PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Bell’s Palsy Sinistra Dengan Modalitas Infra Red, Electrical Stimulation (Faradic) Dan Mirror Exercise Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S
PALSY SINISTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED,
ELECTRICAL STIMULATION (FARADIC) DAN MIRROR
EXERCISE

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Naskah Publikasi

Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Oleh:
Erma Trianing Wahyuni
J100110001

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014


PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI

Naskah Publikasi Ilmiah dengan judul Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Bell’s
Palsy Sinistra dengan Modalitas Infra Red, Electrical Stimulation (Faradic) dan
Mirror Exercise di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Naskah Publikasi Ilmiah ini Telah Disetujui oleh Pembimbing KTI untuk di
Publikasikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Diajukan Oleh:
Erma Trianing Wahyuni
J100110001

Pembimbing

Totok Budi Santoso, S.Fis, MPH
Mengetahui,
Kaprodi Fisioterapi FIK UMS

Isnaini Herawati, S.Fis, S.Pd, M.Sc


PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama

: Erma Trianing Wahyuni

NIM

: J100110001

Fakultas/Jurusan

: Fakultas Ilmu Kesehatan/Fisioterapi D3

Jenis Publikasi

: Karya Tulis Ilmiah

Judul


: Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Bell’s Palsy
Sinistra dengan Modalitas Infra Red, Electrical
Stimulation (Faradic) dan Mirror Exercise di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:
1. Memberikan hak bebas royalty kepada perpustakaan UMS atas penulisan
karya tulis ilmiah saya, demin mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan / pengalih formatan,
3. Mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya serta
menampilkan dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada
perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta,
4. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan
pihak perpustakaan UMS dari segalabentuk tuntutan hukum yang timbul atas
pelanggaran hak cipta dalam karya tulis ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.


Surakarta, 6 Juli 2014
Yang Menyatakan

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN CASE BELL’S PALSY SINISTRA
MODALITIES INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION (FARADIC)
AND MIRROR EXERCISE IN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(Erma Trianing Wahyuni, 2014, 45 pages)
Abstrack
Background: Bell’s palsy is a paralysis of the facial nerve peripheral unilateral nature
and the cause is unknown (idiopathic) but it is possible as a result of benign edema in
facial nerve (N VII). The main problem is that often the patient complained of
functional problems that mouth twisted to one side, inability to use the functional
activity of the facial muscles other than that sometimes lead to other problems such as
the absence of pain around the back of the ear (foramen stilomastoideus).
Objective: To determine the implementation of physiotherapy in reducing pain and
spasm, increase the strength of the facial muscles and improve functional ability of
facial muscles in cases of bell’s palsy using modalities infra red, electrical stimulation
(faradic) and mirror exercise.
Methods: The intervention consisted of infra red given for 15 minutes, electrical

stimulation for 15 minutes with each muscle contraction parameter 3x30 and mirror
exercise to perform functional and 8x repetitions of each movement performed.
Evaluations include pain, muscle strength and functional abilities face.
Results: After treatment for 7 days results tenderness assessment showed 3 to 2, the
increase in muscle strength m.frontal, m.orbicularis oculi, m.orbicularis oris,
m.zigomaticus major, m.zigomaticus minor, m.bucinator, m.nasal of he value of 1 to
3 and increased functional ability with ugo fisch T1: 26 to T7: 68.
Conclusion: Infra red (IR) can reduce pain and spasm in m. sternocledomastoideus,
electrical stimulation (faradic) and mirror exercise can improve muscle strength and
functional ability of the facial muscles functional.
Keywords: Bell’s Palsy, Infra Red (IR), Electrical Stimulation (faradic) and Mirror
Exercise.

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Gangguan pada saraf dan otot merupakan gangguan yang paling sering dijumpai
di masyarakat. Contoh kasus gangguan pada persarafan wajah adalah bell’s palsy.
Bell’s palsy merupakan kelemahan otot wajah dengan dengan tipe lower motor
neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf facialis idiopatik di luar sistem saraf


pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya. Sindrom ini pertama kali
dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir
Charles Bell (Lowis, 2012).
Insidens sindrom ini sekitar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahun (Lowis,
2012). Di Indonesia sendiri, insiden bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data
yang dikumpulkan dari 4 buah rumah sakit di Indonesia didapatkan hasil bahwa
frekuensi bell’s palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan yang
terbanyak pada usia 21-30 tahun.
Kondisi yang sering dijumpai pada penderita adalah kelumpuhan pada salah satu
sisi wajahnya, ekspresi pada wajah akan menghilang, sudut mulut menurun, bila
minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat
dipejamkan, kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan
matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka.
Untuk dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang muncul pada
kondisi bell’s palsy, fisioterapi mempunyai peranan penting di dalamnya. Adapun
teknologi fisioterapi yang dapat diaplikasikan kepada pasien bell’s palsy antara lain
pemanasan dengan sinar infra red, stimulasi elektris dengan arus faradic dan terapi
latihan dengan mirror exercise.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Diploma III di
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
b. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi dalam meningkatkan
kemampuan fungsional dan meningkatkan kekuatan otot pada kasus bell’s
palsy.

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengaruh infra red, ectrical stimulation (arus faradic), dan
mirror exercise terhadap permasalahan dari pasien dengan kondisi bell’s
palsy seperti nyeri, kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang

mengakibatkan adanya keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut Budiman bell’s palsy adalah penyakit lower motor neuron yang
mengenai pada nervus facialis (N.VII) perifer yang mana etiologinya idiopatik dan
gejalanya adanya kelumpuhan wajah atas dan bawah unilateral. Terjadinya insiden ini
secara akut (48jam) dan sering disertai nyeri aurikuler posterior penurunan sekresi air
mata dan gangguan rasa kecap.

B. Etiologi
Sampai saat ini penyebab bell’s palsy masih belum diketahui, menurut Pranata
(2008) penyebab bell’s palsy yakni angin dingin yang masuk ke dalam foramen
stilomastoideus mengakibatkan nervus fasialis bisa sembab lalu membengkak.
Pembengkakan saraf fasialis ini mengakibatkan pasokan darah ke saraf tersebut

terhambat. Hal itu menyebabkan ischemic bahkan nekrosis sehingga fungsi
menghantar impuls atau rangsangnya terganggu dan menimbulkan kelumpuhan
fasialis tipe lower motor neuron.
C. Tanda dan Gejala
Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi,
mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah walaupun
tidak ada gangguan sensorik. Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis, berkurangnya
produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya pengecapan. (Munilson dkk, 2012).
Deskripsi Problematika Fisioterapi
A. Impairment
Adanya asimetris pada wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi yang lesi,
adanya penurunan kekuatan otot wajah pada sisi yang lesi.
B. Functional limitation
Adanya ganguan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah, seperti menutup mata

atau tidur mata tidak rapat sisi lesi, makanan terkumpul sisi lesi, berkumur atau
minum bocor sisi lesi, serta adanya gangguan ekspresi.
C. Participation restriction
Pasien cenderung menarik diri dari pergaulan karena kurang percaya diri
dengan kondisi wajahnya.
Teknologi Intervensi Fisioterapi
1. Infra Red (IR)
Generator infra red dibagi menjadi dua jenis yaitu generator non luminous dan
luminous. Pancaran gelombang infra red yang digunakan untuk pengobatan
fisioterapi adalah 7700 – 150.000 Amstrong (Sujatno, 2002). Efek fisiologis infra
red secara umum antara lain meningkatkan proses metabolisme, vasodilatasi

pembuluh darah, menaikkan temperatur tubuh dan mengaktifkan kerja kelenjar
keringat. Sedangkan efek terapeutik infra red antara lain mengurangi atau
menghilangkan

nyeri,

rileksasi


otot,

meningkatkan

suplai

darah

dan

menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme.
2. Electrical Stimulation (ES)
Arus faradic adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang
mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi 50-100 cy/detik. Pada kondisi
bell’s palsy teknik aplikasi electrical stimulation yang sesuai adalah dengan
menggunakan metode individual (motor point), metode motor point yaitu suatu
stimulasi elektrik yang ditujukan pada individual otot sesuai dengan fungsinya
melalui motor point.
Efek fisiologis pemberian electrical stimulation yaitu reaksi elektrokimiawi,
permeabilitas membrane, reaksi terhadap saraf motoris berupa kontraksi otot

skeletal, peningkatan kekuatan otot, perbaikan sistem vaskularisasi dan
merangsang saraf sensoris.
Sedangkan efek teraupeutik faradic antara lain memberikan fasilitasi kontraksi
otot, mendidik kerja dan fungsi otot baru.
3. Mirror Exercise
Mirror

exercise

merupakan salah satu bentuk terapi latihan yang

menggunakan cermin yang pelaksanaannya menggunakan latihan gerakangerakan pada wajah baik secara aktif maupun pasif. Latihan yang dapat diberikan
pada pasien antara lain mengangkat alis atau mengkerutkan dahi, menutup mata,
tersenyum, bersiul dan meniup, mengembang kempiskan cuping hidung. Setiap
gerakan dilakukan pengulangan sebanyak 8 kali.

