BAB I PENDAHULUAN - PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) SEBAGAI METODE UNTUK MENGURANGI GENANGAN DAN MENINGKATKAN DAYA RESAPAN TANAH (Studi Kasus Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar) - Repository utu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kemajuan pembangunan yang terjadi hampir di seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini menuntut kebutuhan lahan yang semakin meningkat, baik untuk pemukiman maupun kegiatan perekonomian, sehingga lahan terbuka yang berfungsi sebagai retensi dan resapan semakin berkurang. Keadaan ini menyebabkan aliran permukaan akibat air hujan menjadi lebih besar sehingga dapat menyebabkan saluran drainase tidak mampu lagi mengatasi banjir genangan. Kondisi di Kota Meulaboh dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan berkurangnya luas lahan terbuka. Kampus Universitas Teuku Umar (UTU) merupakan salah satu lokasi dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan mengakibatkan perubahan tata guna lahan dan berkurangnya luas lahan terbuka.

  Perubahan tata guna lahan dan berkurangnya lahan terbuka di kampus UTU diperkirakan dapat mengakibatkan mengecilnya air hujan yang terinfiltrasi dan menyebabkan aliran permukaan bertambah besar. Bertambah besarnya aliran permukaan ini dapat menyebabkan dimensi saluran drainase yang telah ada tidak cukup lagi sehingga air melimpas dan terjadi banjir genangan. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi banjir genangan ini, perlu upaya memperbesar air hujan yang terinfiltrasi antara lain dengan Lubang Resapan Biopori (LRB).

  Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah, peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang pada tanah dan menimbunnya denganuntuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang akan digunakan adalah sampah sayuran, kulit buah dan sabut kelapa. Sampah organik yang ditimbun pada lubang ini kemudian dapat menghidupitanah, yang seterusnya akan membentuk pori-pori atau terowongan dalam tanah (biopori) yang dapat mempercepat resapan air ke dalam tanah secara horizontal.

  Beberapa teknologi peresapan air ke dalam tanah seperti kolam resapan

  

(infiltration basin), parit resapan (infiltration trench), dan sumur resapan (french

drain) sudah dikenal masyarakat. Namun, teknologi peresapan air tersebut belum

  dapat diterapkan secara meluas karena berbagai alasan, antara lain memerlukan tempat yang relatif luas, waktu yang relatif lama, dan biaya yang relatif mahal. Dengan demikian, masih perlu dikembangkan lagi alternatif teknologi peresapan air yang lebih tepat guna pada lahan disekitar kampus Universitas Teuku Umar, yang tidak perlu lahan luas dan waktu pembuatan yang lama, mudah dibuat dan dipelihara dengan biaya lebih murah, serta lebih ramah lingkungan. Teknologi peresapan air hujan tersebut adalah Model Peresapan Air Hujan dengan menggunakan Metode Lubang Resapan Biopori (LRB). Lubang resapan biopori (LRB) dikembangkan atas dasar prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan fungsi hidrologis ekosistem tersebut. Pada penelitian ini akan menggunakan 3 jenis sampah organik pada 3 lubang resapan air. LRB akan digali disekitar lokasi penelitian atau dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.1.1 dan A.1.2 Halaman 39 dan Halaman 40.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yaitu:

  1. Berapakah besar resapan air yang akan terjadi pada ketiga LRB tersebut?

  2. Jenis LRB apakah yang tepat digunakan untuk lokasi kampus UTU?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui besar resapan air yang akan terjadi pada ketiga LRB tersebut.

  2. Untuk menentukan LRB yang tepat digunakan untuk lokasi kampus UTU.

1.4 Batasan Masalah

  Batasan-batasan masalah penelitian ini yaitu:

  

1. Lokasi penelitian di depan gedung Fakultas Teknik Universitas Teuku

Umar Kabupaten Aceh Barat.

  

2. LRB menggunakan sampah-sampah organik (sayuran, kulit buah, dan

sabut kelapa).

  3. Data Curah Hujan diperoleh dari BMKG Cut Nyak Dhien mulai dari tahun 2000 sampai 2009.

  1.5 Manfaat Penelitian

  1. Mencegah atau mengantisipasi terjadinya genangan air sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir di kawasan kampus Universitas Teuku Umar.

  2. Memberikan suatu masukan tentang lubang resapan untuk drainase yang berwawasan lingkungan.

  1.6 Hasil Penelitian

  Dari data analisis hasil laju resap LRB pada lokasi penelitian Fakultas Teknik di dapat hasil resapan air yang berbeda-beda antara tiap jenis sampah. LRB yang lebih besar dalam meresapkan air limpasan berdasarkan variasi umur sampah 21 hari adalah LRB jenis kulit buah. Hal ini dapat disebabkan aroma kulit buah yang sangat kuat dan berasa manis sehingga mampu menarik lebih banyak mikroba atau hewan pengurai lain seperti cacing, semut, rayap, dan sebagainya.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pada bab ini membahas teori-teori yang digunakan dalam tugas akhir ini,

  seperti pengertian hujan, pengertian tentang lubang resapan biopori dan debit banjir rencana.

