KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN SEKOLAH EFEKTIF :Studi di SMA Titian Teras Muara Jambi, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun.

(1)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

PERNYATAAN ... iii

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian, Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 10

1. Fokus Permasalahan ... 10

2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Hasil Penelitian ... 13

E. Premis Penelitian ... 14

F. Kerangka Pikir Penelitian ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

A. Kepemimpinan dalam Kajian Administrasi Pendidikan ... 19

B. Konsep dan Pendekatan Teori Kepemimpinan Pendidikan ... 22

1. Konsep Kepemimpinan Pendidikan ... 22

2. Pendekatan Teori Kepemimpinan Pendidikan ... 25

C. Konsep Sekolah Efektif ... 52

D. Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 76

1. Eksistensi Kepala Sekolah ... 76

2. Kepemimpinan Sekolah Efektif ... 83

E. Kemampuan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Sekolah Efektif ... 90


(2)

x

1. Visi dan Etos Kerja Sebagai Nilai Esensial Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Sekolah Efektif

... 90

2. Kepemimpinan Manajerial Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Sekolah Efektif ... 99

F. Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Efektifitas Sekolah ... 115

G. Kajian terhadap Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 118

BAB III PROSEDUR PENELITIAN ... 126

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 126

1. Pendekatan Penelitian ... 126

2. Metode Penelitian... 128

B. Pemilihan Setting Penelitian ... 128

C. Tahapan Penelitian ... 129

D. Data, Informan dan Instrumen Penelitian ... 130

1. Data Penelitian ... 130

2. Informan ... 131

3. Instrumen Penelitian... 133

E. Teknik Pengumpulan Data ... 134

1. Observasi ... 134

2. Wawancara ... 135

3. Studi Dokumentasi ... 138

F. Proses Pengumpulan Data ... 140

G. Pengecekan Kesahihan Data ... 142

1. Ketekunan Pengamatan ... 143

2. Triangulasi... 143

3. Member Chek ... 144

4. Audit Trail ... 144

H. Analisis Data ... 144

1. Penelahaan dan Reduksi Data ... 145

2. Unitisasi Data ... 145

3. Katagorisasi Data ... 145

4. Interprestasi Data ... 146

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 147


(3)

xi

1. Temuan Umum ... 147

a. Visi Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Sekolah Efektif . ... 147

b. Cara Kepala Sekolah Mengembangkan Sekolah Efektif. ... 171

c. Kepemimpinan Manajerial Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Sekolah Efektif. ... 227

d. Faktor-faktor yang Menghambat dalam Mengembangkan Sekolah Efektif. ... 250

e. Alternatif Strategi Memecahkan Masalah dalam Pengembangan Sekolah Efektif. ... 274

2. Temuan Khusus ... 306

B. Pembahasan ... 314

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 353

A. Kesimpulan ... 353

1. Kesimpulan Umum. ... 353

2. Kesimpulan Khusus. ... 356

B. Implikasi ... 362

C. Rekomendasi ... 365

DAFTAR PUSTAKA ... 371

JURNAL-JURNAL ... 379 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Karakteristik Pribadi Pemimpin yang Efektif ... 28

2.2 Perbedaan Konstruksi Kepemimpinan Transformasional dengan Kepemimpinan Transaksional ... 45

3.1 Aspek Pengungkapan Informasi dan Subjek Penelitian... 138

4.1 Perbandingan Jumlah Siswa Pendaftar dengan yang Diterima ... 175

4.2 Prestasi Akademik SMA Titian Teras ... 180

4.3 Prestasi Non Akademik SMA Titian Teras ... 181

4.4 Persentase Kelulusan Siswa SMA Negeri 1 Jambi ... 196

4.5 Nilai Rata-rata Ujian Nasional Program IPA ... 197

4.6 Nilai Rata-rata Ujian Nasional Program IPS ... 197


(5)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 17

2.1 Managerial Grid ... 33

2.2 Perbandingan Pendekatan Universlistik dengan Kontingensi ... 38

2.3 Model Aktivitas Kepemimpinan ... 39

2.4 Model Kepemimpinan Situasional ... 41

2.5 Model Kepemimpinan Transformasional ... 47

2.6. Manajemen Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan ... 55

2.7 Siklus Model Sekolah yang Efektif ... 68

2.8 Manajemen Sekolah ... 101

2.9 Tiga Ketrampilan Manajerial Sesuai Dengan Tingkat Kedudukan Manajerial dalam Organisasi ... 109


(6)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Katagori Informasi Lapangan ... 381

2 Kisi-kisi Pengamatan ... 383

3 Kisi-kisi Instrumen ... 384

4 Pedoman Wawancara Subyek Kepala Sekolah ... 386

5 Pedoman Wawancara Subyek Guru ... 388

6 Pedoman Wawancara Subyek Komite Sekolah ... 390


(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menggariskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Rumusan tujuan tersebut mencerminkan semakin besarnya harapan berbagai pihak terhadap pendidikan sebagai instrumen utama pengembangan sumber daya manusia. Harapan tersebut mengandung pesan agar pendidikan bukan hanya melebar ke samping atau kuantitatif, melainkan kualitatif atau kedalaman dan intensitas proses serta produknya. Pesan itu mengisyaratkan pula agar satuan-satuan pendidikan memberikan perhatian khusus terhadap mutu pendidikan.

Tuntutan mengenai pendidikan yang bermutu tinggi, saat ini telah menjadi bagian penting dari kebutuhan masyarakat pemakai jasa pendidikan. Di pihak lain, isu kebermutuan pendidikan terkait dengan keprihatinan akan kondisi pendidikan di Indonesia yang belum sepenuhnya mampu melahirkan generasi yang berkualitas.

Pendidikan merupakan elemen penting dari kehidupan seseorang dan merupakan aspek strategis bagi suatu negara. Sifat pendidikan adalah kompleks,


(8)

dinamis, dan kontekstual. Oleh karena itu pendidikan bukanlah hal yang mudah atau sederhana untuk dibahas. Kompleksitas pendidikan ini menggambarkan bahwa pendidikan itu adalah sebuah upaya yang serius karena pendidikan melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang akan membentuk diri seseorang secara keseluruhan menjadi manusia seutuhnya. Mengacu pada kompleksitas dan dinamisasi pendidikan tersebut, maka para pakar dan pemerhati pendidikan telah banyak menyumbangkan pemikirannya dengan maksud untuk memperbaiki mutu dan memajukan pendidikan.

Salah satu strategi pendekatan yang mungkin dapat dilakukan adalah menggunakan model manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, yaitu mengoptimalkan kekuatan sekolah dalam memberdayakan dirinya dengan didukung oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Masyarakat di sekitar sekolah tersebut dapat memberikan bantuan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik berupa pemikiran maupun anggaran. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka model pendidikan di Indonesia ke depan haruslah model pendidikan yang dapat menjadikan bangsa yang berkualitas dilihat dari ilmu pengetahuan dan teknologinya serta bermoral dari sisi kemanusiaan. Kualitas tersebut ditampakkan pula pada kemampuan daya saing yang tinggi dalam menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapinya. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dari hasil pendidikan harus dapat dibuktikan dengan kemampuan mendemonstrasikannya dalam karya nyata yaitu peningkatan daya saing dan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan


(9)

teknologi sehingga bisa sejajar dengan negara-negara yang telah maju ilmu pengetahuan dan teknologinya.

Sistem dan proses pendidikan seperti ini patut menjadi perhatian yang serius bagi seluruh rakyat Indonesia agar tidak tertinggal dalam era global yang terbuka dan demokratis saat ini. Karena itu, sudah barang tentu sistem pendidikan nasional harus memiliki landasan yang kuat dan kebijakan yang mendasar dan benar. Bila landasan pendidikan yang dimiliki goyah dan kebijakan yang dianut kurang kuat, tentu Indonesia akan terperangkap dalam suatu situasi yang kompleks dan rumit, sehingga kurang mampu bersaing di era globalisasi saat ini.

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan secara efektif dan efisien perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal ini, pengembangan sumber daya manusia merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu bersaing di era yang kompetitif saat ini. Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia tidak hanya sekedar meningkatkan kemampuan, tetapi juga menyangkut pemanfaatan kemampuan tersebut. Pengembangan sumber daya manusia termasuk di dalamnya adalah peningkatan partisipasi manusia melalui perluasan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan, peluang kerja, berusaha.

Dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, mengkaji masalah sumber daya manusia merupakan topik yang menarik dan akan senantiasa aktual karena sifatnya yang dinamis. Hal ini, bukan saja karena pengembangannya merupakan proses yang tidak pernah berakhir dan melibatkan semua unsur bangsa, tetapi lebih dari itu, kerena disadari pengembangan sumber


(10)

daya manusia merupakan bagian integral dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan merupakan titik sentral pembangunan nasional. Proses pengembangan sumber daya manusia tersebut harus menyentuh berbagai bidang kehidupan yang harus tercermin dalam pribadi para pemimpin, termasuk para pemimpin pendidikan seperti kepala sekolah. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia lebih-lebih kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah merupakan suatu tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini karena ada hubungannya antara keberhasilan mutu pendidikan di sekolah dengan mutu kepala sekolah. Sekolah berhasil adalah sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah yang bermutu, begitu juga sebaliknya sekolah kurang berhasil adalah sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah yang kurang bermutu.

