BAB I PENDAHULUAN - PENGARUH PEMAKAIAN TANAH DIATOMAE SEBAGAI BAHAN TAMBAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN FAS 0,30 - Repository utu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kemajuan teknologi dalam hal kontruksi bangunan di Indonesia, selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif, hal ini pula memperbaiki kendala-kendala pengerjaan beton dan juga banyak inovasi beton untuk pengerjaan struktur. Sehingga pemanfaatan beton tersebut semakin lebih baik dalam struktur bangunan. Penggunaan beton sebagai salah satu pilihan kontruksi bangunan sipil lebih dikenal luas dibandingkan dengan kontruksi lain seperti kayu dan baja. Pilihan penggunaan beton sebagai bahan kontruksi ini dikarenakan beton mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan lain, diantaranya beton relatif murah karena bahan penyusunnya didapat dari bahan lokal, mudah dalam pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai kebutuhan, tahan terhadap perubahan cuaca, lebih tahan terhadap api dan korosi. Seiring dengan hal tersebut, peningkatan mutu, efisiensi, dan produktivitas dari setiap kegiatan pembangunan terutama yang terkait dengan sektor fisik mutlak harus dilakukan, seperti halnya sektor bangunan yang saat ini terus mengalami peningkatan.

  Agar dapat merancang kekuatannya dengan baik, artinya dapat memenuhi kriteria aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi kekuatan struktur. Sehingga perancangan beton harus memenuhi kriteria perancangan standar yang berlaku. Jika beberapa material mentah tersebut dapat digantikan dengan material yang lebih murah untuk komposisi yang sama, sehingga dapat mengurangi pemakaian sumber daya alam dan sumber energi dan mengurangi beban polutan di lingkungan. Dalam dunia konstruksi bangunan, penelitian untuk mendapatkan produk-produk konstruksi yang lebih baik terus dilakukan. Beton yang merupakan salah satu material penting dari sebuah bangunan. Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, terutama mengenai beton normal yang menggunakan nilai FAS yang kecil serta adanya penggunaan zat tambahan (silica fume), maka sangat diperlukan penelitian-penelitian lanjutan agar diperoleh bahan-bahan baru yang bisa digunakan sebagai alternatif pengganti untuk pembuatan beton normal tersebut.

  Deposit tanah diatomae di provinsi Aceh Besar cukup tinggi dengan estimasi 40.353.700.00 ton (Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NAD, 2012). Diatomae memiliki daya serap tinggi, mudah diperoleh dan bahan dasar yang merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Uraian di atas mendasari studi ini dilakukan untuk mencari alternatif sebagai bahan tambah untuk pembuatan beton normal.

  1.2 Identifikasi Masalah

  Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana pengaruh sebagai bahan tambahan tanah diatomae terhadap kuat tekan beton normal ?

  2. Bagaimanakah perbandingan kuat tekan beton tersebut dengan umur pengujian dan juga variasi bahan tambahan tanah diatomae ?

  1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

  Adapun maksud dan tujuan dari penelitian serta tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan tambah tanah diatomae terhadap kuat tekan beton normal;

  2. Mengetahui perbandingan kuat tekan beton tersebut dengan perbedaan umur pengujian yaitu pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari serta perbandingan dari variasi jumlah tanah diatomae yang digunakan.

  1.4 Rumusan Masalah

  Penggunaan additive sebagai campuran beton pada saat ini sudah merupakan bagian yang umum dipakai untuk meningkatkan mutu beton. Additive adalah bahan yang mempunyai kandungan utama silika dan alumina yang didapat dari alam maupun buatan. Additive ini salah satunya bisa didapat dari tanah diatomae yang mengandung silika.

  Penggunaan bahan tambah pada beton normal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kuat tekan beton normal tersebut.

  1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian.

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan bahan tambah tanah diatomae terhadap kuat tekan beton normal. Bahan tambah yang akan digunakan yaitu tanah diatomae dengan persentase 0%, 5%, 10% dan 15% dari berat semen dan juga faktor air semen (FAS) yang digunakan 0,30.

  Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Perencanaan komposisi campuran beton (mix design) direncanakan berdasarkan metode perbandingan berat material pembentuk beton. Pada rancangan campuran beton normal ini, benda uji yang akan digunakan berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Agregat kasar yg digunakan adalah kerikil dengan diameter agregat maksimum 24,5 mm.

  1.6 Hasil Penelitian

  Dari hasil penelitian kuat tekan beton normal ini menunjukkan bahwa untuk pengujian kuat tekan terbesar diperoleh pada pengujian umur 56 hari. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat, semua agregat yang digunakan untuk campuran beton ini telah memenuhi standarisasi yang ada, seperti pemeriksaan berat volume (bulk density), berat jenis (specific grafity), analisa saringan (sieve analysis) dan penyerapan (absorbsi).

  Hasil pengujian kuat tekan beton normal tertinggi terdapat pada penggunaan 0% tanah diatomae umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari masing-masing sebesar 31,23 MPa, 33,10 MPa dan 38,93 MPa. Hasil pengujian kuat tekan beton normal ini menunjukkan bahwa pengujian benda uji pada umur 56 lebih tinggi. Pada pengujian umur 28 hari terjadi penurunan yang signifikan, dimana setiap penambahan tanah diatomae 5% terjadi penurunan 10% kuat tekan.

