang diperoleh dari hasil penjualan getah karet tersebut.
Perhitungan dalam penjualan dilakukan oleh pemilik sendiri dan juga penggarap
yang punya pemilik kebun karet.
Adapun perhitungan dalam transaksi penjualan karet yang dilakukan oleh
pemilik karet yaitu sebagai berikut :
Transaksi perhitungan bagi hasil yang dilakukan pemilik dan penggarap karet.
Tabel4.1
TRANSAKSI PERHITUNGAN PEMILIK DAN PENGGARAP KARET
PENJUALAN PER MINGGU
No
Pemilik
Penggarap
Luas/ha
Berat/kg
Harga
Porsi
Pemilik
penggaarap
1
Nurjana
Kedin
2
142
5.500
50:50
390.5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Pertama, adalah penelitian yang dilakukan oleh Aryuningsih Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang (2017). Dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis sistem bagi hasil antara pemilik dan penggaraap karet di desa
tanah abang pendopo kab, PALI”. Kesimpulan yang dihasilkan adalah
1. Kewajiban pemilik karet
a. Pemyediaan lahan
b. Penyediaan bibit
c. Penyediaan pupuk
2. Kewajiban penggarap
a. Penyediaan alat untuk menggarap
b. Penyediaan alat untuk memelihara dan merawat
c. Penyediaan alat untuk melakukan pemupukan
3. Sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap
Dari proses pengelolahan hasil data wawancara dari beberapa pemilik dan
penggarap kebun karet yang dirangkum menjadi penyelesaianpermasalahan dalam
menentukan hasil yang dicapai yaitu rata-rata porsi pembagian adalah 60:40.1
Kedua, adalah penelitian yang dilakukan oleh Andi Arwini Fakultas Syariah Dan
Hukum UIN Alauddin Makasar (2014). Dalam penelitiannya yang berjudul
Aryuningsih, “Analisis Sistem Bagi Hasil Antara Pemilik dan Penggarap Karet di Desa Tanah
Abang Pendopo Kabupaten Pali” Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah
Palembang, :2017
1
11
12
“sistem bagi hasil (muzara’ah) pada masyarakat petani penggarap dan pemilik
lahan di desa tanjonga kec. Tarutea kab. Jeneponto” kesimpulan yang dihasilkan
adalah bentuk pelaksanaan sistem bagi hasil petani penggarap di desa tanjonga
yaitu si pemilik tanah memberikan tanahnya kepada si petani penggarap untuk
digarap dengan ketentuan dan persentase pembagian hasil yang telah disepakati
bersama.2
Ketiga, adalah penelitian yang dilakukan oleh Andrisal Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau (2009). Dalam penelitiannya yang berjudul
“praktek bagi hasil karet dalam persfektif ekonomi islam (studi kasus di desa koto
simandolak kec. Benai kab. Kuantan singingi” kesimpulan yang dihasilkan adalah
kerja sama yang dilakukan oleh masyarakat koto simandolak dalam hal kebun
karet ini sangat menguntungkan bagi empuny kebun dan bagi petani penggarap
dan ini terlihat dari kehidupan sosial mereka terutama petani penggarap yang
mulanya tidak mempunyai kerja, dengan adanya kerja sama ini mereka
mempunyai kerjaa dan bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dan bagi
pemilik kebun, tidak adanya kebun/lahan mereka yang terlantar sia-sia.3
B. Teori
1. Pengertian Sistem Bagi Hasil
Prinsip kerjasama (akad) dalam ekonomi Islam yang banyak dikenal adalah
prinsip bagi hasil. Petanian sebagai bidang yang bergerak di sektor rill, juga tak
luput adanya prinsip kerjasama bagi hasil. Di satu sisi, ada sebagian orang yang
mempunyai tanah, tetapi tidak mampu untuk mengelolanya. Disisi lain, ada orang
yang mampu untuk bertani dan berkebun, tetapi tidak mempunyai lahan pertanian
atau perkebunan. Sehingga dengan adanya kerjasama prinsip bagi hasil, kedua
belah
pihak
dapat
melakukan
sebuah
sistem
kerjasama
yang
saling
menguntungkan dengan memberdayakan lahan pertanian dan perkebunan
tersebut.
Andi Arwini, “sistem bagi hasil (muzara’ah) pada masyarakat petani penggarap dan pemilik
lahan di desa tanjonga kec. Tarutea kab. Jeneponto” Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin
Makasar, :2014
3
Andrisal, “praktek bagi hasil karet dalam persfektif ekonomi islam (studi kasus di desa koto
simandolak kec. Benai kab. Kuantan singingi” Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sultan Syarif
Kasim Riau, :2009
2
13
Ada juga yang mengatakan definisi sistem adalah suatu paduan yang terdiri
dari beberapa unsur/elemen yang dihubungkan menjadi satu kesatuan sehingga
memudahkan aliran informasi dan materi/ energi untuk mewujudkan suatu tujuan
tertentu.
Secara etimologis, istilah “sistem” berasal dari bahasa latin (systema) dan
bahasa yunani (sustema) yang sering dipakai untuk memudahkan dalam
menggambarkan interaksi di dalam entitas.
Pengertian Sistem Menurut Para Ahli:
a. Sistem adalah sekumpulan interaksi antara unsur yang berada dalam kondisi
yang sama. Misalnya dalam bidang produksi dimana semua elemen saling
bekerja sama agar bisa menghasilkan barang berkualitas dengan jumlah yang
cukup banyak. Elemen yang ada disini banyak macamnya, berupa karyawan,
mesin produksi, dan juga manajemen kerja. Jika tidak bisa bekerja dengan
baik, maka tujuan tidak akan dicapai dengan sempurna. (Ludwig von
Bertallanffy)
b. Lain halnya dengan prajudi yang berpendapat bahwa pengertian sistem lebih
menitikberatkan pada prosedur yang sudah direncanakan dengan mengikuti
pola-pola tertentu. Dalam hal ini pola dibuat agar bisa menggerakan suatu
fungsi agar bisa bekerja dengan baik. Tanpa perencanaan yang matang, maka
hasil kerja tidak akan maksimal.
c. W.J.S. Poerwadarminta juga sependapat mengenai pengertian sistem
menurut para ahli diatas. Hanya saja poerwadiminta lebih memperkenalkan
istilah ini pada alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
14
Tentunya ini tidak salah, karena definisi dari istilah ini sangat bergantung pada
bidang. Jika dipakai pada alat, maka sistem berkaitan dengan sekumpulan
elemen yang ada di peralatan tersebut yang berfungsi sebagai penggerak agar
berkerja dengan baik.
2. Pengertian Paroan
Paroan4 pertanian adalah suatu ikatan atau perjanjian kerjasama antara pemilik
lahan dengan petani sebagai penggarap. Upah dari penggarapan lahan tersebut
diambil atau diberikan dari hasil pertanian yang diusahakan, selesai panen atau
sesuai dengan janji yang disepakati ketika pertama kali mengadakan transaksi.