Kepala sekolah dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin dan pengelola sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu. Strategi ini merupakan usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan ke pelanggan dalam hal ini peserta didik, orang tua, peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah dan masyarakat. Menurut Parasuraman (dalam Arifin, 288:11) terdapat beberapa layanan yang harus diwujudkan oleh kepala sekolah agar pelanggan puas, yakni layanan sesuai dengan yang dijanjikan (Reliability),


(11)

mampu menjamin kualitas pembelajaran (Assurance), iklim sekolah yang kondusif (tangible), memberikan perhatian penuh kepada peserta didik (emphaty), cepat tanggap terhadap kebutuhan peserta didik (responsiveness).

Untuk membantu para kepala sekolah di dalam mengorganisasikan sekolah secara tepat, diperlukan adanya satu esensi pemikiran yang teoritis, seperti konsepsi klasik tentang struktur organisasi hirarki, kewibawaan dan mekanisme demi pencapaian, koordinasi di lingkungan sekolah. Kepala sekolah juga perlu memahami teori organisasi formal yang akan bermanfaat untuk menggambarkan (defict) hubungan kerja sama antara sturktur dan hasil (outcomes) sebuah sekolah. Di samping itu agar kepala sekolah dapat memahami, mengantisipasikan dan memperbaiki komplik yang terjadi di lingkungan sekolah, kepala sekolah perlu mempelajari teori dimensi sistem sosial (social system theority), kepala sekolah diharapkan agar mampu untuk melakukan analisis terhadap kehidupan informal sekolah dan iklim atau suasana organisasi sekolah.

Dengan memahami macam-macam teori tersebut, akan sangat bermanfaat bagi para kepala sekolah di dalam memperbaiki organisasi operasionalisasi sekolah. Studi keberhasilan sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah orang yang menentukan fokus dan suasana sekolah. Oleh sebab itu, dikatakan pula bahwa keberhasilan suatu sekolah adalah sekolah yang memiliki pemimpin yang berhasil (effective leaders). Pemimpin sekolah adalah mereka yang dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi terhadap staf dan para siswa, pemimpin sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tentang tugas-tugas mereka, dan yang menentukan suasana untuk sekolah mereka


(12)

(Wahjosumidjo,1995: 3). Berdasarkan keterangan di atas, betapa pentingnya kualitas kepemimpinan kepala sekolah di dalam mencapai keberhasilan suatu sekolah.

Kepemimpinan adalah suatu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan sekolah, oleh sebab itu kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan organisasi sekolah. Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan kemauan orang lain untuk mengikuti keinginan pemimpin. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu menimbulkan kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing serta memberikan bimbingan dan mengarahkan para bawahan serta memberikan dorongan, memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi dalam mencapai tujuan.

Salah satu faktor penentu, tinggi rendahnya mutu pendidikan dan efektifitas sekolah ialah kepemimpinan kepala sekolah. Hal itu dapat dimengerti karena kepemimpinan bukan hanya mengambil inisiatif, melainkan bermakna pula kemampuan manajerial, yaitu kemampuan mengatur dan menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, dituntut kemampuan dan dedikasi yang tinggi untuk mengelola sekolah, terutama untuk memenuhi tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, ia perlu menganalisis beragam pandangan dan kecenderungan dengan kemampuannya sendiri, dan menanggapi problema yang dihadapi bawahannya. Meskipun perubahan struktural untuk meningkatkan unjuk kerja manajemen


(13)

sekolah telah banyak dilakukan, tetapi hasilnya belum begitu tampak. Kepemimpinan kepala sekolah dan pengelolaan pendidikan di tingkat persekolahan pun masih menghadapi permasalahan.

Permasalahan itu muncul karena pengangkatan kepala sekolah tidak mempersyaratkan pendidikan khusus dan kinerja kepala sekolah dalam mengelola masih lemah. Kelemahan-kelemahan kepala sekolah selama ini muncul karena kemandirian kepala sekolah belum terbina. Mereka terkadang mengikuti kebijakan dan perintah atasan dan melupakan diri sebagai pemimpin yang mandiri.

Kepala sekolah yang berkompetensi yaitu yang responsif terhadap berbagai perubahan yang berlangsung dalam kehidupan. Sekolah membutuhkan seseorang yang dapat mengadaptabilitas perubahan ke dalam kehidupan organisasi. Adaptabilitas organisasi terhadap perubahan harus difasilitasi oleh kompetensi yang memadai dari seorang kepala sekolah. Kepala sekolah secara memadai memiliki kemampuan mengelola kehidupan organisasi dan menyesuaikan perubahan tersebut. Dalam kenyatannya, kepala sekolah di Indonesia pada umumnya memiliki otonomi terbatas untuk mengelola sekolah dan mengalokasikan dana yang diperlukan. Disinyalir bahwa kepala sekolah yang diangkat tidak dilengkapi dan dibekali dengan kemampuan untuk kompetensi kepemimpinan manajerial yang memadai, melainkan masih percaya penuh kepada unsur senioritas atau keterpenuhan dari sisi pangkat dan golongan. Di mana mereka sebelum melaksanakan jabatannya sebagai kepala sekolah hanya diberikan pelatihan tentang teori-teori administrasi, orientasi peraturan dan kebijakan pemerintah dalam pendidikan. Selain itu pengangkatan kepala sekolah


(14)

juga belum didasarkan atas prestasi kerja, tetapi lebih banyak berdasarkan urutan jenjang kepangkatan.

Ditinjau dari pengembangan sumber daya manusia kependidikan, sejauh itu rekrutmen kepala sekolah terutama pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) belum memenuhi tuntutan pembaharuan. Ada kecenderungan bahwa dalam pengangkatan atau rotasi kepala sekolah masih bersifat subjektif, tidak didasarkan pada standar kualitas prestasi yang jelas seperti tingkat pendidikan kepala sekolah, lamanya menduduki jabatan kepala sekolah atau kemampuan menyelesaikan program kerja sekolah. Dengan demikian dapat difahami bahwa kemampuan kepala sekolah untuk meningkatkan efektifitas sekolah masih belum optimal.

Kondisi saat ini, efektifitas sekolah dalam mewujudkan prestasi sekolah masih rendah. Beberapa hal yang masih muncul dan tidak menggambarkan semangat perubahan seperti dalam proses pengambilan keputusan di mana keputusan yang diambil kurang melibatkan semua warga sekolah tetapi hanya mengikuti kehendak pemimpin. Efektifitas sekolah yang rendah, ditandai oleh kurang mantapnya perencanaan sekolah, minimnya pengorganisasian kegiatan sekolah, pelaksanaan yang kurang sesuai dengan rencana semula, kurang tepatnya evaluasi dan pengawasan sehingga tujuan tidak tercapai. Efektifitas sekolah yang rendah juga bisa dilihat dari belum terpenuhinya standar nasional pendidikan yang meliputi standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.


(15)

Upaya untuk meningkatkan kepemimpinan kepala sekolah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan dan memperbaiki efektifitas sekolah, diperlukan pemahaman dan penguasaan kompetensi yang diperlukan bahwa kepala sekolah memiliki kemampuan dan orientasi dalam kompetensi kepemimpinan dan manajerial di mana kepala sekolah memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisasikan, mengkomunikasikan, memotivasi, mengarahkan dan pengawasan serta tinda lanjut terhadap kegiatan sekolah.

Keberhasilan atau kegagalan suatu sekolah dalam menampilkan kinerjanya, banyak tergantung pada kualitas kepemimpinan kepala sekolahnya. Sejauh mana kepala sekolah mampu menampilkan gaya kepemimpinannya yang baik, berpengaruh langsung terhadap kinerja sekolah. Kinerja sekolah ditunjukkan oleh iklim kehidupan sekolah, budaya orgniasasi sekolah, etos kerja, semangat kerja guru, prestasi belajar siswa, disiplin warga sekolah secara keseluruhan.

Isu-isu yang muncul pada kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif saat ini adalah : 1) Belum sepenuhnya kepala sekolah mempunyai visi yang jelas dalam pengembangan sekolah efektif, 2) Cara kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif belum menunjukkan hasil yang memuaskan, 3) Kurangnya pelatihan-pelatihan khusus tentang pengelolaan sekolah, 4) Terbatasnya upaya peningkatan profesionalisme kepemimpinan manajerial yang terfokus pada kebutuhan (kemampuan dan ketrampilan) yang diperoleh masih bersifat alamiah melalui proses pengalaman manajerial rutin, 5) Kepala sekolah belum sepenuhnya mempunyai strategi alternatif dalam memecahkan masalah kepemimpinan sekolah.Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti akan mengangkat permasalahan yaitu kepemimpinan kepala sekolah


(16)

dalam mengembangkan sekolah efektif (studi di SMA Titian Teras Muara Jambi, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun).

B. Fokus Penelitian, Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Penelitian

Kepala sekolah merupakan orang yang paling pertama bertanggungjawab terhadap mutu pendidikan di sekolah, maka kepala sekolah harus mampu sebagai leader dan manajer yang baik di sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggung jawab legal untuk menentukan arah ke mana organisasi sekolah akan dibawa. Untuk itu kepala sekolah, harus memiliki visi kepemimpinan yang jelas dalam mengelola organisasi sekolah. Tanpa visi yang jelas, kepala sekolah tidak akan mampu membawa organisasi sekolah sesuai dengan cita-cita yang telah ditetapkan. Visi kepemimpinan kepala sekolah menjadi hal yang sangat pokok dalam upaya pengelolaan pendidikan di sekolah. Dalam merumuskan visi kepemimpinan, kepala sekolah harus selalu berpedoman kepada visi sekolah.