  Berdasarkan persentase tanah diatomae, hasil pengujian kuat tekan beton normal ini menunjukkan bahwa persentase tanah diatomae 0% lebih tinggi dibandingkan dengan persentase tanah diatomae 5%, 10% dan 15%. Artinya penggunaan tanah diatomae pada pengujian kuat tekan beton normal lebih kecil.

  Hasil analisis varian diperoleh F hitung variasi zat tambahan = 7,654 > F = 3,55, F hitung persentase zat tambahan = 13,115 > F = 3,55 dan

  0,005;2;18 0,05;2;18

  F hitung interaksi = 0,180 < F 0,005;4;18 = 2,93. Hal ini menunjukkan bahwa variasi umur pengujian berpengaruh terhadap kuat tekan, selanjutnya variasi persentase penggunaan zat tambahan juga berpengaruh terhadap kuat tekan, tetapi interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap kuat tekan.

  Dari hasil analisa regresi dapat diketahui bahwa koefisien determinan regresi polinominal berderajat dua lebih besar dari koefisien determinan regresi linier. Ini menunjukkan bahwa regresi polinominal berderajat dua lebih sesuai digunakan pada penelitian ini.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Beton

  Beton tersusun dari bahan penyusun utama yaitu semen agregat dan air yang dicampur bersama-sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Karena sifat ini menyebabkan beton mudah untuk dibentuk sesuai dengan keinginan pengguna. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan terjadi reaksi kimia yang pada umumnya bersifat hidrasi dan menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

  Mulyono (2006), mengungkapkan bahwa beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik, agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah. Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen sebagai bahan pengikat, yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan bata tiruan karena beton memiliki sifat yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang sedang, dan kuat tarik yang kecil).

  Sagel (1994), menguraikan bahwa beton adalah suatu komposit dari bahan batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Sifat beton dipengaruhi oleh bahan pembentuknya serta cara pengerjaannya.

  Sifat-sifat beton pada umumnya dipengaruhi oleh kualitas bahan, cara pengerjaan, dan cara perawatannya. Karakteristik semen mempengaruhi kualitas beton dan kecepatan pengerasannya. Gradasi agregat halus mempengaruhi pengerjaannya, sedang gradasi agregat kasar mempengaruhi kekuatan beton. Kualitas dan kuantitas air mempengaruhi pengerasan dan kekuatan (Murdock, 2003).

  Menurut Newman dan Choo (2003), untuk meningkatkan kekuatan beton, minimal ada tiga konsep dasar yang perlu diikuti, yaitu : pertama adalah peningkatan kekuatan pasta semen, yang biasanya didapatkan dengan mengurangi porositas pasta, dengan mengurangi rasio air – semen dan atau menggunakan

  

water reducing agent. Peningkatan kekuatan pasta semen juga dapat diperoleh

dengan pemakaian mineral admixtures seperti mikrosilika atau abu terbang.

  Kedua adalah dengan pemilihan kualitas agregat yang baik. Ketiga adalah dengan peningkatan kuat lekatan antara pasta semen dengan agregat, yang dapat dilakukan dengan memberikan bahan tambahan seperti klinker atau juga mikrosilika, serta pemilihan bentuk agregat yang sesuai.

2.2 Agregat Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi.

  Berdasarkan pengalaman, komposisi agregat berkisar 60-70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar, agregat inipun menjadi penting. Karena itu perlu dipelajari karakteristik agregat yang akan menentukan sifat mortar atau beton yang akan dihasilkan (Standar ASTM).

  Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat halus dan agregat kasar yaitu 4,80 mm (British Standard) atau 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukurannya lebih besar dari 4,75 mm dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,75 mm.

  Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, yang mencapai 70%-75% dari volume beton, sehingga agregat sangat berpengaruh terhadap sifat sifat beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis (Nugraha dan Antoni, 2007).

  Jenis agregat berdasarkan sumbernya dapat digolongkan menjadi :

  a. Agregat alam, agregat alam adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami batu-batuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu alami; b. Agregat buatan, merupakan agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus atau karena kekurangan agregat alam.

  Menurut Mulyono (2005), karakteristik agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Sifat fisik dan mekanis (karakteristik) agregat yang digunakan Indonesia harus memenuhi syarat SII 0052-80, “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” dan ketentuan yang diberikan ASTM C-33-82, “Standard Specification for Concrete Agregates”.

2.3 Bahan Tambahan

2.3.1 Tanah diatomae (diatomite)

  Diatomae adalah suatu kelompok besar dariyang termasuk paling sering ditemui. Tanah diatomae dikenal dengan berbagai istilah seperti diatomit, kieselguhr, tripolit atau tepung fosil (Johnstone, 1961), atau tanah serap (Hoeve, 1984). Pada dasarnya pemanfaatan tanah diatomae telah dilakukan sejak beberapa dekade yang lalu, walaupun terbatas sebagai bahan bangunan seperti halnya tanah secara umum. Tanah Diatomae merupakan salah satu bahan galian yang cukup melimpah di Indonesia yang merupakan salah satu bahan penyerap yang tersedia di alam.

  Diatomae memiliki sifat dasar yakni strukturnya unik, berat jenisnya rendah (± 0,45), permukannya luas dan berpori-pori, warnanya putih coklat (tergantung kontaminasinya), kemampuan daya hantar listrik atau panas rendah serta tidak abrasif (Rahmah, 2011).

