Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang Pendidikan pada Siswa SMA di Panti Asuhan 'X' Bandung.

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Studi Deskriptif mengenai Orientasi Masa Depan
bidang Pendidikan Pada Siswa SMA di Panti Asuhan „X‟ Bandung” ini bertujuan
untuk melihat gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan. Rancangan
penelitian yang digunakan menggunakan metode deskriptif. Responden pada
penelitian ini berjumlah 25 orang.
Alat ukur yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari penelitian
Cindy Maria, M.Psi, Psik dalam thesisnya yang berjudul “Rancangan Modul
Pelatihan Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan pada Siswa/I kelas 1 SMA
„X‟ Bandung”. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Rank
Spearman diperoleh 17 item valid dengan validitas berkisar antara 0,389 -0,671
dan relablitas 0,788 dengan menggunakan formula Alpha Cronbach.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa 14 siswa
SMA di Panti Asuhan „X‟ Bandung memiliki orientasi masa depan bidang
pendidikan yang tidak jelas dan 11 siswa lainnya memiliki orientasi masa depan
bidang pendidikan yang jelas.

viii

ABSTRACT


This research entitled “Studi Deskriptif mengenai Orientasi Masa Depan
bidang Pendidikan pada Siswa SMA di Panti Asuhan „X‟ Bandung” is geared
towards discovering the portrayal of Future Orientation of Education.
Descriprtive method is used as the research design in the research. The numbers
of respondents are 25 persons.
The measurement instrument utilized in this research is the modification of
Cindy Maria, M.Psi., Psik‟s thesis entitled “Rancangan Modul Pelatihan
Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan pada Siswa/I kelas I SMA X Bandung”.
According to the validity test is using formula of Rank Spearman, it resulted 17
valid items with validity around 0,389 – 0,671 and reability 0,788 by using Alpha
Croncbach Formula.
Based on the result of research, it can be concluded that 14 High School
students of “X” orphanage have unclear future orientation of education, whereas
11 others have clear future orientation of education.

ix

DAFTAR ISI


Halaman
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………… ii
Pernyataan Orisinalitas Laporan Penelitian …………………………………… iii
Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian ……………………………………… iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………....... v
Abstrak ………………………………………………………………………... viii
Abstract ……………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. xiv
DAFTAR BAGAN …………………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG MASALAH ………………………….................... 1
1.2.IDENTIFIKASI MASALAH……………………………………….. …… 10
1.3.MAKSUD DAN TUJUAN
1.3.1

Maksud ……………………………..………………………... 10


1.3.2

Tujuan …………………………………………..……………. 10

x

1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
1.4.1

Kegunaan Teoritis……......……………………..……………… 11

1.4.2

Kegunaan Praktis ……….……………………..…………….... 11

1.5.KERANGKA PIKIR…………………………………..…………………... 12
1.6.ASUMSI …………………………………………………………………… 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.ORIENTASI MASA DEPAN
2.1.1. Pengertian Orientasi Masa Depan……………….…………….. 23
2.1.2. Proses Orientasi Masa Depan …………..…………………….. 24
2.1.3. Hal-hal yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan …………. 30
2.1.4. Orientasi Masa Depan Pada Remaja …………….…………….. 31
2.2.REMAJA
2.2.1. Pengertian Remaja .......................……………………………. 33
2.2.2. Konteks Dalam Remaja yang memengaruhi
Perkembangannya ………………………………………….... 34
2.2.3. Pekembangan Kognitif Remaja ....................……………….. 34
2.2.4. Status identitas ...................................................................... 35
2.2.5. Tugas Perkembangan Remaja ................……………………. 36
2.3.PANTI ASUHAN
2.3.1. Pengertian Panti Asuhan …………………………………….. 37
2.3.2. Penyebab Ketelantaran Anak …………………………….….. 37

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.


RANCANGAN PENELITIAN ………………………………………. 39

3.2.

BAGAN RANCANGAN PENELITIAN …………………………..... 39

3.3.

VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.3.1. Variabel Penelitian ……………………………………………. 40
3.3.2. Definisi Operasional …………………………………………...40

3.4.

ALAT UKUR
3.4.1. Kuisioner Orientasi Masa Depan ……………………………... 41
3.4.2. Sistem Penilaian ……………………………………………….. 44
3.4.3. Data Pribadi dan Data Penunjang …………………………….. 44
3.4.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

3.4.4.1. Validitas Alat Ukur ………………………………….. 45
3.4.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ……………………………….. 46

3.5.

POPULASI SASARAN...................................................................... 48

3.6.

TEKNIK ANALISIS DATA …….………………………………….... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Gambaran Responden
4.1.1 Gambaran Responden berdasarkan Usia ……………………… 49
4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin …………… 50
4.1.3 Gambaran Responden berdasarkan Kelas …………………….. 50

4.2


Hasil Penelitian

xii

4.2.1 Gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan …………... 51
4.2.2 Gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan yang
Jelas berdasarkan Aspek OMD ……………………………….. 52
4.2.3 Gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan yang
Tidak Jelas berdasarkan Aspek OMD ……………………….... 53
4.2.4 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin dan Orientasi Masa
Depan bidang Pendidikan ………………………………......... 54
4.2.5 Tabulasi Silang Antara Kelas dan Orientasi Masa Depan
bidang Pendidikan ……………………………………….......... 55
4.3 Pembahasan ……………………………………………………………… 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan ………………………………………………………….. 61


