REPRESENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA TOKOH YAN DALAM FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) - FISIP Untirta Repository

  

REPRESENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

PADA TOKOH YAN

DALAM FILM SEBELUM PAGI TERULANG KEMBALI (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce) SKRIPSI

  Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik

Program Studi Ilmu Komunikasi

  Disusun oleh :

INGE YULISTIA DEWI 6662 111485 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

  “Man Jadda WaJada” Siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil

  “Hasil tidak akan pernah mengkhianati sebuah proses, jika hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan, coba dilihat lagi apa proses yang dijalani sudah sesuai, jika iya anggap saja itu ujian iman dari-Nya., Ikhlas dan bersabarlah”

  Kupersembahkan Skripsi yang penuh dengan perjuangan ini untuk kedua Orang Tuaku, Kakak dan Adikku, dan mereka yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, serta doanya disetiap waktu

  

ABSTRAK

Inge Yulistia Dewi. NIM 6662111485. Skripsi. Representasi Nilai-Nilai

Pendidikan Karakter Pada Tokoh Yan dalam Film Sebelum Pagi Terulang

Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce). Program Studi Ilmu

Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa. 2015. Mia Dwianna W. S.Sos., M.Ikom; Puspita Asri

Praceka, S.Sos., M.Ikom.

  Latar belakang masalah penelitian ini adalah krisis moral yang terjadi saat ini yang diakibatkan lemahnya nilai-nilai pendidikan karakter. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film merupakan bagian dari komunikasi massa yang dilengkapi dengan audio dan visual. Film Sebelum Pagi Terulang Kembali merupakan film yang mengusung tema korupsi, salah satu problematika yang diakibatkan lemahnya pendidikan karakter. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi sosial emosi untuk melihat karakter sesorang dan dianalisis menggunakan model semiotika Peirce yang terdiri atas sign, object, dan

  

interpretant . Unit analisis yang dipilih merupakan adegan-adegan yang

  diperankan oleh Yan yang dianggap merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter didukung dengan element yang terdapat dalam film. Hasil penelitian menunjukkan sign dalam film ini berupa perilaku tanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial yang ditunjukkan oleh Yan, objectnya adalah tokoh yaitu Yan yang didukung dengan ekpresi atau mimik wajah dan juga gestur tubuh yang diperlihatkan olehnya diadegan yang ia perankan, dan interpretant dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditunjukkan oleh sosok Yan menggambarkan karakter tanggung jawab, jujur, kerja keras dan peduli sosial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tokoh Yan merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang muncul dalam bentuk sikap, perilaku dan dialognya. Nilai-nilai karakter-karakter yang ditemukan antara lain, tanggung jawab, peduli sosial, kerja keras, dan jujur.

  Kata Kunci : Representasi, Pendidikan Karakter, Film, Semiotika

  

ABSTRACT

Inge Yulistia Dewi. NIM 6662111485. Thesis. Representation Values Character

Education on Figure Yan in Film Sebelum Pagi Terulang Kembali (Semiotics

Analysis Charles Sanders Peirce). Course of study Communication Science.

The Faculty of Social and Political Science. Sultan Agung Tirtayasa University.

2015. Mia Dwianna W. S. Sos., M.Ikom; Puspita Asri Praceka, S. Sos., M.Ikom.

background of the problem of this research is a moral crisis that is happening

today because weakness of values of character education built. The purpose of

this research to determine the representation of the values of character education

on figure Yan in film Sebelum Pagi Terulang Kembali. Film is part of mass

communication which is equipped with audio and visual. Film Sebelum Terulang

Kembali is a film with corruption theme,   one result of the lack of character

education. The method used is qualitative and constructivist paradigm. This

research uses the theory of social construction of emotion to see the character of

someone and analyzed using a model semiotics Peirce's consisting of sign, object,

and interpretant. The unit of analysis is selected from the scenes that played by

Yan and considered to represent the values of character education is supported by

the elements contained in the film. The results showed ‘sign’ at the film in the

   

form of behavior that responsibility, honesty, hard work and social care shown by

Yan, 'object' is a figure that is Yan supported by facial expressions and bodily

gestures shown by him at the scene that he played, and interpretant in this

research is the behavior shown by the figure Yan described the character of

responsibility, honesty, hard work and social care. Conclution from this research

   

is figure Yan represents the values of character education in the film sebelum pagi

terulang kembali and appearing in the form of attitudes, behavior and dialogue.