  Koloni diatomae akan berkembang baik apabila di tempat itu terdapat batuan piroklastik (mengandung banyak SiO

  2 ). Tanah diatomae dengan rumus

  kimia (SiO nH O) adalah batuan sedimen silika terutama yang terdiri dari sisa

  2

  2

  kerangka fosil tumbuhan air, ganggang yang bersel tunggal. Komposisi kimia diatomae terdiri dari 86% silika, 5% natrium, 3% magnesium dan 2% besi (Hidayati, 2007).

  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama tanah diatomae adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron. Menurut Clark (1960), silika sebagai komponen utama tanah diatomae adalah amorf (SiO

  2

  nH

2 O), dimana atom-atom silikon dan oksigen dalam silika tersusun secara

  tetrahedron mirip dengan silika kristal tetapi jaringan tersebut tidak terulang secara periodik dan simetri seperti halnya dalam kristal. Tanah diatomae diketahui mengandung zat-zat organik dan oksida-oksida logam yang diduga mengganggu kemampuan adsorpsi ion logam.

  Komposisi kimia dari tanah diatomae dapat terliha dari komposisi SiO

  2

  dan Al

  2 O 3 . Begitu juga dengan pengotor-pengotornya seperti Na

  2 O, K

  2 O, Fe

  2 O 3 ,

  dan MgO. Untuk setiap jenis diatomea, kandungan komposisi kimianya berbeda- beda, seperti untuk diatomit (aulocoseira), komposisi kimianya terdiri dari SiO

  2

  72%, Al O 11,42%, Na O 7,21%, Fe O 5,81% dan CaO 1,48%. Celite adalah

  2

  3

  2

  2

  

3

  sebuah sifat bahan penyaring diatomae yang mempunyai tipe analisis energi kimia dengan alami dengan SiO 85,5%. Al O 3,8%, Fe O 1,2%, Na O + KO 1,1% dan

  2

  2

  

3

  2

  3

  2 CaO 0,5%. Al dengan Si (silikon) dapat mengurangi kelarutan dari biogenik silika (Carter, 2007).

Tabel 2.1 Komposisi tanah diatomae

  No Komposisi Senyawa Persentase ( % )

  1 SiO₂ 75,1

  2 A₂lO₃ 12,21

  3 LOI 5,5

  4 Kadar Air 4,73

  5 Fe₂O₃ 3,4

  6 K₂O 2,96

  7 Na₂O 1,58

  8 CaO

  1.11

  9 MgO 0,79

  10 TiO₂ 0,54

  11 MnO

  0.24 Sumber : Carter, 2007.

2.4 Sifat-sifat Fisis Agregat

  Dasar digunakan untuk pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat adalah metode American Concrete Institute (ACI), American Society for Testing and Materials (ASTM), British Standard (BS) dan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971. Pemeriksaan sifat-sifat fisis dilakukan untuk menentukan apakah agregat yang digunakan memenuhi syarat sebagai material pembentuk beton yang baik. Data sifat-sifat fisis juga digunakan untuk merencanakan perbandingan campuran beton.

  Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Tekstur permukaan agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton segar seperti kelecakan. Bentuk dan tekstur permukaan agregat, terutama agregat halus sangat mempengaruhi kebutuhan air campuran beton. Semakin banyak kandungan void pada agregat yang tersusun secara tidak padat, semakin tinggi kebutuhan air. Kekuatan beton mutu tinggi dipengaruhi juga oleh bentuk tekstur agregat, semakin kasar tekstur semakin besar daya lekat antara partikel dan matriks semen. Kekuatan partikel agregat, daya tahan agregat terhadap beban impak, ketahanan terhadap keausan agregat juga mempengaruhi kekuatan beton (Standar ASTM).

  Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur permukaan memegang peranan penting terhadap sifat beton segar dan yang sudah mengeras. Partikel dengan rasio luas permukaan terhadap volume yang tinggi (sebagai contoh yang bentuknya pipih dan lonjong) dapat menurunkan

  

workability campuran beton. Partikel dengan bentuk pipih juga merugikan

  durabilitas beton karena partikel-partikel ini cenderung terorientasi pada satu bidang sehingga air dan gelembung udara dapat terbentuk di bagian bawahnya. Jumlah partikel lonjong dan pipih yang melebihi 10-15% massa agregat kasar dianggap merugikan. Sifat-sifat fisis seperti gradasi, bentuk partikel, tekstur permukaan, kerapatan, penyerapan air, abrasi, kekalan, kadar lumpur, modulus kehalusan, nilai crushing, reaksi agregat alkali, reaksi kotoran dan material berbahaya, serta reaksi bahan-bahan garam sangat mempengaruhi mutu beton (Standar ASTM).

  2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Beton

  Menurut Pujianto, et al. (2005), ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi mutu beton, di antaranya adalah : Faktor air semen (FAS, w/c) yang rendah; - Kualitas agregat halus (pasir) dan Kualitas agregat kasar (batu pecah); - Penggunaan admixture dan additive dengan kadar yang tepat; - Prosedur yang benar dan cermat pada keseluruhan proses produksi beton; - Pengawasan dan pengendalian yang ketat pada keseluruhan prosedur dan - mutu pelaksanaan yang didukung oleh koordinasi operasional yang optimal.

