BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SETIA ADI NUGRAHA, BAB II

  2.1. Landasa Teori

  2.1.1. Pengertian Dividen Menurut Zaki Baridwan (2004) yang dimaksud dengan dividen adalah pembagian kepada pemegang saham Perseroan Terbatas yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki. Biasanya dividen dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tatapi kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan biasanya.

  Menurut Riyanto (2001) dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham (equity investors). Menurut Darmaji dan Fakhruddin deviden yaitu pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.

  2.1.2. Macam-macam Bentuk Deviden

  a. Cash Dividen adalah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang saham, perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen (Munandar, 1983: 312). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar

  10 dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham.

  Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak lain, misalnya bank. Cara yang kedua biasanya yang dipilih perusahaan karena bank mempunyai banyak cabang, sehingga memudahkan pemegang saham yang mungkin sekali tersebar luas di seluruh Indonesia (Suaidi, 1994: 230). Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.

  b. Script Dividends (Dividen Utang) adalah suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkannya uang tersebut kepada yang berhak. Script

  

dividends timbul apabila waktu para pemegang saham mengambil

  keputusan tentang pembagian laba dan laba tidak dibagi itu saldonya mencukupi untuk pembagian dividen, tetapi saldo kas yang ada tidak cukup. Oleh karena itu, pimpinan PT akan mengeluarkan script

  

dividends yaitu janji tertulis untuk membayar jumlah tertentu di waktu

yang akan datang. (Baridwan, 2011: 432).

  c. Property Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk barang-barang (tidak berupa uang tunai ataupun modal saham perusahaan). Contoh dividen barang adalah dividen berupa persediaan atau saham yang merupakan investasi perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen berupa barang sudah barang tentu lebih sulit dibanding pembagian dividen uang. Perusahaan melakukannya karena uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau persediaan dan penjualan investasi atau persediaan terutama bila jumlahnya cukup banyak akan menyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun, sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri (Suaidi, 1994 : 233).

  d. Liquidating Dividends adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham, dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (Cash Dividen), sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut Munandar, 1983: 314).

  e. Stock Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (Munandar, 1983: 314). Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock Dividen. Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang jenisnya berbeda.

  2.1.3. Beberapa Teori Kebijakan Dividen Menurut Ahmad, (2003: 191) ada macam-macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan yaitu antara lain sebagai berikut:

  a. Dividen per saham yang stabil Kebijakan diveden yang stabil berarti jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun dan kemudian apabila ternyata pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut Nampak mantap dan relatif permanen, barulah besarnya dividen per lembar saham dinaikan.

  Meskipun perusahaan mengalami kerugian, jumlah dividen yang dibayar misalnya Rp 1.500,00 per saham, maka jumlah ini tetap dibayarkan kepada pemegang saham. Investor akan aman dengan jumlah yang tetap diterima sesuai dengan motivasi mereka.

  b. DPO (Dividen pay-out) yang stabil Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan setiap tahunnya.

  Dividen yang dibayarkan berfluktuasi tergantung besarnya keuntungan bagi pemegang saham. Misalnya DPO 60% dari keuntungan. Jika keuntungan Rp 1 miliar, maka dividen yang dibayarkan sebesar 60% x Rp 1 miliar = Rp 600 juta.

  c. Kombinasi Di samping jumlah rupiah yang tetap, perusahaan membayar dividen tambahan (ekstra) jika perusahaan memperoleh keuntungan atau mengalami situasi yang baik.

  d. Dividen residual Dividen dibayarkan jika kesempatan investasi perusahaan atau dana yang dibutuhkan telah terpenuhi. Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka makin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk menahan pendapatannya daripada dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham.

  2.1.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kebijakan Dividen Suatu Perusahaan.

  Menurut Riyanto (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dalam suatu perusahaan, antara lain:

  1. Posisi Likuiditas Perusahaan Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham, oleh karena itu dividen merupakan

  cash outflow, maka makin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan,

  berarti makin besar kemampuan untuk membayar dividen. Hal ini berarti bahwa makin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana diwaktu-waktu mendatang, maka makin tinggi rasio pembayaran dividennya.

  2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan hutangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, hal ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earnings yang dapat dibayarkan sebagai dividen, dengan kata lain perusahaan harus menetapkan divdiden payout ratio yang rendah.

  3. Tingkat pertumbuha perusahaan Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, maka makin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya, perusahaan tersebut bisanya lebih senang untuk menahan pendapatannya daripada dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham dengan mengingat batasan- batasan biayanya. Hal ini berarti bahwa makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan, yang ini berarti semakin rendah dividen

  payout ratio- nya.

  4. Pengawasan terhadap perusahaan Variabel penting lainnya adalah pengawasan terhadap perusahaan. Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansinya dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan di dalam perusahaan. Demikian pula kalu membiayai ekspansi dengan hutang akan memperbesar resiko finansialnya.

  Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam rangka usaha mempertahankan control terhadap perusahaan, berarti mengurangi dividen payout ratio.