  

The values of characters are found, among others, responsibility, social care,

hard working, and honest. Keywords: Representation, Character Education, Film, Semiotics

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, yang tak henti- hentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat menyusun skripsi ini sampai selesai. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

  Skripsi berjudul “Representasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Film Sebelum Pagi Terulang Kembali (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)” ini, penulis buat dengan segenap niat, usaha dan kemampuan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu. Adapun skripsi ini mengangkat makna tanda dalam sebuah film dengan menggunakan model semiotika yang merupakan salah satu bidang kajian ilmu komunikasi.

  Selesainya pengerjaan skripsi ini, penulis rasakan sebagai sebuah hal yang patut disyukuri, terlebih dengan berbagai proses yang penulis lalui. Proses-proses itulah yang memberikan pembelajaran dan pengalaman yang amat berharga untuk penulis.

  Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih, kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini: 1.

  Prof. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor UNTIRTA beserta seluruh jajarannya.

  2. Dr. Agus Sjafari, S,Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik beserta jajarannya 3. Begitupun Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UNTIRTA Kandung

  Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan Bidang Keuangan FISIP UNTIRTA Mia Dwianna W, S.Sos., M.IKom., dan Wakil Bidang Kemahasiswaan FISIP Untirta Ismanto, S.Sos., M.M.

  4. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi 5.

  Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.IKom selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi dan juga dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, motivasi dan dukungannya selama penulis mengerjakan skripsi 6. Mia Dwianna, S.Sos., M.IKom selaku dosen pembimbing I yang juga telah memberikan arahan, support dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini 7. Ayahanda M. Sayuti dan Ibunda Rofiatul Himah yang senantiasa tidak pernah lelah mendoakan dan mensupport putrinya agar selalu semangat kuliah dan mengerjakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Serta selalu menjadi inspirasi dan semangat peneliti dalam menjalani itu semua

  8. Dua jagoan penulis, Anggha Rovika dan Aldo Ali Muhammed yang senantiasa menjadi kakak dan adik penulis terimakasih atas segala doa, motivasi dan support nya 9. Bapak Ibu dosen Ilmu Komunikasi UNTIRTA terimakasih atas segala ilmu yang telah diberikan

  10. Lasja F. Susatyo dan Drs. Suparlan, M.Ed yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membalas email penulis sehingga dapat membantu menyelesaikan skripsi ini 11. Kakak-kakak kesayangan Mba ami, Teh Ninis, Teh Dian, Teh Evita,

  Aday, A anas, Ka aim, Jaro terimakasih atas segala bimbingan dan ilmunya selama ini

  12. Bang Taro yang telah memberikan referensi buku yang amat berguna untuk penelitian ini

  13. Teman seperjuangan Husnul, Mala, Lia, Cipong, Tumieq, Cumel, Acut, Veny, Danti, Sisil, Risda, Lupeh, Tata, Diana, Reni, Yuda, Eki, Anton, Budy, Beny. terimakasih telah menemani dalam susah, senang, galau, dan mau berproses bersama sampai pada akhirnya skripsi ini pun selesai tapi semoga pertemanan kita belum dan tidak akan pernah selesai 14. Segenap kawan-kawan Ilmu Komunikasi UNTIRTA, kakak-kakak tingkat, adik-adik tingkat dan khususnya angkatan 2011 thanks for all memories

  and keep fight and keep on growth! 15.

  Keluarga BEM FISIP HARMONI, KBM FISIP 2014 (HIMAKOM, HIMANE, FOSMAI, ORANGE, DPM FISIP) terimakasih atas kerja sama, kerja keras dan kerja luar biasa selama masa kepengurusan

  16. Keluarga IMIKI PPT UNTIRTA, UMC, KeMANGTEER Serang, dan UTv terimakasih untuk segala ilmu, pengalaman dan pembelajaran serta terimakasih telah dan pernah menjadi wadah untuk penulis berproses selama masa kuliah

  17. Komite Beasiswa CAP terimakasih telah memberi kesempatan dan kepercayaannya kepada penulis. Begitupun teman seperjuangan di Batch 1 Kiki, Popo, Ghea dan Andi.