  2.6 Kuat Tekan Beton

  Pengujian dilakukan pada saat benda uji berumur 7 hari, 28 hari dan 56 hari, sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu benda uji ditimbang beratnya serta dilakukan pengukuran dimensi.

  Pengujian kuat tekan beton mengacu standar ASTM dengan menggunakan alat compression test machine kuat tekan beton dapat dihitung: f’ = P /A .......................................................................................(2.3)

  c maks

  dimana : f’c = Tegangan beton yang timbul (MPa); P = besar beban maksimum yang bekerja (N);

  2 A = luas tampang benda uji (mm ).

2.7 Analisa Mutu Pelaksanaan

  2

   sangat baik;

  Klasifikasi mutu pelaksanaan untuk pekerjaan penelitian di laboratorium menurut Troxell (1968) adalah:

  2 ).

  = data rata-rata (kg/cm

  X

  ) ; dan

  2

  Cv = koefisien ragam sampel (%); S = deviasi standar (kg/cm

  × 100 % ………………............……..……………...................(2.5) di mana :

  X

  Cv= S

  (1968), Cv adalah koefisien ragam sampel, yang dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.5.

  ); N = jumlah data. Mulyono (2003:262) mengemukakan bahwa, standar deviasi adalah identifikasi penyimpangan yang terjadi dalam kelompok data. Menurut Troxell

  ); X = nilai rata-rata kuat tekan beton (kg/cm

  Dari hasil pengujian diperoleh sejumlah data. Baik tidaknya data dilihat dari standar deviasi. Standar deviasi dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4 berikut :

  

2

  = kuat tekan beton ke – i (kg/cm

  i

  X

  );

  2

  ...............................................................................(2.4) Di mana : S = standar deviasi (kg/cm

  2 n−1

  − X )

  X i

  (

  ∑ i=1 n

  S= √

  • Cv  5%
  • 5%  Cv  7%  baik;
  • 7%  Cv 10 %  sedang; dan
  • Cv 10 %  kurang baik.

  2.8 Analisa Varian Analisa varian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penggunaan pozzolan tambahan sebagai pengganti silica fume terhadap kuat tekan beton. Menurut Hines dan Mongomery (1990 : 372), percobaan faktorial digunakan untuk mempelajari secara serentak satu atau lebih faktor.

  Metode pengolahan data yang dipilih adalah metode analisa varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap. Susunan data untuk sebuah rancangan faktorial dua arah model efek tetap diperlihatkan pada Tabel. 2.4. Prosedur pengujian analisa varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap diperlihatkan pada Tabel 2.5.

  Bila dari hasil analisa varian menginformasikan bahwa F > F (α) ; (a- 1,N-a), atau dengan istilah lain F0 hitung lebih besar dari F tabel maka kuat tekan beton dipengaruhi oleh penambahan tanah diatomae. Bila sebaliknya maka perbedaan tidak berpengaruh nyata.

Tabel 2.2 Data analisa varian klasifikasi dua arah.

  Observasi Perlakuan

  1

  2 Ya.1 Y.1.1 Y2.1 Ya.2 Y1.2 Y2.2

  • Ya.n Y1.n Y2.n Sumber : Hines dan Montgomery (1990).

Tabel 2.3 Analisa varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap.

  Derajat Sumber Jumlah

  Kebebasa Rata-rata Kuadrat F Hitung Varian Kuadrat n Antara SS

  SS A

  a-1

  = MS A

  Perlakuan Perlakuan

  a − 1

  Error

  SS E

  Dalam SS N-a MS

  E = MS perlakuan E

  = ab (n−1 ) F MS

  Perlakuan

  E

  Total SSr N-1 .

  Sumber : Hines dan Montgomery (1990).

  Jumlah kuadrat dihitung dengan persamaan-persamaan di bawah ini :

  2 a b n y . ..

  2 = −

  SS y , T ∑ ∑ ∑ ijk abn i=1 j=1 k=1

  ........................................................................(2.7)

  2

  2 a y y i . . .

  SS = − ∑

  A bn abn i=1

  .................................................................................(2.8)

  2

  2 b y y j .. .

  SS = −

  ∑ B an abn j=1

  .................................................................................(2.9)

  2

  2 a b y y ij . . .

  SS = − − SSSS AB ∑ ∑ A B , n abn i=1 j=1

  .....................................................(2.10)

  SS = SSSSSSSS E T A B AB ,

  .............................................................(2.11)

  SS A MS =

  A a−1

  ...............................................................................(2.12)

  SS B MS ,

  = B b−1

  ...............................................................................(2.13)

  SS AB MS = ,

  AB ( a−1 )( b−1 )

  ...............................................................................(2.14)

  SS E MS =

  E ab (n−1 )

  ...............................................................................(2.15) Dimana : a = Jumlah perlakuan (umur pengujian); b = Jumlah perlakuan (persentase fly ash batu bara); a-1 = Derajat kebebasan SS

  perlakuan;

  n = Jumlah pengulangan benda uji; y… = Total keseluruhan semua observasi.