Paroan atau bagi hasil merupakan salah satu sarana tolong menolong bagi sesama
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pihak yang mempunyai lahan
menyerahkan lahannya kepada pihak pemilik lahan dapat menikmati hasil
lahannya, dan petani yang sebelumnya tidak memiliki lahan untuk bercocok
tanam juga dapat berusaha serta dapat memperoleh hasil yang sama dari lahan
tersebut.
Sehubungan dengan masalah ini islam telah diatur bahwa kerjasama yang
bersifat kebaikan atau saling tolong adalah sangat dianjurkan. Sabda Rasul:
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah tidak mengharamkan bertani sistem bagi
hasil, tetapi beliau memerintahkan agar sesama saling tolong menolong.
Rasulullah SAW pernah bersabda, bahwa siapa yang memliki tanah atau lahan
pertanian, maka hendaklah ia menanaminya atau memberikannya kepada
saudaranya untuk dikelola. Jika ia tidak mau menyerahkannya kepada
saudaranya maka ia sendiri yang harus menanaminya atau mengelolanya”.
Dari pertanyaan diatas dapat dipahami, bahwa pengelola lahan pertanian
bagi orang islam merupakan suatu keharusan. Sebab apabila tidak dikelola atau
dbiarkan terlantas, tidak ditanami maka suatu perbuatan yang mubazir. Islam tidak
menghendaki umatnya berpangku tangan, oleh karena itu apabila orang yang
punya lahan atau tanah terlantar maka ia harus menyerahkan kepada orang lain
untuk mengelolannya, sehingga lahan itu menghasilkan, dan mengutungkan kedua
belah pihak dengan cara membagi hasilnya.
4
http://sharahajja.wordpress.com : Diakses 20 Oktober 2018 : PKL 16:00 WIB
15
Pengelolaan lahan pertanian dengan sistem paroan atau bagi hasil telah
berlangsung pada masa Rasulullah SAW masih hidup
dan beliau sendiri
melakukanya. Artinya perjanjian paroan atau bagi hasil adalah kerjasama yang
halal dilakukan oleh manusia, namun tidak semua urusan atau usaha yang halal
dilakukan. Kerjasama yang dibolehkan adalah kerjasama kebaikan. Dengan kata
lain, dengan kerjasama masalah yang dilarang atau haram tidak dibolehkan,
seperti kerjasama melakukan pencurian, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain
atau seluruh perbuatan yang diharamkan.
3. Pengertian penggarap
Petani penggarap adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain
dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, usaha tani ditanggung oleh
pemilik lahan dan penggarap. Besarnya bagi hasil tidak sama untuk tiap
daerah.Biasanya bagi hasil ditentukan oleh tradisi daerah masing-masing. Kelas
tanah banyaknya permintaan dan penawaran serta pengaturan negara yang
berlaku.5
Menurut peraturan pemerintah besarnya bagi hasil ialah 50 persen untuk
pemilik dan 50 persen untuk penggarap setelah dikurangi dengan biaya produksi
yang berbentuk sarana. Di samping kewajiban terhadap usaha lainnya. Di
beberapa daerah terdapat pula kewajiban tambahan penggarap, misalnya
kewajiban membantu pekerjaan dirumah pemilik tanah dan kewajiban berupa
materi.
5
Ibid, Hukum Ekonomi Syariah, hlm. 139
16
4. Pengertian Pemilik Lahan
Petani pemilik lahan adalah golongan petani yang memiliki tanah dan dia juga
yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor
produksi, baik berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang kebijaksanaan
usaha tanahnya, tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain.
Golongan petani yang agak berbeda statusnya ialah yang mengusahkan tanahnya
sendiri dan juga mengusahakan tanah orang lain. (part owner operator). Keadaan
semacamm ini timbul karena persediaan tenaga kerja dalam keluarganya banyak.
Untuk mengaktifkan seluruh persediaan tenaga kerja ini, ia mengusahakan tanah
orang lain.6
5. Musaqah
a. Pengertian Musaqah
Secara bahasaMusaqah berasal dari bahasa arab yang artimya memberi
minuman.
Musaqah
adalah
kerjasama
antara
pemilik
pohon
dengan
pemeliharanya dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya disepakati bersama.
Sedangkan pendapat lain.
Musaqah diambil dari kata Al-saqa, yaitu seorang bekerja pada pohon tamar,
anggur (mengurusnya), atau pohon-pohon lainnya supaya mendatangkan
kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai
imbalan.7 Imam syafi’i dan Imam Maliki memperbolehkan Musaqah untuk semua
6
7
Ibid, Hukum Ekonomi Syariah, hlm. 143
Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah” (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada: 2008)
17
jenis perpohonan, tetapi ada ulama lain yang hanya diperbolehkan pada tanaman
anggur dan kurma saja.8
Termilogis al-musaqah didefinisikan oleh para ulama :
1. Abdurahman Al-jaziri, Al-musaqah ialah : “akad untuk memelihara pohon
kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu.
2. Malikiyah, bahwa Al-musaqah ialah : “sesuatu yang tumbuh” menurut
Malikiyah, tentang sesuatu yang tumbuh di tanah di bagi menjadi (lima)
macam :
a) Pohon-pohon tersebut berakar kuat (tetap) dan pohon tersebut berbuah, buah
itu dipetik serta tersebut tetap ada dengan waktu yang lama, seperti anggur dan
zaitun.
b) Pohon-pohon tersebut berakar tetap tetapi tidak berbuah, seperti pohon kayu
yang keras, karet dan jati.
c) Pohon-pohon yang tidak berakar kuat tetapi berbuah dan dipetik, seperti padi
dan Qatsha’ah.
d) Pohon yang tidak berakar kuat dan tidak ada buahnya yang dapat dipetik, tetapi
memiliki kembang yang bermanfaat seperti bunga mawar.
e) Pohon-pohon yang diambil hijau dan biasanya sebagai suatu manfaat, bukan
buahnya, seperti tanaman hias yang ditanam dihalaman rumah dan di tempat
lainnya.
8
Saifullah.”Fiqh Islam Lengkap.” (Surabaya : Terbit Terang Surabaya. 2005), Hlm, 371
18
3. Hasbi Ash-shiddiqie mengartikan musaqah adalah mempergunakan buruh
(orang upahan) untuk menyiram tanaman, menjaga, memeliharanya dengan
memperoleh upah dari hasil yang diperoleh dari tanaman itu.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa musaqah adalah suatu
akad dimana pemilik menyerahkan dan mempekerjakan orang lain untuk
menggarap lahan yang sudah ditanami pohon seperti kebun karet dan sawit
dengan merawat danmemelihara pohon yang digarap dengan perjanjian bagi hasil
yang disepakati berupa 50:50. 55:45, 60:40, 65:35 dan 2:1 sesuai kesepakatan
diawal perjanjian.
b. Dasar Hukum Musaqah
Adapun dasar hukum musaqah adalah:
1. Al-Quran:
Musaqah merupakan kerja sama bagi hasil antara pemilik tanah pertanian dengan
penggarapnya, dengan demikian merupakan salah satu bentuk tolong menolong.
Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas mengenai hal ini adalah: terdapat
dalam firman Allah QS. Al-maidah (5) ayat 2 yang berbunyi :
Artinya: “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam ( mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
(QS. Al-ma’idah (5) ayat : 2).9
Al-Qur’an dan Terjemahannya. (QS. Al-Ma’idah (5) ayat : 2). Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan daan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
9
19
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada manusia agar saling
membantu dan tolong menolong dalam kebaikan. Wujud tolong menolong ini
tidak hanya dalam bentuk memberikan sesuatu kepada orang yang tidak mampu,
tetapi juga bisa dalam bentuk memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka.
Dalam usaha pertanian, tidak semua orang memiliki kemampuan mengolah tanah
dan mengelola lahan perkebunan.
Adakalanya seorang pemilik kebun juga tidak dapat mengelola kebunnya
karena adanya kesibukan lain sehingga kebunnya itu menjadi terlantar. Sementara
itu disisi lain, tidak sedikit orang yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak
memiliki lahan pertanian. Di sinilah mereka dapat melakukan usaha bersama
dalam pengelolaan lahan pertanian tersebut. 10
2. Hadits
Dalam menentukan hukum musaqah itu banyak perbedaan pendapat oleh para
ulama Fiqh, Abu Hanifah dan Zufar ibn Huzail: bahwa akad Al-musaqah itu
dengan ketentuan petani, penggarap mendapatkan sebagian hasil kerjasama ini
adalah tidak sah, karena Al-musaqah seperti ini termasuk mengupah seseorang
dengan imbalan sebagian hasil yang akan dipanen dari kebun.
Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun
kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka
akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari
hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
10
Suharsimi. Fiqh Muamalah Lengkap. (jakarta, : Gema Insani Pers, 2011) hlm : 120
20
3. Ijma’
Telah berkata Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu thalib
r.a bahwa Rasulullah saw. Telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai
penggarap dan pemelihara atas bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu Bakar,
Umar, Ali serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio . Semua
telah dilakukan oleh Khulafa ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan
semua pih telah mengetahuinya, tetapi tak ada seorangpun yang
menyanggahnya.11
c. Syarat-syarat Akad Musaqah
a. Pohon atau tanaman yang dipelihara hendaknya jelas, dapat diketahui dengan
mata atau dengan sifatnya karena tidak sah barang yang tidak diketahui.
b. Waktu pemeliharaan hendaknya jelas, setahun, dua tahun, satu kali panen dan
sebagainya, karena musaqah merupakan akad yang pasti serupa jual beli,
sehingga terhindar dari kecurian.
c. Hendaknya akad dilaksanakan sebelum dibuat perjanjian, karena musaqah
merupakan akad perjanjian.
d. Bagian penggarap hendaknya jelas apakah separuh, sepertiga dan seterusnya.
e. Pemilik modal harus menentukan dengan waktu yang pasti, seperti satu tahun,
atau lainnya. Menurut pendapat yang sah, tidak boleh menentukan dengan
tumbuhnya buah (setelah tanamannya berbuah baru ditentukan jangka
waktunya ini tidak dibolehkan).
f. Pemilik harus menentukan bagian buah secara pasti kepada pekerja, seperti
setengahnya atau sepertiganya. Jika pemilik berkata kepada pekerja, “sampai
buahnya ditumbuhkan Allah SWT, maka keuntungan untuk kita berdua”
perkataan ini dianggap sah.
11
Ibid, Hukum Ekonomi Syariah, hlm. 205
21
d. Rukun-rukun akad musaqah
Jumhar ulama menetapkan bahwa rukun musaqah ada lima yaitu sebagai
berikut:
a. Dua orang yang akad (Al-aqidani) disyaratkan harus baligh dan berakal.
b. Objek musaqah menurut ulama hanafiyah adalah pohon-pohon yang berbuah,
seperti kurma. Akan tetapi menurut sebagian ulama hanafiyah lainnya
dibolehkan musaqah atas pohon yang tidak berubah karena sama-sama
membutuhkan pengurusan dan siraman.12
c.yang bekerja (penggarap) dengan pemilik kebun keduanya hendaknya orang
yang sama-sama berhak membelanjakan harta keduanya.
d. kebun yang berbuah boleh diparuhkan, demikian juga hasilnya.
e. masa kerja hendaklah ditentukan diperjanjian awal seperti satu tahun, dua
tahun atau lebih sampai pada masa kebun tersebut memperoleh hasilnya, dan
pekerjaan yang wajib yang perlu dilakukan seperti penjagaan, perawatan yang
baik untuk hasilnya adalah menyiram, merumput, dan memupuk dan lain
sebagainya.
f. hasil buah hendaknya ditentukan masing-masing sebelum kebun dikerjakan,
apakah itu setengah, seperdua, atau sepertiga.
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa objek musaqah adalah tumbuhtumbuhan, seperti kacang, pohon yang berbuah memiliki akar yang tetap ditanah,
seperti anggur, kurma yang berbuah, dan lain-lain dengan dua syarat :
12
Ibid, “Fiqh islam lengkap” hlm 256
22
a. Akad dilakukan sebelum buah tampak dan dapat diperjual belikan
b. Akad ditentukan dengan waktu tertentu.
Ulama syafi’iyah dalam Madzhab baru berpendapat bahwa musaqah hanya dapat
dilakukan pada kurma didasarkan pada perbuatan Rasulullah SAW terhadap orang
kahibur, sedangkan anggur hampir sama hukumnya dengan kurma bila ditinjau
dari segi wajib zakatnya.akan tetapi madzhab qadim membolehkan semua jenis
perpohonan.
a. Buah disyaratkan menentukan buah ketika akad untuk kedua pihak.
b. Pekerjaan disyaratkan penggarapan harus bekerja sendiri, jika disyaratkan
pemilik harus bekerja atau dikerjakan secara bersama-sama, akad menjadi tidak
sah.
c. Sigma bagi orang yang mampu berbicara, qabul harus diucapkan akad menjadi
lazim, seperti ijarah.
Menurut ulama Hanafiyah, sebagaimana pada
muzara’ah, tidak disyaratkan qabul dengan ucapan, melainkan cukup dengan
mengerjakannya.13
e. Pelaksanaan musaqah terdiri atas dua bagian :
a. Manfaat pekerjaan itu untuk buahnya, seperti menyirami buah kurma dan
mengawinkannya dengan cara menyimpan mayang kurma betina, hal ini
dilakukan oleh pekerja/pengelola.
Manfaat pekerjaan itu untuk tanah, seperti menyediakan kincir siraman dan
menggali sungai. Hal ini dilakukan oleh pemilik modal. Pemilik modal tidak
boleh menyuruh menggali sungai. Disyaratkan pemilik dan pekerjanya masingmasing. Jika dalam mengerjakan musaqah itu pemilik modal menyuruh
pelayannya kerjasama itu tidak sah.14
13
14
Rahmat Syafe’i. “Fiqh MUamalah” (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001), hlm 214-246
Ibid, Fiqh Muamalah. Hlm 305.