  18. Dan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tak bisa penulis sebutkan satu-persatu Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Kesalahan yang terdapat dalam pembuatan skripsi ini mutlak milik penulis. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi penulis sendiri dan juga bagi mahasiswa di Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan dapat menambah referensi bagi yang membutuhkan. Penulis juga tidak menutup saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan penulis dikehidupan mendatang. Semoga kita semua tidak pernah bosan untuk terus berkembang bersama proses dengan segenap keikhlasan. Aamiin.

  Serang, Juli 2015 Inge Yulistia Dewi

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

  2.2 Film Sebagai Media Massa ................................................................. 12

  2.7 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 32

  2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 31

  2.6. Semiotika Charles Sanders Peirce...................................................... 28

  2.5 Teori Konstruksi Sosial Emosi ........................................................... 25

  2.4 Nilai-nilai Pendidikan Karakter .......................................................... 19

  2.3 Representasi ........................................................................................ 16

  2.1 Komunikasi Massa .............................................................................. 10

  1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

  

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10

  1.5.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 9

  1.5.1 Manfaat Akademis .................................................................... 9

  1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 9

  1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8

  1.3 Identifikasi Masalah ............................................................................ 8

  1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7

  

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 36

  3.2 Paradigma Penelitian........................................................................... 37

  3.3 Unit Analisis ....................................................................................... 38

  3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................... 38

  3.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 39

  3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................... 41

  3.7 Triangulasi Data Penelitian ................................................................. 44

  3.8 Jadwal Penelitian ................................................................................ 45

  

BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 47

  4.1 Gambaran Objek Penelitian ................................................................ 47

  4.1.1 Deskripsi Film ............................................................................ 47

  4.1.2 Tokoh Yan.................................................................................. 50

  4.2 Deskripsi dan Anaslisis Data Penelitian ............................................. 52

  4.3 Pembahasan ......................................................................................... 83

  

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 89

  5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 89

  5.2 Saran.................................................................................................... 89

  5.2.1 Akademis ................................................................................... 90

  5.2.2 Praktis ........................................................................................ 91

  

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ix

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

  DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 34Tabel 3.1 Tabel Analisis Data ......................................................................... 44Tabel 3.2 Jadwal Penelitian............................................................................. 46Tabel 4.1 Tabel Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ..................................... 52Tabel 4.2 Tabel Analisis Scene Rapat Proyek Muara Tanjung ....................... 54Tabel 4.3 Tabel Scene Yan Mengundurkan Diri ............................................. 58Tabel 4.4 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Rumah ........................................ 62Tabel 4.5 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Rumah ......................... 63Tabel 4.6 Tabel Scene Ruang Kerja Yan di Kantor ........................................ 67Tabel 4.7 Tabel Analisis Scene Ruang Kerja Yan di Kantor .......................... 70Tabel 4.8 Tabel Scene Tangga Kantor ............................................................ 75Tabel 4.9 Tabel Scene Garasi Rumah Yan ...................................................... 78Tabel 4.10 Tabel Analisis Scene Garasi Rumah Yan ...................................... 80

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Triangle Meaning ......................................................................... 30Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................ 31Gambar 3.1 Triangle Meaning ......................................................................... 42

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Representasi menurut Wibowo (2011:122) merupakan proses merekam

  ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik. Representasi menurut Danesi masih dalam Wibowo didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu.

  Dilihat dari pengertian tersebut, peneliti berasumsi bahwa produk dari representasi dapat berupa film. Film dapat menjadi bentuk fisik dalam penyampaian pesan. Di sebuah film lah pesan -pesan disampaikan menggunakan tanda berupa gambar, bunyi dan lain-lain.

  Banyak hal yang dapat direpresentasikan melalui sebuah tanda dalam sebuah media. Hal-hal yang berangkat dari kehidupan nyata yang kemudian coba dikonstruksikan dalam sebuah media misalnya melalui film. Contohnya mengenai nilai-nilai pendidikan karakter yang coba direpresentasikan dalam sebuah film.

  Karakter merupakan hal dasar yang melekat pada setiap individu. Menurut Lickona dalam Zubaedi (2011:29) karakter berkaitan dengan konsep moral (moral

knowing ), sikap moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral behavior).

  Berdasarkan ketiga komponen ini dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan

     

  perbuatan kebaikan. Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa individu yang memiliki karakter baik pastilah memiliki moral dan budi pekerti yang baik.