PROSES FISIOTERAPI
A. Pengkajian Fisioterapi
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Nama: Nn X, umur: 18 tahun, jenis kelamin: perempuan, agama: Islam,
pekerjaan: pelajar, alamat: Krapyak Wetan RT 10, Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta.
b. Keluhan utama
Pasien mengeluhkan wajah sisi kiri merot, kaku, dan susah digerakkan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi statis: asimetris pada wajah sisi kiri terutama pada bibir merot dan
alis sebelah kiri turun ke bawah. Sedangkan inspeksi dinamis: asimetris pada
bibir saat tersenyum atau berbicara merot ke sisi kanan, tidak mampu menutup
mata kiri dengan sempurna, tidak ada kerutan di dahi sisi kiri dan tidak
mampu mangangkat alis dengan sempurna.
b. Palpasi
Adanya spasme pada m. sternocledomastoideus dan adanya nyeri tekan di
bawah telinga (foramen stilomastoideus).
c. Pemeriksaan gerak
Pemeriksaan gerak aktif tampak bahwa pasien belum mampu mengangkat
alis bagian kiri, menutup mata bagian kiri, menggerakkan mulut kiri atau
tersenyum dan mengerutkan dahi dengan sempurna.

3. Pemeriksaan spesifik
a. Pemeriksaan kekuatan otot-otot wajah dengan MMT
Otot
M. Frontalis
M. Orbicularis Oculi
M. Orbicularis Oris
M. Zigotaticus Mayor
M. Zigomaticus Minor
M. Bucinator
M. Nasal

Sinistra
1
1
1
1
1
1
1

Dextra
5
5
5
5
5
5
5

b. Pemeriksaan kemampuan fungsional dengan Skala Ugo Fisch
Posisi wajah
Istirahat/diam
Mengkerutkan dahi
Menutup mata
Tersenyum
Bersiul
Jumlah

Nilai
20 x 100% = 20
10 x 0% = 0
30 x 30 % = 9
30 x 0% = 0
10 x 30% = 3
= 32

c. Pemeriksaan nyeri dengan skala VDS (Verbal Descriptor Scale)
Jenis Nyeri
Nyeri diam
Nyeri gerak
Nyeri tekan

Nilai
1 (tidak nyeri)
1 (tidak nyeri)
3 (nyeri ringan)

B. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Pemanasan dengan Sinar Infra Red (IR)
Pertama-tama pasien diberikan penutup untuk menutup mata pasien, kemudian
lampu diposisikan tegak lurus dengan wajah yang akan diterapi. Jarak antara sinar
dengan wajah diatur ± 45 cm, atur waktu selama 15 menit.
2. Stimulasi Elektris dengan Faradik
Pemberian stimulasi elektris pada kondisi ini mengunakan metode individual
(motor point). Dosis menggunakan intensitas sampai timbul kontraksi minimal,
dengan parameter 3 x 30 kontraksi untuk setiap otot.

3. Mirror Exercise
Latihan yang dapat diberikan pada pasien antara lain mengangkat alis atau
mengkerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, bersiul dan meniup, mengembang
kempiskan cuping hidung, mengucapkan kata-kata labial dengan konsonan L, M,
N. Setiap gerakan dilakukan pengulangan sebanyak 8 kali.
C. Evaluasi Hasil Terapi
1. Evaluasi kekuatan otot-otot wajah dengan MMT (manual muscle testing)
Nama otot
T0
m. frontalis
1
m. orbicularis oculi 1
m. orbicularis oris
1
m. zigomaticus mayor 1
m. zigomaticus minor 1
m. bucinator
1
m. nasal
1

T1
1
1
1
1
1
1
1

T2
1
1
1
1
1
1
1

T3
3
3
3
3
3
3
3

T4
3
3
3
3
3
3
3

T5
3
3
3
3
3
3
3

T6
3
3
3
3
3
3
3

T7
3
3
3
3
3
3
3

T5
1
1
2

T6
1
1
2

T7
1
1
2

2. Evaluasi nyeri dengan skala VDS (verbal describtive scale)

Nyeri diam
Nyeri gerak
Nyeri tekan

T0
1
1
3

T1
1
1
3

T2
1
1
3

T3
1
1
3

T4
1
1
3

3. Evaluasi fungsional otot-otot wajah dengan Skala Ugo Fisch
Terapi
keT0
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7

