TEKANAN BATIN TOKOH PANCE DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT KARYA SUNARYONO BASUKI KS TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  

TEKANAN BATIN TOKOH PANCE

DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT

KARYA SUNARYONO BASUKI KS

TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi

  

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh

Christoforus Beo

NIM: 014114046

  

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan untuk Juru selamatku Yesus Kristus, Mama tercinta Theresia D. Bulu Papa tercinta Stefanus Beo,

  

Adikku tersayang Maria Gratsiana Oliva Beo, dan

Untuk orang-orang yang kukasihi.

  MOTTO Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, Maka Ia akan memelihara engkau (Mazmur, 55:23) Saat kita membiarkan terang kita bersinar,

secara tak sadar kita mengizinkan orang lain

untuk melakukan hal yang sama.

  Saat kita terbebaskan dari ketakutan kita, Kehadiran kita dengan sendirinya Membebaskan orang lain. (Marianne williamson)

  

ABSTRAK

TEKANAN BATIN TOKOH PANCE

DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT

KARYA SUNARYONO BASUKI KS.

TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

Christoforus Beo

Universitas Sanata Dharma

  

Yogyakarta

2007

  Penelitian ini mengkaji tekanan batin tokoh Pance dalam novel Topeng

  

Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks. Tujuan pokok dari penelitian ini adalah

  memaparkan tekanan batin yang dialami tokoh Pance dan tekanan batin akibat tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai manusia.

  Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan psikologi sastra. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa antara psikologi dan sastra terdapat hubungan yang erat sehingga dapat digunakan untuk menganalisis tekanan batin tokoh Pance. Melalui pendekatan ini dapat diketahui bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar mengakibatkan seseorang mengalami ketertekanan batin.

  Metode yang digunakan dalan penelitian ini adalah metode deskripsi. Dengan metode ini, penulis membagi kegiatan menjadi dua tahap. Pertama menganalisis struktur novel Topeng Jero Ketut untuk mengetahui struktur intrinsiknya. Kedua menggunakan analisis pertama untuk memahami lebih dalam mengenai aspek psikologi yang berkaitan dengan tekanan batin Pance dalam novel Topeng Jero Ketut.

  Dari hasil analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri sangat dibutuhkan oleh tokoh Pance. Ketiga kebutuhan itu tidak didapatkan oleh Pance dari lingkungannya.

  Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut menimbulkan perasaan-perasaan tertekan pada tokoh Pance, seperti rasa takut, rasa tidak percaya diri, dan rasa frustrasi yang menyebabkan tekanan batin pada tokoh Pance. Akhirnya Pance terba wa ke dimensi lain yakni dimensi roh dengan permasalahan-permasalahan dalam hidupnya. Dia mengalami penyakit mental (schizoprenia) setelah berada di dunia lain.

  

ABSTRACT

THE STRESS EXPERIENCED BY THE CHARACTER OF PANCE

  

IN THE NOVEL TOPENG JERO KETUT

BY SUNARYONO BASUKI KS.

LITERATURE PSYCHOLOGY OBSERVATION

Christoforus Beo

Sanata Dharma University

  

Yogyakarta

2007

  This research examines the stress experienced by the main character (Pance) in the novel Topeng Jero Ketut by Sunaryono Basuki Ks. The main aim of this research is to explain the stress experienced by Candy, especially the stress created as a result of a lack of basic human necessities.

  Within this research, a psychological approach has been in regard to the literature. This is based on the assumption that there is a close relationship between psychology and literature, ang this relationship can be used to analyze the stress experienced by the character of Pance. Using this approach, we can conclude that the ba sic needs of human musty be met, and to not meet these basic human needs can cause stress.

  A descriptive methot has been used here, which allows the writer to divide the task into two stages. The first, by analyzing the structure of the novel Topeng Jero Ketut to know its intrinsic structure. The second stage uses the first analysis to further understand the psychological aspect of the stress experienced by Pance in the novel Topeng Jero Ketut.

  Utilizing the results of this psychological and literature analysis, it can be concluded that many needs are very important for the character of Pance, including the need for feeling savety, the need of being appreciated, and the need for ones own actualization. The third of those needs Pance is unable to obtain from his environment.

  The result of these basic needs not being fullfiled are pressure effects on the soul of Pance, such as fear, a lack of self belief, and frustation, which ultimately creates stress on Pance’s life. As the result, Pance brought to another dimension is spirit dimension with all the problems in his life. He has mentally disease (schizophrenia) after being of another world.

  

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, cinta, berkat serta kekuatan yang tiada henti-hentinya Dia berikan dalam kehidupan Penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa pertolongan Tuhan.

  Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sastra pada program studi Sastra Indonesia.

  Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Bpk. Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum selaku dosen pembimbing pertama, yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi dorongan dan arahan kepada penulis sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skrips i ini.

