BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II EDO HARY WIBOWO FARMASI'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang

  melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kira-kira 15% dari berat

  2

  tubuh, luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m . Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2m. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital dan esensial serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Djuanda, 2007).

  Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu (Djuanda, 2007):

  a. Epidermis, merupakan lapisan luar, dengan tebal 0,16 mm pada pelupuk mata sampai 0,8 mm pada telapak tangan telapak kaki. Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri, iritasi kimia, alergi, dan lain- lain (Anief, 1993). Lapisan epidermis terdiri atas:

  1) Lapisan basal atau stratum germinativum (lapisan sel basal). Lapisan basal merupakan lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit. Melanosit adalah se l dendritik yang membentuk melanin. Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari. 2) Lapisan malpighi atau stratum spinosum (lapisan sel duri). Lapisan

  malpighi atau disebut juga prickle cell layer (lapisan akanta)

  merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda- beda akibat

  3) adanya mitosis serta sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Pada lapisan ini banyak mengandung glikogen. 4) Lapisan granular atau stratum granulosum (lapisan keratohialin).

  Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir- butir (granul) keratohialin yang basofilik. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki. 5) Lapisan lusidum atau stratum lusidum. Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan korneum. Terdiri dari sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin . 6) Lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan tanduk merupakan lapisan terluar yang terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas tanpa terlihat.

  b. Dermis Lapisan dermis adalah lapisan dibawa h epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni:

  1) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. 2) Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.

  c. Lapisan subkutis Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.

  Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi.

2. Sinar UV dan Efeknya

  Ultraviolet (UV) merupakan suatu radiasi elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang 100-400 nm, lebih pendek daripada sinar violet. Intensitas paparan kulit dengan sinar matahari mempengaruhi kerusakan kulit yang terjadi.

  Efek akut yang sering timbul yaitu inflamasi (eritema), tanning, dan immunosupresi lokal maupun serius (Utami, 2009).

  a. Eritema Eritema atau sunburnmerupakan reaksi inflamasi akut yang ditandai dengan adanya kemerahan setelah terpapar sinar matahari secara berlebih.

  b. Pigmentasi Reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru merupakan respon pigmentasi kulit. Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UV A bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan sinar UV B. Perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi oleh UV A lebih basal. Melanisasi yang diinduksi oleh UV B menghilang ke epidermis dalam satu bulan (Fisher et al., 2001;Rigel et al., 2004).

  c. Kerusakan DNA Paparan sinar matahari yang berlebihan dan kronis mampu menembus kulit dengan cara merusak lapisan melanin. Melanin merupakan pelindung bagi sel kulit, yang mengelilingi permukaan inti sel, menyerap proton dan radikal bebas sebelum bereaksi dengan DNA dan sel-sel lainnya.

  Kerusakan DNA dapat menyebabkan p53 mengaktifkan cell-cycle arrest dan memfasilitasi perbaikan DNA. Tetapi, apabila kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki, maka p53 akan menstimulasi jalur apoptosis (Baumann dan Saghari, 2009). Radiasi UV A dapat menyebabkan lesi pada DNA walaupun daya rusak lebih lemah dibandingkan UV B (Taylor, 2005; Kruttman, 2011).

3. Tabir Surya dan Nilai SPF (Sun Protection Factor)

  Tabir surya (sunscreen)yaitu substansi yang formulanya mengandung senyawa aktif yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan energi cahaya matahari yang datang pada kulit manusia. Bahan aktif tabir surya terdapat dua jenis yaitu penghambatan fisik (physical blocker) dan penyerap kimia (chemical absorber). Bahan aktif penghambat fisik antara lain TiO 2, ZnO, kaolin, CaCO

  3 , dan MgO. Bahan aktif penyerap kimia yaitu anti UV A

  misalnya turunan benzofenon. Bahkan ada yang menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetik (Wasitaatmadja, 1997).

  Mekanisme interaksi tabir surya dengan radiasi UV yaitu refleksi, dispersi, dan absorpsi. Mekanisme bahan aktif penyerap kimia yaitu absorpsi, dimana bahan aktif berperan sebagai kromofor eksogenus yang menyerap energi fo ton sehingga molekul tereksitasi. Saat keadaan stabil, energi bisa terlepas pada panjang gelombang visibel, pada rentang cahaya ultraviolet (sebagai fluoresensi) atau pada rentang inframerah (sebagai panas). Proses ini dapat berulang yang disebut resonansi. Menurut dari kapasitas penyerapan panjang gelombang, bahan aktif penyerap kimia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu, penyaring UV A, penyaring UV B, atau penyaring spektrum luas (UV A dan UV B) (Schakal dan Reis, 2011).

  Kemampuan tabir surya dalam menahan sinar ultraviolet dinilai faktor proteksi cahaya (Sun Protection Factor/SPF). Menurut Bambal et al. (2011) SPF merupakan pengukuran kuantitatif dari efektifitas sediaan tabir surya. Nilai SPF berkisar antara 0-100, dan kemampuan tabir surya dianggap baik apabila di atas 15.