Diam
20x70%= 14
20x70%= 14
20x70%= 14
20x70%= 14
20x100%= 20
20x100%= 20
20x100%= 20
20x100%= 20

Menutup
mata
30x30%= 9
30x30%= 9
30x70%= 21
30x70%= 21
30x70%= 21
30x70%= 21
30x70%= 21
30x70%= 21

Mengerutkan
dahi
10x0%= 0
10x0%= 0
10x0%= 0
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3

Tersenyum

Bersiul

30x0%= 0
30x0%= 0
30x0%= 0
30x30%= 9
30x30%= 9
30x30%= 9
30x30%= 9
30x70%= 21

10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3
10x30%= 3

Total
point
26
26
38
50
56
56
56
68

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Setelah dilakukan terapi sebanyak 7 kali dengan menggunakan modalitas
fisioterapi berupa infra red, electrical stimulation (faradic) dan terapi latihan metode
mirror exercise serta edukasi didapatkan hasil evaluasi akhir yaitu pada tanggal 13

Januari 2014 didapatkan hasil bahwa saat minum pasien sudah bisa mengontrol
sehingga air tidak banyak yang tumpah, saat makan, makanan yang terkumpul di sisi
kiri hanya sedikit, bicara pasien sudah tidak terlalu pelo dan ekspresi pasien
menunjukkan adanya perbaikan.
Sedangkan untuk evaluasi kekuatan otot-otot wajah dengan MMT (manual muscle
testing), nyeri dengan skala VDS (verbal descriptive scale) dan evaluasi kemampuan

fungsional dengan skala ugo fisch dari T0 sampai T7 dapat dilihat hasil adanya:
1. Peningkatan kekuatan otot wajah menggunakan MMT (manual muscle testing)
2. Penurunan nyeri menggunakan VDS (verbal descriptive scale)
3. Peningkatan kemampuan fungsional otot-otot wajah menggunakan skala Ugo
Fisch
B. PEMBAHASAN
Peningkatan kekuatan otot wajah pada kasus bell’s palsy ini kemungkinan
besar dipengaruhi oleh diberikannya modalitas faradic dan mirror exercise.
Faradic ini sendiri memberikan rangsangan pada saraf mitiris sehingga terjadi

potensial aksin pada serabut saraf sehingga menimbulkan kontraksi otot volunter
dan berulang-ulang pada individual otot wajah yang bertujuan melatih kembali
kerja dan fungsi otot dan memicu terjadinya pumping action dengan tujuan

melancarkan sirkulasi vaskularisasi dan pada akhirnya terjadi peningkatan
kekuatan otot (Sujatno dkk, 2002).
Mirror exercise bertujuan untuk mengontrol gerakan dan meningkatkan

kekuatan otot. Pelaksanaan latihan ini prinsipnya latihan yang dilakukan secara
aktif dan berulang-ulang sehingga karena adanya gerakan volunter dapat
meningkatkan kekuatan otot dan fungsional wajah (Widowati, 1993).
Terjadinya penurunan nyeri pada penderita bell’s palsy ini dimungkinkan
karena adanya pengaruh diberikannya modalitas infra red.
Efek terapeutik yang dihasilkan dari pemberian infra red antara lain
mengurangi atau menghilangkan nyeri, rileksasi otot, meningkatkan suplai darah
dan menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme (Sujatno dkk, 2002).
Peningkatan fungsional otot-otot wajah pada kasus bell’s palsy ini karena
diberikan modalitas faradic dan mirror exercise. Kedua modalitas tersebut
memberikan efek peningkatan kekuatan otot wajah. Dengan adanya peningkatan
kekuatan otot wajah, maka kemampuan fungsional wajah juga akan meningkat.
Dari ketiga hasil tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi
modalitas fisioterapi berupa infra red, stimulasi elektris dengan faradic dan terapi
latihan dengan mirror

exercise

serta edukasi dapat membantu proses

perbaikan/kesembuhan pada kondisi bell’s palsy antara lain mengurangi nyeri,
meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan fungsional pada otot-otot wajah.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa permasalahan tersebut di atas dan disesuaikan dengan kondisi
pasien, maka modalitas fisioterapi yang dapat diberikan adalah infra red, electrical

stimulation dengan faradic dan terapi latihan dengan mirror exercise serta edukasi.