2.1 Hujan

  Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai ke bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang turun sampai ke bumi. Hujan terbentuk apabila titik-titik air yang terpisah dari awan jatuh ke bumi. Sebelum terjadinya hujan, pasti ada awan karena awan adalah penampung uap air dari permukaan bumi. Air yang ada di permukaan bumi baik laut, sungai atau danau menguap karena panas dari sinar matahari. Uap air ini akan naik dan menjadi awan. Awan yang mengandung uap air ini akan terkumpul menjadi awan yang mendung (Harto, 2000).

  Pada suhu tertentu di atmosfer, uap air ini akan mengembun dan turun menjadi hujan. Pengaruh hujan terhadap penentuan bentuk tanah bersifat kimiawi dan sebagian bersifat mekanis. Bersifat kimiawi karena air hujan bukan air murni. Di atmosfer air hujan menyerap gas-gas atmosfer, yaitu gas oksigen, gas nitrogen, dan karbon dioksida. Disamping gas-gas ini, air hujan menyerap sejumlah asam nitrat, asam belerang, garam-garam, mikroorganisme, dan debu. Proses mekanis air hujan yaitu air hujan turun sangat deras dapat mengikis dan menggores tanah sehingga terbentuk selokan. Hujan yang turun dengan lebat dapat menghanyutkan tanah berkubik-kubik yang daya angkutnya sama dengan sungai. Apabila diatas tanah tumbuh pepohonan dan semak belukar, maka tanah ini tidak akan hanyut oleh air hujan, atau sebaliknya. Di Siria, Turki, Afrika, dan Spanyol sering terjadi penggundulan hutan sehingga tanah di daerah tersebut mudah dihanyutkan air hujan (Grolier International, 2004).

2.2 Lubang Resapan Biopori

  Menurut Brata (2008), lubang resapan biopori (LRB) merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah. Gambar lubang resapan biopori seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Lubang resapan biopori Sumber : Brata, 2008.

  Brata (2008), menyebutkan peresapan air ke dalam tanah dapat diperlancar dengan adanya biopori yang dapat diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman. Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam tanah, LRB perlu diisi dengan sampah organik sebagai sumber makanan bagi biodiversitas tanah.

  Adanya LRB dapat mempercepat peresapan air hujan dan mengatasi sampah organik sehingga dapat mencegah timbulnya genangan air dan banjir, serta menjauhkan dari bencana erosi dan longsor. Selain itu, sampah organik yang ditimbun di dalam lubang juga dapat dijadikan sebagai kompos, sekaligus meningkatkan kesuburan tanah serta dapat meningkatkan cadangan air bersih (Brata, 2008).

  Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara, (Brata, 2008): 1. meningkatkan kapasitas infiltrasi. 2. mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca. 3. memanfaatkan peran aktivitas fauna dan akar tanaman, dan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.

  Lokasi pembuatan LRB harus benar - benar diperhatikan. Walaupun diameternya cukup kecil bila dibandingkan dengan sumur resapan, tetapi lokasi lubang tidak boleh dibuat di sembarang tempat. Selain harus indah dilihat, LRB pun harus ditempatkan di lokasi yang dilalui aliran air serta tidak membahayakan bagi manusia dan hewan peliharaan. LRB juga dapat dibuat untuk membuang air hujan, di dasar alur yang dibuat disekeliling batang pohon, atau batas taman (Brata, 2008).

  Jumlah LRB yang akan dibuat sebaiknya disesuaikan dengan luasan tanah yang ada. Jumlah LRB pada setiap luasan lahan tanah bisa dihitung berdasarkan rumus berikut (Brata, 2008):

  2 Intensitas hujan(mm / jam) ×luas bidangkedap (m ) Jumlah LRB=

  (2.1)

  

laju peresapan air per lubang(liter/ jam)

2.3 Debit Banjir Rencana

  Debit banjir rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Metode untuk memperkirakan laju aliran puncak yang umum digunakan adalah Metode Rasional USSCS (1973), namun penggunannya terbatas untuk DAS-DAS dengan ukuran kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Suripin, 2004).

  Untuk penelitian drainase perkotaan sering digunakan Rumus Rasional Modifikasi seperti berikut (Subarkah, 1980):

  (2.2)

  Q=0.2778. C . I . A

  Dengan:

3 Q : debit limpasan (m /dtk);

  C : koefisien pengaliran/limpasan; I : intensitas curah hujan (mm/jam);

  2 A : luas daerah pengaliran (km ).

2.3.1 Koefisien aliran/limpasan

  Koefisien aliran permukaan ( C ) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air permukaan terhadap besarnya curah hujan. Faktor utama yang mempengaruhi koefisien limpasan adalah laju infiltrasi tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Suripin (2004).

  Untuk suatu daerah dengan beberapa penggunaan lahan, nilai Cgab dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

  n C i A i

  Cgab = (2.3)

  ∑ A total i=1

  Dimana : I : indek yang menunjukkan penggunaan lahan Ci : koefisien aliran permukaan untuk masing-masing penggunaan lahan Ai : luasan masing-masing penggunaan lahan dalam satu sub DAS Atotal : luas sub DAS

Tabel 2.1 Nilai koefisien aliran permukaan C untuk persamaan rasionalTabel 2.1 Nilai koefisien aliran permukaan C untuk persamaan rasional (Lanjutan)

  (Sumber : Asdak, 1995)

  2.3.2 Intensitas hujan Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.

  Makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung semakin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin besar pula intensitasnya. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe seperti berikut (Suripin, 2004)

  2 /3 R

  24

  24 I= (2.4) 24 ( t )

  Dengan : I : intensitas hujan (mm/jam); t : lama hujan (jam);

  R : curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm).