  Nilai SPF dapat ditentukan secara in vitro maupun in vivo, nilai SPF dilihat dari perbandingan dosis eritema minimum (DEM) pada kulit manusia yang terlindung tabir surya dengan DEM tanpa perlindungan. Dosis eritema minimum merupakan nilai yang menunjukan sensitifitas akut individu terhadap sinar UV. DEM ini menunjukkan jumlah minimal sinar UV yang dibutuhkan

  8

  Total

  6

  4

  Proteksi sedang

  1

  Tipe Proteksi Nilai SPF Proteksi minimal

Tabel 2.2. Penilaian SPF (Zulkarnain et al., 2013)

  1 Nilai SPF yang didapat dapat diklasifisikasikan berdasarkan tipe proteksi dapat dilihat pada Tabel 2.2.

  295 0,0817 300 0,2874 305 0,3278 310 0,1864 315 0,0839 320 0,0180

  untuk menimbulkan kemerahan ketika seseorang terpapar sinar UV (Zulkarnain, 2013).

  Panjang gelombang (λ nm) EE x I 290 0,0150

Tabel 2.1. Nilai EE x I dari panjang gelombang 290-320 nm.

  Nilai EE x I adalah suatu konstanta. Nilai dari panjang gelombang 290-320 nm dan setiap selisih 5 nm telah ditentukan oleh Sayre, et al.(1978)seperti terlihat pada Tabel 2.1.

  CF = Faktor koreksi (10) EE = Spektrum efek eritema I = Intensitas spektrum sinyal Abs = Absorbansi

  320 290

  SPFspektrofotometri = CF × EE λ x I λ x Abs (λ)

  Pengujian aktifitas serapan sinar UV secara in vitro dapat dilakukan dengan spektroskopi UV yang diukur pada panjang gelombang ultraviolet 200- 400 nm (Tahir et al., 2002). Metode yang digunakan yaitu seperti yang digunakan oleh Mansur et al. (1986) sebagai berikut:

  • – 4
  • – 6 Proteksi ekstra
  • – 8 Proteksi maksimal
  • – 15 Proteksi ultra >15

4. Asam 2-Benzoil Benzoat

  Benzofenon merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai peredam sinar ultraviolet. Cahaya yang diserap yaitu dalam rentang UV B dengan panjang gelombang antara 290-320 nm, sedangkan untuk benzofenon-3 dapat menyerap pada rentang UV A yaitu pada panjang gelombang 321-340 nm. Pada awalnya benzofenon digunakan sebagai pengawet dalam produk industri seperti cat, pernis, dan plastik yang berfungsi untuk memperpanjang umur penyimpanan produk dan mengurangi fotodegradasi. Tahun 1950, benzofenon mulai dikenalkan sebagai sunscreens (Heurunget al., 2014).PABA merupakan senyawa kimia penyerap UV dengan panjang gelombang antara 200-313 nm (Ashford, 1994). Dan pada tahun 1920 PABA digunakan sebagai komponen tabir surya.

  Asam 2-benzoil benzoat merupakan senyawa kimia turunan dari benzofenon dan PABA. Asam 2-benzoil benzoat sebuah senyawa filter UV organik, yang digunakan dalam produk tabir surya karena kemampuan mereka untuk menyerap di UV A yang berguna untuk melind ungi kulit dari sinar matahari. Struktur senyawaasam 2-benzoil benzoat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur asam 2-benz oil be nzoat (Sigma al drich) 5. Krim

  Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60%, dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1979). Adapun pengertian lain menurut Depkes RI (1985), krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

  Berdasarkan beberapa definisi tersebut, secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan kebagian kulit tubuh.Adapun definisi dari obat luar sendiri adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut (oral), kerongkongan, dan tidak melalui saluran pencernaan. Menurut definisi ini, yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi, dan lain- lain.

  Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

  a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas.

  b. Stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada di dalam kamar.

  c. Semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak serta homogen.

  d. Mudah dipakai.

  Umumnya, tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaannya. Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam- asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni: a. Tipe a/m, yaitu terdispersi dalam minyak.

  Contohnya, cold cream.Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih, dan bebas dari butiran.Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.

  b. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air.

  Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing creamjuga digunakan sebagai pelembab (moisturizing) (Widodo, 2013).