23
f. Hikmah Musaqah
Memberikan kesempatan pada orang lain untuk bekerja dan menikmati hasil
kerjanya, sesuai dengan yang dikerjakan. Sementara itu, pemilik kebun/tanah
garapan memberikan kesempatan kerja dan meringankan kerja bagi dirinya. 15
g. Berakhirnya Akad Musaqah
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa musaqah sebagaimana dalam muzara’ah
dianggap selesai dengan adanya tiga perkara :
a. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad jika telah
habis, tetapi belim menghasilkan apa-apa, penggarap boleh berhenti. Akan
tetapi, jika penggarap meneruskan bekerja diluar waktu yang telah disepakati,
ia tidak mendapatkan upah.
Jika penggarap menolak untuk bekerja, pemilik atau ahli warisnya dapat
melakukan tiga hal :
1) Membagi buah dengan persyaratan tertentu.
2) Penggarap memberikan bagiannya kepada pemilik.
3) Membiayai sampai berbuah, kemudian mengambil penggarap sekedar
pengganti pembiayaan
b. Meninggalnya salah seorang yang akad, jika penggarap meninggal, ahli
warisnya berkewajiban meneruskan musyaqah, walaupun pemilik tanah tidak
rela. Pemeliharanya walaupun ahli waris pemilik tidak menghendakinya.
Apabila kedua orang yang akad meninggal, yang paling berhak meneruskan
15
Ibid, Fiqh Muamalah. Hlm 306.
24
adalah ahli waris penggarap, jika ahli waris itu menolak, musyaqah diserahkan
kepada pemilik tanah.
c. Membatalkan, baik dengan secara jelas atau adanya uzur diantara uzur yang
dapat membatalkan musyaqah :
1) Penggarap dikenal sebagai pencuri yang dikhawatirkan akan mencuri buahbuahan yang di garapnya.
2) Penggarap sakit sehingga tidak dapat bekerja.
Ulama malikiyah berpendapat bahwa musaqah adalah akad yang dapat
diwariskan. Dengan demikian, ahli waris berhak untuk meneruskan .
Musaqah dianggap tidak batal jika penggarap diketahui seorang pencuri,
tukang zolim atau tidak dapat bekerja, penggarap boleh memburuh orang lain
untuk bekerja. Jika tidak mempunyai moal, ia boleh mengambil bagiannya dari
upah yang diperolehnya bila tanaman telah berbuah. Ulama Malikiyah beralasan
bahwa musaqah ialah akad yang lazim yang tidak dapat dibatalkan karena adanya
uzur, dan juga tidak dapat dibatalkan dengan pembatalan sepihak sebab harus ada
kerelaan diantara keduanya.
Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa musaqah tidak batal dengan adanya
uzur, walaupun diketahui bahwa penggarap berkhianat. Akan tetapi, pekerjaan
penggara harus diawasi oleh seorang pengawas sampai penggarap menyelesaikan
pekerjannya. Jika pengawas tidak mampu mengawasinya, tanggung jawab
penggarap yang upahnya diambil dari harta penggarap.
Menurut ulama syafi’iyah musaqah selesai jika habis waktu. Jika buah
keluar setelah habis waktu, penggarap tidak berhak atas hasilnya. Akan tetapi, jika
25
akhir waktu musaqah buah belum matang, penggarap berhak atas bagiannya dan
meneruskan pekerjaannya.
Musaqah dipandang batal jika penggarapnya meninggal, tetapi tidak
dianggap batal jika pemilik meninggal, penggarap meneruskan pekerjaannya
sampai mendapatkan hasilnya, akan tetapi, jika seorang ahli waris mewarisinya
pun meninggal, akad menjadi batal.16
Ulama Hanabiyah berpendapat bahwa musaqah sama dengan muzara’ah
yakni bermaksud akad yang dibolehkan, tetapi tidak lazim. Dengan demikian
setiap sisi dari musaqah dapat membatalkannya. Jika musaqah rusak setelah
tampak buah, bua tersebut dibagikan kepada pemilik dan penggarap sesuai
perjanjian waktu akad.
Penggarap memiliki hak bagian dari hasilnya yang tampak, dengan
demikian berkewajiban menyempurnakan pekerjaannya meskipun musaqah rusak.
Jika penggarap meninggal, musaqah dipandang tidak rusak, tetapi tidak diteruskan
oleh warisnya, jika hali waris menolak mereka tidak boleh dipaksa, tetapi hakim
menyuruh orang lain untuk mengelolahnya dan upahnya diambil dari
tirkat(peninggalannya). Akan tetapi, jika dapat memiliki tirka, upah tersebut dapat
diambil dari bagian penggarap sebatas yang dibutuhkan sehingga musaqah
sempurna.
Jika penggarap kabur sebelum penggarap selesai, ia tidak mendapatkan
apa-apa sebab ia telah rela untuk tidak mendapatkan apa-apa. Apabila ada uzur
yang tidak menyebabkan batalnya akad, misalnya penggarap lemah untuk
16
Rahmat Syafe’i, “Fiqh Muamalah” (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001), hlm, 315
26
mengelola amanat tersebut, pekerjaan diberikan kepada orang lain tetapi tanggung
jawabnya tetap ditangan penggarap, sebagaimana pemilik mengambil alih dan
mengambil upah untuknya.
Ulama Hanbiyah berpendapat bahwa musaqah dipandang selesai dengan
batas waktu, akan tetapi, jika keduanya menetap pada suatu tahun yang menurut
kebiasaan aka ada, tetapi, ternyata tidak, penggarap tidak mendapat apa-apa.17
6. Muzara’ah
a. Definisi muzara’ah
Muzara’ah dalam arti bahasa dari muafa’afalah dari akar kata zara’ah yang
sinonimnya: anbata, spereti dalam kalimat: ”Allah SWT menumbuhkan tumbuhtumbuhan: Allah SWT menumbuhkanya dan mengembangkannya.”
b. Dasar hukum muzara’ah
Muzara’ah hukumnya dipersilihkan oleh parah fuqaha. Imam Abu Hanafiyah
dan Zufar, serta Imam Asy-syafi’I tidak membolehkanya. Akan tetapi sebagian
safi’iyah membolehkannya, denga cara alasan kebutuhan (hajah). Mereka berasal
dengan hadist Nabi Muhammad saw: Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak “bahwa
sesungguhnya Rasulullah melarang melakukan muzara’ah dan memerintahkan
untuk melakukan muzara’ah (sewa-menyewa). (HR. Muslim).
c. Rukun dan sifat muzara’ah
1. Rukun muzara’ah
Rukun muzara’ah menurut Hanafiyah adalah ijb qabul, yaitu berupa pernyataan
pemilik tanah. “saya serahkan tanah ini kepada anda untuk digarap dengan
17
Rahmat Syafe’I, “Fiqh Muamalah” (Jakarta : PT Rja Grafindo, 2001), hlm, 219
27
imbalanseparuh dari hasilnya”. Pernyataan penggarap “saya terima atau saya
setuju”. Sedangkan menurut jumhur ulama, sebagai mana dalam akad-akad yang
lain, rukun muzara’ah ada tiga, yaitu.18
a) Aqid, yaitu pemilik tanah dan penggarap
b) Maqud’alaih atau objek akad, yaitu manfaat tanah dan pekerjaan penggrap,
dan
c) Ijab dan qabul.