Kecenderungan yang terjadi di lapangan mengisyaratkan kepala sekolah belum mampu mengelola sekolah dengan konsep manajemen mutu berbasis sekolah. Hal ini dikarenakan kapasitas kepemimpinan kepala sekolah belum sesuai dengan yang disyaratkan untuk menduduki jabatan kepala sekolah. Kepala sekolah belum sepenuhnya mempunyai ketrampilan dan kompetensi yang disyaratkan sebagai seorang manajer pendidikan di sekolah, yaitu technical skill, conceptual skill, dan human skill.


(17)

Usaha kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi harus dilakukan dengan mempergunakan strategi yang paling tinggi jaminan kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi sekolah. Strategi seperti itu menuntut kemampuan pemimpin mengimplementasikan fungsi-fungsi kepemimpinan secara efektif dan efisien.. Pemimpin harus mempunyai cara yang tepat yang diawali dengan sikap dan perilaku pemimpin yang mampu menempatkan dirinya sebagai bagian dari anggota organisasi. Kecenderungan pemimpin belum mampu mempunyai cara yang tepat, hal ini dapat dilihat dari kepemimpinan menjalankan fungsi sebagai anggota organisasi masih lemah.

Rekrutmen kepala sekolah dilakukan belum memenuhi kriteria pengangkatan sebagai calon kepala sekolah. Pengangkatan kepala sekolah masih didasarkan kepada senioritas dan subyektifitas, belum memperhatikan keahlian dan kemampuan dasar yang dimiliki calon kepala sekolah. Beragam jalur rekrutmen kepala sekolah tersebut dibingkai oleh ciri yang sama, bahwa mereka kurang dipersiapkan secara khusus melalui pembekalan kompetensi kekepalasekolahan yang memadai.

Efektifitas masing-masing sekolah sangat beragam, hal ini dikarenakan pola kepemimpinan yang dikembangkan oleh masing-masing kepala sekolah sangat beraneka ragam tergantung dari kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah itu. Pengembangan sekolah belum sepenuhnya mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.


(18)

Adapun fokus penelitian ini adalah : Kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangan sekolah efeftif. Fokus penelitiaan ini berkenaan dengan kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah efektif. Aspek-aspek yang menjadi sentral adalah visi kepala sekolah, strategi kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif, kemampuan manajerial kepala sekolah, faktor-faktor yang menghambat pengembangan sekolah efektif serta alternatif strategi yang dilakukan kepala sekolah dalam memecahkan masalah kepemimpinan sekolah efektif.

2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yaitu kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif,maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Mengapa kepemimpinan kepala sekolah berkaitan erat dengan pengembangan sekolah efektif?. Untuk lebih jauh menggali informasi maka dirumuskan kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Bagaimanakah visi kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif ?

Bagaimanakah cara kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif ? Bagaimanakah kepemimpinan manajerial kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif ?

Faktor-faktor apa yang menghambat dalam pengembangan sekolah efektif ? Bagaimanakah alternatif strategi untuk memecahkan masalah pengembangan sekolah efektif?


(19)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Memperoleh deskripsi empirik tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif.

2. Memperoleh hasil analisis keterkaitan temuan dengan temuan penelitian terdahulu.

3. Memperoleh deskripsi empirik tentang kemampuan manajerial kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif.

4. dalam mengembangkan sekolah efektif.

5. Mengetahui alternatif strategi pemecahan masalah dalam mengembangkan sekolah efeftif melalui kepemimpinan kepala sekolah.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna baik secara teoretik maupun kepentingan praktik administrasi pendidikan.

1. Secara teoretik, hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memperkaya hasil penelitian terdahulu yang berkenaan dengan kepemimpinan kepala sekolah dan profil sekolah efektif.

2. Secara praktik, hasil penelitian ini diharapkan dapat diperlakukan sebagai salah satu umpan balik bagi Kementrian Pendidikan Nasional, Badan Penyelenggara Sekolah dan berbagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pemberdayaan kinerja kepala sekolah, guna merumuskan kebijakan


(20)

dan program-program akreditasi sekolah, profesionalisasi kepala sekolah dan peningkatan kapabilitas manajemen sekolah.

E. Premis Penelitian

Premis penelitian merupakan kristalisasi esensi hasil penelitian pakar terdahulu yang telah teruji kebenaran ilmiahnya dan belum terbentahkan oleh pihak lain. Agar penelitian ini terarah maka sebagai landasan berpikir dalam menganalisis permasalahan, digunakan premis berikut yang diambil dari konsep-konsep yang dikemukakan oleh para ahli-ahli.

Premis – 1

Penelitian tentang kwalitas kepemimpinan kepala sekolah. Hasil penelitian mengemukakan bahwa erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah dan menurunnya perilaku nakal peserta didik. Sekolah yang mutunya baik dan kurang baik banyak berkaitan dengan mutu kepala sekolah ( Supriadi,1998:346)

Premis – 2

Kepemimpinan kepala sekolah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pengembangan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah akan menentukan berhasiltidaknya kualitas pendidikan di sekolah ( Budi setiadi,2007 :323)

Premis -3

Kepemimpinan sekolah efektif sangat penting untuk mengembangkan dan mempertahankan budaya sekolah yang menghasilkan prestasi siswa meningkat.( Hart dan Cristina,2003:3)


(21)

Premis –4

Heyneman dan Loxley dalam Bank Dunia (1989: 83) studi di 13 negara maju dan 14 di negara berkembang menunjukkan hasil yang konsisten bahwa sekitar sepertiga dari varians mutu peendidikan di sekolah dijelaskan oleh kepemimpinan kepala sekolah.(Heyneman dan Loxley ,1989: 83)

Premis – 5

Kepala sekolah adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan perjalanan sekolah dari waktu ke waktu. Keberhasilan sekolah sangat ditentukan oleh factor kepemimpinan kepala sekolah.(Sudarman Danim,1989:83)

Premis – 6

Kepala sekolah sebagai manajer pendidikan sekolah harus menunjukkan perilaku yang kondusif bagi pencapaian output sekolah bermutu.Kepala sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah serta memfokuskan aktifitas pembelajaran dan kinerja guru di sekolah.( Reddin, 1970:24)

Premis -7

Kepala sekolah harus menyadari bahwa esensi kepemimpinan adalah kepengikutan artinya kepemimpinan tidak akan terjadi apabila tidak didukung oleh pengikut atau bawahan. Bawahan disini adalah para guru, staf dan siswa.( Koontz dalam Wahjosumidjo, 1995:118)

Premis -8

sekolah efektif adalah sekolah yang mempunyai harapan tinggi dari keefektifan pengajaran, kepemimpinan intraksional yang kuat oleh kepala sekolah, iklim yang


(22)

teratur, tenang dan berorientasi kerja sekolah, melaksanakan kegiatan akademik dan non akademik dan pemantauan atas kemajuan siswa. (Edmons, 2004 : 70)

F. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini dibangun dengan maksud melakukan eksplorasi dan konfirmasi di tingkat empirik mengenai tindakan kepemimpinan kepala sekolah dan karakteristik sekolah efektif.

Kategori informasi mengenai kepemimpinan kepala sekolah mencakup nilai-nilai esensial yang melandasi kepemimpinan kepala sekolah, yaitu visi dan etos kerja serta kapasitas kepemimpinan dan keterampilan manajerial kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif di SMA Titian Teras, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun

Kategori informasi mengenai sekolah efektif meliputi komponen sistem dan kinerja sistem pendidikan di sekolah sebagai dampak kepemimpinan kepala sekolah. Apabila diperluas dengan bingkai-bingkai teori dan masalah penelitian, kerangka konseptual penelitian ini dapat diringkaskan secara skematik dalam gambar 1. 1.


(23)

17 Gambar 1.1

Kerangka Pikir Penelitian Aspek-Aspek Esensial

Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah

Karakteristik Sekolah Efektif

Kinerja Sekolah Efektif

Kondisi Saat Ini

( Umpan balik ) Ketidak

Efektifan Sekolah

Sasaran Sekolah Efektif

- Konseptual Skill - Human Skill - Technical Skill

Kepemimpinan Sekolah Efektif


(24)

Temuan yang diharapkan dari pengungkapan kategori-kategori tersebut ialah sebuah kondisi empirik mengenai kinerja sekolah efektif dilihat dari kepemimpinan kepala sekolah dan karakteristik sekolah serta dari keunggulan mutu komponen sistem dan mutu kinerja sistemnya. Kondisi empirik tersebut selanjutnya dijadikan dasar konseptual untuk memaksimalkan keunggulan itu.


(25)

126 Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Fokus penelitian ini adalah kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif. Sasaran yang akan diteliti adalah perilaku kepala sekolah sebagai pemimpin dan pengelola sekolah. Oleh karena itu, pendekatan yang dianggap cocok digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, bertujuan untuk mengkaji permasalahan dan memperoleh makna yang lebih mendalam sesuai dengan latar belakang penelitian. Terdapat beberapa pertimbangan yang mendasari digunakannya pendekatan tersebut. Pertama, peneliti bermaksud mengembangkan konsep pemikiran, pemahaman atas pola yang terkandung di dalam data, melihat secara keseluruhan suatu keadaan, proses, individu dan kelompok tanpa mengurangi variabel, sensitif terhadap orang yang diteliti dan mendeskripsikannya secara induktif naturalistik.

