BAB I PENDAHULUAN - CANDRA SATRIA AJI BAB I

  yang menyebabkan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk menurunkan atau menghilangkan gejala atau keluhan yang muncul. Hal ini merupakan salah satu angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia dan merupakan masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun yang berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat (Andre Yuindartanto, 2008)

  Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta, jumlah ini hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat (emedicine, 2009). Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki laki usia 60-70 th mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 th sebanyak 90% mengalami gejala gejala BPH (Suharyanto & Abdul, 2009).

  Data prevalensi tentang BPH secara mikroskopi dan anatomi sebesar 40%dan 90% terjadi pada rentang usia 50-60 tahun dan 80-90 tahun.(Amalia Riski, 2010). Di Indonesia BPH merupakan kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih yang dijumpai di klinik Urologi dan diperkirakan 50% pada pria berusia diatas 50 tahun. Angka harapan

  1 hidup di Indonesia rata-rata mencapai 65 tahun sehingga diperkirakan 2,5 juta laki-laki di Indonesia menderita BPH. (Pakasi, 2009). Dari data di Jawa Tengah khususnya di Semarang survai yang dilakukan adalah berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium (PA) dan (USG) mencapai 104 pasien yang didiagnosa penyakit pembesaran prostat jinak (Amelia, 2008).

  Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara

  

konservatif atau non operatif sampai tindakan yang paling berat yaitu

  operasi. Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat atau lebih dari 90% kasus (Andre Yuindartanto, 2008).

  Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan gejala mudah tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak nyenyak.

  Keperawatan preoperasi merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya (Rohdianto, 2008).

  Menurut Carpenito (1999), menyatakan 90% pasien pre operatif berpotensi mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010).

  Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 5 orang pasien yang akan menjalani operasi, terdapat 3 pasien yang mengalami kecemasan. Pasien yang mengalami kecemasan tersebut rata-rata cemas karena tindakan bedah yang akan dilakukan pada dirinya.

  Kesimpulan ini berdasarkan pada data penelitian awal yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari 2016.

  Hal ini sejalan penelitian Makmuri et.al (2007) tentang tingkat kecemasan pre operasi menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat 16 orang atau 40,0 % yang memiliki tingkat kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang atau 37,5 % dalam kategori ringan, responden dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 7 orang atau 17,5 % dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 2 orang atau 5 %.

  Penelitian lain dengan judul tingkat kecemasan pasien dalam menghadapi rencana pembedahan di tinjau dari tingkat pendidikan, umur dan jenis kelamin di Ruang B2 (Seruni) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan hasil pasien yang mengalami tingkat kecemasan ringan 7,5%, sedang 60%, berat 60% dan panik 12,5% (Sandra 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim N. Bolla (2010) diperoleh dari 30 orang pasien pra bedah ditemukan 1 orang (3.3%) mengalami cemas ringan, 2 orang (6.7%) cemas sedang, 19 orang (63.3%) cemas berat dan 8 orang (26.7%) panik.

  Manifestasi yang khas pada pasien pre operatif tergantung pada setiap individu dan dapat meliputi menarik diri, membisu, mengumpat, mengeluh dan menangis. Respon psikologis secara umum berhubungan adanya kecemasan menghadapi anestesi, diagnosa penyakit yang belum pasti, keganasan, nyeri, ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan sebagainya.

  Salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah dengan cara mempersiapkan mental diri dari pasien (Potter & Perry, 2005). Menurut Brunnert and Suddarth, (2002) persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menyenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi (Maramis, 2004). Salah satu persiapan mental yang diperlukan oleh pasien yang akan menjalani operasi adalah persiapan mental spiritual. Agama memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan pribadi, termasuk didalamnya keperawatan preoperatif (Sholleh, 2005). Tetapi sebaliknya orang yang jiwanya goncang dan jauh dari agama maka individu tersebut akan mudah cemas, marah, putus asa dan kecewa (Hawari. D, 2002).

  Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nataliza D (2011) bahwa 55% pasien pre operasi mengalami kecemasan tingkat sedang sebelum diberikan pelayanan kebutuhan spiritual oleh perawat, dan 45% pasien pre operasi mengalami kecemasan tingkat ringan sesudah diberikan pelayanan kebutuhan spiritual oleh perawat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Medya Perdana B.U dan Zuhrotun Niswah (2011) menunjukan bahwa 18 orang (90%) kecemasan sedang dan 2 orang (10%) kecemasan berat sebelum diberikan bimbingan spiritual, sedangkan setelah diberikan bimbingan spiritual diketahui 19 orang (95%) dan 1 orang (5%) kecemasan sedang. Hal ini berarti ada pengaruh bimbingan spiritual terhadap tingkat kecemasan pasien pre operatif di Rawat Inap RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan

  Berdasarkan diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Oprasi BPH di RSUD Goeteng Tarunadibrata Purbalingga Tahun 2016

  ”

  B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Bagaimana Tingkat Kecemasan

  Pada Pasien Pre Operasi BPH di RSUD Goeteng Tarunadibrata Purbalingga Tahun 2016

  ”

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada pasien pre operasi BPH di RSUD Goeteng Tarunadibrata Purbalingga tahun 2016.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengetahui karakteristik pasien pre operasi BPH sesuai dengan umur, pendidikan, dan pekerjaan.

  b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan operasi BPH di RSUD Goeteng Tarunadibrata Purbalingga tahun 2016. D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk menerapkan teori yang telah di dapat dibangku kuliah serta manambah wawasan pada peneliti dalam mengadakan sebuah penelitian.

  2. Bagi Responden Untuk membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan diri melalui pemenuhan kebutuhan secara komprehensif.

  3. Bagi Institusi Sebagai referensi dalam melaksanakan penelitian lanjutan dan bahan pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian yang sejenis.

  4. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya tentang tingkat kecemasan pasien pre operasi BPH.

  E. Penelitian terkait

  1. Kurniawan (2008) penelitian yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan orang tua terkait hospitalisasi anak usia toddler di BRSD RAA Soewono Pati. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desein penelitian korclasi, dengan rancangan penelitian cross sectional.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti ini meneliti tentang efektifitas buku saku doa dan sholat terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre oprasi BPH dengan menggunakan metode

  

quasi experiment yaitu penelitian yang menggunkan rancangan pre test

dan post test control group design.

  2. Dodi (2011) penelitian ini berjudul pengaruh kebutuhan pelayanan spiritual oleh perawat terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat Rsi Siti Rahmah Padang. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan pendekatan time series design. Sampel penelitian ini menganbil responden pre oprasi yang diambil secara nonprobaliti sampling dengan teknik accidental sampling, yaitu 20 orang responden pre oprasi yang mendapatkan pelayanan kebutuhan spiritual oleh perawat.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti ini meneliti tentang pengaruh buku saku doa dan sholat terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre oprasi BPH dengan menggunakan metode

  

quasi experiment yaitu penelitian yang menggunkan rancangan pre test

dan post test control group design.

  3. Medya Perdana B.U, Zuhrotun Niswah (2011) dengan judul Pengaruh Bimbingan Spiritual Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operatif Di Ruang Rawat Inap RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan Desain penelitian mengunakan pra eksperimen (pre-experiment designs) dengan pendekatan one group pretest and postest design .

  Sample penelitian sebanyak 20 orang yang ditentukan dengan teknik purposive sampling.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena peneliti hanya menggambarkan atau

  mendeskripsikan variabel tanpa menghubungkan antar variabel

  dengan pendekatan waktu pengumpulan data menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional) di mana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel terikat atau variabel akibat, akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.