2.9 Analisa regresi

  Analisa regresi dipakai untuk menganalisa hubungan antara dua variabel atau lebih. Variabel-variabel yang harus diketahui dalam analisa regresi adalah variabel-variabel yang mempengaruhi (independent variable) dan dipengaruhi disebut variabel terikat (dependent variable). Pada penelitian ini variabel bebas adalah, variasi bahan tambah (tanah diatomae).

  Untuk mendapatkan persamaan garis atau kurva yang mewakili kedua variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yaitu, (xi , yi); dimana i = 1, 2, 3, ..., n. Kedua kumpulan data tersebut di plot kedalam sumbu kartesian untuk mendapatkan diagram pancar (scatter diagram).

  Garis dan kurva penduga yang titik-titik dalam diagram pencar dapat berupa garis lurus (linier) atau dapat berupa garis lengkung (nonlinier). Regresi

  

linier digunakan untuk diagram pencar yang berupa garis lurus dan regresi

nonlinier untuk diagram pencar yang berupa garis lengkung. Dikutip Iskandar

  (2004 : 34) menyatakan bentuk persamaan kedua regresi tersebut adalah:

  a. Regresi linier : Y = a + bx (linier).............................................................................(3.1)

  b. Regresi nonlinier

  2 Y = aX + bX + c (polinomial berderajat 2)........................................(3.2)

  Persamaan regresi yang paling cocok dari model-model regresi di atas adalah regresi yang koefisien determinasinya paling besar. Koefisien determinasi R squared) dipergunakan untuk mempertimbangkan ketetapan sebuah model regresi.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Material

  Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland, agregat dari Krueng Aceh dan bahan tambahan tanah diatomae dari Aceh Besar. Semen yang digunakan adalah semen Portland Tipe I produksi PT. Semen Andalas Indonesia (PT. SAI). Pemeriksaan laboratorium terhadap semen ini tidak dilakukan karena telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-20490- 1994. Pemeriksaan hanya dilakukan secara visual terhadap kantong yang tidak robek dan keadaan butiran (tidak terdapat gumpalan-gumpalan yang keras) pada semen tersebut.

  Pemeriksaan terhadap agregat kasar dan agregat halus sebagai material pembentuk beton untuk mendapatkan mutu material pembentuk beton perlu dilakukan untuk mendapatkan mutu material yang baik sesuai ASTM (1982), Pemeriksaan ini dilakukan terhadap sifat-sifat agregat yang meliputi berat jenis (specific gravity), penyerapan (absorbtion), berat volume (bulk density), dan analisa saringan (sieve analyisis). Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat kasar dan agregat halus didasarkan pada standar ASTM.

  Bahan tambahan, tanah diatomae diambil dari Desa Lampanah Leungah Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besar.

3.1.1 Pengambilan material

  Pada penelitian ini material agregat yang digunakan diambil dari sungai krueng Aceh. Material tersebut akan diperiksa di laboratorium Fakultas Teknik UNSYIAH.

  Tanah diatomae diambil dari Desa Lampanah Leungah Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besar yang bentuk awalnya berupa bongkahan tanah pegunungan yang kemudian akan dihancurkan sampai halus dengan menggunakan mesin Los Angeles Test, selanjutnya di saring dengan menggunakan ayakan no. 200 sehingga didapat tanah diatomae dengan diameter lolos saringan no. 200.

3.1.2 Pemeriksaan material

  Pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap tanah diatomae adalah Pemeriksaan sifat kimia terhadap tanah diatomae yang meliputi kandungan CaO, Fe O , Al O dan SiO Untuk pemeriksaan komposisi senyawa kimianya

  2

  3 2 3, 2.

  dilakukan pemeriksaan oleh pegawai yang bekerja di Balai Riset dan Standarisasi Industri Kementerian Perindusterian Banda Aceh.

  Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland tipe I produksi PT. Semen Andalas Indonesia (PT. SAI), tanah diatomae yang sudah dihancurkan diambil dari Desa Lampanah Leungah Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besar.

3.2 Peralatan

  Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan material agregat telah tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Unsyiah.

3.2.1 Pengecoran dan pemeriksaan adukan beton

  Peralatan yang digunakan untuk pengecoran dan pemeriksaan adukan beton adalah : Mesin pengaduk beton (concrete mixer) berkapasitas 90 liter; - Peralatan pengukuran slump (kerucut Abram’s); - Palu karet; - Cetakan benda uji silinder beton; - Tongkat besi. -

  Sebelum dilakukan pengecoran terlebih dahulu dilakukan penimbangan agregat, semen, tanah diatomae dan air, dimana sebelumnya telah direncanakan komposisi campuran beton (concrete mix design). Pengecoran dilakukan dengan memasukkan bahan tersebut kedalam mesin pengaduk beton (concrete mixer), setelah teraduk rata terlebih dahulu dilakukan pengujian slump kemudian dituangkan kedalam cetakan benda uji silinder beton dengan diameter 10 cm dan

  1

  tinggi 20 cm, setiap /

  3 pengisian dilakukan pemadatan menggunakan tongkat besi

  dengan menusuk-nusuk 25 hingga 3 tahap pemadatan, kemudian pemadatan selanjutnya menggunakan palu karet.