  Arus modernisasi yang terjadi saat ini membuat perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satunya perubahan dalam segi moral. Peneliti melihat realita yang terjadi dari pemberitaan dimedia bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis moral. Krisis moral yang dimaksud diantaranya banyaknya remaja yang terjebak pergaulan bebas sampai pada melakukan sex bebas dan penggunaan obat-obat terlarang. Belum lagi tawuran yang melibatkan siswa sekolah. Bukan hanya dikalangan remaja, krisis moral ini juga terjadi pada kalangan dewasa, dapat dilihat dilayar televisi begitu banyaknya pejabat pemerintahan yang terkena kasus korupsi sehingga merugikan negara yang berdampak ke berbagai sektor salahsatunya adalah kemiskinan.

  Berangkat dari permasalahan tersebut, pendidikan karakter dirasa relevan untuk mengurangi krisis moral yang kini kerap terjadi. Pendidikan karakter inilah yang menjadi bagian dalam membentuk akhlak dan moral bangsa. Seperti halnya yang dicetuskan oleh Kementrian Pendidikan Nasional dalam tema hari pendidikan pada tahun 2010 yakni “Pendidikan karakter untuk membangun peradaban bangsa Indonesia”. Senada dengan hal tersebut, mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Mei 2010 mencanangkan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter. Gerakan ini diharapkan menjadi solusi atas rapuhnya karakter bangsa saat ini. Inilah yang peneliti rasa bahwa pendidikan karakter merupakan suatu hal yang penting dalam memperbaiki karakter bangsa.

     

  Creasy dalam Zubaedi (2011:18) mengartikan pendidikan karakter sebagai upaya mendorong peserta didik tumbuh dan berkembang dengan kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dalam hidupnya serta mempunyai keberanian melakukan yang ‘benar’ meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan.

  Suyadi (2013: 7-9) memaparkan bahwa Kementrian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang disusun melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum pada tahun 2010, 18 nilai karakter tersebut yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

  Dono Baswardono yang dikutip oleh Suyadi dalam bukunya (2013:7) Nilai-nilai karakter ada dua macam, yakni nilai-nilai karakter inti dan nilai-nilai karakter turunan. Nilai-nilai karakter inti bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman tanpa ada perubahan, sedangkan nilai-nilai karakter turunan sifatnya lebih fleksibel sesuai dengan konteks budaya lokal. Contoh, nilai karakter jujur yang merupakan nilai karakter yang tetap berlaku sepanjang zaman. Dalam praktiknya, nilai kejujuran dapat berubah-ubah. Salah satu contohnya adalah “Pendidikan Anti Korupsi” atau “Kantin Kejujuran”. Hal ini merupakan keturunan dari salah satu

     

  nilai karakter, yakni jujur. Jadi, nilai inti karakter adalah kejujuran itu sendiri, bukan pada anti korupsi atau kantin kejujuran.

  Zubaedi (2011:106) Proses pendidikan karakter tidak hanya melalui kelas-kelas formal seperti sekolah namun juga dapat dilakukan secara non-formal.

  Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui media lain seperti media massa misalnya. Media televisi yang merupakan salah satu media massa elektronik dapapt menyajikan acara-acara yang bermutu guna mengedukasi khalayak yang melihatnya. Menurut hasil penelitian American Psychological Association (APA) pada tahun 1995 terungkap bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berprilaku baik. Adapun tayangan yang kurang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berprilaku buruk. Bahkan penelitian ini menyimpulkan, bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang adalah hasil pelajaran yang mereka terima dari media semenjak usia anak-anak.

  Kemudian Zubaedi (2011:177) mengemukakan media massa perlu berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memiliki unsur cultural of power dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat kuat dalam membentuk pola pikir dan pola perilaku masyarakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditanyakan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa.

  Salah satu media massa yang dirasa juga efektif dan dapat diterima oleh setiap lapisan masyarakat adalah film. Film yang merupakan salah satu media

     

  komunikasi massa ini mampu untuk menarik perhatian sehingga film dapat mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan yang dibawanya. Sebuah film dapat mempengaruhi psikologis seorang, jika film tersebut sedih maka khalayak yang menontonnya akan merasa sedih pula bahkan menangis. Begitu juga jika film tersebut bahagia maka khalayak yang menontonnya pun akan turut bahagia. Selain itu dari sebuah film penonton bisa mencontoh suatu hal seperti fashion, contohnya pakaian yang dikenakan oleh tokoh dalam sebuah film dapat membuat penonton ingin memiliki pakaian yang serupa dengan tokoh tersebut.