5.2

Saran
5.2.1 Saran Teoritis ………………………………………………….. 62
5.2.2 Saran Praktis …………………………………………………... 62

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii

Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ……………………………………………….. 41
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian …………………………………………….…… 43
Tabel 4.1 Gambaran Responden berdasarkan usia ..................................... 49
Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …………….. 50
Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Kelas ………………………… 50
Tabel 4.4 Gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan …………...... 51

Tabel 4.5 Gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan yang jelas
berdasarkan Aspek Orientasa Masa Depan………………………... 52
Tabel 4.6 Gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pendidikan yang tidak
jelas berdasarkan Aspek Orientasi Masa Depan………………… . 53

xiv

DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir …………………………………………. 21
Bagan 2.1 Tahap Orientasi Masa Depan ………………………….………. 25
Bagan 3.1 Prosedur Penelitian …………………………………………….. 39

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 LOC dan Alat Ukur ………………………………………… xvii
Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas ……………………………………. xxix
Lampiran 3 Data Hasil Penelitian ………………………………………... xxx
Lampiran 4 Tabulasi Silang ………………………………………………xxxii

Lampiran 5 Latar Belakang Panti Asuhan „X‟ Bandung ………………. xxxvii

xvi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Di era globalisasi ini, pendidikan, kemampuan, dan pengetahuan sangatlah

penting dimiliki oleh setiap individu. Pendidikan khususnya, merupakan suatu modal
untuk bertahan hidup di tengah zaman yang serba sulit ini. Dengan adanya
pendidikan maka akan menciptakan individu yang produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Hal
tersebut terutama penting bagi remaja karena mereka adalah generasi muda yang
akan menggantikan generasi sebelumnya. Adanya persaingan dalam dunia kerja yang
ketat pun seakan membuat para generasi muda ini berlomba-lomba untuk menimba
ilmu


setinggi

mungkin

demi

menggapai

masa

depan

(http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-2,

yang

cerah

diakses

pada

tanggal 17 April 2013).
Menurut Papalia (dalam Papalia, 2009) sekolah menawarkan kesempatan
untuk mempelajari informasi, menguasai keterampilan baru, dan mempertajam
keterampilan lama, untuk menjelajahi pilihan karier. Sehingga pendidikan dalam hal
ini menjadi penting dimana dengan pendidikan yang mereka miliki akan membuka
peluang untuk mereka bersaing demi mendapatkan pekerjaan. Melihat hal tersebut,
menjadi penting bagi remaja khususnya siswa SMA, untuk banyak belajar agar dapat
1

2

memperoleh tempat dalam masyarakat sebagai warga negara yang bertanggung
jawab, bahagia serta menjadi penerus kehidupan nusa dan bangsa agar nantinya bisa
menjadi individu yang berhasil di masa depan.
Hal ini diperkuat oleh tugas perkembangan remaja yang disampaikan oleh
Papalia (dalam Papalia, 2009) bahwa tugas perkembangan remaja akhir salah satunya
adalah kemandirian dari orang tua. Dimana pada usia remaja akhir atau ketika masa
SMA, mereka sudah mulai memikirkan tentang masa depan agar tidak bergantung
lagi kehidupannya kelak dengan orang tua mereka.
Apabila dilihat dari kenyataannya, pada saat ini tidak semua siswa SMA yang
diharapkan kelak menjadi penerus bangsa dapat menikmati kehidupan yang baik,
termasuk mengenyam pendidikan. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor ekonomi,
ditinggal oleh orang tua dan lain sebagainya. Oleh karena itu banyak sekarang ini
panti asuhan di kota-kota besar berusaha untuk mengatasi permasalahan tersebut
dengan menampung anak-anak yang mengalami permasalahan tersebut untuk dibina
dan diberi kesempatan agar bisa menikmati hidup dengan baik dan sehat serta
mendapatkan pendidikan yang baik (Meizarra, dkk,1999).
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15654

diakses

pada

tanggal

25

Februari 2014).
Kehidupan di panti asuhan berbeda dengan kehidupan di keluarga yang
normal. Panti asuhan sebagai pengganti keluarga bagi mereka yang tidak memiliki
keluarga lagi atau karena orang tuanya meninggal dunia. Mereka yang tinggal di

3

panti asuhan berasal dari latar belakang yang berbeda serta usia yang berbeda-beda.
Di dalam panti asuhan, anak diasuh secara masal. Panti asuhan memberikan
pelayanan pemeliharaan baik secara fisik, mental maupun sosial. Namun secara lebih
lanjut, kondisi mental dan sosial anak asuh menjadi perhatian khusus. Dengan visinya
yang ingin membentuk manusia secara utuh dengan cara yang manusiawi, panti
asuhan mencoba untuk membentuk anak asuhnya dalam menghadapi stereotip
masyarakat yang memandang bahwa anak panti asuhan memiliki kelas sosio ekonomi
yang lebih rendah dan tidak percaya diri ini coba untuk diatasi panti asuhan. Pada
umumnya panti asuhan memberikan penanaman nilai-nilai kepercayaan diri agar bisa
menerima kondisi dirinya dan mengatasi rasa minder dan rendah dirinya.
(http://www.psychologymania.com/2013/01/kehidupan-anak-di-panti-asuhan.html
diakses pada tanggal 26 Februari 2014).
Pendidikan yang tinggi menjadi hak bagi semua individu. Hal ini berlaku pula
bagi siswa SMA di panti asuhan. Mereka berhak untuk memiliki pendidikan hingga
perguruan tinggi. Dengan pendidikan hingga sarjana, tentu akan dapat merubah
kehidupan anak-anak panti asuhan kelak. Mereka bisa mendapatkan masa depan yang
lebih baik dan dapat mengangkat harkat martabat keluarga.
(http://www.sumbaronline.com/berita-6988-anak-panti-asuhan-aset-bangsa-.html
diakses pada tanggal 6 Maret 2014)
Berdasarkan hasil penelitian Kementrian Sosial, Save the Children &
UNICEF pada tahun 2006 dan 2007 terhadap 37 Panti Asuhan di 6 provinsi,

4

memberikan gambaran bahwa Panti Asuhan lebih berfungsi sebagai lembaga
penyedia akses pendidikan daripada sebagai lembaga alternatif terakhir pengasuhan
anak yang tidak dapat diasuh oleh orang tua atau keluarganya. Selain itu, hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa 90% anak yang tinggal di Panti Asuhan masih
memiliki kedua orang tua dan dikirim ke Panti Asuhan dengan alasan utama untuk
melanjutkan

pendidikan.

(http://www.kdm.or.id/2014/03/panti-asuhan-sebagai-

lembaga-perlindungan-anak/ diakses pada tangal 28 November 2014)
Berdasarkan fenomena yang ditemukan di lapangan, beberapa anak panti
asuhan memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi sarjana dan bermanfaat bagi
orang lain nantinya. Kehidupannya di panti asuhan yang serba pas-pasan tidak
menjadi penghalang bagi mereka.

Tidak hanya itu, beberapa dari mereka pun

kemudian sukses hingga menjadi PNS, TNI, maupun POLRI. Beberapa orang lainnya
berhasil menyelesaikan pendidikan magisternya dan menjadi pengusaha ternama. Hal
ini tentu tidak dapat terjadi begitu saja. Ini dapat terjadi karena mereka mengetahui
apa yang akan mereka lakukan kelak dan memiliki keinginan yang kuat untuk
mencapai keinginan mereka tersebut.
( http://www.vemale.com/inspiring/lentera/49544-belajar-dari-kehidupan-anak-panti-asuhantetap-tegar-dan-semangat-meskipun-hidup-pas-pasan.html diakses pada tanggal 6 Maret

2014),

http://www.sumbaronline.com/berita-6988-anak-panti-asuhan-aset-bangsa-.html

diakses pada tanggal 6 Maret 2014)

5

Dari sekian banyak yayasan panti asuhan di Bandung yang ada, peneliti
tertarik untuk meneliti Panti Asuhan ‘X’. Melalui wawancara dengan pengurus Panti
Asuhan ‘X’ Bandung, diketahui bahwa Panti Asuhan ini berdiri tahun 1997. Maksud
dan tujuannya berdirinya Panti Asuhan ini yaitu untuk membantu pemerintah untuk
menyelamatkan anak terlantar. Anak-anak yang berhak untuk diasuh oleh anak Panti
Asuhan ini adalah anak-anak yang mengalami masalah-masalah sosial, diantaranya
adalah anak yatim-piatu, yatim, piatu, terlantar, anak jalanan, anak korban KDRT,
dan anak korban trafficking.
Sejak 2013 awal, Panti Asuhan ‘X’ Bandung terpilih untuk menjadi salah satu
dari tiga panti asuhan percontohan di Indonesia. Hal ini membuat mereka ketat dalam
menyeleksi anak-anak asuh. Anak-anak yang masuk ke dalam panti asuhan ini
merupakan anak-anak dari rujukan pemerintah yang telah dilakukan serangkaian
pengecekan berupa home visit dan wawancara mengenai silsilah keluarga,
penghasilan keluarga, dan mencari tahu mengapa anak harus dititipkan ke panti
asuhan. Setelah hasil didapatkan, maka data ini akan dipresentasikan di depan Dinas
Sosial Kota, Dinas Sosial Provinsi, pihak Save the Children and UNICEF dan pihak
Panti Asuhan ‘X’ Bandung. Di sinilah penentuan apakah anak-anak tersebut akan
diterima atau tidak menjadi anak asuh. Anak- anak yang kemudian diterima oleh
Panti Asuhan ini kemudian dipisah dalam 2 kriteria yaitu anak binaan luar panti dan
anak binaan dalam panti.

6

Anak binaan luar panti adalah anak-anak yang masih memiliki sanak keluarga
dan tidak tinggal di Panti Asuhan ‘X’ Bandung, tetapi karena alasan perekonomian
maka panti asuhan membiayai pendidikan mereka ataupun pihak panti asuhan pun
akan membangun komunikasi dengan keluarga dari anak-anak tersebut. Biasanya
hubungan pembinaan anak di luar panti ini hanya bersifat sementara sampai pihak
keluarga sanggup untuk membiayai kembali pendidikan anak mereka. Atau, jika
orang tua mereka belum sanggup membiayai pendidikan anak-anaknya, pihak panti
asuhan akan membiayai pendidikan mereka hingga jenjang SMA, sesuai dengan
peraturan Kementrian Sosial mengenai kewajiban panti asuhan. Dengan membina
anak di luar panti, tentu saja tidak mengurangi kedekatan anak dengan orang tuanya.
Anak binaan dalam panti adalah anak-anak yang tinggal dan diasuh di dalam
Panti Asuhan. Kewajiban mereka sebagai anak binaan dalam panti adalah mengikuti
pendidikan umum yakni SD hingga SMA dan mengikuti pendidikan agama. Hal ini
diberlakukan karena Panti Asuhan ‘X’ Bandung mengacu pada Kurikulum Semi
Pesantren, sehingga pendidikan agama menjadi suatu hal yang wajib. Setiap subuh
dan magrib, mereka wajib mengikuti tadarus Qur’an. Mereka juga belajar ilmu fiqih,
tajwid, akhlaq, dan berdakwah. Selain wajib mengikuti pendidikan umum dan
pendidikan agama, mereka juga diberikan Pendidikan Kewirausahaan dan diberikan
Training Kepercayaan Diri oleh berbagai macam Lembaga Swadaya Masyarakat.
Tidak hanya itu, mereka pun diberikan keterampilan seperti perakitan komputer,
pengetikan, maupun kerajinan tangan.

7

Bagi Panti Asuhan ‘X’ Bandung, pendidikan merupakan prioritas utama
mereka. Dimana program pendidikan yang diberikan oleh Panti Asuhan ‘X’ Bandung
mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas. Untuk
memfasilitasi pendidikan anak asuhnya, Panti Asuhan ‘X’ Bandung ini pun memiliki
SD, SMP, dan SMA yang terletak di sebelah Panti Asuhan ‘X’ Bandung. Hal ini
dilakukan karena mereka menganggap bahwa anak-anak asuh memiliki kesempatan
yang sama dengan anak-anak pada umumnya untuk mengenyam pendidikan. Selain
itu, Panti Asuhan ‘X’ Bandung ini pun memfasilitasi untuk membiayai pendidikan
kuliah bagi anak-anak asuh yang berprestasi. Dalam lima tahun terakhir, sudah ada 7
orang anak asuh yang dibiayai oleh pihak panti asuhan untuk melanjutkan pendidikan
mereka ke perguruan tinggi.
Berdasarkan wawancara dengan pengurus panti asuhan, terdapat siswa SMA
di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang belum tahu tujuan pendidikan mereka setelah
lulus SMA. Banyak pula yang belum mengetahui informasi mengenai jurusan kuliah.
Padahal, dengan adanya tuntutan masa depan seperti yang telah dijelaskan di atas dan
telah adanya fasilitas yang diberikan panti asuhan untuk memberikan pendidikan
yang tinggi kepada para anak asuhnya, menjadi penting untuk para siswa SMA di
Panti Asuhan ‘X’ Bandung untuk memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan.
Dengan adanya orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas, mereka
akan tahu arah dan tujuan hidup mereka di kemudian hari di mana mereka tidak bisa
selamanya tinggal di panti asuhan. Menurut Papalia (dalam Papalia, 2009) kelak

8

mereka akan memiliki jalan hidup yang harus mereka jalani masing-masing. Selain
itu, pada masa ini siswa SMA sudah memikirkan untuk tidak hidup bergantung
dengan orang tua. Keinginan untuk dapat hidup mandiri sangat kuat. Mereka pun
mulai memiliki tujuan mengenai apa yang akan dilakukannya kelak. Dengan
memiliki orientasi masa depan yang jelas, siswa SMA tidak akan kebingungan
ataupun merasa ragu dengan masa depannya. Nurmi (1989) dalam bukunya
Adolescence Orientation to the Future Department of Psychology

mengatakan

bahwa orientasi masa depan adalah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya
dalam konteks masa depan, yang memungkinkan individu untuk menentukan tujuan,
menyusun rencana untuk mencapai tujuan, dan mengevaluasi sejauh mana tujuantujuan tersebut dapat dilaksanakan.

Selain itu, yayasan panti asuhan dapat

memberikan informasi mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan para anak
asuhnya dan hal ini pun dapat membantu yayasan untuk menentukan berapa biaya
yang harus mereka keluarkan untuk pendidikan anak asuh mereka.
Berdasarkan hasil survey, peneliti menemukan sebanyak 70 % (7 dari 10
orang) siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung memiliki keinginan yang cukup
kuat untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Mereka menganggap bahwa
pendidikan itu penting karena akan menambah wawasan mereka dan dengan
pendidikan yang tinggi maka akan mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.
Sedangkan 30 % (3 dari 10 orang) siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung
memiliki keinginan yang rendah untuk melanjutkan pendidikan karena faktor biaya

9

yang minim. Mereka juga beranggapan bahwa pendidikan yang tinggi bukanlah satusatunya jalan menuju kehidupan yang lebih baik.
Selain itu peneliti juga menemukan bahwa sebanyak 50 % (5 dari 10 orang)
siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung telah mulai memiliki target untuk
mengambil jurusan apa dengan beragam jurusan yang mereka minati dan dimana
mereka akan mengambil jurusan kuliah tersebut. Mereka pun mulai menyusun
langkah-langkah untuk menuju rencana pendidikan mereka dengan mencari tahu
informasi mengenai jurusan yang mereka minati dari guru di sekolah, pengurus panti
asuhan, ataupun membaca buku mengenai jurusan tersebut. Sedangkan 50 % (5 dari
10 orang) siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung masih kebingungan dengan
rencana pendidikan mereka setelah lulus SMA karena minimnya informasi yang
mereka miliki mengenai jurusan perkuliahan. Mereka malu untuk bertanya kepada
guru ataupun pengurus panti asuhan mengenai jurusan-jurusan yang mereka minati
sehingga membuat mereka kebingungan harus melakukan apa untuk menuju jurusan
yang mereka minati.
Tidak hanya itu, peneliti juga menemukan bahwa sebanyak 20 % ( 2 dari 10
orang) siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung mampu untuk menilai apakah
jurusan yang mereka minati sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki untuk
menunjang rencana pendidikan yang telah mereka buat. Mereka juga memikirkan
kemungkinan akan hambatan yang akan mereka temui pada rencana pendidikan yang
telah mereka buat. Sedangkan 80 % (8 dari 10 orang) siswa SMA di Panti Asuhan

10

‘X’ Bandung merasa tidak yakin bahwa kemampuan yang mereka miliki dapat
menunjang mereka untuk masuk ke jurusan yang mereka inginkan. Selain itu mereka
belum memikirkan mengenai kesulitan apa yang mungkin akan mereka temui pada
rencana pendidikan yang akan mereka buat karena merasa hal tersebut masih terlalu
jauh untuk dipikirkan.
Berdasarkan fenomena yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk
memahami lebih jauh lagi mengenai gambaran orientasi masa depan pada siswa SMA
di Panti Asuhan ‘X’ Bandung.

1.2.

IDENTIFIKASI MASALAH
Ingin mengetahui bagaimana orientasi masa depan bidang pendidikan pada

siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ di Bandung.

1.3.

MAKSUD DAN TUJUAN

1.3.1. Maksud
Memperoleh kejelasan orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa
SMA di Panti Asuhan ‘X’ di Bandung.

11

1.3.2. Tujuan
Memperoleh kejelasan orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa
SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung melalui tiga tahap yaitu motivasi, perencanaan,
dan evaluasi.

1.4.

KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1. Kegunaan Teoritis


Memberikan informasi tentang orientasi masa depan bidang
pendidikan pada siswa SMA, bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya pada bidang Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sosial.



Memberikan informasi kepada peneliti lain dalam melakukan
penelitian mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan.

1.4.2. Kegunaan Praktis


Memberikan informasi kepada siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’
Bandung tentang pentingnya orientasi masa depan bidang pendidikan,
agar siswa SMA di Panti Asuhan 'X' mulai memikirkan mengenai
tujuan pendidikannya setelah lulus SMA.



Memberikan informasi kepada pihak yayasan Panti Asuhan ‘X’
Bandung tentang pentingnya orientasi masa depan bidang pendidikan,
sebagai pertimbangan untuk membimbing dan membina anak asuh

12

mereka khususnya siswa SMA yang terkait dengan orientasi masa
depan bidang pendidikan.

1.5

KERANGKA PIKIR
Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung merupakan siswa yang menjadi

anak asuh Panti Asuhan ‘X’ Bandung baik sebagai anak binaan dalam panti maupun
anak binaan luar panti. Usia mereka berkisar antara 14-18

tahun

dimana

dalam

rentang usia tersebut mereka masuk ke tahap remaja akhir. Berdasarkan tahap
perkembangannya, pada masa ini siswa SMA di Panti Asuhan’X’ Bandung telah
memiliki kemandirian agar tidak bergantung kepada orang tua (Papalia, 2009).
Era globalisasi semakin menuntut siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ untuk
memiliki pendidikan, kemampuan, dan pengetahuan agar mereka dapat bertahan
hidup di tengah zaman yang serba sulit serta dapat menggapai masa depan yang
cerah. Ternyata, ketiga hal tersebut saja tidak cukup. Maka dibutuhkanlah orientasi
masa depan yang harus dimiliki oleh siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung.
Nurmi (1989) menyatakan orientasi masa depan dapat diartikan sebagai cara
pandang seseorang terhadap masa depannya. Bagaimana individu memandang masa
depannya, akan tergambar melalui harapan-harapan, standar tujuan, perencanaan, dan
strategi. Dengan adanya orientasi masa depan berarti individu telah melakukan
antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul di masa depan. Orientasi
masa depan bidang pendidikan pada siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yaitu

13

seberapa jelas siswa SMA dalam memandang masa depannya setelah lulus dari SMA,
dimulai dari seberapa kuat dorongan, minat yang dimiliki siswa SMA di Panti
Asuhan ‘X’ Bandung untuk menentukan tujuan mereka di masa depan setelah lulus
dari SMA, seberapa terarah strategi siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung dalam
mencapai tujuan yang telah diminatinya di masa depan setelah lulus dari SMA, dan
seberapa akurat kemungkinan tercapai atau tidaknya tujuan yang telah diminati oleh
siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung di masa depan setelah lulus SMA, dilihat
dari aspek-aspek yang menghambat atau mendukung dalam pencapaian tujuan.
Berdasarkan teori Cognitive Psychology, Nurmi (1989) menjelaskan bahwa
orientasi masa depan juga dapat dikarakteristikkan sebagai suatu proses yang
mencakup tiga tahap, yaitu motivation, planning, dan evaluation. Tahap pertama
adalah motivation. Tahap ini berkaitan dengan apa yang menjadi minat dan perhatian
individu di masa depan yang mendorong individu untuk bertingkah laku dalam
pencapaian tujuan tertentu. Pada awalnya, muncul pengetahuan baru yang relevan
dengan motif umum individu atau pemikiran akan menimbulkan minat yang lebih
spesifik. Kemudian individu tersebut mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan
dengan minat baru tersebut. Selanjutnya, ia akan menentukan tujuan spesifik. Pada
akhirnya Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung memutuskan kesiapan mereka
membuat komitmen yang berisikan tujuan tersebut. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’
Bandung yang memiliki motivasi kuat adalah mereka yang memiliki minat dan
perhatian mengenai apa yang akan dilakukan selepas lulus SMA secara spesifik

14

berdasarkan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya mengenai pendidikan.
Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung akan termotivasi untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkannya apabila ia memiliki minat dan harapan yang kuat mengenai
tujuannya tersebut. Sedangkan siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang
memiliki motivasi rendah adalah mereka yang menyerah pada keadaaan mereka yang
pas-pasan dan merasa minder dengan keadaannya sebagai anak panti asuhan sehingga
menyebabkan mereka tidak memiliki minat yang spesifik terhadap pendidikannya
setelah lulus SMA.
Ketika siswa memiliki minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya setelah SMA, akan berdampak pada tahapan selanjutnya dimana mereka
akan mulai menyusun rencana secara matang mengenai pendidikan atau jurusan yang
ingin mereka masuki. Hal ini berkaitan dengan tahap kedua dalam orientasi masa
depan yaitu perencanaan dimana mereka mulai menyusun rencana untuk
merealisasikan maksud, minat, dan goal yang dimilikinya dan bagaimana
merealisasikan rencana tersebut. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang
telah memiliki perencanaan adalah mereka yang telah memutuskan untuk
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, kemudian menyusun rencana mengenai
jurusan apa yang akan mereka ambil yang sesuai dengan minat atau tujuannya, di
mana mereka akan berkuliah, atau keterampilan-keterampilan apa yang harus ia
miliki untuk menunjangnya agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkannya
tersebut. Sedangkan siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang belum memiliki

15

perencanaan adalah mereka yang belum memiliki rencana mengenai jurusan apa yang
akan diambil. Mereka pun masih kebingungan dimana mereka akan mengambil
jurusan tersebut, dan keterampilan apa yang harus mereka miliki untuk menunjang
minat dan rencana yang telah disusunnya tersebut.
Dengan adanya minat dan rencana untuk melanjutkan pendidikannya setelah
lulus SMA, siswa SMA di Panti Asuhan mulai mengevaluasi mengenai kemungkinan
perealisasiannya. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung mampu untuk
mengevaluasi apakah tujuan yang telah ditetapkannya sesuai dengan keterampilan
yang dimilikinya. Bagi siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang memutuskan
untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi sesuai dengan minat, tujuan,
dan rencana yang telah mereka buat, mereka diharapkan mampu mengevaluasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan menghambat mereka dalam mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditentukan atau apakah keterampilan yang dimiliki oleh
mereka sudah mampu untuk menunjang mereka sehingga mereka dapat mencapai apa
yang telah mereka rencanakan seperti pada tahap sebelumnya. Sedangkan siswa
SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang belum dapat mengevaluasi adalah siswa
SMA yang belum dapat mengevaluasi kemungkinan akan hambatan yang akan
mereka temui dalam pencapaian tujuan pendidikannya. Mereka juga masih
kebingungan apakah keterampilan yang mereka miliki sudah menunjang untuk
mencapai tujuan pendidikannya kelak atau mereka tidak mengarahkan keterampilan
yang mereka miliki ke tujuan pendidikan yang sesuai dengan keterampilan mereka.

16

Proses evaluasi dalam orientasi masa depan dapat dilihat dari dua hal, yang
pertama causal attribution, yaitu didasarkan pada evaluasi kognitif secara sadar
mengenai kesempatan seseorang untuk mengontrol masa depannya. Siswa SMA di
Panti Asuhan ‘X’ mengevaluasi apakah hal yang menjadi tujuannya tersebut dapat
terlaksanakan, misalnya dengan melihat faktor peluang. Peluang yang dimaksud
adalah apakah mereka memiliki kesempatan untuk masuk ke perguruan tinggi dengan
persaingan yang ketat. Kedua adalah afek, yaitu tipe evaluasi yang lebih langsung dan
tidak sadar. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ memiliki emosi yang mewarnai saat ia
menetapkan tujuan, baik itu emosi positif misalnya optimis dan emosi negatif
misalnya pesimis. Siswa SMA di Panti Asuhan “X’ yang optimis dalam menetapkan
tujuan cenderung akan memiliki orientasi masa depan yang lebih jelas karena dengan
keoptimisan akan kemampuannya ini dapat menunjangnya untuk masuk jurusan yang
diminatinya setelah lulus SMA. Sedangkan Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ yang
merasa pesimis dengan kemampuan yang dimilikinya cenderung akan memiliki
orientasi masa depan yang kurang jelas karena mereka tidak percaya akan
kemampuan yang mereka miliki.
Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ yang memiliki orientasi masa depan bidang
pendidikan yang jelas adalah mereka yang memiliki minat yang jelas terhadap
sesuatu hal, memiliki tujuan yang jelas dan spesifik selepas SMA mengenai apa yang
akan dilakukannya mengenai pendidikan, memiliki motivasi yang kuat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkannya, dan dapat mengevaluasi keterampilan apa

17

yang harus dimiliki olehnya agar tujuannya tercapai. Selain itu, mereka pun dapat
mengantisipasi mengenai kejadian yang tidak terduga atau yang tidak diharapkan
terjadi dalam pencapaian tujuannya tersebut.
Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ yang memiliki orientasi masa depan bidang
pendidikan yang tidak jelas adalah mereka yang masih ragu akan minatnya,
kebingungan untuk menentukan tujuannya setelah lulus SMA sehingga mereka tidak
memiliki motivasi yang besar dalam mencapai tujuannya tersebut. Selain itu, mereka
pun tidak dapat mengantisipasi kejadian tidak terduga atau tidak diharapkan terjadi
dalam pencapaian tujuannya tersebut. Orientasi masa depan bidang pendidikan
dikatakan jelas apabila siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung memiliki ketiga
tahap dari orientasi masa depan yaitu motivasi, planning, dan perencanaan. Jika salah
satu dari ketiga tahap tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa orientasi
masa depan bidang bidang pendidikannya tidak jelas.
Nurmi (1989) menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi orientasi masa
depan terbagi ke dalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
pertama yaitu self esteem dan intelligence. Semakin tinggi self esteem dan
intelligence individu, maka orientasi masa depannya pun akan semakin jelas. Siswa
SMA di Panti Asuhan ‘X’ yang memiliki self esteem yang tinggi cenderung akan
memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang lebih jelas karena mereka
memiliki penghargaan yang lebih tinggi akan kemampuan yang mereka miliki.
Sedangkan siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ yang memiliki self esteem yang lebih

18

rendah cenderung akan memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang
kurang jelas karena mereka lebih pesimis dan tidak percaya bahwa kemampuan yang
mereka miliki dapat menunjang mereka di jurusan yang mereka inginkan.
Berdasarkan hasil penelitian, remaja yang memiliki tingkat inteligensi yang
lebih rendah memiliki kemungkinan untuk mulai bekerja pada usia yang lebih muda
dari pada yang lain. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang memiliki
inteligensi yang lebih tinggi cenderung akan mengembangkan harapan yang lebih
tinggi dalam menentukan tujuan pendidikan mereka setelah lulus SMA. Sedangkan
Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang memiliki inteligensi yang lebih
rendah cenderung memiliki harapan yang lebih rendah dalam menentukan tujuan
pendidikannya setelah lulus SMA.
Faktor internal yang kedua adalah usia. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’
sudah masuk tahap formal operational yaitu

tahap dimana individu memiliki

kemampuan untuk merumuskan hipotesi-hipotesi yang sesuai dengan faktor yang
dihadapinya pada saat ini serta mampu mengeksplorasi berbagai alternatif tindakan.
Siswa SMA di Panti Asuhan 'X' Bandung sudah mampu untuk membuat perencanaan
mengenai tujuan pendidikannya setelah lulus SMA, sehingga Siswa SMA di Panti
Asuhan 'X' Bandung cenderung memiliki orientasi masa depan yang lebih jelas.
Selain adanya faktor internal yang dapat mempengaruhi pembentukan
orientasi masa depan, ada pula faktor eksternal yaitu budaya. Budaya adalah aturanaturan sosial yang harus ditaati, peran-peran yang diharapkan kepadanya, pola-pola

19

aktivitas, dan sistem kepercayaan. Dimana di dalam faktor budaya itu sendiri terdiri
dari tiga hal, yang pertama adalah sex role. Secara tradisional, laki-laki diharapkan
memiliki partisipasi yang lebih dalam kehidupan pekerjaan dan perempuan
diharapkan untuk lebih terlibat dalam kehidupan keluarga dan kegiatan di rumah.
Siswa SMA laki-laki di Panti Asuhan ‘X’ cenderung akan lebih memikirkan
mengenai masa depan dan memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang
lebih jelas karena siswa SMA laki-laki lebih memiliki tanggung jawab untuk
menghidupi keluarganya kelak. Sedangkan siswa SMA perempuan di Panti Asuhan
‘X’ cenderung tidak begitu memikirkan mengenai masa depan dan memiliki orientasi
masa depan bidang pendidikan yang kurang jelas karena mereka berpikir kelak
suaminya-lah yang akan menafkahi kehidupan mereka.
Hal kedua yang berada di dalam faktor budaya adalah sosial-ekonomi.
Penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan status sosial ekonomi tinggi
cenderung akan memiliki rencana masa depan yang lebih baik dari pada remaja
dengan status sosial ekonomi yang rendah. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ berasal
dari keluarga dengan status sosial yang lebih rendah dari siswa SMA lain sehingga
cenderung akan memiliki rencana mengenai masa depan bidang pendidikan yang
relatif kurang jelas karena mereka merasa khawatir dan kebingungan akan biaya yang
harus dikeluarkan apabila mereka memutuskan untuk melanjutkan studi ke perguruan
tinggi.

20

Hal terakhir yang dapat memengaruhi pembentukan orientasi masa depan
adalah hubungan orang tua dan remaja, dimana orang tua dapat menjadi model dalam
mengatasi tugas perkembangan yang dimiliki anak, menetapkan standar normatif,
mempengaruhi perkembangan minat, nilai, dan tujuan yang dimiliki oleh anaknya.
Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ tidak semuanya memiliki orang tua yang utuh.
Untuk itu, mereka akan mengidentifikasikan figur lain sebagai orang tua. Figur lain
tersebut salah satunya bisa mereka dapatkan dari pengasuh di panti asuhan. Para
pengasuh tersebut dapat menjadi model bagi remaja tersebut yang dapat mengatasi
tugas perkembangannya, seperti mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang
bertanggung jawab dan mempersiapkan karier ekonomi. Oleh karena itu, semakin
baik hubungan siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ dengan pengasuhnya baik itu dalam
hal komunikasi maupun attachment, maka pembentukan orientasi masa depan bidang
pendidikannya pun akan semakin jelas. Begitu pula dengan semakin buruk hubungan
siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ dengan pengasuhnya baik itu dalam hal komunikasi
maupun attachment, maka pembentukan orientasi masa depan bidang pendidikannya
pun akan kurang jelas. Secara skematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut :

21

Faktor eksternal :
Budaya, terdiri dari :
a. Sex role

Faktor internal :

b. Sosio-ekonomi

1. Self esteem and
intelligence
2.

c. Hubungan orang tua
dan anak

Usia

Siswa SMA di
Panti Asuhan ‘X’
Bandung

Orientasi Masa
Depan

Jelas

Tidak Jelas
Tahap :
1. Motivation
2. Planning
3. Evaluation
Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir

1.5 ASUMSI
1.

Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan
yang berbeda-beda.

22

2. Orientasi masa depan pada siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung dapat
diketahui melalui tiga tahapan yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi.
3. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan
yang jelas apabila ia memiliki motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah,
dan evaluasi yang akurat.
4. Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung memiliki orientasi masa depan
yang kurang jelas apabila ia memiliki motivasi yang lemah, perencanaan yang
tidak terarah, dan evaluasi yang tidak akurat, atau salah satu dari ketiga hal
tersebut.
5. Orientasi Masa Depan Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung dipengaruhi
oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu self
esteem dan intelligence, serta usia. Sedangkan faktor eksternal yaitu budaya,
terdiri dari sex role, sosio-ekonomi, hubungan orang tua dan anak.

BAB 5
Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian terhadap 25 siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat 14 siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang memiliki
orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas dan 11 siswa
SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung yang memiliki orientasi masa depan
bidang pendidikan yang jelas.
2. Kebanyakan siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung telah memiliki
aspek motivasi dan evaluasi yang jelas.
3. Kebanyakan siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung belum memiliki
aspek perencanaan yang jelas.

62

63

5.2 Saran
5.2.2

Saran Teoritis
Bagi peneliti lain diharapkan dapat menggali faktor inteligensi lebih dalam

lagi agar dapat terlihat seberapa besar faktor inteligensi tersebut berpengaruh
terhadap orientasi masa depan bidang pendidikan.

5.2.3

Saran Praktis

1. Sehubungan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan siswa
memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang tidak jelas, maka
diharapkan bahwa pihak panti asuhan maupun sekolah memberikan
pelatihan mengenai orientasi masa depan bidang pendidikan agar siswa
memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas.
2. Sehubungan banyak siswa yang masih malu untuk bertanya mengenai
informasi jurusan kuliah, diharapkan kepada guru BK di sekolah untuk
memberikan informasi mengenai berbagai jurusan yang ada di perguruan
tinggi.
3. Sehubungan aspek perencanaan merupakan aspek yang paling rendah,
maka diharapkan pihak panti asuhan memberikan konsultasi kepada siswa
SMA di Panti Asuhan ‘X’ Bandung agar siswa memiliki perencanaan yang
lebih baik tentang masa depan mereka setelah lulus SMA.

DAFTAR PUSTAKA

Maria, Cindy. 2008. Rancangan Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan Bidang
Pendidikan Pada Siswa/i Kelas X SMA ‘X’ Bandung . Thesis. Bandung :
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Nurmi, Jari-Erik. 1989. Planning, Motivation, and Evaluation in Orientied to The
Future : A Laten Structure Analysis. Scandinavian Journal of Psychology.
Papalia, Diane E. 2009. Human Development - Psikologi Perkembangan. Jakarta :
Salemba Humanika.
Siegel, Sidney.1994. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono, Prof. DR. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV
Alabeta.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2012. Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21. Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan REPUBLIK INDONESIA. (Online).
(http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-2
diakses pada tanggal 17 April 2013).
Anonim. 2013. Pengertian Panti Asuhan. Psychologymania Jendela Dunia
Psikologi.(Online).
(http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-panti-asuhan.html
diakses pada tanggal 22 April 2013).
Anonim. 2011. Anak Panti Asuhan Aset Bangsa . Sumber Online.com. (Online)
(http://www.sumbaronline.com/berita-6988-anak-panti-asuhan-asetbangsa-.html diakses pada tanggal 6 Maret 2014).
Anonim. 2013. Kehidupan Anak di Panti Asuhan. Psychologymania Jendela
DuniaPsikologi.(Online).
(http://www.psychologymania.com/2013/01/kehidupan-anak-di-pantiasuhan.html diakses pada tanggal 26 Februari 2014).

Anonim. 2014. Belajar Dari Kehidupan Anak Panti Asuhan: Tetap Tegar dan
Semangat Meskipun Hidup Pas-Pasan. Vemale.com. (Online)
(http://www.vemale.com/inspiring/lentera/49544-belajar-dari-kehidupananak-panti-asuhan-tetap-tegar-dan-semangat-meskipun-hidup-paspasan.html diakses pada tanggal 6 Maret 2014).
Anonim. 2009. Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan. USU
Institutional Repository.(Online).
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15654 diakses pada tanggal
25 Februari 2014).
Benyamin Lumy. 2014. Panti Asuhan sebagai Lembaga Perlindungan Anak.
(online).
http://www.kdm.or.id/2014/03/panti-asuhan-sebagai-lembagaperlindungan-anak/ diakses pada tanggal 28 Novenber 2014)