Kedua, peneliti bermaksud untuk menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa yang berkaitan dengan aspek-aspek kepemimpinan kepala sekolah dan keefektifan sekolah dalam konteks ruang, waktu dan situasi sebagaimana adanya. Ketiga, bidang kajian penelitian ini berkenaan dengan proses dan aktivitas pencapaian tujuan kelembagaan yang di dalamnya terjadi peristiwa interaktif di antara berbagai komponen pendidikan.


(26)

kenyataan ganda, 2) dapat menyajikan langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden, 3) lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Sesuai dengan ciri-ciri pendekatan kualitatif maka dalam proses penelitian ini penulis melaksanakan aktivitas berikut ini. Pertama, memahami kenyataan dan peristiwa pendidikan yang diteliti sebagai keutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Untuk itu dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan dan pemahaman atas keutuhan konteks dan memaknai keterkaitan antar konteks itu.

Kedua, melakukan pengumpulan data dan memerankan diri sebagai 1) alat yang dapat berhubungan dengan responden atau objek pendidikan, 2) pemberi makna atas kaitan kenyataan–kenyataan dari peristiwa pendidikan secara utuh dan 3) partisipan yang hadir dan melibatkan diri dalam peristiwa yang diteliti tanpa menimbulkan gangguan bagi berlangsungnya proses pendidikan.

Ketiga, menganalisis data secara induktif. Sebagian besar data yang penulis kumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dalam hal ini penulis menganalisis berbagai aspek yang rinci dari suatu peristiwa pendidikan di sekolah sehingga dapat dilihat hubungan-hubungannya dan ditemukan nilai-nilai yang secara eksplisit dapat diambil kesimpulan secara umum.


(27)

yang berusaha menggambarkan dan menginterprestasi obyek sesuai dengan apa adanya. Metode penelitian deskripsi ini digunakan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis, fakta dan karakteristik, obyek atau subyek yang diteliti secara tepat. Di samping itu, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkat laku manusia.

Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan apa adanya tentang kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif.

Pemilihan Setting Penelitian

Moleong (2001) mengatakan “Sebelum menemukan setting penelitian, terlebih dahulu peneliti harus mengadakan penjajakan dan penelitian lapangan”. Penjajakan dan penelitian lapangan peneliti lakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai keadaan sekolah yang relevan dengan sasaran penelitian.

Maksud dan tujuan diadakannya penjajakan dan penelitian lapangan ini adalah untuk memperoleh gambaran umum mengenai sasaran penelitian sehingga akan tercipta situasi akrab dan harmonis antara peneliti dengan yang menjadi subjek penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan setting penelitian di SMA Titian Teras Muara Jambi, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun.


(28)

dengan penelitian.

C. Tahapan Penelitian

Menurut Nasution (1988:33-34) secara garis besar penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

Penelitian kualitatif desainnya disusun secara sirkuler. Oleh karena itu penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu :

1) Tahap persiapan/orientasi 2) Tahap eksplorasi umum 3) Tahap eksplorasi terfokus.

Pertama, tahap persiapan atau orientasi dengan menyusun proposal penelitian tentatif dan menggalang sumber pendukung yang diperlukan. Tahap orientasi digunakan untuk penentuan objek dan fokus penelitian yang didasarkan atas : 1) isu-isu umum yaitu kepemimpinan kepala sekolah, 2) mengkaji literatur-literatur yang relevan, 3) melakukan orientasi ke beberapa SMA berdasarkan kepemimpinan sekolah efektif dan 4) diskusi dengan teman sejawat.

Kedua, tahapan studi eksplorasi umum yang ditempuh adalah 1) melakukan konsultasi, wawancara dan perizinan pada instansi yang berwenang, 2) penjajagan umum pada SMA yang dipilih sebagai tempat penelitian, untuk melakukan obervasi dan wawancara secara global atau disebut dengan ground tour dan mini tour (Spradley, 1997), guna menentukan pemilihan objek lebih lanjut, 3) mengadakan studi literatur dan menentukan kembali fokus penelitian, 4) mengadakan seminar kecil dengan promotor dan diskusi dengan teman sejawat


(29)

Ketiga, tahapan eksplorasi terfokus yang diikuti dengan pengecekan hasil temuan penelitian dan penulisan laporan hasil penelitian. Tahap eksplorasi terfokus ini mencakup : 1) tahap pengumpulan data yang dilakukan secara rinci dan mendalam guna menemukan kerangka konseptual tema-tema di lapangan, 2) melakukan pengumpulan dan analisis data secara bersama-sama, 3) melakukan pengecekan hasil dan temuan penelitian oleh promotor dan 4) menulis laporan hasil penelitian untuk diajukan pada tahap pengujian disertasi.

D. Data, Informan dan Instrumen Penelitian 1. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian, yaitu data tentang 1) visi kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah, 2) strategi kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif, 3) kemampuan manajerial kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif, 4) faktor-faktor yang menghambat dalam pengembangan sekolah efektif, 5) kemampuan kepala sekolah dalam mencari solusi yang menghambat dalam pengembangan sekolah efektif. Jenis data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dalam bentuk verbal atau kata-kata atau ucapan lisan dan perilaku dari subjek (informan) berkaitan dengan fokus penelitian. Sedangkan data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen, foto-foto dan benda-benda yang dapat digunakan sebagai pelengkap data primer. Karakteristik data sekunder


(30)

2. Informan

Informan atau subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru, komite sekolah dan siswa. Penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria : 1) subjek yang menguasai dan memahami serta cukup lama menyatu dalam medan aktivitas yang menjadi sasaran penelitian, 2) subjek yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat aktif di lingkungan aktifitas yang menjadi sasaran penelitian, 3) subjek yang masih mempunyai waktu untuk dimintai informasi oleh peneliti, 4) subjek yang tidak mengemas informasi, tetapi relatif memberikan informasi yang sebenarnya dan 5) subjek yang tergolong asing bagi peneliti.

Berdasarkan kriteria tersebut dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan dilakukan secara purposif. Teknik cuplikan purposif digunakan untuk mengarahkan pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan melalui penyeleksian dan pemilihan informan yang benar-benar menguasai informasi dan permasalahan secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Penggunaan cuplikan purposif ini memberikan kebebasan peneliti dari keterikatan proses formal dalam mengambil informan yang berarti peneliti dapat menentukan cuplikan sesuai dengan tujuan penelitian. Cuplikan dimaksudkan bukanlah sampling yang mewakili populasi, melainkan didasarkan pada relevansi dan kedalaman informasi. Namun demikian, pemilihan infroman tidak sekedar berdasarkan kehendak subjektif peneliti, melainkan berdasarkan tema yang muncul di lapangan.


(31)

pertama digunakan teknik cuplikan secara purposif yaitu mencari informan kunci (key informants) yang dapat memberi informasi kepada peneliti tentang data yang dibutuhkan dan 2) cara pengambilan cuplikan seperti pada kasus pertama digunakan pula untuk memperoleh data pada kasus berikutnya.

Melalui teknik cuplikan purposif diperoleh informan kunci, selanjutnya dikembangkan untuk mencari informan lainnya dengan teknik bola salju (snowball sampling). Teknik bola salju ini digunakan untuk mencari informasi secara terus-menerus dari informan satu ke yang lainnya, sehingga data diperoleh semakin banyak, lengkap dan mendalam. Teknik bola salju ini selain untuk memilih informan yang dianggap paling mengetahui masalah yang dikaji, juga cara memilihnya dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam mengumpulkan data. Penggunaan teknik bola salju ini baru akan dihentikan apabila data yang diperoleh dianggap telah jenuh, atau jika data yang berkaitan dengan fokus penelitian tidak berkembang lagi sehingga sama dengan data yang telah diperoleh sebelumnya.

Dalam penelitian ini juga melakukan pemilihan sampling secara internal (internal sampling), yaitu mengambil keputusan berdasarkan gagasan umum mengenai apa yang diteliti, dengan siapa akan berbicara, kapan melakukan pengamatan dan berapa banyak dokumen yang direview. Intinya, sampling internal yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk mempersempit studi atau mempertajam fokus penelitian. Teknik sampling internal bukan digunakan untuk membuat generalisasi, melainkan untuk memperoleh kedalaman studi


(32)

menentukan waktu pengumpulan data. 3. Instrumen Penelitian

Memahami makna dan penafsiran terhadap penomena dan simbol-simbol interaksi di tempat penelitian, dibutuhkan keterlibatan dan penghayatan langsung peneliti terhadap objek di lapangan. Oleh karena itu, “instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci” (Lincoln & Guba, 1985).

Keuntungan peneliti sebagai instrumen kunci adalah karena sifatnya yang responsif dan adaptable. Penelitian sebagai instrumen akan dapat menekankan pada keseluruhan obyek, mengembangkan dasar pengetahuan, kesegaran memproses dan mempunyai kesempatan untuk mengklarifikasi dan meringkas serta dapat memanfaatkan kesempatan untuk menyelidiki respon yang istimewa atau khas.