  Film merupakan media presentasi yang lengkap, disajikan dengan bentuk audio maupun visual. Dalam film sebuah gambar, garis, simbol, suara dan gerakan mempunyai makna tertentu. Makna-makna tersebutlah yang diharapkan akan menimbulkan efek yang diharapkan. Bukan hanya sebagai media hiburan, film juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Film yang baik adalah film yang juga mempunyai unsur edukasi didalamnya.

  Di Indonesia tiap tahunnya banyak film-film yang bermunculan. Namun hanya sedikit yang berkualitas. Seperti pernyataan aktor senior Slamet Rahardjo, menurutnya film yang berkualitas di Indonesia kurang dari lima tiap tahunnya. Selain itu menurutnya tayangan televisi saat ini pendekatannya lebih ke sensasi. Pola pikir masyarakat dibentuk dengan sesuatu yang sensasional, bukan tontonan

  

  yang cerdas dari sisi esensi . Misalnya bisa kita lihat film horor yang lebih banyak mempertontonkan adegan vulgar daripada adegan seram sehingga cerita 1                                                             

     

  horor menjadi bias, belum lagi dengan pemeran yang memakai pakaian-pakaian seksi. Namun bukan berarti tidak ada film yang memiliki unsur edukasi atau pendidikan. Seperti Film berjudul ‘Laskar Pelangi’ yang layak ditonton karena bercerita mengenai anak-anak yang memiliki keterbatasan keadaan namun tetap memiliki motivasi belajar yang tinggi untuk meraih mimpi mereka. Kemudian film ‘Kita vs Korupsi’ yang merupakan film omnibus untuk menggambarkan bahwa tindak korupsi dekat dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pada tahun 2014 lalu rilis sebuah film yang berjudul Sebelum Pagi Terulang Kembali, Film ini bercerita mengenai keluarga yang pada awalnya harmonis kemudian hancur seketika karena praktik korupsi. Film ini mengajarkan bahwa korupsi merupakan suatu hal yang salah dan berdampak buruk.

  Film Sebelum Pagi Terulang Kembali atau biasa disingkat SPTK mendapatkan penghargaan dari Apresiasi Film Indonesia 2014 sebagai film cerita panjang bioskop ini, berusaha mengajak khalayak untuk tidak terlibat dalam tindak korupsi. Peneliti melihat film ini merupakan film yang edukatif dan layak untuk ditonton. Dengan mengambil tema korupsi, film ini mencoba menkontruksikan realitas yang terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia saat ini.

  Adanya praktek korupsi yang terjadi dikalangan pemerintahan bahkan sampai pemanfaatan kedekatan hubungan emosional. Selain itu korupsi merupakan salah satu dampak dari krisis moral yang terjadi saat ini.

  Film ini memang menceritakan mengenai korupsi, namun jika dilihat lebih dalam menurut peneliti film ini juga mengandung makna yang tersirat. Film yang mengandung unsur edukasi ini juga memperlihatkan mengenai karakter-karakter

     

  tiap individunya. Film ini mengajarkan kita untuk jujur dan berani menghadapi resiko dari pilihan yang telah kita ambil. Sosok Yan yang merupakan seorang ayah yang memilki karakter yang jujur ingin mengajari anak-anaknya untuk bersikap jujur pula. Bukan hanya Yan namun juga karakter tiap individu dalam film ini dapat menjadi sebuah pelajaran dalam kehidupan nyata.

  Dari masalah yang telah peneliti uraikan, peneliti akan memilih film ini untuk diteliti lebih mendalam. Peneliti melihat ada pesan yang tersembunyi mengenai nilai-nilai pendidikan karakter untuk orang yang menonton film ini. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam sebuah film tidak diperlihatkan secara langsung dan jelas sehingga harus direpresentasikan. Peneliti akan menggunakan analisis semiotika, karena semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji sebuah tanda. Peneliti mencoba memahami setiap makna tanda pada tiap scene-scene dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan karakter.

  Dari latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan, maka peneliti memilih judul “Representasi nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan

  

dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali” untuk diteliti menggunakan

analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

1.2. Rumusan Masalah

  Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, sekiranya perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam pada film ini. Maka dari itu peneliti merumuskan masalah penelitian dengan “Bagaimana representasi nilai-nilai

     

  pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?” 1.3.