Dari aplikasi beberapa modalitas tersebut sebanyak 7 kali dapat disimpulkan bahwa
aplikasi infra red, electrical stimulation dengan faradic dan terapi latihan dengan
mirror exercise serta edukasi dapat membantu mempercepat proses kesembuhan dan

perbaikan pada kondisi bell’s palsy sinistra ini.
B. SARAN
1. Fisioterapis: mengembangkan pengetahuan tentang bell’s palsy melalui
penelitian, memperhatikan tindakan yang akan diaplikasikan ke pasien,
memilih modalitas yang sesuai dengan permasalahan pasien, melakukan
evaluasi serta memberikan edukasi kepada pasien sehingga akan memperoleh
hasil yang optimal.
2. Pasien: rutin dalam melakukan terapi ke fisioterapi dan melakukan edukasi
yang diberikan terapis kepada pasien.
3. Pembaca: apabila pembaca merasakan atau mendapati suatu kasus berupa
bell’s palsy maka diharapkan untuk segera memeriksakan ke dokter terdekat
sehingga dapat segera ditangani khususnya mendapat penanganan dari
fisioterapis.

DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, Mochamad. 2011. Pemeriksaan Klinis di Bidang Penyakit Syaraf (Klinis
Neurologi dan Neurobehavior/ Fungsi Luhur). Malang. UMM Press
Budiman, Yoseph. 2013. Pedoman standar pelayanan medik dan standar prosedur
operasional neurologi. PT Refika Editama. Bandung
Felten, David L, dan Ralph F. Jozefowicz. 2004. Netter’s Atlas of Human
Neuroscience. USA. Elsevier Saunders
Lowis, Handoko. 2012. Bell’s palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan
Primer. Universitas Pelita Harapan, Tangerang
Lumbantobing. 2012. Neurologi klinis pemeriksaan fisik dan mental, cetakan ke-15.
Badan Penerbit FKUI. Jakarta
Montgomery, Erwin, Michael Wall, dan Victor W. Henderson. 1991. Cara-cara
Menegakkan Diagnosis Neurologi. Dialihbahasakan oleh Maria Osman dan
Petrus Andrianto. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran Widya Medika
Munilson, Jacky., Yan Edward, dan Wahyu Triana. 2012. Diagnosis dan
penatalaksanaan Bell’s
Palsy.
Fakultas
Kedokteran Universitas
Andalas/RSUP. Dr.M. Djamil Padang
Pranata,
Hardi.
2008.
Bell’s
Palsy.
http://www.republika.co.id/koran
detail.asp?id=287657&kat id=13 diakses tanggal 27/3/2014
Sidharta Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta. Dian Rakyat
Sujatno, Ig., Heru Purbo Kuntono, Yulianto Wahyono, Nur Basuki, Sri Surini
Pudjiastuti, Susilowati, Kayunsari, Slamet Parjoto, dan Imam Waluyon. 2002.
Sumber Fisis. Politeknik Kesehatan. Surakarta
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, Edisi 3. Jakarta.
EGC
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 2.
Jakarta. Salemba Medika
Wayan, I. 2001. Gambaran Elektromyografi sebagai Faktor Penentu Prognosis Bell’s
Palsy. Thesis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang
Widowati, Trilastuti. 1993. Manfaat Stimulasi Listrik pada Penderita Bell’s Palsy.
Program Studi Rehabilitasi FK. UNDIP, Semarang

Dokumen yang terkait

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY SINISTRA DI RSUD SRAGEN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Bell’s Palsy Sinistra Di Rsud Sragen.

0 4 17

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY SINISTRA DI RSUD SRAGEN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Bell’s Palsy Sinistra Di Rsud Sragen.

0 2 15

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Bell’s Palsy Dextra Di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

0 2 17

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Bell’s Palsy Dextra Di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

0 2 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus bell’s palsy sinistra.

0 1 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus bell’s palsy sinistra.

2 5 16

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Bell’s Palsy Sinistra Dengan Modalitas Infra Red, Electrical Stimulation (Faradic) Dan Mirror Exercise Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

0 2 4

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Bells Palsy Dextra Dengan Modalitas Infra Red, Electrical Stimulation Dan Mirror Exercise Di Rst Dr. Soedjono Magelang.

0 3 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Bells Palsy Dextra Dengan Modalitas Infra Red, Electrical Stimulation Dan Mirror Exercise Di Rst

0 1 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY SINISTRA DENGAN INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN TERAPI LATIHAN DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA.

0 0 5