3.3 Prosedur Penelitian

  3.3.1 Persiapan

  Pekerjaan persiapan meliputi :

  1. Pengadaan material;

  2. Pemeriksaan kandungan kimia tanah diatomae;

  3. Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat;

  4. Perencanaan mutu beton; 5. Persiapan cetakan.

  3.3.2 Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat

  Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat meliputi pemeriksaan :

  1. Berat jenis (ASTM C.128-93);

  2. Absorbsi (ASTM C.128-93);

  3. Berat volume (ASTM C. 127-88);

  4. Analisa saringan (ASTM C. 136-93); 5. Pemeriksaan kandungan kimia.

  3.3.3 Proporsi campuran beton

  Dalam merencanakan komposisi campuran beton (concrete mix design), diambil perencanaan campuran beton berdasarkan American Concrete Institute (ACI) 211.1-91 (2005). Untuk rancangan campuran beton direncanakan beton dengan faktor air semen yang dipakai yaitu 0,30. Presentase tanah diatomae yang digunakan sebagai bahan tambah sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15% dari berat seman. Diameter agregat maksimum yang direncanakan 24,5 mm.

  Perhitungan komposisi campuran beton adalah :

  1. Slump dipilih 75 – 100 mm;

  2. Diameter maksimum agregat adalah 24,5 mm;

  3

  3. Jumlah air yang dibutuhkan adalah 194 kg/m ; Dengan berdasarkan tabel dan dihitung menggunakan cara interpolasi : 19 205

  24,5 x 24,5 - 19

  3

  w = x ( 193 - 205 ) + 205 = 194 kg/m 25 193 25 - 19

  4. Mutu beton K 200; Rumus untuk menghitung mutu beton rata-rata (f’cr) : ( f’cr = f’c + z . S )

  5. Nilai faktor air semen 0,30; Setelah diperhitungkan mutu beton rata-rata (f’cr), maka dapat diperoleh nilai faktor air semen dari tabel, selanjutnya dengan menggunakan perhitungan interpolasi didapatlah nilai FAS 0,30;

  3

  3

  6. Semen yang dibutuhkan untuk 1 m adalah 646,667 kg/m ; Rumus untuk menghitung semen adalah :

  Air 194

  3 Semen = = = 646,667 kg/m

  FAS 0,3

  7. Berat agregat kasar dapat dihitung dengan rumus : Berat agregat kasar = volume kerikil x berat volum kerikil;

  8. Agregat halus diperoleh dari selisih berat beton dengan total berat air, semen dan agregat kasar.

3.3.4 Rancangan benda uji

  Perencanaan benda uji didasarkan kepada kebutuhan sifat mekanis yang mana perlu dilakukan terhadap pengujian kuat tekan beton, sehingga direncanakan pembuatan benda uji sebagai berikut :

  2. Untuk pengujian kuat tekan beton pada umur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari dibuat benda uji silinder ukuran 10 cm x 20 cm, dengan tanah diatomae sebagai bahan tambah dan memakai FAS 0,30;

  3. Proporsi campuran sebagai bahan tambah dalam campuran beton menggunakan persentase 0%, 5%, 10%, dan 15% masing-masing sebanyak 3 buah benda uji;

  4. Pengujian kuat tekan silinder dilakukan dengan memberikan beban arah vertikal atau sejajar dengan silinder secara perlahan hingga benda uji hancur.

  Variasi jumlah pembuatan benda uji dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.1 Variasi jumlah benda uji silinder pengujian kuat tekan beton.

  Umur Persentase Penggunaan Penggunaan Pengujian Diatomae (%)

  FAS Jumlah

  Diatomae Kuat 0% 5% 10% 15%

  Tekan 7 hari

  3

  3

  3

  3

  12 0,30

  Silinder Beton Sebagai Zat 28 hari

  3

  3

  3

  3

  12 Ø = 10cm Tambah

  T = 20cm 56 hari

  3

  3

  3

  3

  12 Total

  36 Sebelum pekerjaan pengecoran dilakukan, masing-masing material pembentuk beton ditimbang beratnya sesuai dengan perbandingan campuran yang diperoleh dari rancangan campuran beton (mix design). Oleh karena perbedaan semen dan pasir serta benda uji yang digunakan, maka pembuatan benda uji diakukan dalam beberapa kali pengecoran.

  Sebelum dilakukan pengecoran molen dibersihkan terlebih dahulu dari bahan-bahan yang tertinggal didalamnya kemudian didalamnya dibasahi dengan air. Hal ini bertujuan agar beton tidak melekat pada wadah sehingga mudah dikeluarkan setelah teraduk rata. Selanjutnya mempersiapkan cetakan silinder yang telah diolesi dengan oli, pengolesan oli ini bertujuan untuk memudahkan pembuatan cetakan benda uji setelah beton mengeras.

  Setelah semua persiapan selesai, pengadukan material beton dilakukan dengan memasukkan material pembentuk beton yaitu agregat kasar (coarse

  

aggregate), pasir kasar (coarse sand), pasir halus (fine sand), kemudian semen,

  tanah diatomae dan air secara berurutan dengan tujuan mencegah terjadinya penggumpalan campuran beton. Lamanya waktu pengadukan sekitar 15 menit. Setelah material teraduk rata, beton yang dihasilkan dituangkan kedalam kereta sorong untuk dibawa ke tempat cetakan benda uji.