   Identifikasi Masalah

  Dari rumusan masalah diatas maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut,

  1. Bagaimana Sign merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?

  2. Bagaimana Object merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali?

  3. Bagaimana interpretant merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali? 1.4.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka tujuan adanya penelitian ini adalah untuk,

  1. Menjelaskan sign dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

  2. Menjelaskan object dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

      3.

  Menjelaskan interpretant dalam merepresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada tokoh Yan dalam film Sebelum Pagi Terulang Kembali.

1.5. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang baik dalam hal akademis maupun praktis. Manfaat penelitian ini adalah ;

  1.5.1. Manfaat Akademis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kajian mengenai media, khusunya komunikasi massa. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan baru dalam kajian ilmu komunikasi khususnya mengenai film, terutama jika dilihat dari analisis semiotika.

  1.5.2. Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan juga dapat memberikan masukan bagi para penggiat film dalam merepresentasikan permasalahan sosial melalui sebuah film dan membuat film yang berkualitas. Begitupun untuk masyarakat bahwa film dapat menjadi media pembelajaran atau pendidikan sehingga masyarakat lebih jeli dalam memilih film yang berkualitas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Massa Effendy dalam bukunya ilmu, teori dan filsafat komunikasi (2005:42)

  mengemukakan bahwa Komunikasi merupakan suatu elemen yang penting dalam kehidupan karena berkaitan dengan interaksi antar individu. Tentunya tanpa ada komunikasi tidak akan terjadi interaksi. Namun konteks komunikasi bukan hanya terjadi pada individu antar individu tapi juga kelompok, organisasi ataupun media massa. Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan Communication yang berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu.

   

  Komunikasi Massa menurut Nurudin (2004:1) adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca atau pendengar atau penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka.

  Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction To

  

The Study of Communication yang dikutip oleh (Nurudin, 2011:11), memberikan

  defenisinya mengenai komunikasi massa yakni sebagai berikut :

  “First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who

  rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes.”

  Jika diartikan maka, pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, dan film).

  Dalam Ardianto (2004:6-12) menyebutkan bahwa komunikasi massa dapat dijelaskan melalui beberapa karakterisitik yakni, 1). Komunikator dalam komunikasi massa merupakan komunikator yang terlembagakan, 2). Pesan bersifat umum, 3). Komunikan bersifat anonim dan heterogen, 4). Media massa menimbulkan keserempakan, 5). Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, 6). Komunikasi massa bersifat satu arah, 7). Stimulasi alat indera terbatas, 8). Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect).

  Fungsi Komunikasi Massa menurut Effendy dalam Ardianto (2004:18-19) mengemukakan fungsi komunikasi massa secara umum anatara lain adalah : 1).

  Fungsi Informasi, media massa merupakan penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya, 2). Fungsi Pendidikan, media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass education).

  Cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca. Media massa dapat melakukannya melalui drama, cerita,diskusi dan artikel, 3). Fungsi Mempengaruhi, Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Khalayak dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar.

  Komunikasi massa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi melalui media film. Film yang merupakan media massa yang juga terlembagakan serta pesan disampaikannya bersifat umum. Komunikasi massa melalui media sebuah film dapat memberikan informasi, memberikan pendidikan dan pada akhirnya akan mempengaruhi khalayak.

2.2. Film Sebagai Media Massa

  Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang mendapat tempat di masyarakat. Film merupakan hasil proses kreatif para sineas yang memadukan berbagai unsur seperti gagasan, system nilai, pandangan hidup, keindahan, norma, tingkah laku manusia, dan kecanggihan teknologi. Sehingga film tidak bebas nilai karena didalamnya terdapat pesan yang dikembangkan sebagai karya kolektif. Film merupakan visualisasi dari kehiduan yang terjadi secara nyata dimasyarakat yang menyimpan banyak pesan. Layaknya media komunikasi massa lainnya, film dapat digunakan dengan berbagai fungsi seperti hiburan, penerangan, pendidikan, bahkan sebagai alat kontrol sosial.

  Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1992 Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.

  Ardianto (2004:145) Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.