Menurut Hanabilah, dalam akad muzara’ah tidak diperlukan qabil dengan
perkataan, melainkan cukup dengan penggarapan secara berlangsung atas tanah.
Dengan demikian , qabul-nya dengan perbuatan (bil fi’il)
2. Sifat akad muzara’ah
Menurut Hanafiah, sama dengan akad syirkah yang lain, yaitu termaksud akad
yang ghair lazim tidak mengikat. Menurut Malikiyah, apabila sudah dilakukan
penanaman bibit, maka akad menjadi lazim (mengikat). Akan tetapi, menurut
pendapat yang mu’tamad (kuat) di kalangan Malikiyah, semua syirkahamwal
menurut Hanabilah, muzara’ah dan musaqah merupakan akad yang ghairlazim
(tidak mengikat), yang bisa dibatalkan oleh masing-masingpihak, dan batal karena
meninggalkan salah satu pihak.
18
Ahmad Wardi Muslich “Fiqh Muamalat”. (Jakarta:Ikrar Mandiri Abadi, 2013) hlm 393
28
d.
Bentuk-bentuk Akad muzara’ah
Menurut Abu Yusuf dan Muhammad bentuk muzara’ah ada empat macam,
tiga hukumnya yang sah dan yang satu hukumnya batal atau fasid. Bentuk-bentuk
tersebut sebagai berikut:
1. Tanah dan bibit (benih) dari satu pihak, sedangkan pelerjaan dan alat-alat untuk
bercocok tanam dari pihak lain. Dalam bentuk yang pertama ini muzara’ah
hukumnya dibolehkan, dan status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap
tenaga penggarap dan benih dari pemilik tanah, sedangkan alat ikut kepada
penggarap.
2. Tanah disediakan oleh satu pihak, sedangkan alat, benih, dan tenaga
(pekerjaan) dai pihak lain. Dalam bentuk yang kedua ini, muzara’ah juga
hukumnya dibolehkan, dan status penggarap sebagai penyewa atas tanah
sebagai imbalan sebagian hasilnya.
3. Tanah, alat dan benih disediakan oleh satu pihak (pemilik), sedangkan tenaga
(pekerjaan), dari pihak lin (penggarap). Dalam bentuk yang ketiga ini
muzara’ah juga hukumnya dibolehkan, dan status pemilik tanah sebagai
penyewa terhadap penggarap dengan imbalan sebagian hasilnya.
e. Berakhirnya akad muzara’ah
Muzara’ah terkadang berakhir karena telah terwujudnya maksud dan tujuan akad,
misalnya tanaman telah dipanen. Akan tetapi, terkadang akad muzara’ah berakhir
sebelum terwujudnya tujuan muzara’ah karena sebab-sebab berikut:
29
1. Masa perjanjian muzara’ah telah habis
2. Meninggalnya salah satu pihak, baik meninggalnya sebelum dimulainya
penggarapan maupun sesudahnya.19
3. Adanya udzur atau alasan, baik dari pihak pemilik maupun dari penggarap.
d. Hikma muzara’ah
Hikma
muzara’ah
antara
lain:
terwujudnya
kerjasama
yang
paling
menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap. Meningkatkan
kesejahtraan masyarakat tertanggunglanginya kemiskinan terbukanya lapangan
pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan berani tetapi tidak
memiliki tanah garapan.
7. Mukhabarah
a. Pengertian mukhabarah
Mukhabarah adalah mengerjakan tanah orang lain seperti sawah atau ladang
dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, spertiga, seperempat tergantung
perjanjian). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang
mengerjakan
(penggarap).
Dengan
adanya
praktek
mukhabarah
sangat
menguntungkan kedua belah pihak. Baik pihak pemilik sawah atau ladang
maupun pihak penggarap tanah. Pemilik tanah lahannya dapat digarap, sedangkan
petani dapat meningkatkan tarap hidunya. Akad mukhabarah diperbolehkan,
berdasarkan Hadits Nabi Muhammad saw, yang artinya “sesungguhnya nabi telah
menyerahkan tanah kepada penduduk khaibar agar ditanami dan diperlihara,
19
Ibid “Fiqh Muamalat” hlm 402
30
dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi sebagian hasilnya” (HR Muslim
dan ibnu Umar ra.)
Mukhabarah menurut Syafi’iyah adalah menggarap tanah dengan apa yang
dilakukan dari tanah tersebut. Atau mengelola tanah di atas sesuatu yang
dihasilkan dan benihnya berasal dari pengelola. Sedangkan menurut Ibrahim alBajuri mukhabarah adalah sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah
kepada pekerja dan modal dari pengelola.20
b. Rukun dan syarat mukhabarah
1) Rukun mukhabarah
Adapun Rukun mukhabarah menurut jumhur ulama ada empat yaitu :
a) Pemilik tanah
b) Petani/penggarap
c) Objek mukhabarah
d) Ijab dan qabul, keduanya secara lisan.
2) Syarat mukhabarah
Ada beberapa syarat mukhabarah, diataranya :
a) Pemilik kebun dan penggarap harus orang yang baligh dan berakal.
b) Benih yang akan ditanam harus jelas menghasilkan.
c) Lahan merupakan lahan yang menghasilkan, jelas batas-batasnya, dan
diserahkan sepenuhnya kepada penggarap.
d) Pembagian masing-masing harus jelas penentuannya.
e) Jangka waktu harus jelas menurut kebiasaannya.
20
Muhammad jawar, mughniyah Fiqih Imam Ja’far Shodik, (Jakarta: Lentera 2009) hlm 110
31
c. Hukum mukhabarah
Sahih menurut Hanafiyah, diantaranya sebagai berikut :
1) Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.
2) Pembiyaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.
3) Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan pada waktu akad.
4) Menyiram atau menjaga tanaman, jika diisyaratkan akan dilakukan bersama,
hal itu harus dipenuhi. Akan tetapi, jika tidak ada kesepakatan maka
penggaraplah yang paling bertanggung jawab menyiram atau menjaga
tanaman.
d. Berakhirnya akad mukhabarah
1) Habis masanya
2) Salah seorang yang berakad meninggal
3) Adanya udzur. Menurut ulama Hanafiah diantara udzur yang menyebabkan
batalnya akad, diantara lain:
a) Tanah garapan dipaksa dijual, misalnya untuk membayar hutang.
b) Penggarap tidak dapat meneglola tanah, seperti sakit jihad dijalan Allah.
e. Hikmah mukhabarah
Seorang dengan orang lain dapat saling membantu dengan bekerjasama yang
saling meringankan dan menguntungkan, contohnya: seorang memiliki binatang
ternak (sapi,kerbau, dll) dia sanggup untuk berladang dan bertani akan tetapi dia
tidak memiliki sawah., ladang akan tetapi, tidak memiliki hewan yang dapat
digunakan untuk mengelola sawah dan ladangnya tersebut.
32
Disini manfaat dari mukhabarah adalah dapat memanfaatkan yang tidak
memiliki orang lain sehingga tanah dan binatang dapat digunakan dan dapat
menghasilkan pemasukan yang dapat membiayaikebutuhan sehari-hari. Yang
mana pembagian hasilnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.21
Kesimpulan dari ketiga teori diatas bahwa yang bisa digunakan dalam
kemitraan pertanian perkebunan karet adalah teori musaqah karna teori musaqah
adalah penyerahan lahan dan pohon yang siap dikelolah untuk digarap dengan
merawat dan memelihara pohon yang diserahkan kepada penggarap sesuai
perjanjian yang disepakati berupa: (60:40), (65:35), (55:45), (50:50), dan (2:1).
21
Ibid “Fiqh Imam Ja’fat Shodiq” hlm 117
33
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa
Di Indonesia istilah pedesaan adalah pembagian wilayah administratif di
bawah naungan kecamatan yang dipimpin oleh kepala desa. Sebuah desa
merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung
yang membentuk suatu kelompok di suatu wilayah tertentu. Desa Riding
merupakan salah satu desa dari 17 desa yang ada di wilayah Kecamatan
Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan komering Ilir yaitu hasil pemekaran
Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.Desa Riding berdiri sejak
Tahun 1950. Desa Riding pada zaman dahulu hanya dihuni oleh beberapa
masyarakat pribumi saja. Seiring dengan berjalannya waktu terbentuklah beberapa
kumpulan orang dan membentuk sebuah masyarakat. Pada zaman dahulu nenek
moyang mengambil nama desa dikarenakan desa ini merupakan suatu perbatasan
antara dua Kecamatan yang berbeda yakni Kecamatan Pampangan dan Kecamatan
Tulung Selapan. Nama desa ini sendiri diambil dari kedua nama kecamatan yaitu
Riding. Riding yang berarti “batas atau perbatasan”. Desa ini sendiri sampai saat
ini bernama desa dengan sebutan Desa Riding.
Riding adalah suatu perbatasan antara kecamatan Tulung Selapan dan Pangkalan
Lampam. Dahulunya desa ini masih termasuk wilayah Kecamatan Pampangan.
Namun seiring perjalanan waktu terjadi pemekaran atau perluasan wilayah maka
Desa Riding berpindah menjadi Kecamatan Pangkalan Lampam.
33
34
B. Letak Geografis
Secara geografis Desa Riding terletak dibagian timur kota kecamatan yang
berjarak ± 12Km dari Ibu Kota Kecamatan. Luas wilayah Desa Riding adalah
±1.500 Ha. Sebagaian besar wilayah Desa Riding merupakan rawa – rawa yang
letaknya cukup rendah. Penggunaan tanah di Desa Riding Sebagian besar
diperuntukan untuk tanah perkebunan karet dan persawahan sedangkan sisanya
untuk tanah kering yang merupakan bangunan dan fasilitas – fasilitas lainnya.
Sedangkan untuk batas wilayah Desa Riding yaitu sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jerambah Rengas Kecamatan Tulung
Selapan
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pulauan Kecamatan Pangkalan
Lampam
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Toman Kecamatan Tulung Selapan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sunggutan Air Besar Kecamatan
Pangkalan Lampam
C. Demografi
1. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar biasa menjadi modal dasar pembangunan
sekaligus bisa menjadi beban pembangunan, jumlah penduduk Desa Riding
menurut dara sensus penduduk desa Riding pada Tahun 2018 adalah 5.180 Jiwa
dengan jumlah laki-laki sebesar 2.170 jiwa dan perempuan sebesar 3.010 jiwa
dengan jumlah Kepala Keluarga 1.200 Kepala Keluarga. Agar dapat menjadi
35
dasar pembangunan maka jumlah penduduk yang besar harus disertai kualitas
sumber daya manusia yang tinggi. Penanganan kependudukan sangat penting
sehingga potensi yang dimiliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan,
khususnya pembangunan Desa Riding. Berkaitan dengan kependudukan, aspek
yang penting antara lain perkembangan jumlah penduduk, kepadatan dan
persebaran serta strukturnya.
a. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Berdasarkan struktur kelompok umur dan jenis kelamin, penduduk Desa Riding
tergambar pada Tabel berikut ini:
Tabel 3.1
JUMLAH PENDUDUK DESA RIDING DILIHAT DARI TINGKAT UMUR
TAHUN 2018
Tahun 2018
Kelompok
No
Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
0 - 12 Bulan
79
105
184
2
2 - 5 Tahun
95
202
297
3
6 - 10 Tahun
210
288
498
4
11 - 15 Tahun
148
193
341
5
16 - 20 Tahun
176
222
398
6
21 - 25 Tahun
176
213
389
7
26 - 30 Tahun
170
223
399
8
31 - 35 Tahun
178
266
444
9
36 - 40 Tahun
161
203
364
10
41 - 45 Tahun
113
258
371
36
11
46 - 50 Tahun
134
215
349
12
51 - 55 Tahun
142
204
346
13
56 - 60 Tahun
172
158
330
14
61 - 65 Tahun
82
106
188
15
66 - 70 Tahun
70
76
146
16
71 - 75 Tahun
54
59
113
17
75 Tahun Keatas
10
19
29
2170
3010
5180
JUMLAH
Sumber: monografi Desa Riding
2. Keadaan Sosial
a. Sumber Daya Manusia
Sasaran akhir dari setiap pembangunan bermuara pada peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia merupakan subyek
dan sekaligus obyek pembangunan, mencakup seluruh siklus kehidupan manusia,
sejak kandungan hingga akhir hayat. Oleh kerena itu, pembangunan kualitas
manusia harus menjadi perhatian penting. Pada saat ini SDM di Desa Riding
cukup baik dan pada masa yang akan datang akan semoga menjadi lebih baik lagi.
3. Pendidikan
Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan
pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan tingkat
pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan. Tingkat
kecakapan juga akan mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan dan
pada gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Dengan
37
sendirinya akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan kerja
baru
guna
mengatasi
pengangguran.
Pendidikan
biasanya
akan
dapat
mempertajam sistimatika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah
menerima informasi yang lebih maju. Dibawah ini tabel yang menunjukan tingkat
rata - rata pendidikan warga Desa Riding.
Tabel 3.2
PENDIDIKAN MASYARAKAT DESA RIDING
Jenis Kelamin
No
Tingkat Pendidikan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
Tidak Tamat SD
250
375
625
2
Tamat SD
370
500
870
3
Tamat SMP
275
310
585
4
Tamat SMA
198
250
448
5
Tamat Akademi DI/D2/D3
79
85
164
6
Tamat S1
82
115
197
JUMLAH
2889
Sumber: monografi Desa Riding
4. Kehidupan Beragama
Penduduk Desa Riding 100% memeluk agama Islam. Dalam kehidupan beragama
kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan khususnya agama Islam sangat
berkembang dengan baik.