Subjek penelitian ini adalah manusia dengan segala pikiran dan perasaannya serta sadar akan kehadiran peneliti. Oleh karena itu peneliti harus beradaptasi dan menyesuaikan diri serta "berguru" pada mereka (Spradley, 1997). Kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan untuk menemukan makna dan tafsiran dari subjek tidak dapat digantikan oleh alat lain (non-human), sebab hanya penelitilah yang dapat mengkonfirmasikan dan mengadakan pengecekan anggota (member checks). Selain itu melalui keterlibatan langsung peneliti di lapangan dapat diketahui adanhya informasi tambahan dari informan berdasarkan cara pandang, prestasi, pengalaman, keahlian dan kedudukannya.


(33)

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas yang sistematis terhadap gejala-gejala yang baik bersifat fisikal maupun mental. Pengamatan terhadap tindakan-tindakan yang mencerminkan pola kepemimpinan kepala SMA Titian Teras, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun diperlukan observasi atau pengamatan secara langsung. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang cermat, faktual dan sesuai dengan konteksnya. Menurut Nasution (1988: 50-60) menguraikan manfaat pengamatan bagi peneliti adalah :

1) Mampu memahami konteks data secara holistik

2) Memungkinkan peneliti menggunakan metode induktif yang tidak terpengaruh konsep atau pandangan sebelumnya

3) Dapat mengungkapkan hal-hal yang sensitif yang tidak terungkap dalam wawancara

4) Mampu merasakan situasi sosial yang sesungguhnya. Dapat disimpulkan bahwa pengamatan atau observasi baik langsung maupun tidak lansung akan sangat bermanfaat untuk mengungkapkan situasi yang sebenarnya.

Tehnik observasi digunakan untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Selain itu dengan observasi dimaksudkan pula melakukan recheck dan triangulasi. Dengan observasi ini dilakukan secara langsung terhadap berbagai kegiatan manajerial yang dilakukan kepala sekolah, termasuk didalamnya observasi sumber daya sekolah dan komponen sekolah lainnya. Menurut Nasution (1998:59-60) mengemukakan :


(34)

sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara, (5) peneliti dapat menemukan hal-hal diluar persepsi responden dan (6) di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi mulai dari kegiatan sebagai pengamat sampai sewaktu-waktu turut larut dalam situasi atau kegiatan yang sedang berlangsung.

Observasi penulis lakukan secara berkelanjutan agar diperoleh informasi dari tangan pertama mengenai masalah yang diteliti dan kondisi SMA Titian Teras, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun. Untuk itu penulis melakukan pengamatan partisipasi aktif dan pasif secara bergantian dengan memperhatikan sifat situasi dan peristiwa yang diamati serta keterlibatan penulis dengan responden.

Pilihan tingkat partisipasi tersebut dimaksudkan agar penulis dapat melakukan pendekatan terhadap semua responden dalam suasana persahabatan. Sejalan dengan maksud itu penulis pun berkeinginan agar kehadiran di lokasi penelitian tidak mengganggu atau mempengaruhi kewajaran proses kegiatan yang biasa dilakukan oleh responden.

2. Wawancara

Dalam wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara dengan pernyataan-pernyataan yang sifatnya terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar wawancara dapat berlangsung tetap pada konteks permasalahan penelitian. Untuk melengkapi wawancara sekaligus untuk melakukan check and recheck


(35)

kepemimpinan kepala sekolah yang dilakukan oleh sample penelitian. Bogdan dan Biklen (1982: 73-74) mengemukkan sebagai berikut :

Keberhasilan suatu penelitian naturalistik atau kualitas penelitian naturalistik sangat tergantung kepada ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang disusun peneliti, peneliti melengkapi diri dengan buku catatan. Buku catatan tersebut diguakan agar dapat mencatat hasil wawancara selengkap mungkin.

Pertimbangan wawancara ditetapkan sebagai tehnik pengumpulan data yakni 1) orang mempersepsi objek, peristiwa dan tindakan kemudian maknanya ditangkap melalui pandangannya, 2) sumber dan (orang) yang representatif dapat mengungkapkan gambaran peristiwa tindakan atau subyek yang telah lama dikenalnya. Oleh karena itu wawancara terhadap orang yang representatif untuk suatu persoalan adalah penting untuk mengungkapkan dimensi masalah yang diteliti pertimbangan lain mengenai penggunaan tehnik wawancara, tehnik ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu 1) peneliti dapat melakukan kontak secara langsung dengan responden sehingga memungkinkan didapatkan jawaban secara bebas dan mendalam, 2) hubugan dapat dibina dengan baik sehingga memungkinkan responden bisa mengemukakan pendapat secara bebas, 3) untuk pertanyaan dan pertanyaan yang kurang jelas dari kedua belah pihak dapat diulangi kembali. Bentuk wawancara yang dilakukan oleh peneliti berupa wawancara bebas (tak berstruktur) mengingat peneliti memiliki hubungan sosial yang cukup baik dengan responden. Wawancara tak berstruktur bersifat luwes dan terbuka dimana memungkinkan pertanyaan yang diajukan, muatannya dan


(36)

Pada awalnya wawancara dilaksanakan dengan berstruktur karena masih bersifat umum dan belum terfokus dan hanya terpusat kepada satu pokok masalah tertentu serta wawancara bebas yang berisi pertanyaan yang berpindah-pindah dan satu pokok masalah kepada masalah yang lain sepanjang berkaitan dengan aspek-aspek masalah penelitian. Dalam pelaksanaan wawancara ini peneliti menyediakan pedoman wawancara sebagaimana terlampir dalam disertasi ini meskipun dalam pelaksanaannya tidak terlalu terikat pada pedoman tersebut. Wawancara dengan kepala sekolah dan guru dilakukan secara berulang-ulang, sampai diperoleh gambaran secara menyeluruh terhadap fokus penelitian. Dengan demikian data pertama mengandung sifat non directive yaitu menurut pikiran dan perasaan responden, selanjutnya data tersebut diolah menjadi data yang bersifat directive yaitu ditinjau berdasarkan pandangan peneliti.

Pelaksanaan wawancara pada prinsipnya dimaksudkan untuk mendapatkan data yang cukup sehubungan dengan pokok masalah penelitian yang telah diidentifikasi. Kegiatan wawancara ini penulis lakukan secara terus menerus dengan responden dalam berbagai situasi meskipun kadangkala dilakukan pula dalam situasi yang khsusus.

Tipe wawancara yang lebih banyak penulis lakukan dalam proses pengumpulan data ini adalah wawancara tak terstruktur terfokus pada suatu masalah tertentu dan berisi pertanyaan-pertanyaan yang berpindah-pindah dari satu pokok ke pokok lain sepanjang berkaitan dengan masalah yang diteliti serta


(37)

Tabel 3.1

Aspek Pengungkapan Informasi dan Subjek Penelitian

Informasi Empirik yang Diungkap Subjek

Wawancara Kepemimpinan kepala SMA Titian Teras, SMA

Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun dilihat dari visi, etos kerja dan keterampilan manajerialnya.

Pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia, kurikulum, fasilitas, dana pendidikan dan partisipasi masyarakat di SMA Titian Teras, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun Strategi kepemimpinan kepala SMA Titian Teras, SMA Negeri 1 Kota dan SMA Negeri 2 Sarolangun dalam mengembangkan sekolah efektif

Hambatan dan alternatif strategi dalam pengembangan keefektifan SMA Titian Teras, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun.

KS, GR, KOM, SW.

KS, GR, KOM,

KS, GR, KOM

KS, GR, KOM

Catatan:

KS : Kepala Sekolah; GR : Guru

SW : Siswa; KOM : Komite Sekolah

3. Studi Dokumentasi

Sekalipun dalam penelitian kualitatif kebanyakan cara diperoleh dari sumber manusia (Human resources) melalui observasi dan wawanara akan tetapi belum cukup lengkap perlu adanya penguatan atau penambahan data dari sumber lain


(38)

dilakukan melalui berbagai dokumen tentang kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dan hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan sekolah efektif. Dengan studi dokumentasi ini akan diperoleh data tertulis tentang kegiatan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka pengembangan sekolah efektif. Untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi peneliti juga menggunakan tape recorder sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data. Meskipun menggunakan alat bantu tersebut peneliti tidak lupa mecatat informasi yang non verbal. Pencatatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang utuh, sekaligus mempermudah penulis mengungkapkan makna dari apa yang hendak disampaikan oleh responden. Studi dokumentasi ini memungkinkan ditemukannya perbedaan atau pertentangan antara hasil wawancara atau observasi dengan hasil yang terdapat dalam dokumen. Bila hal ini terjadi peneliti dapat mengkonfirmasikannya dengan bentuk wawancara.

Dalam penelitian kualitatif perosedur pengumpulan data tidak memiliki suatu pola yang pasti, sebab desain serta fokus penelitian dapat mengalami perubahan yang bersifat emergent akan tetapi untuk mempermudah pengumpulan data. “Keberhasilan suatu penelitian naturalistik atau kualitatif sangat bergantung kepada kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang disusun peneliti” (Bogdan dan Biklen, 1992: 73-74). Dalam penelitian ini peneliti melengkapi diri dengan buku catatan, tape recorder dan kamera. Peralatan-peralatan tersebut digunakan agar dapat merekam infomasi verbal maupun non-verbal selengkap mungkin


(39)

insturmet) karena manusia mempunyai adaptabilitas yang tinggi serta responsif terhadap situasi yang berubah-ubah yang dihadap dalam peneliti. Manusia juga mempunyai imajinasi dan kreativitas untuk memandang dunia secara utuh, riil dan dalam konteksnya. Disamping itu manusia juga mempunyai kemampuan untuk mengklarifikasi dalam arti menjelaskan kepada responden tentang sesuatu yang kurang dipahami serta berkemampuan idiosinkrtik, yakni mampu menggali sesuatu yang tidak direncanakan tidak diduga atau tidak lazim terjadi yang dapat memperdalam makna penelitian.