  2. Bpk. Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih atas segala bimbingan dan dukungannya serta kesediaan meluangkan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bpk. Drs. Herry Antono, M.Hum, Bpk. Dr. I Praptomo Baryadi, Bpk. Drs. P.

  Ari Subagyo, M.Hum, Bpk. Drs. FX Santoso, M.S, Ibu Dra. F. Tjandrasih Adji, M. Hum, Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum atas bimbingannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

  5. Seluruh Staf dan Karyawan UPT Perpustakaan Universitas Sanata Dharma.

  6. Mama Theresia D. Bulu dan Papa Stefanus Beo, terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  7. Adikku Maria Gratsiana Oliva Beo, terima kasih atas dukungannya.

  8 .

  

Yayangku Veronika Eka Setiawati yang selama ini selalu memotivasi abang

  untuk cepat menyelesaikan skripsi. Abang sering dimarahi karena suka ngeyel waktu ngetik skripsi. Akhirnya abang dapat selesaikan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaan waktunya untuk abang. Tanpa yayang mustahil abang mau menulis skripsi. I Love You. You’re in my heart.

  9. Keluarga Bpk. Adreanus Ekon, B.A, terima kasih atas dukungan yang diberikan.

  10. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia angkatan ‘01’ khususnya, Andy, Sherly, Ernest, Felix Terima kasih atas pertemanan kita selama ini.

  11. Edo, Ratna, Rio, Aldo, Elis, Rinto, Chandra, Claus, Ento, Ari, Nian.Terima kasih atas perhatian kalian semua.

  Semoga kebaikan hati pihak-pihak yang disebutkan di atas menjadi awal baik serta mendapat balasan dari Tuhan.

  Meskipun penulis sudah berusaha menyusun skripsi ini sebaik -baiknya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa penulis perlukan demi perbaikan skripsi ini.

  Yogyakarta, Maret 2007

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karangan ilmiah.

  Yogyakarta, 15 Maret 2007 Penulis

  Christoforus Beo

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING............................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI......................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... iv MOTTO............................................................................................................ v ABSTRAK....................................................................................................... vi

  ABSTRACT....................................................................................................... vii

  KATA PENGANTAR......................................................................................viii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................................................... x DAFTAR ISI.................................................................................................... xi

  BAB I . PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1. Latar Belakang Masalah................................................................. 1 2. Rumusan Masalah.......................................................................... 4 3. Tujuan Penelitian............................................................................ 4 4. Manfaat Penelitian.......................................................................... 4 5. Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori........................................... 5

  5.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................... 5

  5.2 Landasan Teori........................................................................ 6

  5.2.1 Tokoh............................................................................. 6

  5.2.3 Alur ................................................................................ 8

  BAB II. ANALISIS STRUKTUR NOVEL TOPENG JERO KETUT .......... 17

  2.2.1.2 Buleleng .................................................................... 25

  2.2.1.1 Lovina ........................................................................ 25

  2.2.1 Latar Tempat......................................................................... 25

  2.2 Analisis Latar ................................................................................. 25

  2.1.2 Tokoh Nengah....................................................................... 22

  2.1.1 Tokoh Pance.......................................................................... 18

  2.1 Analisis Tokoh ............................................................................... 17

  6.4 Sumber Data ............................................................................. 15 7. Sistematika Penyajian .................................................................... 16

  5.2.4 Psikologi Sastra ............................................................. 9

  6.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 15

  6.2 Metode...................................................................................... 15

  6.1 Pendekatan............................................................................... 14

  5.2.6 Tekanan Batin ................................................................. 13 6. Metode Penelitian........................................................................... 14

  5.2.5.3 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri....................... 12

  5.2.5.1 Kebutuhan Akan Rasa Aman.............................. 11 5.2.5. 2 Kebutuhan Akan Penghargaan............................ 12

  5.2.5 Psikologi Abraham Maslow .......................................... 10

  2.2.1.3 Bali ............................................................................ 26

  2.2.2 Latar Waktu........................................................................... 26

  2.2.2.1 Pagi............................................................................ 27

  2.2.2.2 Siang.......................................................................... 27

  2.2.2.3 Malam ........................................................................ 27

  2.2.3 Latar Sosial........................................................................... 28

  2.3 Analisis Alur .................................................................................. 29

  2.4 Rangkuman..................................................................................... 34

  BAB III TEKANAN BATIN TOKOH PANCE DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT.......................................................................................