  Kelebihan film yang menyajikan informasi dalam bentuk audio dan visual menjadikan film lebih dirasa efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak. Namun bukan berarti film tidak memiliki kekurangan, pemaknaan sebuah film dapat menjadi multitafsir, diperlukan analisa tersendiri untuk memahami unsur-unsur semiotik yang ditampilkan dalam film.

  Berbeda dengan membaca sebuah buku yang jelas memerlukan daya pikir atau imajinasi untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam sebuah cerita atau tulisan, film tidak demikian. Penonton film dianggap pasif karena hanya tinggal menonton saja. Dalam ilmu jiwa sosial terdapat gejala yang disebut identifikasi psikologis, seorang penonton memahami ceritanya sehingga menyamakan pribadinya dengan salah satu peran yang ada dalam film tersebut. Karena film merupakan media komunikasi massa yang dirasa cukup ampuh dalam mempengaruhi penontonnya maka film pun dijadikan media pembelajaran atau alat bantu untuk memberikan penjelasan.

  Film dapat mempengaruhi pandangan khalayak yang menontonnya. Seorang pembuat film pastilah memiliki tujuan untuk apa film itu dibuat atau pesan apa yang akan disampaikan pada khalayak. Setiap film dibuat mempunyai pesan tersendiri. Misalnya dalam film laskar pelangi yang menceritakan anak anak yang berjuang untuk pendidikan di pelosok negeri ini hingga sukses. Memiliki pesan untuk tidak mudah menyerah dan keterbatasan bukan merupakan suatu kekurangan. Begitupun film lainnya pastilah memilki pesan-pesan tersendiri yang ingin disampaikan ke masyarakat.

  Menurut Effendy (2005:209) Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali bukan saja untuk hiburan tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Bahkan film sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan. Melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit.

  Film yang berkualitas menurut Effendy (2005:226-227) adalah film yang memenuhi tri fungsi film (hiburan, pendidikan dan penerangan), film yang bersifat konstruktif bukan destruktif, film mengandung artistik, etika dan logis, kemudian film juga bersifat persuasif.

  Pratista dalam bukunya Memahami Film (2008:1) mengatakan bahwa film memiliki dua unsur pembentuk yakni; unsur naratif (bahan atau materi yang akan diolah) dan unsur sinematik (cara atau gaya untuk mengolahnya). Film memiliki struktur yang terdiri atas; 1). Shot (proses pengambilan atau perekaman gambar); 2). Scene adalah sekumpulan shot berupa satu segmen pendek dari keseluruhan cerita dan terikat oleh ruang, waktu, isi cerita, tema, karakter, atau motif; 3). Sequence merupakan satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa utuh. Satu sequence terdiri atas beberapa scene yang saling berhubungan.

  Elemen pokok dalam unsur naratif untuk membantu berjalannya sebuah alur cerita adalah; 1). Pelaku cerita yang merupakan motivator utama yang menjalankan alur cerita, 2). Permasalahan atau konflik, 3). Tujuan yang ingin dicapai pelaku cerita (Pratista, 2008:44).

  Unsur sinematik sebuah film terdiri dari; 1). Mise-en-scene adalah segala hal yang terletak dihadapan kamera yang akan diambil gambarnya. Mise-en-scene memiliki empat aspek utama yakni setting atau latar, kostum dan make-up, tata cahaya, serta pemain dan pergerakannya; 2). Sinematografi berupa kamera dan film (teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya), framing (hubungan kamera dan objek yang akan diambil), dan durasi gambar (lamanya sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera); 3). Editing merupakan proses pemilihan gambar serta penyambungan gambar yang telah diambil dan menghubungkan tiap shot; 4). Suara yang terdiri dari seluruh suara yang keluar dari gambar (film) dapat berupa dialog, musik dan efek suara (Pratista, 2008:1-2)

  Sumarno dalam Mudjiono (2011:133-135) menyebutkan jenis-jenis film yang dapat digolongkan sebagai berikut:

  1. Teatrical Film (Film Teatrikal) Film teatrikal disebut juga film cerita, merupakan ungkapan cerita yang dimainkan oleh manusia dengan unsur dramatis dan memiliki unsur yang kuat terhadap emosi penonton. Cerita dengan unsur dramatis ini dijabarkan dengan berbagai tema. Lewat tema inilah film teatrikal digolongkan beberapa jenis yakni Film Aksi (Action Film), Film Spikodrama, Film Komedi, dan Film Musik.