38
5. Budaya
Pada bidang budaya masyarakat Desa Riding menjaga dan menjunjung tinggi
budaya dan adat - istiadat yang diwarisi oleh para leluhur, hal ini terbukti masih
berlakunya tatanan budaya serta kearipan lokal pada setaiap prosesi pernikahan,
Khitanan, dll. Lembaga yang paling berperan dalam melestarikan dan menjaga
tatanan adat-istiadat dan budaya lokal ini adalah Lembaga Adat Desa Riding,
lembaga ini masih tetap aktif, baik dalam kepengurusan maupun dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
6. Politik
Proses reformasi yang bergulir sejak tahun 1997 telah memberikan peluang untuk
membangun demokrasi secara lebih nyata menuju arah proses konsolidasi
demokrasi. Lebih lanjut format politik ini terumuskan juga berdasarkan UU
Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum, UU Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Kemajuan demokrasi telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menggunakan
hak demokrasinya antara lain dibuktikan dengan adanya peningkatan partisipasi
masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam proses pemilihan umum.
7. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Desa Riding secara umum juga mengalami
peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk yang memiliki
usaha atau
39
pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada umumnya belum dapat
dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan bisa juga diperoleh dari
pinjaman modal usaha dari pemerintah. Berikut ini tabel mata pencarian
penduduk Desa Riding.
Tabel 3.3
SUMBER PENGHASILN MASYARAKAT DESA RIDING
No
Mata Pencaharian
Jumlah
1
Petani
3805
2
Pedagang
542
3
Wiraswasta
554
Pegawai Negeri
4
Sipil
23
5
Guru Honorer
5
Jumlah
4959
Sumber: Monografi Desa Riding
1. Kondisi Pemerintahan Desa
a. Pembagian Wilayah Desa
Desa Riding terbagi menjadi 3 Dusun yakni Dusun I, Dusun II, dan Dusun III, dan
terbagi lagi menjadi 12 Rukun Tetangga (RT) dan 4 Rukun Warga (RW)
40
b. Struktur Pemerintahan
KEPALA DESA
SAMSON BUNYAMIN
BPD
MASDAN
SEKRETARIS DESA
RUKMANA
LPM
‘M. SANI DAUD
KAUR PEMERINTAHAN
SAHIDAN PAHDI
KAUR TATA USAHA UMUM
JUMHARI
KAUR KESMAS
TOPRI
KADUS I
REGEN
KADUS II
ISWADI
KADUS III
TOPRI (BLT)
c. Tugas Pemerintahan Desa
1) Tugas Kepala Desa
a) Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintahan Desa
b) Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan Desa
41
c) Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya
yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan
d) Mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan, dan
e) Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada
perangkat desa
2) Tugas BPD
a) Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa
c) Mengusulkan pengakatan dan pemberhentian Kepala Desa
d) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
e) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi
masyarakat
3) Tugas LPM
a) Sebagai pemimpin dan penanggung jawab LPMD
b) Merencanakan dan mengarahkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
sebagai penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, yang beorientasi pada
kebutuhan masyarakat, paradigma, visi, misi untuk mengangkat Citra Wilayah
c) Meningkatkan mutu pengabdian kepada masyarakat secara berkelanjutan
melalui program pengabdian unggulan
d) Memfasilitasi sarana dan prasarana pengabdian kepada masyarakat yang
mudah diakses dan dimanfaatkan leh masyarakat pengguna
e) Mengembangkan kapasitas pengelolaan pada pusat-pusat pengabdian
42
f) Melaksanakan penilaian dan konsolidasi dalam rangka menginkatkan relevansi,
keberlangsungan efisiensi dan akuntabilitas
g) Menyelenggarakan penerapan standar mutu pengabdian kepada masyarakat
dan akreditasi kopentensi sarana dan prasarana LPMD
4) Tugas Sekretaris Desa
a) Menyelenggarakan
administrasi
pemerintahan,
pembangunan,
dan
kemasyarakatan
b) Mengkoordinasikan tugas-tugas dan membina kepala urusan
c) Membantu pelayanan ketatausahaan kepada Kepal Desa
d) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa
5) Tugas Kaur Pemerintahan
Tugas pokok kaur pemerintahan adalah membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan
pengelolaan
administrasi
kependudukan,
administrasi
pertahanan, pembinaan, ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa,
mempersiapkan bahan perumusan kebijakan penataan, kebijakan dalam
penyusunan produk hukum Desa
6) Tugas Kaur Tata Usaha Umum
a) Berkedudukan sebagai Unsur Staf Sekretariat
b) Bertugas membantu sekretaris desa dalam urusan pelayanan administrasi
pendukung pelaksanan tugas-tugas pemerintahan
7) Tugas Kaur Kesmas
43
a) Membantu Kepala Desa menyusun rencana, pelaksanaan, pengendalian,
evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan tugas bidang kesejahteraan
rakyat
b) Menyusun program dan rencana kegiatan pembangunan yang akan
dilaksanakan pemerintah desa dalam rangka menyelengarakan urusan
kesejahteraan rakyat
c) Mengumpulkan dan menyusun data laporan urusan kesejateraan rakyat
d) Menggerakan partisipasi masyarakat dalam urusan kesejahteraan rakyat
e) Menginventariskan dan melaporkan kegiatan urusan kesejahteraan rakyat
f) Mengerjakan buku-buku bidang kesejahteraan rakyat
g) Memberikan pelayanan kepada masyaakat dibidang tugasnya
h) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa dan Sekretaris
Desa yang sejalan dengan tugas pokoknya
8) Tugas Kepala Dusun 1, 2 dan 3
a) Kepala Dusun/Kadus adalah perangkat desa yang kedudukannya sebagai
pembantu dari kepala desa di wilayahnya
b) Kepala Dusun/Kadus memiliki kewajiban
dan tugas untuk menjalankan
kegiatan pemerintahan, ketertiban, kemasyarakatan, ketentraman dan juga
pembangunan wilayahnya
c) Kepala Dusun/Kadus didalam melaksanakan tugas dan kewajibannya,
bertanggung jawab kepala Kades (kepala desa)
d) Kepala Dusun bertugas untuk melaksanakan keputusan dari kebijakan yang
diambil oleh kepala desa di wilayahnya
44
e) Kepala Dusun bertugas untuk juga membantu kepala desa di dalam berbagai
kegiatan, seperti : pembinaan dan kerukunan warga serta penyuluhan
f) Kepala Dusun bertugas juga untuk melaksanakan tugas lain yang telah
diberikan oleh kepala desa.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sistem bagi hasil getah karet antara pemilik dan penggarap di Desa
Riding Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Sektorpertanian merupakan salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat di
Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir,
karena umumnya mereka memiliki lahan pertanian dengan luas kepemilikannya
yang beragam. Hal ini yang melatar belakangi masyarakat Desa Riding untuk
mengadakan akad bagi hasil.