  2.1.5. Profitabilitas Untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkan / profitable. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena disadari betul betapa pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahaan. Pihak manajemen akan membayarkan dividen untuk memberi sinyal mengenai keberhasilan perusahaan membukukan profit (Wirjolukita et al, 2003 dalam Michell Suharli). Sinyal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar dividen merupakan fungsi dari keuntungan. Dengan demikian profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayar dividen. Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti, laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Untuk mengukur profitabilitas dapat digunakan beberapa rasio diantaranya adalah: a. Return on Investment (ROI) atau yang sering disebut juga den gan “return on total assets (ROA)”. Adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan (Syamsudin,2001:63). Semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on Assets diukur dari laba bersih setelah pajak (net provit after taxes) terhadap total

  

assets yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

  penggunaan investasi yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan profitabilitas perusahaan. Semakin besar ROA mensinyalir bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat karena tingkat kembalian investasi (return) yang semakin besar. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh investor dapat berupa dividen dengan demikian meningkatnya ROA juga akan meningkatkan pendapatan dividen terutama dividen kas. ROA dapat dirumuskan sebagai berikut (Lukman Syamsuddin, 2001:63) b.

Return on Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari

  penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik para pemegang saham biasa maupun saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. ROE merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih perusahaan, sehingga perhitungan ROE sebuah perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

  2.1.6. Kesempatan Investasi Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen (Riyanto,2001:268). Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Apabila kondisi perusahaan sangat baik pihak manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah under investment. Under investment dapat terjadi perusahaan menghadapi kesempatan investasi pada proyek yang positif, yang mensyaratkan pengguanaan utang dalam jumlah yang besar, tanpa adanya jaminan pembayaran utang yang mencukupi (Ginza Angelina Purwanto Putri, 2013). Underinvestmen problem kemudiam memprediksikan bahwa perusahaan yang kesempatan investasi tinggi cenderung menggunakan pendanaan internal sebagai alternatif pendanaan (Fury dan Dina dalam Ginza Angelina Purwanto Putri, 2013). Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat cenderung mmembagikan deviden lebih tinggi untuk mengatasi over investment. Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksi dengan pertumbuhan penjualan.

  Laporan arus kas melaporkan arus kas masuk maupun arus kas keluar perusahaan selama periode tertentu. Fokus utama dari pelaporan keuangan adalah laba, dan informasi mengenai laba merupakan indikator yang baik untuk menentukan atau menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas di masa yang akan datang. Namun dalam beberapa kasus, ukuran laba (net income) tidak memberikan gambaran yang akurat mengenai hasil kinerja perusahaan yang sesungguhnya selama periode tertentu. Ketika perusahaan melaporkan beban nonkas (non cash outlay expense) yang besar, seperti beban penyisihan piutang ratu-ragu dan penyusutan aktiva tetap, ukuran laba mungkin akan memberikan gambaran yang suram mengenai hasil kondisi operasional perusahaan. Beban non kas yang besar ini akan membuat laba bersih seolah-olah menjadi tampak kecil, padahal beban-beban tersebut diakui tanpa adanya pengeluaran uang kas. Begitu pula sebaliknya, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan laba yang tinggi, laba bersih yang dihasilkan tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut memiliki uang kas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendeknya seperti untuk pembagian dividen.

  Hal ini dikarenakan bahwa laporan laba rugi disusun atas dasar akrual

  (bukan dasar kas), yaitu melalui sebuah proses penandingan antara beban dengan pendapatan, sehingga angka laba yang dihasilkan tidak identik dengan besarnya uang kas yang tersedia (Heri,2012:179).

  Laporan arus kas merinci sumber penerimaan maupun pengeluran kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi dan pembiayaan. Informasi yang menunjukan kinerja perusahaan selama periode tertentu tersaji secara ringkas lewat laporan arus kas. Laporan arus kas juga dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis apakah rencana perusahaan dalam hal investasi maupun pembiayaan telah berjalan sebagai mana mestinya. (Heri,2012:179)

  Menurut PSAK Per 1 Juli 2009 rincian penerimaan maupun pengeluaran kas adalah sebagai berikut: a. Aktivitas operasi (net operating cash flows) adalah aktivitas penghasilan utama pendapatan perusahaan (principal revenue-

  producing actibilities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.

  Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar.

  Arus kas dari aktivitas operasi tarutama diperoleh dari aktivitas penghasil dari kegiatan utama pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang memengaruhi penetapan laba atau rugi bersih. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi adalah:

  1. Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa;

  2. Penerimaan kas dari royalty, fees, komisi, dan pendapatan lain;

  3. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa;

  4. Pembayaran kas kepada karyawan;

  5. Penerimaan dan pembayaran kas oleh perusahaan asuransi sehubungan dengan premi, klaim, anuitas, dan manfaat asuransi lainnya;

  6. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi;

  7. Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan transaksi usaha dan perdagangan.

  b. Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.

  Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas investasi perlu dilakukan sebab arus kas tersebut mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas investasi adalah:

  1. Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tidak berwujud dan aset jangka panjang lain, termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi dan aset tetap yang dibangun sendiri;

  2. Penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan dan peralatan, serta aset tidak berwujud dan aset jangka panjang lain;

  3. Perolehan saham atau instrument keuangan perusahan lain;

  4. Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain serta pelunasannya (kecuali yang dilakukan oleh lembaga keuangan);

  5. Pembayaran kas sehubungan dengan future contracts, dan swap

  forward contracts, option contracts, contracts kecuali apabila kontrak tersebut dilakukan

  untuk tujuan perdagangan (dealing or trading), atau apabila pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan.

  Jika suatu kontrak dimaksudkan untuk melindungi nilai suatu posisi yang dapat diidentifikasi, maka arus kas dari kontrak tersebut diklasifikasikan dengan cara yang sama seperti arus kas dari posisi yang dilindungi nilainya.

  c. Aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.

  Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan sebab bergunan untuk memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan.

  Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah:

  1. Penerimaan kas dari emisi saham atau instrument modal lainya;

  2. Pembayaran kas kepada para pemegang saham untuk menarik atau menebus saham perusahaan;

  3. Penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotik, dan pinjaman lainnya;

  4. Pembayararan kas oleh penyewa (lesse) untuk mengurangi saldo kewajiban yang berkaitan dengan sewa pembiayaan (finance lease). Informasi tentang arus kas suatu perusahaan berguna bagi para pengguna laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas serta setara kas dan menilai kebutuhan perusahaan untuk menggunakan arus kas tersebut. Dalam proses pengambilan keputusan ekonomi, para pengguna perlu melakukan evaluasi terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kepastian perolehannya.

  Pembayaran dividen merupakan alat komunikasi yang langsung dan penting pada pasar mengenai kesehatan ekonomi perusahaan. Pembayaran dividen yang stabil dapat diinterpetasikan sebagai sinyal bahwa perusahaan tersebut berada dalam kondisi yang sehat. Manajemen perusahaan umumnya tidak akan menaikan dividen jika dia tidak yakin bahwa jumlah tersebut dapat ditingkatkan, minimal dipertahankan dimasa akan datang. Dengan demikian, suatu kenaikan dividen memberi sinyal bagi investor yang menggambarkan bahwa earning dan cash flows perusahaan telah bertumbuh secara permanen (Marpaung, 2006).

  Dividen menurut Darmadji dan Fakhruddin (2007) merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan dengan persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Semakin tinggi laba maka semakin tinggi kemungkinan aliran kas dalam perusahaan sehigga perusahaan dapat membayar dividen lebih tinggi (Jesen, Solberg, dan Zorn dalam Elyzabet

  I.M. dan Bram H. 2009). Hal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba berpengaruh pada kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. Dengan demikian profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayar dividen.

  Dalam beberapa kasus, ukuran laba tidak memberikan gambaran yang akurat mengenai kinerja perusahaan yang sesungguhnya selama periode tertentu. Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham (Marlina dan Danica, 2009).

  Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan laba yang tinggi, laba bersih yang dihasilkan tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut memiliki uang kas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendeknya (Heri, 2012). Hal ini dikarenakan bahwa dalam beberapa perusahaan khususnya perusahaan dagang laporan laba rugi disusun atas dasar akrual bukan dasar kas, sehingga angka laba yang dihasilkan tidak identik dengan besarnya uang kas yang tersedia. Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari kegiatan-kegiatan usahanya perusahaan dapat membuahkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memlihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar (Henry Simamora dalam Elyzabet Indrawati Marpaung, 2006). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan kas khusunya ketersediaan kas dari aktivitas operasional mempengaruhi kemampuan perusahaan membagikan dividen.

  Selain ketersediaan kas pertumbuhan perusahaan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden (Riyanto,2001:268). Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang, perusahaan lebih senang untuk menahan labanya dari pada membayarkannya sebagai dividen kepada pemegang saham (Riyanto,2001:268). Sehingga perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi akan memiliki resiko pembayaran dividen yang rendah. Perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang besar berpotensi memiliki problem under investment (Ginza Anjelina Purwanto Putri, 2013). Under investmen problem kemudian memprediksikan bahwa perusahaan yang kesempatan investasi tinggi cenderung menggunakan pendanaan internal sebagai alternatif pendanaan (Fury dan Dina dalam Ginza Angelina Purwanto Putri, 2013). Dividen dibayarkan jika kesempatan investasi perusahaan atau dana yang dibutuhkan telah terpenuhi (Kamarudin Ahmad,2004:193). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesempatan investasi mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham didalam menentukan kebijakannya untuk membagikan dividen.

  Berdasarkan penjelasan diatas dapat digambarkan model penelitian sebagai berikut: Profitabilitas

  Kebijakan Dividen

  Kesempatan H

  3 Investasi

  H

  1 H

  4 Perubahan Net Operating Cash Flows

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

  2.3. Hipotesis Penelitian H1 : Profitabilitas, Kesempatan investasi dan perubahan net

  operating cash flows berpengaruh secara bersama-sama terhadap

  kebijakan dividen H2 : Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen H3 : Kesempatan investasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen H4 : Perubahan net operating cash flows berpengaruh terhadap kebijakan dividen