6. Uraian Bahan

  Karakteristik bahan yang digunakan sebagai berikut:

  a. Setil alkohol Setil alkohol adalah campuran alkohol padat, terutama terdiri dari stearilalkohol, C

  13 H

  38 O. Bentuk dari setil alkohol yaitu butiran atau

  potongan, licin, putih, bau khas lemah, dan rasa tawar. Kelarutan dari setil alkohol larut dalam etanol (95%) dan eter tetapi sukar larut dalam air.Setil alhokoh sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan zat tambahan (Depkes RI., 1979).

  b. Mineral oil Cairan berminyak, jernih, tidak berwarna, bebas atau praktis bebas dari fluorosensi. Dalam keadaan dingin tidak berbau dan jika dipanaskan akan berbau minyak tanah lemah. Kelarutan dari mineral oil yaitu larut dalam minyak menguap, tidak bercampur dengan minyak jarak tetapi mineral oil tidak larut dalam air dan etanol (95%) (Depkes RI., 1995).

  c. Tween 80 Tween 80 berbentuk cairan kental jernih seperti minyak, kuning, bau asam lemak. Kelarutan tween 80 sukar larut dalam parafin cair tetapi larut dalam air dan dalam etanol (95%)(Depkes RI., 1979).

  d. Gliseril-1-stearat Gliseril monostearat merupakan golongan se nyawa ester dengan rantai asam lemah yang panjang. Nilai HLB dari monostearat adalah 3,8 dengan

  o o

  titik leleh sebesar 55 C-60

  C. Kelarutan gliseril monostearat larut dalam etanol panas, eter, kloroform, aseton panas dan minyak mineral. Praktis tidak larut dalam air, tapi dapat tercampur dalam air jika kedalam campuran ditambahkan sabun atau surfaktan (Taylor, 2005).

  e. Gliserin Gliserin berbentuk cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat, higroskopik. Jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak o

  berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20 C. Kelarutan dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%); praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dan dalam minyak lemak.

  Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan yaitu sebagai zat tambahan dan emulgator(Depkes RI., 1979).

  f. Span 80 Cairan seperti minyak berwarna putih bening atau kekuningan, sedikit berasa seperti basa, bau khas, putih bening atau kekuningan, larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati. Biasanya digunakan sebagai emulgator tipe minyak(Depkes RI., 1979).

  g. Metil Paraben Metil paraben berbentuk serbuk hablur halus, putih hampir tidak berbau, tidak mempnyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih. Dalam 5-10 bagian etanol (95%), dan dalam 3 bagian aseton, mudah larut dalam eter, dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Biasanya digunakan sebagai zat tambahan dan zat pengawet (Depkes RI, 1979).

  h. Propil Paraben (nipasol) Nipasol merupakan serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.

  Nipasol, sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%), dalam 3 bagian aseton, dalam 140 bagian gliserol, dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida. Biasanya digunakan sebagai zat pengawet (Depkes RI., 1979). i. Akuades

  Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa biasanya digunakan sebagai pelarut (Depkes RI, 1979).

7. Spektrofotometri UV-Vis

  Spektroskopi adalah suatu studi tentang interaksi energi cahaya dengan materi. Konsentrasi larutan berwarna diukur dengan melihat absorbansi sinar. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan, direfleksikan atau cahaya yang diabsorbansi. Jadi spektrofotometer adalah mengukur energi cahaya relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).

  Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Triyati, 1985). Semua molekul dapat mengabsorbansi radiasi dalam daerah UV dan visibel karena mengandung elektron baik sekutu maupun menyendiri. Elektron ini dapat dieksitasi ke tingkat energi lebih tinggi. Panjang gelombang dimana absorbansi itu terjadi, bergantung pada seberapa kuat elektron itu terikat dalam molekul. Apabila elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal dan kuat, maka diperlukan energi tinggi dan panjang gelombang pendek untuk dapat tereksitasi (Day dan Underwood, 1999).

  Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Pratama dan Zulkarnain, 2015). Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.

  Dalam hukum Lambert-Beer berlaku syarat sebagai berikut: a. Sinar yang digunakan monokromatis.

  b. Penyerapan terjadi dalam satu volume yang mempunyai penampang luas yang sama.

  c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak bergantung terhadap yang lain dalam larutan.

  d. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi dan fosforisensi.

  e. Indeks bias tidak bergantung pada konsentrasi larutan.

  Banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sangat mudah diukur dengan spektrofotometri UV-Vis. Molekul dengan struktur kimia yang berbeda, memiliki absorpsi yang juga berbeda. Dengan demikian spektrofotometri UV-Vis dapat juga digunakan untuk analisis kuantitatif berdasarkan banyaknya sinar yang absorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi (Gandjar, 2007). Metode spektrofotometri ultra- violet dan sinar tampak telah banyak di tetapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah sangat kecil (Skoog dan West, 1971).

B. Kerangka Konsep C. Hipotesis

  Penelitian pembuatan krim tabir surya dari zat aktif senyawa asam 2-benzoil benzoat diduga memiliki SPF sehingga dapat dibuat sediaan krim.

  Penetapan bahan

  a. Pengamatan organoleptis b. Uji homogenitas

  c. Pengukuran pH

  d. Pengukuran viskositas e. Uji daya sebar

  f. Uji daya lekat Analisis nilai SPF asam 2-benzoil benzoat

  Analisis penentuan SPF krim Karakteristik sifat fisik krim

  Formulasi sediaan