Penentuan akad bagi hasil karet di Desa Riding dilakukan menurut kebiasaan
yang berlaku di Desa Riding , yang pada pokonya adalah akad bagi hasil ini
objeknya bukanlah tanah, akan tetapi berhubungan dengan tanah, yaitu tanah
merupakan suatu tempat bagi manusia untuk menjalani
kehidupannya serta
memperoleh sumber untuk melanjutkan kehidupannya, karena itu merupakan
faktor yang dominan dalam kehidupan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Motivasi terjadi bagi hasil karet adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
keperluan lain serta ketidak sanggupan bagi pemilik lahan untuk mengelola
sendiri lahan pertanian mereka. Sedangkan pada hakikatnya pemilik kebun karet
menghendaki tanah miliknya menjadi produktif, sedangkan pengelola atau
penggarap mengahrapkan bagian hasil dari usaha tersebut. Adapun subjek dalam
penelitian ini adalah pemilik dan penggarap karet di Desa Riding Kecamatan
Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir. Adapun nama-nama pemilik
45
46
dan penggarap yang di teliti adalah Nurjanah, Kedin, Marwiyah, Gareng,
Nurjanah, Mala, Kolan,Heri, Ardin, Etria, Babai, Lesi.
Bagi hasil kebun karet ini terjadi karena pemilik kebun (toke) sudah tidak
sanggup untuk menggarap sendiri atau mengurus kebun karetnya dengan
kesibukan lainnya atau membuka kebun baru sehingga tidak bisa untuk
menggarap sendiri sehingga mencari orang lain untuk menggarap karet, selain itu
pemilik kebun (toke) mencari orang yang mempunyai keahlian untuk menggarap
karet yang dapat di percaya untuk menggarap karetnya, sehingga memberikan
pengahsilan yang memadai sesuai luas kebun karet tersebut. Dengan adanya
sistem bagi hasil itu sangat membantu kebutuhan ekonomi penggarap.Dalam
sistem bagi hasil terlebih dahulu getah karet tersebut dijual kepada bos karet.
Adapun sistem dalam jual beli getah karet yaitu sebagai berikut :
1. Sistem jual beli getah karet antara penggarap dan bos karet (toke)
Proses transaksi jual beli getah karet dapat dilihat dari hasil getah karet yang
didapat selama satu minggu penggarapan. Penjualan hasil karet yang diperoleh
dari kebun dijual oleh penggarap kepada bos karet (toke) yang sudah tersedia di
pasar getah.22
Dalam transaksi ini sistem jual beli karet yang dilakukan oleh penjual
karet dan bos karet (toke) yang biasanya dilakukan pada hari kamis dengan harga
yang diberikan pasar an sebesar Rp 5.500,-. Ada juga yang melakukan penjualan
getah karet dengan waktu yang cukup lama sekitar satu bulan yang kisaran harga
Rp 8.000,- dengan harga yang berbeda.
22
Wawancara diolah dengan bapak kedin pada tanggal 15 januari 2019
47
Proses pembelian getah karet biasanya
Bos karet (toke) menerima
berbagai bentuk getah karet yang dihasilkan oleh penggarap misalnya tidak mesti
satu minggu penuh melakukan penggarapan bisa juga 4 hari sekali melakukan
penjualan kepada bos karet (toke). Penimbangan dalam transaksi jual beli
diakukan untuk mengetahui berapa berat bersih getah karet dalam satu minggu
dan satu bulan penggarapan.Dari sistem jual beli dan pembagian hasil karet diatas
bahwa dalam sistem penjualan yang dilakukan oleh pemilik maupun penggarap
karet melakukan transaksi secara langsung dengan pembeli karet (toke karet) yang
dilihat hasil dari berapa lama penggarap dilakukan baik satu minggu ataupun satu
bulan.Penjualan dan pembelian getah karet melibatkan beberapa orang yang
dikaitkan dalam proses jual beli getah karet yaitu sebagai berikut :
a) Penggarap karet atau orang yang menggarappunya orang lain ialah orang yang
tidak memiliki kebun karet untuk mereka garap sendiri, tetapi mereka
menggarap punya orang lain sebagai suatu pekerjaan untuk membantu
kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Tetapi dengan resiko jika menggarap
punya orang lain hasil yang didapat selama penggarapan satu minggu di bagi
hasil antara pemilik dan penggarap karet dengan pembagian hasil 50:50.
b) Bos karet sebagai pemilik sekaligus pembeli getah karet adalah orang yang
memiliki kebun karet sendiri dan juga langsung membeli getah karet baik dari
orang yang menggarap punya orang lain yang hanya sengaja menjual getah
karetnya kepada bos karet tersebut.
2. Sistem bagi hasil getah karet antara pemilik dan penggarap
48
Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh petani karet antara pemilik dan
penggarap karet menggunakan ikatan kesepakatan dan perjanjian kerjasama yang
dikompromikan terlebih dahulu untuk menentukan berapa besar pembagian hasil
antara pemilik dan penggarap karet. Dalam pembagiannya yang kesepakatannya
dengan porsi bagi hasil 50:50.23
Pelaksanaan bagi hasil kebun karet yang dilakukan oleh Desa Riding
mempunyai aturan, yang mana penggarap dengan pemilik kebun karet
mempunyai aturan atau perjanjian kepada si penyadap yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak yaitu sebagai berikut :
1. Peralatan penggarap seperti pahat (alat penggarap karet). Mangkok dan batok
kelapa untuk menampung getah karet yang sudah di sadap dan bak karet
ditanggung oleh pemilik kebun.
2. Proses pembekuan karet di Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam
Kabupaten Ogan Komering Ilir yaitu lima atau 6 hari menyadap, satu hari
pembekuan getah karet dan satu hari libur untuk istirahat yaitu pada hari jum’at
begitupun untk selanjutnya.
3. Waktu pelaksanaan penggarap aitu berangkat pada pukul 05.00 atau 06.00
WIB sampai selesai, minimal jam 11.00 atau 12.00 WIB. Sesuai dengan luas
kebun karet yang di garap.
4. Waktu pengangkatan karet atau pembekuan getah karet penggarap
harus
terlebih dahulu menggarap baru melakukan pembekuan atau pengangkatan
getah karet.
23
Wawancara diolah dengan ibu babai pada tanggal 15 januari 2019
49
5. Waktu yang tidak diwajibkan untuk penggarap karet menggarap yaitu pada
waktu hari hujan. Karena jika penggarap melakukan akan timbul dampak yang
sangat buruk. Karena batang karet yang di garap pada waktu hujan akan
mengalami kerusakan.
Perhitungan bagi hasil uang dilakukan oleh petani karet antara pemilik dan
penggarap karet di Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan
Komering Ilir dilakukan secara langsung antara pemilik dan penggarap karet
dengan jumlah yang diperoleh dari hasil penjualan getah karet tersebut.
Perhitungan dalam penjualan dilakukan oleh pemilik sendiri dan juga penggarap
yang punya pemilik kebun karet.
Adapun perhitungan dalam transaksi penjualan karet yang dilakukan oleh
pemilik karet yaitu sebagai berikut :
Transaksi perhitungan bagi hasil yang dilakukan pemilik dan penggarap karet.
Tabel4.1
TRANSAKSI PERHITUNGAN PEMILIK DAN PENGGARAP KARET
PENJUALAN PER MINGGU
No
Pemilik
Penggarap
Luas/ha
Berat/kg
Harga
Porsi
Pemilik
penggaarap
1
Nurjana
Kedin
2
142
5.500
50:50
390.5