  2. Non-teatrical Film jenis ini merupakan film yang diproduksi dengan memanfaatkan realitas asli, dan tidak bersifat fiktif. Film-film jenis ini lebih cenderung untuk menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan informasi (penerangan) maupun pendidikan. Film jenis ini dibagi dalam, Film Dokumenter, Film Pendidikan dan Film Animasi.

  Film yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah film karya Lasja F. Susatyo yakni Sebelum Pagi Terulang Kembali. Rilis pada tahun 2014 dan masuk ke dalam nominasi Festival Film Indonesia tahun 2014. Film ini mengangkat tema mengenai tindak pidana korupsi.

2.3. Representasi

  Danesi dalam Wibowo (2011:122) berpendapat bahwa representasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret atau memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dengan kata lain, proses menaruh X dan Y secara bersamaan itu sendiri. Menentukan makna X = Y bukanlah pekerjaan yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks sejarah dan sosial saat representasi dibuat, tujuan pembuatannya, dan sebagainya, merupakan faktor kompleks yang masuk dalam sebuah lukisan. Sebenarnya, salah satu dari berbagai tujuan utama semiotika adalah untuk mempelajari faktor-faktor tersebut. Danesi (2010:25) memberikan contoh hal-hal yang ditimbulkan representasi, perhatikan seks, sebagai sebuah objek. Seks adalah sesuatu yang hadir didunia sebagai fenomena biologis dan emosional. Sekarang sebagai objek, seks dapat direpresentasikan (secara literal “presentasi kembali”) dalam bentuk fisik tertentu. Misal dalam budaya kita, representasi umum seks meliputi: (1) Foto dua orang yang sedang berciuman secara romantis; (2) Puisi yang menggambarkan pelbagai aspek emosional seks atau; (3) Film erotis yang menggambarkan aspek seks yang lebih fisik.

  Sederhananya representasi adalah bagaimana seseorang atau sesuatu digambarkan dalam sebuah media. Seperti yang dijelaskan Eriyanto (2005:113) Representasi itu sendiri merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

  Noviani (2002:62) Ada tiga elemen yang terlibat dalam representasi.

  

Pertama , objek merupakan sesuatu yang direpresentasikan. Kedua, representasi

  sendiri (tanda). Ketiga, seperangkat aturan yang menghubungkan tanda dengan pokok persoalan (Coding). Coding membatasi makna-makna yang mungkin muncul dalam proses interpretasi tanda. Suatu tanda mempunyai aspek yang esensial karena menghubungkan dengan objek yang diidentifikasi, satu tanda hanya mengacu pada satu objek atau kelompok objek yang telah ditentukan secara jelas. Oleh karena itu, dalam representasi terdapat kedalaman makna. Representasi mengacu pada sifatnya orisinal.

  Hall (1997:15) konsep representasi menempati tempat baru yang penting dalam studi kebudayaan. Representasi menghubungkan makna dan bahasa dengan kebudayaan. Representasi menurut Hall adalah bagian utama dari sebuah proses, dimana makna dproduksi dan dipertukarkan diantara anggota-anggota sebuah masyarakat kebudayaan. Representasi melibatkan penggunaan bahasa, baik dalam bentuk tanda dan gambar yang merepresentasikan sesuatu.

  Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana produksi makna hingga penggunaan konstruksi sosial (Hall, 1997:24):

  1. Pendekatan Reflektif (Reflective Approach), sebuah makna bergantung pada objek, orang, ide atau peristiwa dalam dunia nyata. Bahasa mempunya fungsi seperti sebuah cermin yakni untuk memantulkan makna- makna atau arti sebenarnya seperti apa yang telah ada didunia nyata.

  2. Pendekatan Intensional (Intentional Approach), Pendekatan ini menyatakan bahwa penutur, penulis atau siapapun menyampaikan pengertiannya yang unik pada dunia melalui bahasa. Seseorang menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandangnya terhadap sesuatu.

  3. Pendekatan Konstruktivis (constructionist approach), dalam pendekatan ini dipercaya bahwa seseorang mengkonstruksi makna lewat bahasa yang digunakan.

2.4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

  Muslich menyatakan (2011:2) banyak faktor yang menyebabkan runtuhnya potensi bangsa Indonesia pada saat ini. Diantaranya adalah faktor pendidikan. Pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai tigal hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa.