BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Lela Aruma Syahni BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Yosep, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologibanyak

  menyebabkan perubahan dalam segi kehidupan manusia baik fisik, mental, dan sosial yang dapat membuat kemampuan manusia mengalami keterbatasan diri dalam mencapai kepuasan dan kesejahteraan hidup, sehingga sering menimbulkan tekanan atau kesulitan dalam menghadapi masalah kehidupan. Hal ini sering menimbulkan tekanan dan akan mengarah pada dampak kurang baik seperti timbulnya kecemasan, bila kecemasan tidak segera diatasi atau ditangani akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berkonsentrasi dan berorientasi pada realita kehidupan ( Kurniawan, 2015)

  Kesehatan merupakan hal yang sangat mendasar bagi kelangsungan hidup manusia.World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan fisik, mental, dan social bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Menurut UU No. 36 tahun 2009 sehat adalah keadaan sehat, baik sehat mental, fisik, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan sikap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis (Djamaludin dalam Kurniawan, 2015). Jika keadaan mental, fisik, spiritual maupun sosial terganggu maka menimbulkan terjadinya stress atau gangguan jiwa.

  1 Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berkaitan langsung dengan distress (penderitaan) dan menimbulkan hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.Fungsi pada gangguan jiwa yang terganggu meliputi fungsi biologis, psikologis, social, dan spiritual. Secara umum gangguan fungsi jiwa yang dialami seseorang individu dapat telihat dari penampilan, komunikasi, proses pikir, interaksi dan aktivitasnya sehari-hari (Keliat,2012).

  Gangguan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, salah satunya yaitu skizofrenia.Skizofrenia merupakan gangguan jiwa atau gangguan otak kronis yang mempengaruhi individu sepanjang kehidupanya yang salah satunya ditandai dengan kesulitan melakukan aktiitas sehari-hari. Berdasarkan Riset Kesehatan Jiwa (2013) jumlah pasien skizofrenia di Indonesia terus bertambah, terdapat 14,1 % penduduk di Indonesia mengalami skizofrenia mulai dari yang ringan hingga berat. Menurut Trihono (2011) mengatakan, dari temuan dilapangan terlihat prevalensi penderita skizofrenia berat sebanyak 1.7/1000 orang (Isnaeni Restiana, 2017)

  Menurut data dari (Riskedas, 2013) Banyaknya jumlah penderita skizofrenia, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menempati urutan kelima terbanyak. Prevalensi skizofrenia di Jawa Tengah yaitu 0,23 % dari jumlah penduduk melebihi angka nasional 0,17%. Menurut (Dinas Kesehatan/ Dinkes Provinsi Jawa tengah, 2012) Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2012 disarana pelayanan kesehatan Provinsi Jawa Tengah sebanyak 224.617, mengalami peningkatan dibanding tahun 2011 yang mencapai 198.339 kunjungan (61,62%) (Isnaeni Restiana, 2017) Salah satu gangguan yang dialami pasien dengan Skizofrenia ditunjukan sering melamun dan sering mengabaikan hygiene atau perawatan dirinya secara mandiri (defisit perawatan diri), penderita gangguan jiwa akan jelas mengalami penurunan keinginan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, kemampuan bekerja, melakukan hubungan sosial, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan. Menurunnya keinginan melakukan kegiatan dan kebersihan dirinya secara mandiri itu disebabkan oleh kurangnya motivasi sehingga penderita gangguan jiwa tidak mau melakukan kegiatan, termasuk perawatan dirinya sendiri (Rusdi & Dermawan, 2013).

  Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau nafas dan penampilan tidak rapi. Dari banyak pendapat para ahli diatas, dapat disimpukan bahwa klien dengan defisit perawatan diri perlu dilakukan nya penerapan personal hygiene yang bertujuan agar klien dapat lebih mandiri dan termotivasi untuk melakukan pemeliharaan perawatan diri secara mandiri (Yusuf, 2015)

  Pemeliharaan perawatan diri berarti tindakan memelihara kesehatan dan kebersihan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki personal hygiene yang baik apabila , orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, telinga, kuku, genetalia, berhias/kerapihan pakaiannya (Arif, 2008).

  Menurut (Farida dan Yudi, 2011) Tindakan yang dapat diberikan pada pasien defisit perawatan diri itu dapat dilakukan dengan Terapi individu dan terapi aktivitas kelompok yang terdiri dari mandi menggunakan sabun, keramas memakai shampo, menggosok gigi, berpakaian dan berhias. Terapi ini merupakan terapi yang bertujuan untuk memberikan perawatan diri dengan tepat sehingga pasien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari defisit perawatan diri (Isnaeni Restiana, 2017).Penggunaan terapi aktivitas individu dalam praktek keperawatan jiwa akan memberikan dampat positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan. Apabila tidak dilakukan terapi maka akan terjadi dampak negative diantaranya yaitu dampak fisik, psikososial dan psikologis.