  24

  2.3.3 Hujan rencana

  Perhitungan curah hujan rencana dapat dilakukan dengan analisis statistik yaitu dengan menghitung parameter statistik dari data yang dianalisis. Curah hujan rencana adalah curah hujan terbesar tahunan di dalam suatu daerah dengan kala ulang tertentu, yang dipakai sebagai dasar perhitungan penelitian suatu dimensi bangunan ( Harto, 2000).

a. Jenis distribusi

  Menurut Harto (2000), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam analisis sebaran dan banyak digunakan dalam hidrologi. Analisis sebaran tersebut adalah :

  1. Distribusi Normal

  2. Distribusi Log Normal

  3. Sebaran Gumbel

  4. Sebaran Log Pearson III

  1. Distribusi Normal

  Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss. Secara sederhana persamaan distribusi normal dapat ditulis sebagai berikut: X = X + K

  (2.5)

  T T Dimana :

  X T = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan X = Nilai rata-rata hitung variat S = Deviasi standar nilai variat KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang.

  2. Distribusi Log Normal

  Rumus yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah sebagai berikut : Rt

  (2.6)  Xr  Kt  Sx

  Dimana : Rt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun R = Curah hujan rata – rata

  98

  20 50 100

Tabel 2.2 Faktor frekuensi k untuk distribusi log normal 3 parameter

  Koefisien Kemencengan(CS) Peluang kumulatif ( % )

  50

  80

  90

  95

  Kt = Standar variabel untuk periode ulang tahun, Tabel 2.2 Sx = Standar deviasi

  99 Periode Ulang ( tahun )

  2

  5

  10

  • 2,00 0,2366 -0,6144 -12,437 -18,916 -27,943 -35,196
  • 1,80 0,2240 -0,6395 -12,621 -18,928 -27,578 -34,433
  • 1,60 0,2092 -0,6654 -12,792 -18,901 -27,138 -33,570
  • 1,40 0,1920 -0,6920 -12,943 -18,827 -26,615 -32,601
  • 1,20 0,1722 -0,7186 -13,067 -18,696 -26,002 -31,521
  • 1,00 0,1495 -0,7449 -13,156 -18,501 -25,294 -30,333
  • 0,80 0,1241 -0,7700 -13,201 -18,235 -24,492 -29,043
  • 0,60 0,0959 -0,7930 -0,3194 -17,894 -23,600 -27,665
  • 0,40 0,0654 -0,8131 -0,3128 -17,478 -22,631 -26,223
  • 0,20 0,0332 -0,8296 -0,3002 -16,993 -21,602 -24,745 0,00 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,20 0,0332 0,8996 0,3002 15,993 21,602 24,745 0,40 0,0654 0,8131 0,3128 17,478 22,631 26,223 0,60 0,0959 0,7930 0,3194 17,894 23,600 27,665 0,80 0,1241 0,7700 13,201 18,235 24,492 29,043

  1,00 0,1495 0,7449 13,156 18,501 25,294 30,333 1,20 0,1722 0,7186 130,567 18,696 26,002 31,521 1,40 0,1920 0,6920 12,943 18,827 26,615 32,601 1,60 0,2092 0,6654 12,792 18,901 27,138 33,570 1,80 0,2240 0,6395 12,621 18,928 27,578 34,433 2,00 0,2366 0,6144 12,437 18,916 27,943 35,196

  (Sumber: Suripin, 2003)

3. Distribusi Gumbel

  Adapun rumus – rumus yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rencana dengan metode Gumbel adalah sebagai berikut : Xt = Xr + (K . Sx)

  (2.7) Dimana : Xt = Hujan dalam periode ulang tahun Xr = Harga rata – rata K = Faktor Frekuensi

  Untuk mendapatkan nilai faktor frekuensi (K) maka dihitung dengan menggunakan persamaan 2.8

  YtYn K=

  (2.8)

  Sn

  Dimana : Yt = Reduced variate, Tabel 2.3 Sn = Reduced Standard, Tabel 2.4 Yn = Reduced mean, Tabel 2.5

Tabel 2.3 Reduced mean (Yn)

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220

0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353

0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436

0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585

0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

  100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611 (Sumber: Suripin, 2003)

Tabel 2.4 Reduced standard deviation (Sn)

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 10,095 10,206 10,316 10,411 10,493 10,565

10,628 10,696 10,754 10,811 10,864 10,915 10,961 11,004 11,047 11,080

11,124 11,159 11,193 11,226 11,255 11,285 11,313 11,339 11,363 11,388

  

11,413 11,436 11,458 11,480 11,499 11,519 11,538 11,557 11,574 11,59

11,607 11,623 11,638 11,658 11,667 11,681 11,696 11,708 11,721 11,734

11,747 11,759 11,770 11,782 11,793 11,803 11,814 11,824 11,834 11,844

11,854 11,863 11,873 11,881 11,890 11,898 11,906 11,915 11,923 11,930

11,938 11,945 11,953 11,959 11,967 11,973 11,980 11,987 11,994 12,001

Tabel 2.4 Reduced standard deviation (Sn) (Lanjutan)

  

12,007 12,013 12,020 12,026 12,032 12,038 12,044 12,049 12,055 12,060

100 12,065 12,069 12,073 12,077 12,081 12,084 12,087 12,090 12,093 12,096

  (Sumber: Suripin, 2003)

Tabel 2.5 Reduced variate (YTr)

  

Periode Ulang Reduced Variate Periode Ulang Reduced Variate

Tr (tahun) YTr Tr (tahun) YTr 2 0,3668 100 46,012 5 15,004 200 52,969

  10 22,510 250 55,206 20 29,709 500 62,149 25 31,993 1000 69,087 50 39,028 5000 85,188 75 43,117 10000 92,121

  (Sumber: Suripin, 2003)

4. Distribusi Log Pearson III

  Metode Log Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan membentuk persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut :

  Y = Y + k .S

  (2.9) Dimana : X = Curah hujan (mm) YT = Nilai logaritmik dan X atau log X dengan periode ulang tertentu Y = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y S = Deviasi standar nilai Y K = Karakteristik distribusi peluang log-pearson tipe III

b. Uji keselarasan chi-kuadrat

  Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling sesuai dari beberapa metode distribusi statistik yang telah dilakukan maka dilakukan uji keselarasan. Uji keselarasan chi- kuadrat menggunakan rumus :

  X

  2

  −

  ∑ i=0 n

  ¿ ¿ ¿

  (2.10) Dimana : X2 = harga chi square terhitung Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1 Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1 N = jumlah data

Tabel 2.6 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat

  α Derajat kepercayaan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

0,000039 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879

0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597

  

0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838

0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860

0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300

3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997

  8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

  10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

Tabel 2.6 Nilai kritis untuk distribusi Chi-Kuadrat (Lanjutan)

  11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,67

  (Sumber: Suripin, 2003)

  2

  2 Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X hitung < dari X kritis.

  2 Nilai X kritis dapat dilihat di Tabel 2.6. Dari hasil pengamatan yang didapat

  dicari penyimpangannya dengan chi square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan ini secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dk = n – 3

  (2.11) Dimana : Dk = derajat kebebasan n = banyaknya d

c. Penentuan jenis distribusi

  Triatmodjo (2008) menyebutkan penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan parameter statistik dengan syarat masing-masing jenis ditribusi. Untuk menentukan jenis parameter distribusi dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi

  No. Jenis Distribusi Syarat Cs ≈ 0

  Normal Ck = 0 Log Normal Cs ≈ 3 Cv + Cv3 ≈ 1,2497 Cs ≤ 1,1396

  Gumbel Ck ≤ 5,4002

  Log Pearson III Cs ≠ 0 Sumber: Triatmodjo, 2008

2.4 Penelitian Terdahulu

  Widyastuti (2013), meneliti dengan membandingkan kecepatan proses pengkomposan berbagai jenis sampah organik dalam biopori, bahan yang di gunakan daun kering dan sampah dapur. Penelitian ini memberikan rekomendasikan bahwa pengisian biopori tidak hanya sampah daun kering saja yang berasal dari kebun atau halaman tetapi juga sampah dapur.

  Humaira (2011), merencanakan LRB untuk mengetahui perbandingan dimensi saluran drainase Kopelma Darussalam-Kampus Unsyiah, pada kondisi daerah tanpa biopori, dengan kondisi daerah setelah diberi biopori. Penelitian ini mengambil distribusi sebaran Gumbel, dengan curah hujan rencana periode ulang 2 tahun. Jumlah biopori yang direncanakan pada kawasan Kopelma Darussalam bagian Selatan sebanyak 3350 LRB, dengan diameter masing-masing ∅10 cm dan kedalaman biopori 80 cm. Hasil pemanfaatan biopori tersebut dapat mengurangi debit aliran permukaan rata-rata.

  Efendi (2013), LRB dibuat dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm dan jarak antar LRB 100 cm. LRB dibuat sebanyak 6 lubang, 3 LRB tidak diberikan pupuk kompos, dan 3 LRB lainnya diberikan pupuk kompos. Setiap LRB diberikan penyiraman yang berbeda. Bahan yang di gunakan pupuk kompos Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur hara N, P, dan K pada tanah setelah diberikan LRB meningkat, baik pada LRB tanpa kompos maupun LRB yang diberikan kompos. Namun jika dibandingkan kandungan unsur haranya (N, P, dan K), LRB yang diberikan kompos kandungan unsur haranya lebih tinggi dari pada LRB yang tanpa kompos.

  Penelitian ini akan membandingkan laju resapan pada tiga LRB dengan jenis sampah yang berbeda. Bahan yang akan di gunakan adalah daun kering, sisa sayuran, sabut kelapa. Hasil penelitian ini akan menunjukan perbandingan laju reasapan pada masing-masing LRB.

BAB III METODELOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan beberapa aspek yang terkait dengan metode

  penelitian yang digunakan, yaitu lokasi penelitian, pengumpulan data dan analisis data. Bagan alir dari metode penelitian dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.1 Halaman 41.

  3.1 Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian ini terletak di depan gedung Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar Negeri Alue Peunyareng Kecamatan Meureubo Aceh Barat atau pada 196.106 LS dan 4.1381 BT. Ada 3 titik yang di jadikan tempat pembuatan LRB yaitu pada lingkungan Fakultas Teknik.

  3.2 Pengumpulan Data

  Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah debit banjir rencana, ukuran dimensi LRB dan proses pembuatan LRB yang merupakan data primer. Data sekunder yang digunakan adalah peta tata guna lahan dan data curah hujan.

3.2.1 Ukuran dimensi lubang resapan biopori

  Lubang resapan biopori berdiameter 10 cm dengan kedalaman lubang 80

  • 100 cm. Pada penelitian ini LRB menggunakan 3 jenis sampah organik yaitu sayuran, kulit buah dan sabut kelapa. Data ini digunakan untuk menganalisis laju resapan air pada tiap jenis LRB.

  1. Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan lubang resapan

  biopori (LRB) :

  1. Bor biopori

  2. Sampah organik (sayuran busuk, kulit buah dan sabut kelapa)

  3. Kawat jaring

  4. Wadah untuk tanah

  5. Gayung dan timba

  6. Pipa PVC diameter 10 cm

  

2. Proses pembuatan lubang resapan biopori (LRB) sebagai berikut :

  a. Siram dengan sedikit air bagian tanah yang akan dibor, agar tanah menjadi lunak dan tidak melekat saat pengeboran.

  b. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm. Kedalamannya sekitar 80 - 100 cm atau sampai melampaui muka air tanah jika dibuat tanah yang mempunyai permukaan air dangkal.

  c. Putar setang bor biopori searah jarum jam sambil ditekan, setelah mata bor terisi dengan tanah, tariklah bor biopori keluar d. Perkuat mulut LRB dengan pipa.

  e. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, dan sisa-sisa tanaman pada ketiga LRB.

  f. Sampah organik perlu ditambahkan jika isi lubang sudah berkurang atau menyusut akibat proses pelapukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran A.3.2 sampai A.3.5 Halaman 42 sampai Halaman 45.

3.2.2 Data curah hujan

  Data curah hujan diperlukan untuk mendapatkan curah hujan rencana yang kemudian hujan rencana ini digunakan untuk mendapatkan debit banjir rencana. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian maksimum tahunan dengan panjang pencatatan selama 10 tahun yaitu mulai tahun 2000 hingga tahun 2009 hasil pencatatan stasiun di BMKG Cut Nyak Dhien, Aceh Barat. Data curah hujan harian maksimum tahunan dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.3.1 Halaman 48 sampai Halaman 52.

3.2.3 Peta tata guna lahan

  Pemanfaatan lahan di suatu daerah perkotaan merupakan salah satu parameter utama penyebab terjadinya genangan. Peta tata guna lahan dapat digunakan untuk menentukan koefisien aliran (C). Peta tata guna lahan diperoleh dari Bappeda Kota Meulaboh. Peta dapat dilihat pada Lampiran A Gambar A.3.6 Halaman 46.

3.3 Analisis Data

  Analisis data meliputi kegiatan-kegiatan menganalisis data penentuan jumlah lubang resapan biopori, debit banjir rencana dan pemilihan jenis distribusi curah hujan.

  3.3.1 Jumlah lubang resapan biopori

  Untuk menentukan jumlah lubang resapan biopori yang ideal pada kawasan Fakultas Teknik UTU dilakukan analisis mencari intensitas hujan luas bidang kedap dan laju resapan air perlubang pada persamaan 2.1. Halaman 6.

  3.3.2 Debit banjir rencana

  Penentuan debit banjir rencana dilakukan dengan cara menganalisis debit (Q) limpasan menggunakan persamaan 2.2. Halaman 7. Setelah dihitung Q limpasan selanjutnya dihitung koefisien pengaliran/limpasan dan intensitas hujan dengan menggunakan persamaan 2.3 dan 2.4. Halaman 7 dengan cara menganalisis curah hujan maksimum dalam setahun.

  3.3.3 Pemilihan jenis distribusi curah hujan

  Pemilihan jenis distribusi curah hujan akan ditentukan dengan mecocokkan parameter statistik dengan syarat masing-masing distribusi. Tabel parameter statistik untuk penentuan jenis ditribusi dapat dilihat pada Tabel 2.7. Halaman 14. Penentuan jenis distribusi mengikuti distribusi Normal dan Log Normal, distribusi Gumbel dan distribusi Log Pearson III berdasarkan perhitungan yang di tunjukkan pada persamaan 2.5 sampai 2.9 Halaman 9 dan 12. Berdasarkan hasil perhitungan jenis distribusi hujan, curah hujan rencana dihitung menurut jenis distribusi yang terpilih.

3.3.4 Tahapan pelaksanaan penelitian

  Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Pengumpulan data primer dan data sekunder.

  2. Menentukan lokasi pembuatan LRB.

  3. Melakukan pembuatan LRB sebanyak 9 lubang selama 2 hari.

  4. Memeriksa kondisi LRB dalam jangka waktu 7,14 dan 21 hari.

  5. Memeriksa kondisi sampah organik pada 7 hari, jika sudah terjadi pembusukan maka akan diisi kembali sampah organik lain.

  6. Mengolah data hasil LRB yang didapat selama 7,14 dan 21 hari.

  7. Mengolah data curah hujan bulanan maksimum selama periode 10 tahun untuk mendapatkan hujan selama 24 jam.

  8. Menghitung Q debit banjir puncak akibat hujan berdasarkan pengaruh tata guna lahan dengan Metode Rasional.

  9. Menghitung data curah hujan maksimal kemudian diturunkan dengan Mononobe.

  10. Menggambar kurva IDF berdasarkan data-data yang telah didapat.

  11. Setelah nilai kedua data di dapat akan ditentukan jumlah LRB yang dibutuhkan pada kawasan Fakultas Teknik UTU untuk mencegah adanya genangan.

  12. Jika jumlah LRB telah diketahui dan dari jumlah LRB yang ditentukan sanggup mengurangi genangan maka penelitian ini dianggap selesai. M M M P M J P P A M MULAI

  B lB eS e e e e i e i i

  2. S aK o uP

  3. K S

  3. eIs u a

  4. W i a

  5. G a P 6. a

  3.3.5 Bagan alir lapangan S E

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab disampaikan pembahasan hasil perhitungan dan pembahasan Biopori yang berkenaan dengan perencanaan. Pembahasan dilakukan berdasarkan teori dan rumus-rumus yang telah dikemukakan sebelumnya.

4.1 Analisis Data

  Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil penggunaan tata guna lahan, analisis hidrologi, analisis intensitas curah hujan, perkiraan debit aliran dengan metode rasional, analisis lubang resapan biopori, dan jumlah lubang resapan biopori.

4.1.1 Penggunaan Tataguna Lahan

  2 Universitas Teuku Umar mempunyai luas 1,098,948.89 m . Oleh karena itu

  kampus UTU dibagi menjadi beberapa wilayah salah satunya wilayah Fakultas Teknik yang rutin mengalami genangan pada saat terjadi durasi hujan dan intensitas yang tinggi, dimana penambahan gedung infrastruktur pendukung akan mengakibatkan mengecilnya air hujan yang terinfiltrasi dan menyebabkan air permukaan yang bertambah.

  Untuk menghitung koefisien limpasan (C) perlu diketahui luas lokasi dan jenis penggunaan lahan pada suatu daerah untuk dapat memperkirakan persentase pada suatu lokasi. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan pada kampus UTU pada wilayah Fakultas Teknik dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Penggunaan lahan pada wilayah Fakultas Teknik

  Koefisien

Jenis Daerah Persentase (%) Luas daerah (A) C x A

limpasan (C)

  Lahan Berumput

45 2.622

0.1 0.26222 Jalan Aspal

10 0.583

0.9 0.52443 Gedung Fak. Teknik

30 1.748

0.5 0.87405

Tabel 4.1 Penggunaan lahan pada wilayah Fakultas Teknik (Lanjutan)

  Jalan batu 15 0.874 0.7 0.61184 Total 100% 5.827 2.27253 Koef. aliran (C) = 0.39 Persentase penggunaan lahan yang ada di wilayah Fakultas Teknik UTU.

  Dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar lebih ke lahan berumput yaitu mencapai 45% hampir seperempat wilayah tersebut dikelilingi oleh lahan berumput dan selebihnya terdapat gedung Fakultas Teknik 30%, jalan aspal 10% dan jalan batu 15%. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.1 Halaman 53.

4.1.2 Analisis Hidrologi

  Analisis data hidrologi merupakan analisis dari data-data yang telah tersedia. Berdasarkan data tersebut maka dilakukan analisis untuk mendapatkan hujan bulanan maksimum rata-rata dan mendapatkan nilai intensitas curah hujan.

a. Curah hujan maksimum

  Analisis curah hujan memerlukan data curah hujan dalam kurun waktu tertentu. Data curah hujan yang digunakan merupakan data curah hujan dari BMKG Stasiun Cut Nyak Dhien 10 tahunan (2000 – 2009). Data curah hujan maksimum dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 data curah hujan harian maksimum (mm/hari)

  Bulan Tahun Max Mar May Aug Nov Dec

  2000 131 132 2001

  57 2002

  42

  2003 35 131 2004 82 155 2005 56 106

Tabel 4.2 data curah hujan harian maksimum (mm/hari) (Lanjutan)

  2006 31 107 2007 94 135 2008 69 165 2009 26 107

  Data curah hujan maksimum yang telah dianalisis dari tahun 2000-2009 sehingga bisa mendapatkan grafik tinggi rendahnya durasi curah hujan pada 10 tahun terakhir. Perbedaan tinggi durasi hujan tiap tahun yang telah dianalisis dapat di lihat pada Gambar 4.1

  

Curah Hujan Maksimum

200 150

  Curah hujan Maksimum 100 50 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Gambar 4.1 grafik tinggi curah hujan maksimum

  Gambar di atas menjelaskan curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan durasi maksimum 165 mm/hari dan yang terendah terjadi pada tahun 2001 dengan durasi maksimum 97 mm/hari. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 54.

b. Frekuensi curah hujan rencana

  Untuk tabulasi curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data hujan. Ada beberapa metode analisis frekuensi yang dapat digunakan yaitu :

  1. Perhitungan Distribusi Normal

  Distribusi Normal merupakan distribusi yang memodelkan fenomena kuantitatif. Distribusi Normal disebut pula distribusi Gauss yang memiliki rata- rata 0 dan simpangan baku 1, dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Normal

  Metode Distribusi Normal No Tahun p p-pbar (p-pbar) 2 (p-pbar) 3 (p-pbar) 4 2000 132 8.700 75.690 658.503 5728.976 2001

  97 -26.300 691.690 -18191.447 478435.056 2002 98 -25.300 640.090 -16194.277 409715.208 2003 131 7.700 59.290 456.533 3515.304

  2004 155 31.700 1004.890 31855.013 1009803.912 2005 106 -17.300 299.290 -5177.717 89574.504 2006 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176 2007 135 11.700 136.890 1601.613 18738.872 2008 165 41.700 1738.890 72511.71 3023738.432 2009 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176

  Jumlah 1233 0.000 5178.1 58858.44 5180432.617 Rata - rata 123.30 0.000 517.810 5885.844 518043.262 Sd 23,986 Cv 0,195 a 8174.783 Cs 0,5923 b 7195045.301 Ck 3,1051

Tabel 4.3 Perhitungan menggunakan distribusi normal, Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil Standar deviasi (Sd) = 23,986,

  Koefisien variasi (Cv) = 0,195, Koefisien skewnees (Cs) = 0,5923 dan koefisien

  

curtois (Ck) = 3,1051. Agar lebih jelas perhitungan tersebut dapat dilihat pada

Lampiran C.4.2 Halaman 54 .

  2. Perhitungan Distribusi Log Normal

  Distribusi Log Lormal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Distribusi Log-Pearson Type III akan menjadi distribusi Log Normal apabila nilai koefisien kemencengan CS = 0,00. Perhitungan distribusi Log normal dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Log Normal

  Metode Log Normal Tahun P y = ln P (y - ybar) (y - ybar) 2 (y - ybar) 3 (y - ybar) 4

2000 132 4.883 4.883 23.842 116.415 568.429

2001

  97 4.575 4.575 20.928 95.739 437.980 2002 98 4.585 4.585 21.022 96.385 441.921

2003 131 4.875 4.875 23.768 115.871 564.896

  

2004 155 5.043 5.043 25.436 128.285 646.997

2005 106 4.663 4.663 21.748 101.419 472.961

2006 107 4.673 4.673 21.835 102.033 476.782

2007 135 4.905 4.905 24.062 118.029 578.966

2008 165 5.106 5.106 26.071 133.115 679.680

2009 107 4.673 4.673 21.835 102.033 476.782

  Jumlah 1233 47.981 47.981 230.546 1109.325 5345.395 Rata-rata123.30 4.798 4.798 23.055 110.932 534.540 S 5.061 Cv 1,055 a 154.0 Cs 1,188

  Ck 1,616

  Hasil perhitungan yang telah dilakukan didapat hasil Standar deviasi (Sd) = 5,061, Koefisien variasi (Cv) = 1,055, Koefisien skewnees (Cs) = 1,188, dan koefisien curtois (Ck) = 1,616. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 55.

3. Perhitungan Distribusi Gumbel

  Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekwensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien kemencengan (Coefisien of skewnees) atau CS < 1,139 dan koefisien kurtois (Coefisien Curtois) atau Ck < 5,4002. Pada metode ini biasanya menggunakan distribusi dan nilai ekstrim dengan distribusi dobel eksponensial.

Tabel 4.5 Perhitungan curah hujan rencana menggunakan distribusi Gumbel

  Metode Gumbel Tahun x x-xbar (x-xbar) 2 (x-xbar) 3 (x-xbar) 4 2000 132 8.700 75.690 658.503 5728.976 2001 97 -26.300 691.690 -18191.447 478435.056 2002 98 -25.300 640.090 -16194.277 409715.208 2003 131 7.700 59.290 456.533 3515.304 2004 155 31.700 1004.890 31855.013 1009803.912 2005 106 -17.300 299.290 -5177.717 89574.504 2006 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176 2007 135 11.700 136.890 1601.613 18738.872 2008 165 41.700 1738.890 72511.713 3023738.432 2009 107 -16.300 265.690 -4330.747 70591.176

  Jumlah 1233 0.000 5178.100 58858.440 5180432.617 Rata Rata 123.30 0.000 517.810 5885.844 518043.262 Sx 23.986 Sn 0.950 yn 0.495 cv 0.195 cs 0.592 ck 2.174

  Hasil dari perhitungan distribusi Metode Gumbel didapat nilai Standar deviasi (Sd) = 23.986, koefisien variasi (Cv) = 0,195, koefisien skewnees (cs) = 0,592 dan koefisien curtois (ck) = 2,174. Untuk lebih jelasnya hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 56.

4. Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III

  Distribusi Log Pearson Type III digunakan untuk analisis variabel hidrologi dengan nilai varian minimum misalnya analisis frekuensi distribusi dari debit minimum (low flows). Distribusi Log Pearson Type III, mempunyai koefisien kemencengan (Coefisien of skewnees) atau CS ≠ 0, perhitungan distribusi Log Pearson type III dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perhitungan curah hujan rencana distribusi Log Pearson Type III

  Metode Log person III Tahun x Log X (Log x – Log Xbar) (Log x - Log Xbar)^2 (Log x – Log Xbar)^3 (Log x – Log Xbar)^4 2000 132 2.1206 0.0368 0.0014 0.0000 0.0000 2001 97 1.9868 -0.0970 0.0094 -0.0009 0.0001 2002 98 1.9912 -0.0926 0.0086 -0.0008 0.0001 2003 131 2.1173 0.0335 0.0011 0.0000 0.0000 2004 155 2.1903 0.1065 0.0113 0.0012 0.0001 2005 106 2.0253 -0.0585 0.0034 -0.0002 0.0000 2006 107 2.0294 -0.0544 0.0030 -0.0002 0.0000 2007 135 2.1303 0.0465 0.0022 0.0001 0.0000 2008 165 2.2175 0.1337 0.0179 0.0024 0.0003 2009 107 2.0294 -0.0544 0.0030 -0.0002 0.0000

  

Jumlah 1233 20.8381 0.0000 0.0612 0.0016 0.0006

Rata-rata 123.30 2.0838 0.0000 0.0061 0.0002 0.0001

S log 0,0825 Cs log 0,3855 Cv log 0,0007 Ck log 0,1604

  Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, dalam Tabel 4.6 menjelaskan bahwa didapat hasil koefisien skewnees (Cs) = 0,3855 dan nilai koefisien curtois (Ck) = 0,1604. Setelah melakukan perhitungan ini kemudian dilakukan perhitungan interpolasi untuk mencari nilai (G) dan perhitungan curah hujan rencana distribusi log pearson III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan 4.8.

Tabel 4.7 Perhitungan interpolasi untuk mencari nilai (G)

  Nilai G

  2

  5

  10

  25 50 100 0.2 -0.033 0.83 1.301 1.818 2.159 2.472 0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615

  0.38545 -0.064 0.817 1.316 1.875 2.254 2.605

Tabel 4.8 Perhitungan curah hujan rencana distribusi log pearson type III T

  T P RT G G.s Log RT

  (tahun) (%) (mm)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

  2 5 -0.064 -0.005 2.079 119.829

  5 2 0.817 0.067 2.151 141.636

  10 1 1.316 0.108 2.192 155.705

  Pada Tabel 4.8 menjelaskan debit curah hujan rencana periode ulang 2, 5 dan 10 tahunan hujan, hasil yang didapat pada periode ulang 10 tahunan yaitu mencapai 155,705 mm/jam. Untuk lebih jelasnya lagi hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman

  58. Untuk menentukan jenis distribusi curah hujan yang akan dipakai dalam perencanaan ini, maka hasil perhitungan curah hujan rencana periode ( T) tahun pada empat metode tersebut harus dianalisis dengan syarat-syarat jenis sebaran di bawah ini :

Tabel 4.9 Jenis sebaran

  Jenis Distribusi Syarat Perhitungan Kesimpulan Tidak CS =

  0.5924 memenuhi Cs ≈ 0

  NORMAL Tidak

  Ck ≈ 3 CK = 3.1051 memenuhi Tidak

  CS = 1.1884 LOG memenuhi

  Cs ≈ 3 Cv + Cv3 ≈ 1,2497 Tidak

  NORMAL CK = 1.6163 memenuhi

  Tidak CS = 0.5924

  Cs ≤ 1,1396 memenuhi GUMBEL

  Tidak Ck ≤ 5,4002

  CK = 2.1736 memenuhi

  LOG CS = 0.3855

  Memenuhi

PEARSON III

  CK = 0.1604

  Sumber: Triatmodjo, 2008 Dari keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati adalah sebaran Log Pearson Type III dengan nilai koefisien skewnees (Cs) =

  0,3855 mendekati persyaratan Cs ≤ 0 dan nilai koefisien curtois (Ck) = 0,1604 yang mendekati persyaratan Ck ≤ 0,3.

  Dari jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji kecocokan sebarannya dengan chi kuadrat. Hasil uji kecocokan sebaran menunjukan distribusinya dapat diterima atau tidak.

c. Uji keselarasan chi kuadrat

  Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling sesuai dari beberapa metoda distribusi statistik yang telah dilakukan maka dilakukan uji keselarasan.

  2 Tabel 4.10 X Cr hitungan

No. P(X) EF OF EF-OF (EF-OF)2 (EF-OF)2 / EF

85.5<X<100

  2

  1

  1

  1

  0.5 100<X<105

  2

  2 105<X<106.5

  2

  2 106.5<X<135

  2

  2 135<X<146 2 3 -1

  1

  0.5

  10

  10

  1

  2

  2 Bandingkan X Cr hasil tabel dengan X Cr hasil hitungan.

  2 X Cr tabel = 7,815

  2 X Cr hasil hitungan = 1

  Syarat :

  2

2 X Cr hitungan < X Cr tabel

  1 &lt; 7,815 Dari perhitungan sebaran yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

  2

2 X Cr hasil hitungan = 1 < X Cr tabel =7,815 maka distribusi yang dilakukan

  memenuhi syarat dan dapat digunakan. Hitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran C.4.2 Halaman 60.

4.1.3 Analisis intensitas curah hujan

  Intensitas curah hujan adalah curah hujan per satuan waktu. Setelah dilakukan analisis curah hujan periode ulang 10 tahunan, dengan menggunakan distibusi Log Pearson III. Metode yang dipakai untuk mendapatkan data intensitas curah hujan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Perhitungan intensitas curah hujan

  t (Menit) RT (2 th) RT (5 th) RT (10 th) 119.829 141.636 155.705

1 41.542 4.094 21.094

  

2 26.170 5.571 17.178

3 19.972 6.671 15.233

4 16.486 7.580 13.989

5 14.207 8.371 13.094

6 12.581 9.077 12.405

7 11.353 9.721 11.851

8 10.386 10.315 11.391