Selain observasi dan wawancara, penulis menggunakan pula teknik pengumpulan data melalui studi dokumentasi. Data yang diperoleh dari studi dokumentasi penulis manfaatkan sebagai bahan triangulasi untuk pengecekan kesesuaian data.

Untuk memilih dokumen sebagai sumber data, penulis mendasarkan diri kepada kriteria sebagai berikut: keotentikan isi dokumen, isi dokumen dapat diterima sebagai suatu kenyataan dan kecocokan atau kesesuaian data untuk menambah pengertian tentang masalah yang diteliti.

F. Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini penulis tempuh melalui tahap orientasi dan overview, tahap eksplorasi (focused exploration) dan tahap member check.


(40)

Untuk itu penulis mempelajari berbagai dokumen termasuk kajian teoretik, wawancara dan observasi yang bersifat umum. Selanjutnya menelaah informasi yang diperoleh untuk menemukan hal-hal yang menarik dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

Tahap kedua, eksplorasi (focused exploration). Pada tahap ini penulis mempertajam fokus penelitian agar pengumpulan data lebih terarah dan spesifik. Pada tahap ini penulis melakukan wawancara untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai aspek-aspek empirik yang ingin diungkap oleh fokus penelitian. Selanjutnya mengobservasi hal-hal yang dianggap terkait dengan fokus penelitian dan memastikan keterkaitan antara hasil penelaahan berbagai dokumen dengan fokus penelitian.

Untuk lebih komprehensifnya keterangan lapangan penulis pun meminta bantuan informan yang berkemampuan dan memiliki pengetahuan yang luas mengenai aspek-aspek tertentu dari fokus penelitian ini sehingga didapatkan data dan informasi yang lebih mendalam.

Tahap ketiga, member check. Dimaksudkan untuk mengecek kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan. Tahap ini merupakan tahap untuk memperoleh kredibilitas hasil penelitian. Tahap ini cukup penting karena data harus diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber informasi dan oleh sumber atau informan lainnya.


(41)

menggunakan kriteria sebagai berikut 1) kredibilitas/derajat kepercayaan, 2) transferabilitas / keteralihan, 3) dependabilitas / ketergantungan dan 4) konfirmabilitas / kepastian.

Kredibilitas atau derajat kepercayaan dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana kebenaran hasil penelitian dapat mengungkapkan realitas yang sesungguhnya. Transferabilitas atau keteralihan merupakan kriteria kesahihan hasil penelitan yang menjamin bahwa hasil penelitian yang diperoleh dapat diterapkan dalam konteks lain. Kesahihan data ini menyatakan bahwa generalisasi suatu temuan berlaku pada semua kondisi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh dari sampel yang representatif.

Dependabilitas atau ketergantungan sama dengan reliabilitas dalam penelitian nonkualitatif. Reliabilitas mengacu kepada sejauh mana penelitian dapat direfleksikan. Reliabilitas suatu penelitian adalah suatu teknik yang dipergunakan berulangkali terhadap objek yang sama akan menghasilkan data yang sama pula.

Untuk menjamin dependabilitas penelitian ini penulis melakukan penentuan langkah-langkah penelitian secara sistematis dan berupaya memelihara konsistensi penggunaan instrumen. Upaya ini dilakukan dengan cara membuat catatan lapangan, hasil wawancara, hasil observasi dan analisis dokumen.

Konfirmabilitas atau kepastian identik dengan konsep objektivitas dalam penelitian nonkualitatif. Kriteria ini berkaitan dengan masalah kesepakatan antara


(42)

ialah yang dapat dipercaya dan dipastikan secara faktual.

Nilai dependabilitas penelitian berkaitan dengan seberapa jauh hasil penelitian bergantung kepada objektivitas untuk dibuktikan kebenarannya. Konsep dependabilitas merupakan hasil penelitian dalam pengumpulan data, pembentukan dan penggunaan konsep-konsep dalam membuat kesimpulan.

Untuk memeriksa kesahihan data hasil penelitian ini penulis menempuh cara-cara berikut ini.

Ketekunan Pengamatan

Dalam hal ini penulis berupaya meningkatkan intensitas dan memperdalam pengamatan untuk mendapatkan data yang lengkap, akurat dan sesuai dengan fokus penelitian. Melalui pengamatan yang tekun penulis melakukan pengamatan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama dan memusatkan perhatian pada masalah utama. Dengan cara demikian penulis dapat memahami semua kondisi sehubungan dengan masalah yang diteliti secara menyeluruh dan mendalam sehingga hasil penelitian dapat dipercaya kebenarannya.

Triangulasi

Triangulasi penulis tempuh melalui pengecekan data dari pihak lain sebagai pembanding. Untuk penelitian ini prosedur triangulasi yang penulis lakukan ialah membandingkan hasil observasi dan wawancara dengan berbagai sumber data yang merupakan sampel penelitian.


(43)

pengumpulan data. Untuk itu penulis meminta pendapat responden mengenai hasil penelitian, selanjutnya responden diberi kesempatan untuk menyetujui, menambah, memperkuat, memperbaiki atau membuat kesimpulan menurut persepsinya sendiri terhadap yang sudah terkumpul.

Audit Trail

Pemeriksaan terhadap dependabilitas dan konfirmabilitas hasil penelitian ini penulis lakukan melalui proses audit trail, yaitu mempelajari laporan lapangan secara seksama. Untuk konfirmabilitas penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut (a) mencatat selengkap mungkin hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi sebagai data mentah untuk kepentingan analisis selanjutnya, (b) menyusun hasil analisis dengan cara menyeleksi data mentah tadi, kemudian dirangkum dan disusun kembali dalam bentuk deskripsi yang lebih sistematis, (c) membuat penafsiran atau simpulan sebagai sintesis data dan (d) menyusun laporan yang menggambarkan seluruh proses penelitian sejak prasurvey, penyusunan desain penelitian, sampai pengolahan dan penafsiran data.

H. Analisis Data

Analisis data yang penulis lakukan, mengikuti proses sebagaimana yang dianjurkan oleh Moleong (1998: 37) yaitu dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara dan pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,


(44)

Penelaahan dan Reduksi Data

Reduksi data dilakukan dengan cara memilih data yang sudah disusun dalam laporan, kemudian disusun kembali dalam bentuk uraian terperinci. Selanjutnya laporan yang direduksi dirangkum dan dipilih berdasarkan hal-hal pokok serta difokuskan pada hal-hal yang penting dan relevan dengan fokus penelitian.

Dengan cara tersebut diharapkan akan memperoleh gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengumpulan data, dan memudahkan penulis mencari kembali data yang masih diperlukan. Dalam tahap ini penulis melakukan pula penelaahan data hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi dari berbagai sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan.

Unitisasi Data

Dalam tahap ini penulis membuat batasan untuk setiap satuan data, kemudian mengkodenya sehingga data yang sudah diperoleh ditransformasikan dan diorganisasi ke dalam unit-unit berdasarkan karakteristiknya. Dengan kata lain, penulis menyusun data dalam satu satuan masalah, dan mengubah data mentah secara sistematis menjadi satu satuan yang dapat diuraikan sesuai dengan ciri-cirinya.

Kategorisasi Data

Dalam tahap kategorisasi data ini penulis memilah-milah sejumlah unit menjadi satu kategori tertentu berdasarkan kesamaan karakteristiknya. Selanjutnya terhadap sejumlah unit data yang telah dikategorisasi itu penulis


(45)

Melalui proses kategorisasi, tersusun data yang dapat penulis tafsirkan maknanya. Menyusun data ini berarti menggolongkan pola, tema, unit atau kategori. Apabila telah memperoleh data yang banyak maka data tersebut diseleksi dan dibandingkan supaya dapat dimasukkan ke dalam satu unit atau kategori.

Interpretasi Data

Tahap interpretasi merupakan upaya penulis memaknai data yang telah dikategorisasi dan menggambarkan makna analitik atas unit dan kategori serta keterkaitannya antara satu dengan lainnya. Keseluruhan kegiatan yang penulis lakukan dalam tahap interpretasi data tersebut menghasilkan kumpulan analisis yang berbentuk ihktisar data.


(46)

353 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan peneliti terhadap "Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Sekolah Efektif” (Studi di SMA Titian Teras Muara Jambi, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun) dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kesimpulan Umum

Kepala sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan sekolah efektif melalui kepemimpinannya. Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi dan penanggung jawab utama pengelolaan pendidikan di sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang besar dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Untuk dapat melaksanakan tugas dan perannya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator diperlukan langkah-langkah kongkrit dan terprogram agar dalam menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan.

Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah kepala sekolah harus mampu mengubah energi sumber daya baik manusia maupun situasi untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas pendidikan. Kepala sekolah harus mampu bekerja sama dengan dan atau orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Kepala sekolah harus mampu


(47)

mengubah energi yang ada pada warga sekolah dari energi potensial menjadi aktual, dari minimal menjadi optimal, dan dari formalitas menjadi aktualitas.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah harus mempunyai konsep bagaimana merekayasa masa depan untuk menciptakan pendidikan yang produktif, bisa menjadi agen pembaharuan, mampu menampilkan kekuatan, pengetahuan berdasarkan pengalaman dan pendidikannya yang didukung oleh ciri khas budaya kerja dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan visi dan misinya. Sebagai pemimpin kepala sekolah harus mampu membawa kearah mana organisasi yang dipimpinnya. Ia harus menjadi seorang pemimpin yang visioner.

Berdasarkan hasil peneltian, dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan sekolah efektif, kepala sekolah secara komprehensif telah berupaya menjalankan peran dan fungsinya sebagai pemimpin di sekolah. Dalam pengembangan kepemimpinan di sekolah, kepala sekolah mengadakan kerja sama dengan guru, tenaga kependidikan, siswa, komite sekolah, masyarakat dan pemerintah dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan.

Kemampuan kepala sekolah dalam merumuskan visi kepemimpinn dalam mewujudkan sekolah efektif sangat bervariatif sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing sekolah. Dalam pengembangan sekolah efektif, kepala sekolah menggunakan berbagai macam pendekatan, teknik serta strategi yang digunakan dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah.


(48)

Hal-hal yang dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan sekolah efektif adalah kemampuan manajerial kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di sekolah. Perbedaan yang ada dalam hal kemampuan manajerial kepala sekolah hanya didasarkan kemampuan pengembangan diri kepala sekolah.

Pada dasarnya, kepala sekolah telah berusaha untuk memahami kondisi sekolah masing-masing dengan mengetahui hambatan-hambatan dalam pengembangan pendidikan di sekolah dan dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hambatan-hambatan tersebut dicarikan solusi yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi sekolah masing-masing.

Kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif sangat ditentukan oleh visi kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah, strategi dalam menjalankan fungsi kepemimpinan serta kemampuan manajerial kepala sekolah yang diwujudkan dalam fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang baik.

Pengembangkan sekolah efektif ditentukan oleh kebijakan kepala sekolah yang berorientasi pada peningkatan mutu, kemampuan membangun komunikasi kemampuan memanfaatkan sumber daya sekolah serta kemampuan mengembangkan dan memanfaatkan sarana prasarana sekolah yang bertujuan meningkatkan kwalitas pembelajaran. Kepala sekolah memegang peranan penting dalam menentukan arah pengembangan sekolah efektif.

Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah telah berdampak yang besar terhadap peningkatan kinerja sekolah.


(49)

Keberhasilan sekolah dapat dilihat dari kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dalam memimpin sekolah.

2. Kesimpulan Khusus

Kesimpulan khusus merupakan simpul-simpul temuan dalam penelitian berkenaan dengan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah pada setiap aspek pengembangan sekolah efektif pada semua sekolah menengah atas yang diteliti sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian yang dirumuskan pada identifikasi masalah. Kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan sekolah efektif pada SMA Titian Teras, SMA Negeri 1 Kota Jambi dan SMA Negeri 2 Sarolangun menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dalam implementasi di lapangan, dalam hal ini memberikan dampak yang cukup berarti terhadap pengembangan sekolah efektif.

Kepala SMA Titian Teras dan SMA Negeri 1 Kota Jambi pada dasarnya telah mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang cukup dalam melaksanakan kinerja sebagai kepala sekolah. Program-program sekolah telah direncanakan dan dilaksanakan serta dievaluasi secara baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini disebabkan adanya sistem pengangkatan kepala sekolah yang telah mengacu kepada ketentuan yang berlaku. Sementara di SMA Negeri 2 Sarolangun, kemampuan kepala sekolah dalam mengelola sekolah masih rendah. Hal ini disebabkan kemampuan kepala sekolah membangun kerja sama dengan warga sekolah dalam mengelola sekolah masih sangat minim sekali. Pemilihan kepala sekolah belum sepenuhnya mengacu kepada Permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar kompetensi kepala sekolah. Pengangkatan kepala sekolah


(50)

bukan melewati jalur tes tapi melalui penunjukkan dari dinas pendidikan setempat.

Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah efektif masih terdapat kendala-kendala yang cukup berarti. Kendala-kendala tersebut dikarenakan masih minimnya kepala sekolah dalam menggali semua potensi yang ada di sekolah. Inovasi dan kreatifitas untuk menuju kemajuan masih sangat minim sekali. Visi dan misi sekolah hanya merupakan kata-kata yang indah, tapi belum mampu memberikan makna dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Semua warga sekolah belum sepenuhnya melaksanakan tugas yang sesuai dengan visi dan misi sekolah. Bukti-bukti emprik menginformasikan bahwa faktor-faktor tersebut dikarenakan karena masih lemahnya kepala sekolah dalam melaksanakna fungsi kepemimpinan di sekolah. Apalagi dengan adanya kebijakan dari pemerintah daerah yang memberlakukan pendidikan gratis pada tingkat SLTA dan tidak dibarengi dengan pendanaan yang cukup.

Kepala SMA Titian Teras dan SMA Negeri 1 Kota Jambi dalam mengembangkan kepemimpinan mewujudkan sekolah efektif sudah menggambarkan keberhasilan. Hal ini bisa dibuktikan dengan antusiasnya masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di kedua sekolah tersebut. Di samping itu prestasi prestasi yang diraih oleh kedua sekolah baik tingkat provinsi maupun tingkat regional.

Kemampuan manajerial kepala sekolah pada sekolah memengah atas yang diteliti pada umumnya tidak terlepas dari faktor-faktor organisasi yang membentuk dan mendewasakannya. Faktor-faktor itu antara lain berasal dari ilmu


(51)

pengetahuan, pengalaman, kemampuan dan visi organisasi. Faktor-faktor organisasional tersebut lebih lanjut menjadi elemen tinggi bagi kapasitas sekolah dalam menyelenggarakan organisasi di sekolah.

Faktor-faktor yang menghambat dalam pengembangan sekolah di masing-masing sekolah sangat variatif. Hal ini dikarenakan kondisi dan situasi dari sekolah tersebut yang berbeda satu sama lain. Permasalahan yang dihadapi kepala sekolah dalam mengembangkan kepemimpinannya juga sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi oleh Kepala SMA Negeri 2 Sarolangun dalam mengembangkan sekolah efektif sangat kompleks. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor-faktor yang menghambat kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan sekolah. Faktor tersebut baik berasal dari diri kepala sekolah maupun dari luar kepala sekolah. Sementara di SMA Titian Teras dan SMA Negeri 1 Kota Jambi faktor-faktor penghambat dalam upaya mengembangkan sekolah efektif relatif kecil. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam keberhasilan yang telah ditampilkan oleh kedua sekolah tersebut.

Kompetensi kewirausahaan dari ketiga kepala sekolah di daerah penelitian belum sepenuhnya mempunyai kompetensi kewirausahaan. Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan potensi yang ada di sekolah belum digali secara optimal untuk pengembangan dan kemajuan sekolah. Inovasi-inovasi ke arah kewirausahaan masih tergolong minim.

Kepemimpinan kepala sekolah dapat memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap pengembangan sekolah efektif. Efektifitas sekolah dapat ditingkatkan melalui kinerja kepala sekolah. Kinerja kepala sekolah yang telah


(52)

diungkap melalui penelitian adalah tingkat ketercapaian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang mendorong efektifitas sekolah. Dimensi penting yang dikembangkan dan dijadikan sasaran dalam pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka peningkatan efektifitas sekolah meliputi kualitas kerja, kemampuan kerja, komunikasi, strategi-strategi serta solusi-solusi yang menghambat dalam pencapaian sekolah efektif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala SMA Titian Teras dalam melaksanakan kepemimpinannya telah berhasil mewujudkan :

(1) Sekolah yang mempunyai prestasi akademik yang tinggi yang diwujudkan banyaknya lulusan SMA Titian Teras yang diterima di perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah kedinasan yang favorit. Di samping itu menjuarainya iven-iven olimpiade sains di tingkat propinsi maupun tingkat nasional.

(2) Sekolah yang mampu mewujudkan prestasi non akademik yang tinggi, hal ini diwujudkan dengan terbinanya minat, bakat dan kreatifitas siswa sehingga mampu dikembangkan dan menjuarai lomba-lomba yang diselenggarakan baik di tingkat kabupaten maupun tingkat propinsi.

(3) Sekolah yang suasananya yang kondusif dan penuh kekeluargaan, hal ini dibuktikan dengan semua warga sekolah merasa nyaman dan tenang sehingga timbul ide-ide dan inovasi yang positif dalam mewujudkan kualitas pendidikan di sekolah.


(53)

(4) Sekolah yang religius dan berbudaya, hal ini dibuktikan dengan suasana sekolah yang sangat kental dengan suasana keagamaan dan ketaatannya warga sekolah terhadap budaya dan norma-norma.

(5) Sekolah yang mampu menjalin kerja sama yang hormonis dengan wali murid, masyarakat dan komite sekolah, hal ini dibuktikan dengan kepedulian dan keikutsertaan wali murid dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekolah.

(6) Sekolah yang sejuk, nyaman dan asri, hal ini dibuktikan dengan suasana yang nyaman, tenang, bersih sehingga warga sekolah merasa betah tinggal di sekolah.