  Pada penelitian (Rahmat, 2010) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi aktifitas kelompok pemenuhan activities of daily living : Berpakaian dan Berhias pengaruhnya pada pasien Harga Diri Rendah pasien gangguan jiwa di RS Grhasia Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi eksperimental yang bersifat kuantitatif dengan rancangan pretest and posttest with control group design (Arikunto S., 1998). Dapat disimpulkan kemandirian meningkat setelah diberikanya latihan mandi (mencakup mandi, menggosok gigi, keramas) dan Berhias pada kelompok control.Partisipasi pasien pada kelompok perlakuan dalam pelaksanaan TAK berpakaian dan berhias semakin meningkat.Pemberian TAK berpakaian dan berhias memiliki pengaruh terhadap peningkatan harga diri.

  Pada penelitian (Desy dkk, 2013) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas mandiri :personal hyiene terhadap kemandirian pasien DPD di RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang menunjukan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara aktiitas mandiri personal hygiene terhadap kemandirian pasien defisit perawatan diri. Menurut (Purwaningsih dan Karina, 2011) Terapi aktivitas mandiri ini sebagai upaya untuk memotivasi proses berpikir, mengenal perawatan diri, melatih pasien mampu merawat diri serta mengurangi perilaku maladaptvie.

  Terapi ini akan dilakukan dalam beberapa kali pertemuan diantaranya klien akan ditanya tentang manfaat kebersihan diri, alat

  • – alat membersihkan diri, dan cara mempraktikan bagaiamana langkah-langkah membersihkan diri dan menerapkan latihan mandi dan berhias .Penerapan Latihan Mandi dan berhias ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam membantu meningkatan perawatan diri serta kemandirian dalam hal defisit perawatan diri.

  Berdasarkan pengalaman dari Praktik keperawatan jiwa semester lalu Penulis banyak sekali melihat klien dengan gangguan jiwa mengabaikan perawatan dirinya. Pasien terlihat kumal , rambut tidak terawat, pakaian kotor, kuku tidak terawat, tubuh tercium bau tidak sedap. Terapi aktivitas mandiri atau penerapan latihan mandi dan berhias kepada pasien masih jarang dilakukan di ruang bima, nakula, arjuna dan sadewa di RSUD Banyumas. Sehingga, menurut pendapat peneliti penerapan latihan mandi dan berhias sangat perlu dilakukan untuk meningkatan perawatan diri serta kemandirian pada pasien dipengaruhi oleh beberapa latihan seperti mampu menyebutkan manfaat kebersihan diri, menyebutkan alat

  • – alat membersihkan diri, dan mampu mempraktikan cara membersihkan diri seperti mandi dengan sabun, menggosok gigi, keramas menggunakan sampo dan berhias dengan baik dan rapi.

  Berhubungan masalah diatas, penulis akan melakukan penelitian dengan judul Penerapan latihan mandi dan berhias terhadap peningkatan perawatan diri pada pasien skizofrenia dengan defisit perawatan diri di Insalasi kesehatan Jiwa terpadu RSUD Banyumas.

B. Rumusan Masalah

  “Adakah pengaruh Penerapan Latihan Mandi dan terhadap peningkatan perawatan diri pada pasien skizofrenia dengan defisit perawatan diri di Instalasi Kesehatan Jiwa terpadu RSUD Banyumas

  ?” C.

   Tujuan Studi Kasus

  1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Penerapan Latihan

  Mandi dan berhias terhadap peningkatan perawatan diri pada pasien skizofrenia dengan defisit perawatan diri di Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu RSUD Banyumas.

  2. Tujuan khusus a.

  Untuk menggambarkan karakterisitik responden b. Untuk menggambarkan kemampuan perawatan diri sebelum dan sesudah diberikan latihan mandi (mencakup mandi, menggosok gigi, keramas) dan berhias.

D. Manfaat Studi Kasus 1.

  Bagi Masyarakat Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam meningkatkan kemandirian perawatan diri pada pasien defisit perawatan diri.

  2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan Dapat memberikan tambahan pengembangan wawasan dan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan jiwa serta menjadi tambahan dan rujukan referensi makalah atau penelitian berikutnya.

  3. Bagi Penulis Dapat memberikan pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur latihan berhias pada pasien dengan defisit perawatan diri.