  36

  3.1 Analisis Kebutuhan Dasar .............................................................. 36

  3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Rasa Aman............... 38

  3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Penghargaan ............ 41

  3.1.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri........ 43

  3.2 Bentuk-Bentuk Tekanan Batin Akibat Tidak Terpenuhinya Kebutuhan-Kebutuhan Dasar ......................................................... 46

  3.2.1 Rasa Takut ............................................................................. 47

  3.2.2 Rasa Tidak Percaya Diri........................................................ 49

  3.2.3 Rasa Frustrasi........................................................................ 50

  3.3 Rangkuman..................................................................................... 51

  BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 53

  4.1 Kesimpulan..................................................................................... 53

  4.2 Saran............................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1 . Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dan

  kedamaian di dalam hidup dengan berbagai macam cara. Ada yang berhasil dan ada juga yang tidak berhasil. Jika seseorang tidak berhasil mendapatkan yang diinginkannya maka dia akan menjadi stres, tertekan dan putus asa. Orang yang tabah dalam menjalani hidup kemungkinan besar dia akan terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh tekanan batin (Daradjat, 1996 : 15).

  Ketidaktentraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang, misalnya orang akan merasa tertekan, atau merasa gelisah dan berusaha mengatasi perasaan yang tidak enak itu dengan jalan mengungkapkannya keluar. Akan tetapi, tidak selamanya orang mendapat kesempatan untuk itu. Orang yang menghadapi kesukaran-kesukarannya dengan tidak wajar atau ia tidak sanggup menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya dapat mengalami gangguan jiwa (Daradjat, 1996 : 22).

  Tekanan batin (pressure) adalah suatu perasaan yang di dalamnya orang merasa dirinya dibebani dan seolah-olah dikejar untuk mencapai sesuatu atau berperilaku tertentu (Winkel, 1991 : 207).

  Novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks. cukup banyak menyoroti permasala han tekanan batin ini. Oleh karena itu novel ini dipilih untuk mengelaborasi dan mengungkap permasalahan tekanan batin yang dialami oleh tokoh Pance.

  Permasalahan tekanan batin banyak terlihat pada tokoh Pance dalam novel Topeng Jero Ketut. Tekanan batin tokoh Pance berawal dari sejumlah usahanya yang tidak berhasil seperti beternak udang yang menjadi komoditas ekspor andalan ke Jepang. Ketika ada musibah berupa panen udangnya gagal, maka kerugian pun harus ditanggung. Memang, berupaya sendiri seperti ini punya resiko tinggi. Tekanan batin Pance disusul dengan gagalnya ia memenangkan sejumlah tender sehingga ia gagal memperoleh keuntungan seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Karena itulah dia menggunakan

  

Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang. Topeng ini

  merupakan sarana wajib yang ha rus dipunyai untuk memenangkan sejumlah tender. Caranya bagaimana? Pada saat keputusan mengenai pemenang tender dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat keputusan itu dan mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama perusahannya akan muncul. Pada akhirnya ketika dia memakai Topeng Jero

  

Ketut , dia benar -benar menghilang dan berada di dimensi yang lain. Ia bisa

  menembus tembok dan tak ada seorang pun yang melihatnya. Di dimensi yang gelap, dia merasa kehausan dan kelaparan, dan dia tidak tahu bagaimana harus mengembalikan dirinya ke dunia yang nyata karena Topeng Jero Ketut telah melekat di wajahnya.

  Seorang yang mengalami tekanan perasaan atau tekanan batin yang sangat berat, apalagi tidak ditemukan jalan keluarnya, akan mengakibatkan seseorang mengalami gangguan jiwa atau bahkan penyakit jiwa. Hal ini disebabkan seseorang tidak mampu menghadapi kesukaran-kesukaran dalam hidupnya dengan jalan yang wajar atau ba hkan ia tidak mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang sedang dihadapinya (Daradjat, 1996 : 24).

  Karena permasalahan tekanan batin tokoh banyak terdapat dalam novel

  

Topeng Jero Ketut , maka penulis tertarik untuk mengelaborasi dan

  mengungkap masalah tersebut. Pendekatan yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis segi kejiwaan yang berhubungan dengan tokoh Pance.

  Dalam meneliti novel Topeng Jero Ketut ini peneliti menggunakan analisis struktural, yaitu meneliti unsur-unsur intrinsik karya sastra. Dalam memahami karya sastra terutama novel, analisis intrinsik sangat diperlukan sebagai langkah awal. Dalam penelitian ini unsur intrinsik yang akan dit eliti adalah tokoh, latar, dan alur dengan alasan ketiga unsur ini sangat intensif mengungkapkan permasalahan tekanan batin tokoh Pance. Selain itu, biasanya para kritikus pada umumnya dalam menganalisis novel berdasarkan ketiga hal tersebut (Wellek dan Warren via Budianta, 1995:283).

  Setelah analisis struktural dilanjutkan analisis psikologis yang

  

Ketut . Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikologi

  Abraham Maslow karena peneliti melihat adanya kesesuaian antara teori psikologi Abraham Maslow untuk menganalisis tekanan batin tokoh Pance dalam menghadapi permasalahan hidup.

  2 . Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  2.1 Bagaimanakah struktur penceritaan novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks?

  2.2 Bagaimanakah gambaran tekanan batin tokoh Pance dalam novel

  Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks? 3 .