(7) Sekolah yang berbudaya mutu dan disiplin tinggi, hal ini diwujudkan dengan semangat warga sekolah untuk selalu maju dan mentaati aturan-aturan yang telah ditetapkan.

(8) Sekolah yang mampu membangun karakter dan kultur sekolah yang positif, hal ini bisa dilihat dengan komitmen, sikap dan kepribadian serta prilaku yang taat kepada peraturan dan menjunjungtinggi norma-norma yang berlaku.

Berdasarkan karakteristik sekolah efektif yang dikemukakan oleh para ahli dan kondisi riil SMA Titian Teras, maka kepala sekolah telah mampu mewujudkan sekolah yang efektif

Sementara kepala SMA Negeri 1 Kota Jambi dalam melaksanakan kepemimpinan telah mampu mewujudkan :

(1) Sekolah yang mempunyai prestasi akademik yang tinggi yang diwujudkan banyaknya lulusan SMA Negeri 1 Kota Jambi yang diterima di perguruan tinggi favorit. Di samping itu menjuarainya iven-iven olimpiade sains di tingkat propinsi maupun tingkat nasional.


(54)

(2) Sekolah yang mampu mewujudkan prestasi non akademik yang tinggi, hal ini diwujudkan dengan terbinanya minat, bakat dan kreatifitas siswa sehingga mampu dikembangkan dan menjuarai lomba-lomba yang diselenggarakan baik di tingkat kabupaten maupun tingkat propinsi.

(3) Sekolah yang suasananya yang kondusif dan penuh kekeluargaan, hal ini dibuktikan dengan semua warga sekolah merasa nyaman dan tenang sehingga timbul ide-ide dan inovasi yang positif dalam mewujudkan kualitas pendidikan di sekolah.

(4) Sekolah yang berbudaya, hal ini dibuktikan dengan suasana sekolah yang sangat kental dengan suasana keagamaan dan ketaatannya warga sekolah terhadap budaya dan norma-norma masyarakat, sementara suasana religius belum begitu terasa.

(5) Sekolah yang mampu menjalin kerja sama yang hormonis dengan wali murid, masyarakat dan komite sekolah, hal ini dibuktikan dengan kepedulian dan keikutsertaan wali murid dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekolah.

(6) Sekolah yang berbudaya mutu dan disiplin tinggi, hal ini diwujudkan dengan semangat warga sekolah untuk selalu maju dan mentaati aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan karakteristik sekolah efektif yang dikemukakan oleh para ahli dan kondisi riil SMA Negeri 1 Kota Jambi, maka kepala sekolah telah mampu mewujudkan sekolah yang efektif

Kepala SMA Negeri 2 Sarolangun dalam melakukan kepemimpinannya belum sepenuhnya mampu mewujudkan prestasi akademik dan non akademik


(55)

serta membangun budaya mutu yang baik. Kinerja semua komponen di sekolah yang belum menunjukkan tingkat kinerja yang berkualitas. Hubungan dengan wali murid dan masyarakat belum terjalin secara harmonis. Berdasarkan kondisi riil ini maka kepala sekolah belum mampu mewujudkan sekolah yang efektif.

Berpijak dari kondisi faktual, maka secara konseptual yang penulis kemukakan mengandung pemikiran bahwa model kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah kepemimpinan kepala sekolah yang berpegang teguh kepada visi dan misi lembaga, memfokuskan kepada prestasi dan hasil belajar peserta didik, pengembangan instruksional, kemampuan berkolaborasi, menjadi suri tauladan dan agen perubahan, membangun karakter dan budaya sekolah, memimpin dengan hati, menumbuhkan kesadaran untuk bekerja secara ihklas, mampu mendayagunakan semua potensi yang ada di sekolah, menciptakan iklim yang kondusif di sekolah, serta mampu menciptakan hubungan dan komunikasi dengan semua warga sekolah dan masyarakat dengan baik.

B. Implikasi

Melalui penelitian ini diperoleh temuan bahwa efektifitas sekolah dapat diwujudkan melalui pengembangan kepemimpinan kepala sekolah. Pengembangan kepemimpinan kepala sekolah diaktualisasikan dalam kinerja kepala sekolah sebagai pelaksana dan penanggung jawab atas semua pengelolaan pendidikan di sekolah. Atas dasar temuan di atas, dikemukakan sejumlah implikasi terkait dengan upaya peningkatan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu untuk menjadi pemimpin yang terbaik di sekolah sehingga kepala sekolah bisa menjadi teladan dalam setiap aktivitas di sekoah.


(1)

Freiberg, H. J., 1998, Measuring School Climate: Let Me Count The Ways. Education Leadership.

Gaffar, M. Fakry. (1984). Performance Based Teacher Educational : Suatu Alternatif dalam Pembaharuan Guru. Bandung : IKIP Bandung.

Getzels, J.W., Lipham, J.M. & Campbell, R. F. (1968). Educational Administration as a Social Process: Theory, Research, Practice. New York: Harper & Row.

Gibson, James L., Ivancevich John M., dan Donnely James H. (1992). Organization Behavior, Structure, Process. Chicago: R.D. Irwin.

Glines, DE. (1987). Principals With Vision Needed to Make School Exciting Places of Learning. NASSP Bulletin. Vol. 71. Num. 502.

Goodlad, J., 1983, A place called a school: Prospects for the Future. New York: McGraw-Hill.

Greenberg, Jerald & Robert A. Baron. (1993). Behavior in Organizations: Understanding and Managing the Human Side of Work, 5th Edition. Prentice-Hall International, Inc.

Hadisubroto, Subino. (1988). Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data, Penafsiran Data dan Rekomendasi Data Penelitian Kualitatif. Bandung : PPS IKIP Bandung.

Hanafiah, M. Jusuf. (1994). Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi (Suatu Buku Pedoman Bagi Pengelola Perguruan Tinggi untuk Meningkatkan Mutu). Jakarta: Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Indonesia Barat (BKS PTN Barat) Depdikbud RI dan Higher Education Development Support Project (HEDS) USAID-DIKTI-JICA.

Hersey, Paul dan Blanchard, Ken. (1977). Management of Organizational Behavior. New Jersey : Prentice Hall Inc.

Hoy, W. K. & Hannum, J. W., 1997, Middle School Climate: An Empirical Assessment of organizational Health and Student Achievement. Educational Administration Querterly.

Hunger J., David dan Wheelen, Thomas L., (2001). Strategic Management and Business Policy . Addison-Wesley Publishing, Co.

Ivancevich, John M., et. al. (1992). Management Principles and Function. Honewood JL. 60430, BPI-Irwin.

Jane M. Howwel dan Bruce J. Avolio, 1992. The Ethics of Carismatic Leadership :Submission or Liberation ? Academy of Management. New York : Press


(2)

James, A. F. Stoner R. Edward Freeman & Daniel Gilbert, 1995, Management. New Jersey: Prentice Hill.

Kartini, Kartono. (1998), Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Grafindo Persada.

Keating,.1986. Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya.(Terjemahan). Yogyakarta : Kanisius

Kochamba, Dianne M. (2000). Principals and Teachers Perceptions, Eight Edition. Auckland: Mc-Graw-Hill International Book Company.

Kouzes. J. M. & Posner, B. Z., 1995, The Leadership Challenge. San Francisco: Jossey-Bass Publishing

Kuczmarski, Thomas D & Kuczmarski, Susan Smith, 1995, Values – Based Leadership. (Rebuilding – Employee – Commitment Performance & Productivity). London: Englewood Cliffs.

LAN RI, (1992). Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta : LAN RI.

Lincoln , Yvone. S dan Guba, Egon G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.

Makmun, Abin Syamsuddin. (2000). Teknik Perkiraan Kebutuhan Pendidikan. Makalah Pelatihan Bagi Tenaga Perencana Pendidikan Pusat dan Daerah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Maxcy, Spencer J. (1995). Beyond Leadership. Journal of Educational Administration Quarterly : v31 n3 p473-83.

Miftah, Toha. (1988) Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Grafindo. Miles, Mathew. B dan Huberman, A. Michael. (1997). Qualitative Data Analysis.

Beverly Hills: Sage Publications.

Mitchel, Terrence, R. (1982). People in Organization an Introduction to Organizational Behavior. Tokyo, Mc-Graw-Hill International Book Company.

Moleong, Lexy, J., (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


(3)

Nasution, S. Prof. Dr. (1988). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : IKIP Bandung.

Nawawi, Hadari. (1990). Administrasi Personal Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Jakarta : CV. Haji Masagung.

Neuman, W Lawrence (2003). Social Research, Qualitative and Quantitave Approach . Boston.: New York

Nurtain. (1989). Supervisi Pengajaran. P2LPTK Dikti. Jakarta.

Permadi, Dedi. (2001). Kepemimpinan Mandiri (Profesional) Pimpinan Sekolah. Bandung : PT. Sarana Panca Karya.

Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang standar kompetensi kepala sekolah / madrasah.

Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peters, Tom dan Austin, Nancy. (1992). A Passion for Excellence : The

Leadership Difference. Philadelphia : Westminster Press.

Pounder, Diana G. (1995). Leadership As an Orgnization-Wide Phenomenon: Its Impact on School Performance. Journal of Educational Administration Quarterly, v31 n4 p564-88.

Purwanto, Ngalim. (1993). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

Rahman, Arif. (1997). Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Dosen DPTK-IKIP Bandung. Tesis PPs-IKIP Bandung.

Robbins, Stephen P. (1996). