(B. Pertanian) Konservasi Tanaman Purwoceng sebagai Tanaman Obat Langka melalui Pengembangan Teknologi Budidaya di Luar Habitatnya.
(B. Pertanian)
Konservasi Tanaman Purwoceng sebagai Tanaman Obat Langka melalui Pengembangan
Teknologi Budidaya di Luar Habitatnya
Kata kunci: Konservasi, ex situ, purwoceng, Pimpinella pruatjan
Samanhudi
LPPM UNS, Penelitian, DP2M Dikti, Hibah Kompetensi, 2012
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri obat tradisional adalah sebagian besar
bahan baku (80%) berasal dari hutan atau habitat alami dan sisanya (20%) dari hasil budidaya tradisional.
Penyediaan bahan baku yang masih mengandalkan pada alam tersebut telah mengakibatkan terjadinya
erosi genetik pada sedikitnya 54 jenis tanaman obat, termasuk purwoceng. Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) merupakan tanaman herba komersial yang berkhasiat obat sebagai afrodisiak.
Kandungan metabolit sekunder utama tanaman ini adalah stigmasterol dan sitosterol. Setiap tahun,
permintaan bahan baku tumbuhan obat ini mengalami peningkatan, namun tanaman ini semakin langka
dan sulit dibudidayakan di luar habitatnya. Untuk itu diperlukan teknik budidaya yang tepat agar dapat
dilakukan konservasi secara ex situ terhadap tanaman purwoceng tersebut.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi budidaya yang mantap melalui
pemanfaatan nutrisi organik dan cendawan mikoriza arbuskula sehingga dapat mengurangi penggunaan
pupuk anorganik dan meningkatkan kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman purwoceng,
serta produksi bibit secara cepat melalui teknologi kultur jaringan. Penelitian ini terdiri atas beberapa
tahap, yang direncanakan selesai dalam tiga tahun. Pada tahun pertama, lingkup kegiatan penelitian
meliputi pengujian campuran media tanam dengan berbagai jenis pupuk kandang (ayam, kambing, dan
sapi) dikombinasikan dengan berbagai tingkat dosis aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA).
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yang berbeda untuk melihat kesesuaian lahannya, yaitu di
Tawangmangu dan Boyolali.
Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan bahwa kondisi agroklimatologi Tawangmangu sesuai untuk
pertumbuhan tanaman purwoceng. Perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang sapi memberikan ratarata hasil tertinggi pada variable panjang tangkai daun (18,53 cm), jumlah tangkai daun (14,6), luas daun
(8,71 cm2), panjang akar (11,23 cm) dan volume akar (1,42 cm3). Pemberian mikoriza menunjukkan hasil
berbeda nyata hanya pada variabel persentase infeksi akar dengan rata-rata infeksi sebesar 39,99%,
sedangkan jenis Scleroderma sp. tidak menginfeksi perakaran purwoceng. Tanaman purwoceng juga
dapat dibudidayakan secara ex situ di Kecamatan Selo, Boyolali dengan ketinggian tempat 1500 m dpl.
Pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 30 ton/ha memberikan rata-rata pertumbuhan tertinggi
pada panjang tangkai daun (19,4 cm), jumlah tangkai daun (16), luas daun (22,01 cm2), volume akar (5,7
cm3) berat segar brangkasan (20,7 g) dan berat kering brangkasan (2,4 g). Glomus sp. mampu
menginfeksi akar tanaman purwoceng dengan rata-rata infeksi sebesar 57,33%, sedangkan Scleroderma
sp. tidak menginfeksi perakaran purwoceng.
Konservasi Tanaman Purwoceng sebagai Tanaman Obat Langka melalui Pengembangan
Teknologi Budidaya di Luar Habitatnya
Kata kunci: Konservasi, ex situ, purwoceng, Pimpinella pruatjan
Samanhudi
LPPM UNS, Penelitian, DP2M Dikti, Hibah Kompetensi, 2012
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri obat tradisional adalah sebagian besar
bahan baku (80%) berasal dari hutan atau habitat alami dan sisanya (20%) dari hasil budidaya tradisional.
Penyediaan bahan baku yang masih mengandalkan pada alam tersebut telah mengakibatkan terjadinya
erosi genetik pada sedikitnya 54 jenis tanaman obat, termasuk purwoceng. Purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) merupakan tanaman herba komersial yang berkhasiat obat sebagai afrodisiak.
Kandungan metabolit sekunder utama tanaman ini adalah stigmasterol dan sitosterol. Setiap tahun,
permintaan bahan baku tumbuhan obat ini mengalami peningkatan, namun tanaman ini semakin langka
dan sulit dibudidayakan di luar habitatnya. Untuk itu diperlukan teknik budidaya yang tepat agar dapat
dilakukan konservasi secara ex situ terhadap tanaman purwoceng tersebut.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi budidaya yang mantap melalui
pemanfaatan nutrisi organik dan cendawan mikoriza arbuskula sehingga dapat mengurangi penggunaan
pupuk anorganik dan meningkatkan kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman purwoceng,
serta produksi bibit secara cepat melalui teknologi kultur jaringan. Penelitian ini terdiri atas beberapa
tahap, yang direncanakan selesai dalam tiga tahun. Pada tahun pertama, lingkup kegiatan penelitian
meliputi pengujian campuran media tanam dengan berbagai jenis pupuk kandang (ayam, kambing, dan
sapi) dikombinasikan dengan berbagai tingkat dosis aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA).
Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yang berbeda untuk melihat kesesuaian lahannya, yaitu di
Tawangmangu dan Boyolali.
Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan bahwa kondisi agroklimatologi Tawangmangu sesuai untuk
pertumbuhan tanaman purwoceng. Perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang sapi memberikan ratarata hasil tertinggi pada variable panjang tangkai daun (18,53 cm), jumlah tangkai daun (14,6), luas daun
(8,71 cm2), panjang akar (11,23 cm) dan volume akar (1,42 cm3). Pemberian mikoriza menunjukkan hasil
berbeda nyata hanya pada variabel persentase infeksi akar dengan rata-rata infeksi sebesar 39,99%,
sedangkan jenis Scleroderma sp. tidak menginfeksi perakaran purwoceng. Tanaman purwoceng juga
dapat dibudidayakan secara ex situ di Kecamatan Selo, Boyolali dengan ketinggian tempat 1500 m dpl.
Pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 30 ton/ha memberikan rata-rata pertumbuhan tertinggi
pada panjang tangkai daun (19,4 cm), jumlah tangkai daun (16), luas daun (22,01 cm2), volume akar (5,7
cm3) berat segar brangkasan (20,7 g) dan berat kering brangkasan (2,4 g). Glomus sp. mampu
menginfeksi akar tanaman purwoceng dengan rata-rata infeksi sebesar 57,33%, sedangkan Scleroderma
sp. tidak menginfeksi perakaran purwoceng.