   Tujuan Penelitian 3.1 Mendeskripsikan struktur penceritaan novel Topeng Jero Ketut.

  3.2 Mendeskripsikan gambaran tekanan batin yang dialami tokoh Pance dalam novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks.

  4 . Manfaat Penelitian

  Berdasar kan tujuan penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :

  4.1 Hasil penelitian dapat memperkaya tinjauan sastra dari sudut psikologis

  4.2 Dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi sastra Indonesia khususnya novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono

  5 . Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

5.1 Tinjauan Pustaka

  Sejauh pengamatan peneliti belum banyak tulisan yang mengupas

  Topeng Jero Ketut. Penulis hanya menemukan tulisan berupa resensi Topeng Jero Ketut lewat internet.

  Dalam resensinya, Suarjana mengatakan Topeng Jero Ketut adalah novel yang karakteristik dan ironis karena menonjolkan perjuangan tokoh- tokohnya untuk memenuhi ambisinya. Ambisi yang tak terpenuhi karena melanggar dunia realitas bahkan dunia imaginatif. Keinginan atau harapan yang mereka hadapi ternyata sangat berbeda dengan kenyataan sehingga membawa tokoh-tokohnya pada dunia alienasi, dunia wong samar.

  Selanjutnya Suarjana mangatakan bahwa novel Topeng Jero Ketut juga mengingatkan kita bahwa insting-insting hewani telah muncul ke permukaan dan mengalahkan spiritualitas kita. Jadi novel tersebut mengajak kita untuk selalu mewaspadai situasi lingkungan kita. Jangan lagi ada calon-calon pemakai Topeng

  

Jero Ketut tersebut ( Http://www.balipost.co.id/BALIPOST CETAK / 2003 / 7 /

27 / ap3.html).

  Dengan membaca novel Topeng Jero Ketut, dapat ditemukan tekanan batin tokoh Pance ketika menghadapi permasalahan dalam hidup. Untuk menganalisis hal tersebut maka akan digunakan teori psikologi Abraham Maslow yang sejauh ini belum pernah ditemukan oleh peneliti.

  5.2 Landasan Teori Dalam penelitian sastra ada dua sudut pandang yang dapat dijadikan sebagai wahana untuk di analisis, yakni analisis intrinsik dan ekstrinsik.

  Analisis intrinsik mencakup hal-hal ruang dalam karya sastra, yakni tokoh, latar, alur, dan tema. Analisis ekstrinsik mencakup hal-hal di luar karya sastra seperti tinjauan: sosiologis, psikologis, pendidikan, dan seterusnya (Wellek dan Warren via Budianta , 1995:77-297).

  Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang bermakna. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antara unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi yang secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36).

  Analisis psikologi yang digunakan dalam penelitian ini termasuk analisis ekstrinsik. Analisis psikologis ini untuk mengetahui bagaimana tekanan batin yang dialami oleh Pance. Untuk mengetahui hal itu, peneliti menggunakan teori psikologi Abraham Maslow sebagai landasannya.

  Sesuai dengan masalah di atas, maka kajian teoritis yang akan digunakan sebagai teori dalam penelitian ini adalah tokoh, latar, alur, tekanan batin dan psikologi sastra.

5.2.1 Tokoh

  Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau kelakuan dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1988 : 16). Berdasarkan utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak diperhitungkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung (Nurgiyantoro, 1995: 177) Penganalisisan tokoh tidak dapat lepas dari watak yang dimiliki.

  Watak ialah kualitas tokoh, nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain (Sudjiman, 1991: 16). Dengan demikian kerja sama antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain sangat dibutuhkan. Kerja sama itu akan mendukung kelancaran dan keberhasilan sebuah cerita. Baik tokoh bawahan maupun tokoh sentral, mereka sama-sama dibutuhkan dalam sebuah cerita.

5.2.2 Latar

  Latar menunjuk pa da pengertian tempat, hubungan, waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1998 : 165). Latar berfungsi untuk mengekspresikan perwatakan dan kemauan. Latar memiliki hubungan erat dengan alam dan manusia (Wellek dan Warren via Sukada, 1978 : 6).

  Secara terperinci latar dibedakan atas tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai pada rincian

  “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya tulis. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu, faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat mengkaitkan dengan peristiwa sejarah.

  Latar sosial mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap (Nurgiyantoro, 1998 : 233).

5.2.3 Alur

  Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1991 : 83). Alur mengacu pada urutan suatu peristiwa yang disajikan dalam urutan tertentu sehingga menbangun tulang punggung suatu cerita. Peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita dapat disusun menurut urutan waktu terjadinya, dapat juga disusun dengan memperhatikan hubungan kausalnya atau hubungan sebab akibat. Urutan kronologis suatu peristiwa dapat disela dengan peristiwa sebelumnya yang ditampilkan dalam suatu dialog dalam bentuk mimpi, sebagai lamunan tokoh yang menyusuri kembali jalan hidupnya atau kenangan masa lalunya (Sudjiman, 1988: 29-33).

  Alur dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu kronologis dan tidak kronologis. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut.

  Alur kronologis disebut juga alur lurus atau alur maju, yaitu struktur penceritaan yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis; peristiwa- peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik menungkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).

  Alur tidak kronologis disebut sebagai alur sorot balik (flash back) atau alur mundur, yaitu urutan kejadian tidak tersusun atau dimulai dari tahap awal, melainkan disusun dari akhir atau tengah cerita, baru kemudian ke tahap awal cerita. Peristiwa-peristiwa cerita yang disajikan disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya. Alur sorot balik ditampilkan dalam dialog, dalam mimpi atau sebagai lamunan tokoh yang menelusuri jalan hidupnya, atau yang teringat kembali kepada peristiwa masa yang lalu (Sudjiman, 1998: 33)

  Alur bukan hanya menitikberatkan pada peristiwa tertentu, tetapi juga bagaimana seorang pengarang mampu mengurutkan peristiwa-peristiwa yang ada dalam sebuah novel. Oleh karena itu alur yang baik dalam sebuah novel akan menjadi daya tarik bagi pembacanya.

5.2.4 Psikologi Sastra

  Teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk menganalisis novel

  

Topeng Jero Ketut adalah psikologis sastra. Menurut Awang dalam Sahlan

  (1985 : 27) psikologis dan sastra memiliki banyak persamaan. Keduanya mempunyai fungsi dan cara yang sama dalam pelaksanaan tugas untuk memahami perihal manusia dan kehidupannya. Dalam pelaksanaan fungsinya, keduanya menggunakan tinjauan yang sama, yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan utama untuk penulisan atau penelitian.

  Kajian sastra tersebut menunjukkan adanya keterkaitan dengan ciri persoalan pikiran, bertindak atau bergerak dalam sebuah karya sastra itu tercipta, karya sastra ditanggapi oleh pengarang dan karya sastra yang akan dibaca oleh peminatnya. Sastra juga tidak dapat lahir sendiri dalam ruangan yang terpisah dengan unsur lain. Sastra merupakan satu penghasilan dari suatu proses mental yang kompleks dan kemudian dikemukakan kepada pembaca dengan cara yang demikian pula. Dari uraian di atas dapat diperjelas bahwa sastra dan psikologi mempunyai hubungan yang erat. Keduanya saling melengkapi, yang satu memerlukan yang lain. Karena itu kritik sastra sebagai kegiatan untuk memahami dan menilai karya sastra secara mendalam dan mantap tidak lepas dari psikologi.

5.2.5 Psikologi Abraham Maslow

  Teori Maslow mendasarkan diri pada pandangan bahwa seseorang itu pada hakikatnya baik dan bebas. Kekuatan jahat dan merusak yang ada pada manusia merupakan hasil dari lingkungan yang buruk, bukan merupakan bawaan (Maslow via Koeswara, 1989:224). Studi objektif tentang tingkah laku manusia belumlah cukup untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh maka segi-segi subjektifnya pun perlu dipertimbangkan termasuk perasaan, keinginan, harapan, dan aspirasi-aspirasi seseorang (Maslow via Goble, 1987:41).

  Maslow berbeda dengan kebanyakan psikolog maupun psikiater dalam memberikan peran terhadap penyakit mental. Andaikata kesehatan mental dapat dirumuskan dan merupakan ciri seluruh bangsa manusia, maka penyakit seba gai kegagalan mencapai kesehatan mental. Jadi, penyakit mental merupakan penyakit defisiensi, ketidakmampuan individu mengenali serta memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (Maslow via Goble, 1987:123).

  Konsep fundamental Maslow adalah manusia dimotivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Kebutuhan-kebutuhan ini juga bersifat psikologis, bukan hanya fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan itu inti dari kodrat manusia, hanya saja mereka itu lemah, mudah diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar, kebisaan atau tradisi yang keliru (Maslow via Goble,1987:70).

  Menurut Maslow, kebutuhan dasar manusia tersusun dalam lima tingkatan yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutukan akan rasa memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan akan aktuali diri. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yang akan diuraikan hanya kebutuhan yang berkaitan dengan ketertekanan batin tokoh Pance. Adapun kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan penghargaan serta kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti berikut ini:

5.2.5.1 Kebutuhan Akan Rasa Aman

  Kebutuhan akan rasa aman biasanya terpuaskan pada orang-orang dewasa yang normal dan sehat, maka cara terbaik untuk memahaminya ialah dengan mengamati anak-anak atau orang-orang dewasa yang mengalami

  Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkannya. Orang sehat juga menginginkan keteraturan dan stabilitas, namun kebutuhan itu tidak sampai menjadi hidup atau mati seperti pada orang neurotik (Maslow via Goble, 1987: 73).