  Setelah proses pengecoran selesai, selanjutnya adukan beton diperiksa ketentuannya melalui pengujian slump dengan menggunakan kerucut Abram’s seperti yang disyaratkan oleh ASTM C. 143-78. Kerucut Abram’s adalah kerucut terpancung (konis) yang terbuat dari plat logam dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm dan tinggi 30 cm. Kerucut diletakkan diatas plat baja berukuran 45 cm x 45 cm dan dilengkapi dengan tongkat besi berdiameter 16 mm dan panjang 60 cm, dangan salah satu ujungnya yang dibulatkan untuk pemadatan. Beton dimasukkan kedalam kerucut sebanyak tiga lapisan dengan volume tiap lapisannya sama. Tiap lapisan dipadatkan dengan cara ditumbuk sebanyak 25 kali tinggi jatuh tongkat 15 cm. Pengukuran nilai slump dilakukan dengan cara mengukur turunnya permukaan beton segar setelah kerucut ditarik vertikal keatas. Pengukuran nilai slump didasarkan pada metode ASTM C. 143-

  78.

3.3.5 Perawatan benda uji

  Perawatan benda uji dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Unsyiah. Perawatan dilakukan dengan memasukkan benda uji kedalam kolam dengan air penuh didalamnya, sehingga benda uji yang dimasukkan tenggelam didalam kolam tersebut. Perawatan benda uji ini dilakukan untuk menjaga kualitas dan kekuatan beton.

3.3.6 Pengujian kekuatan beton

  Pengujian kekuatan beton dilakukan untuk mengetahui kekuatan beton tersebut. Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu benda uji ditimbang beratnya dan diukur dimensinya, kemudian barulah dilakukan pengujian dengan menggunakan Mesin pembebanan ton industrie kapasitas 100 ton. Besar beban yang menyebabkan benda uji hancur merupakan data yang akan digunakan untuk memperoleh kuat tekan beton.

  Posisi beban yang diberikan pada benda uji dapat dilihat pada gambar 3.1.

  P Compression Test Machine ( Ton Industrie )

  0.10 BENDA UJI

  0.20 Gambar : 3.1 Sketsa proses pengujian kuat tekan

  Sumber : Anonim

3.3.7 Analisis data

  Data hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat dihitung nilai rata-ratanya yang bertujuan untuk mengetahui kualitas agregat yang digunakan apakah memenuhi yang disyaratkan sebagai agregat pembentuk beton. Data berat jenis dan analisa saringan selanjutnya digunakan pada perencanaan campuran beton.

  Data beban dari pengujian benda uji tersebut diolah menjadi kuat tekan beton kemudian hasilnya dilakukan seleksi data untuk melihat penyebaran data dan tingkat ketelitian pelaksanaan. Selanjutnya data kuat tekan tersebut di analisa dengan metode analisis varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penggunaan zat tambahan tanah diatomae terhadap kuat tekan beton.

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini perhitungan dan pengolahan data yang dibahas yaitu

  sebagai berikut :

  1. Pemeriksaan sifat-sifat fisis material;

  2. Pemeriksaan komposisi kimia tanah diatomae; 3. Pengujian kuat tekan silinder beton normal. Pembahasan yang dilakukan dalam tugas akhir Pengaruh Pemakaian Tanah Diatomae Sebagai Bahan Tambah Terhadap Kuat Tekan Beton Normal Dengan FAS 0,30 berkenaan dengan :

  1. Bagaimana pengaruh penggunaan variasi bahan tambahan terhadap kuat tekan beton normal dengan faktor air semen 0,30;

  2. Bagaimana hubungan sifat-sifat mekanis beton normal dengan penggunaan variasi bahan tambahan pada kondisi lingkungan terlindung yang diuji pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari.

4.1 Sifat-sifat Fisis Agregat

  Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat. Pemerisaan sifat-sifat fisis tersebut meliputi pemeriksaan berat volume (bulk density), berat jenis (specific gravity), penyerapan (absorbtion), dan analisa saringan (sieve analisis). Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat didasarkan pada standar ASTM.

4.1.1 Berat volume

  Perhitungan berat volume agregat diperlihatkan pada Lampiran B.4.1 halaman 53. Hasil perhitungan berat volume rata-rata yang diperoleh untuk setiap jenis agregat diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan perhitungan berat volume.

  No Jenis Agregat Berat Volume (kg/ l)

  Referensi Orchard

  (1979) Troxell

  (1968)

  1 Coarse Aggregate 1,817 > 1,445

  > 1,560

  2 Coarse Sand 1,785 > 1,400

  3 Fine Sand 1,622 Agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai material pembentuk beton sebagaimana yang disarankan oleh Orchard (1979) yaitu berat volume agregat yang baik lebih besar dari 1,445 kg/l dan Troxell (1968) yaitu berat volume agregat kasar lebih besar dari 1,560 kg/l dan untuk pasir kasar serta pasir halus lebih besar dari 1,400 kg/l.

4.1.2 Berat jenis dan absorbsi

  Perhitungan berat jenis dan absorbsi agregat diperlihatkan pada Lampiran B.4.2 halaman 54. Hasil perhitungan berat jenis dan absorbsi yang diperoleh untuk setiap jenis agregat diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan perhitungan berat jenis agregat.

  Berat Jenis Referensi No Jenis Agregat

  SG (SSD) SG (OD) Troxell (1968)

  1 Coarse Aggregate 2,806 2,777 2,500-2,800

  2 Coarse Sand 2,637 2,569 2,000-2,600

  3 Fine Sand 2,628 2,569 Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan perhitungan absorbsi agregat.

  Referensi No Jenis Agregat Absorbsi (%)

  Orchard (1979)

  1 Coarse Aggregate 1,059

  2 Coarse Sand 2,650 0,400-1,900

  3 Fine Sand 2,275 Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa berat jenis agregat jenuh air kering permukaan (SSD) yang digunakan telah memenuhi ketentuan yang disarankan oleh Troxell (1968) yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Sedangkan berat jenis agregat kering oven (OD) yang diperoleh masih masuk dalam kategori yang ditentukan oleh Troxell (1968) yaitu untuk kerikil berkisar antara 2,5 – 2,8 dan untuk pasir berkisar antara 2,0 – 2,6. Selanjutnya pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai absorbsi kerikil yang diperoleh masih sesuai dengan nilai absorbsi yang ditentukan oleh Orchard (1979) yaitu 0.4% sampai dengan 1.9%. Selanjutnya dapat dilihat pada nilai absobsi pasir kasar dan pasir halus tidak sesuai dengan nilai absorbsi yang telah ditentukan oleh Orchard (1979).

4.1.3 Susunan butiran agregat (gradasi)

  Data yang diperoleh dari analisa saringan digunakan untuk melihat susunan butiran agregat yang digunakan dalam campuran beton. Hasil perhitungan susunan butiran diperlihatkan pada Lampiran B.4.3 halaman 57. Nilai

  

fineness modulus yang diperoleh dari analisa saringan dapat dilihat pada Tabel

  4.4. Fineness modulus tersebut telah memenuhi ketentuan ASTM (Anonim, 2004) yaitu diantara 5.5 – 8.0 untuk kerikil, diantara 2.9 – 3.2 untuk pasir kasar dan diantara 2.2 – 2.6 untuk pasir halus.

Tabel 4.4 Nilai fineness modulus (FM) agregat.

  Modulus Referensi No Jenis Agregat Kehalus

  ASTM (2004 sampai Mulyono an (FM) dengan) (2005)

  1 Coarse Aggregate 6,679 5,500-8,000 5,000-8,000

  2 Coarse Sand 4,654

  3 Fine Sand 2,315 2,200-2,600 1,500-3,800

  4 Fineness Modulus 5,518 4,000-7,000 5,000-6,000 Hasil perhitungan fineness modulus agregat campuran adalah 5.518.

  Perhitungan nilai fineness modulus agregat campuran diperlihatkan pada Lampiran B.4.4 halaman 59. Nilai ini telah sesuai dengan ketentuan diperlihatkan standar ASTM (Anonim, 2004) yaitu antara 4.0 – 7.0. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa susunan butiran agregat campuran berada pada daerah “3” (Anonim, 1979) yang berarti susunan butiran agregat yang digunakan adalah baik sekali.

Gambar 4.1 Grafik susunan butiran agregat campuran.

  100.00 100.00 100.00 100.00

  89.19

  88.00 n

  82.00 ga

  75.00 in ar

  66.00

  65.00 S

  62.00 ui

  58.40 al

  50.00

  49.00 el m

  40.00

  39.00 g

  36.00

  32.35 an

  29.00 y

  25.00

  24.00

  23.61 at

  19.75

  19.00 er

  16.00

  15.06

  15.00

11.00 B

  9.00

  7.88 5.00 5.00 8.50 %

  1.93 1.00 3.00

  0.10

  1.00 10.00 100.00 Saringan (mm)

  Sumber : PBI 1971

4.1.4 Kandungan bahan organik

  Hasil pemeriksaan kandungan bahan organik pada agregat halus menunjukkan bahwa warna larutan yang timbul adalah kuning muda. Hal ini menandakan bahwa pasir yang digunakan untuk campuran beton termasuk dalam kategori tidak mengandung bahan organik berlebihan dan dapat digunakan untuk campuran beton.

4.2 Pemeriksaan Kandungan Kimia Tanah Diatomae

  Pemeriksaan Kandungan kimia tanah diatomae sebagai bahan tambah terhadap kuat tekan beton normal dilakukan oleh Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh. Hasil pemeriksaan diperlihatkan pada Tabel 4.5. berikut : Tabel 4.5 Komposisi kandungan kimia tanah diatomae.

  Satua Bahan Tambah Parameter Uji Metode Uji Hasil n 2 % Gravimetri

  SiO 2 3 62,28 Fe O

  % AAS 1,79 Tanah Diatomae

  AL 2 O 3

  % Gravimetri 9,52 CaO % Titrimetri 8,28

  Berdasarkan hasil penelitian dari Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh yang ditunjukkan pada Tabel 4.5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah diatomae termasuk ke dalam kategori SCM (Supplementary Cementing Material). Tanah diatomae yang digunakan dalam penelitian ini adalah SCM kelas N, hal ini berdasarkan ketentuan (ASTM C.618).

4.3 Campuran Beton

  Perhitungan rancangan campuran (mix design) beton untuk semua jenis zat tambahan diperlihatkan pada Lampiran B.4.5 halaman 60. Rancangan campuran beton untuk 1 m³ beton tertera pada Tabel 4.6. berikut ini.

  

3

Tabel 4.6 Komposisi material untuk 1 m beton.