  Kebutuhan akan rasa aman dan terlindungi tentu dibutuhkan oleh semua orang. Dengan terpenuhinya kebutuhan itu maka manusia dapat hidup tenteram. Manusia akan berkembang bila ia hidup aman dan jauh dari tekanan orang lain.

  5.2.5.2 Kebutuhan Akan Penghargaan

  Menurut Maslow setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan yakni, harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetisi, penguasaan, kecukupan, ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan (Maslow via Goble, 1987: 76). Penghargaan dari orang lain sangat berarti dalam kehidupan manusia. Dengan penghargaan itu manusia merasa berarti dan diakui keberadaannya serta kemampuannya. Adanya penghargaan membuat manusia lebih percaya diri menghadapi hidup.

  5.2.5.3 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri Setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya.

  Pemapran tentang kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan, aktualisasi diri. Maslow juga melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri. Menurut Maslow kebutuhan akan aktualisasi diri biasanya muncul sesudah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai (Maslow via Goble, 1987: 77).

  Bila manusia dapat tumbuh sesuai keinginan da n cita -cita hidupnya maka hasrat untuk terus maju pun semakin besar. Dengan demikian apa yang dicita-citakan dapat terwujud dengan baik. Dari situ manusia bisa tumbuh dan berkembang sehingga ia mampu mengaktualisasikan dirinya dengan cara yang positif.

  5 .2.6 Tekanan Batin Semua manusia mendambakan kebahagiaan, ketenangan, dan kedamaian dalam hidupnya. Dengan berbagai cara manusia berusaha untuk mendapatkan keinginannya. Namun, tidak sedikit orang yang gagal mendapatkan keinginannya itu. Kegagalan yang dia lami oleh seseorang seringkali mengakibatkan putus asa. Bahkan, bila rasa putus asa itu sangat berat, maka bisa saja seseorang itu tertekan batinnya.

  Tekanan batin adalah suatu perasaan yang di dalamnya orang merasa dirinya dibebani dan seolah-olah dikejar-kejar untuk mencapai sesuatu atau berperilaku tertentu (Winkel, 1997: 207).

  Kesehatan mental sangat ditentukan oleh ketenangan dan kebahagiaan batin (Daradjat, 1996: 16). Berhasil tidaknya seseorang mendapatkan siap tidaknya seseorang menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Semakin seseorang itu siap dan tabah menghadapi kenyataan hidup dan segala permasalahannya, maka semakin besar pula kemungkinan seseorang untuk meraih impian-impian dalam hidupnya. Frustasi (tekanan perasaan) ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya (Dara djat, 1996: 24).

  Jika seseorang mengalami tekanan batin yang sangat berat sehingga dia tidak dapat menemukan jalan keluarnya, maka seseorang itu akan menderita penyakit jiwa (phychose) (Daradjat, 1996: 58).

  Kesehatan mental sangat menentukan tanggapan seseorang terhadap suatu persoalan, dan kemampuannya menyesuaikan diri. Kesehatan mental pulalah yang menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan untuk hidup, atau akan pasif dan tidak bersemangat (Daradjat, 1996: 16).

  6 . Metode Penelitian

6.1 Pendekatan

  Pendekatan psikologi sastra merupakan pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan psikologi sastra artinya pendekatan dari sudut psikologi dan sudut sastra. Pendekatan psikologi sastra dalam penelitian sastra bermula dari pandangan bahwa sastra dan psikologi merupakan dua wajah satu hati dan sama -sama menyentuh manusia dalam persoalan yang diungkapkannya (Sukada, 1987: 102).

  Pendekatan dari sudut psikologi merupakan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikolog i yang terdapat dalam suatu karya sastra.

  Karena psikologi mempelajari proses-proses kejiwaan maka psikologi dapat diikutsertakan dalam studi sastra. Hal ini disebabkan jiwa merupakan sumber ilmu pengetahuan dan kesenian (Sukada, 1987 : 104).

  Dari sudut sastra, pendekatan struktural akan digunakan untuk menganalisis tokoh, latar dan alur dalam novel Topeng Jero Ketut.

  6.2 Metode

  Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini maka metode yang akan dipakai adalah metode deskripsi. Metode deskripsi adalah cara pemaparan atau penggambaran kata-kata secara jelas dan terinci (Moeliono, 1990 : 30). Metode ini digunakan untuk melaporkan yang telah dilakukan dalam suatu analisis dalam penelitian ini.

  6.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat.

  Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data yang konkret yang terdapat dalam novel dan buku-buku yang berkaitan dengan novel tersebut.

  6.4 Sumber Data

  Sumber data dalam penelitian ini adalah : Judul : Topeng Jero Ketut

  Penerbit : Yayasan Indonesia Tera Tahun : 2001 Tebal Buku : 189 halaman

7. Sistematika Penyajian

  Sistematika penyajian hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab satu berisi Pendahuluan, be risi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian dan sistematika penyajian. Bab dua berisi analisis struktur novel, meliputi tokoh, latar dan alur. Bab tiga berisi analisis tekanan batin yang dialami tokoh Pance. Bab empat penutup, berisi kesimpulan, dan saran.

BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL TOPENG JERO KETUT Dalam bab ini, akan dianalisis tiga unsur struktural yaitu tokoh, latar, dan alur yang penting berkaitan dengan tekanan batin yang dialami tokoh Pance. Unsur struktural yang meliputi tokoh, latar, dan alur ini sangat membantu peneliti dalam memberikan data yang konkret mengenai novel Topeng Jero Ketut. Dalam novel Topeng Jero Ketut terdapat suatu kasus kepribadian menarik

  yang dialami oleh tokoh Pance. Tokoh Pance mengalami tekanan batin karena kegagalan ia dalam memenangkan keputusan-keputusan tender. Oleh karena itu,

  

Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang merupakan cara

  terbaik untuk mengubah keputusan-keputusan tender sehingga perusahaannya dapat memenangkannya.

  Untuk menemukan jawaban atas permasalahan di atas, maka akan dianalisis terlebih dahulu siapa tokoh utama yang mengalami tekan batin tersebut? Karena itu, analisis akan diawali dengan analisis tokoh, kemudian diikuti analisis latar, dan alur.

2.1 AnalisisTokoh

  Tokoh adalah rekaan pengarang, oleh sebab itu hanya pengarang yang mengetahui dan mengenal mereka. Peristiwa dalam sebuah novel tidak akan terjadi tanpa adanya tokoh. Keberadaan tokoh ini cenderung menjadi pusat perhatian dalam setiap penganalisisan karya sastra.

  Tokoh-tokoh yang ada dalam novel Topeng Jero Ketut adalah Pance, Bobby, Tomy, Edy, Wayan Jegog, dan Nengah, Namun demikian, tokoh yang dianalisis dibatasi pada tokoh Pance dan tokoh Nengah untuk mempersempit masalah penelitian. Kedua tokoh ini dipilih untuk diambil karena kedua-duanya merupakan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel ini.

2.1.1. Tokoh Pance

  Pance Sutawalegawa adalah seorang pengusaha muda. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (1)

  Lain lagi apa yang dilakoni oleh Pance Sutawalegawa, seorang pengusaha muda yang juga putra seorang pengusaha tapi mantan pegawai negeri (hlm. 20). Dengan bantuan seorang pemandu wisata amatir, Pance pun langsung menghubungi sejumlah dukun yang membuka praktek di daerah Denpasar dan sekitarnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (2) Lelaki berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu langsung menghubungi sejumlah dukun yang membuka praktek di Denpasar dan daerah sekitarnya. Seorang pemandu wisata amatir langsung menunjukkan alamat para dukun atau balian ini (hlm.20).

  Pance bertemu dengan seorang Jero Balian untuk meminta petunjuk mengenai keberadaan Topeng Jero Ketut dan juga mobil mercynya yang hilang.

  Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (3)

  “Ada masalah apa, Bapak dari Jakarta?”Tanya Jero Balian tanpa muncul ke permukaan. Tetapi, soal yang kedua, itu memang nasib. Mercynya memang belum mau ikut Bapak berlama-lama (hlm.23).

  Sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa tidak puas dengan apa yang dia miliki. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (4)

  Sebagai pengusaha muda yang kreatif, Pance merasa bahwa hal itu belum cukup. Keceh duwit saja tidak cukup. Seorang pengusaha sukses bukan hanya berbasah-basah dengan uang sebatas kaki, atau mandi uang, tetapi benar-benar berenang di dalam lautan uang (hlm.71). Pance berkeinginan untuk mendapatkan Topeng Jero Ketut agar memenangkan sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (5) Karena itulah Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuatnya menghilang, akan merupakan sarana wajib yang harus dipunyai untuk memenangkan sejumlah tender (hlm.72).

  Pance merupakan orang yang mandiri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (6)

  Jadi, Pance sadar-sesadar sadarnya bahwa dia harus berdiri di atas kakinya sendiri (tidak dapat dibayangkan bagaimana dia bisa berdiri di atas kaki orang lain) (hlm.71). Pance tidak ingin ada orang yang menyainginya dalam memenangkan sejumlah tender. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (7)

  Pada saat keputusan mengenai pemenang tender dibuat, dia akan menghilang dan memeriksa siapakah pemenangnya. Kalau bukan perusahaannya, maka dia akan mengambil surat itu dan mengubahnya. Dengan cara itu, begitu hasil tender diumumkan, nama perusahaannya akan muncul (hlm.72).

  Dalam perburuannya mencari Topeng Jero Ketut, Pance selalu waspada agar tidak seorang pun mengetahui siapa dirinya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (8) “Orang ini terlalu banyak bertanya. Aku harus berhati-hati (hlm.103). Di Lovina tempat tinggal Pance, ada seseorang yang menawari sebuah topeng kepada Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (9)

  Lelaki yang menawarkan topeng pada Bobby akhirnya menemui Pance ketika tahu dari teman-temannya bahwa topeng itu dicari orang lain (hlm 103-104). Pance tidak begitu saja percaya terhadap orang yang menawari topeng padanya. Topeng itu harus dicoba apakah asli atau tidak. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (10) “Kenapa harus dicoba?” “ Supaya tahu apakah topeng ini asli atau tidak.” (hlm. 104)

  Pance tidak ingin orang tahu bahwa yang dicarinya adalah Topeng Jero

  Ketut yang dapat membuatnya menghilang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (11) “Topeng…..” Pance juga hampir terpeleset untuk mengatakan bahwa topeng yang dia cari ialah topeng yang bisa membuatnya menghilang (hlm.106). Merasa tidak nyaman di Lovina, Pance memutuskan pulang ke Denpasar bersama Nengah Radio, pemandunya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (12) ”Ya, kami mau pulang ke Denpasar,”jawab Pance. Mereka berpindah ke hotel ‘Palma’ yang halaman depannya bisa menampung parkir puluhan mobil dan bus wisata (hlm.107). Pance harus kembali ke Jakarta karena ayahnya meninggal. Dia berpesan kepada Nengah untuk membawa topeng ke Jakarta. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (13) ”Nah, kalau semua sudah beres, bawa topengnya ke Jakarta. Sekarang kamu yang ke Sanggalangit, aku harus ke Jakarta. “Tapi, kenapa?”

  Waktu berganti waktu Pance lupa mengenai perburuan topengnya. Hal ini disebabkan dia harus mengambil keputusan-keputusan penting untuk menyelamatkan perusahaannya dari ancaman kebangkrutan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (14) Walaupun Pance sangat memerlukan topeng itu, dia pun lupa mengenai perburuannya, sebab sehari-hari dia harus mengambil keputusan-keputusan penting untuk menyelamatkan perusahaannya dari ancaman kebangkrutan (hlm.135).

  Setelah berpisah sekian lama akhirnya Nengah menemui Pance di ruang kerjanya untuk menyerahkan pesanan topeng kepada Pance. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (15) ”Sudah, sudah. Ini barangnya,” jawab Nengah sambil menyerahkan topeng yang dibungkus kotak kardus (hlm.137).

  Ada keajaiban yang terjadi ketika Pance mengenakan Topeng Jero Ketut kewajahnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (16) ”Jadi , aku benar-benar sudah bisa menghilang,” (hlm.139). Pance merasa senang bahwa dirinya bisa menghilang. Lalu dia mencoba keampuhan topeng itu untuk menemukan surat-surat keputusan mengenai tender.

  Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: (17) Setelah Pance benar-benar yakin bahwa dia bisa menghilang, segera dia ingin mencoba keampuhan topeng itu. Sekarang juga dia akan menuju kantor Departemen Pekerjaan Umum. Di sana, dia berharap dapat menemukan surat- surat keputusan mengenai tender (hlm.143).

  Namun, apa yang terjadi? Keampuhan topeng tersebut ternyata membawa Pance ke dimensi yang lain sehingga dia tidak bisa kembali ke dimensi manusia.

  Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  (18) Ternyata, Pance salah duga. Tidak mudah baginya untuk berganti dimensi semaunya (hlm.145).

  Pance tidak mampu berbuat apa-apa. Kini dirinya merasa pasrah. Dia tidak bisa lagi berhubungan dengan manusia. Dia menyesali semua itu karena telah menggunakan Topeng Jero Ketut tanpa menanyakan kepada Nengah bagaimana cara melepaskan Topeng Jero Ketut dari wajahnya sehingga dia bisa berhubungan lagi dengan manusia. Hal ini terlihat dalam kutipan (19) dan (20):

  (19) “Gila. Kenapa aku tidak menanyakan cara melepas topeng ini? Apa topeng ini bisa lepas dari wajahku?” (hlm.145). (20) Bisakah aku kembali lagi ke duniaku? (hlm.146). Dari uraian-uraian di atas terlihat bahwa tokoh Pance adalah seorang pemburu topeng. Dia berprofesi sebagai pengusaha muda. Tokoh Pance datang ke

  Denpasar untuk mencari tahu keberadaan Topeng Jero Ketut yang konon dapat membuat seseorang menghilang. Hal ini dilakukannya agar bisa mengubah hasil tender yang sudah diputuskan agar perusahaannya memenangkan tender tersebut. Namun malang bagi Pance Topeng Jero Ketut yang dikenakan diwajahnya membawanya ke dimensi yang lain. Pance tidak bisa kembali ke dimensi manusia.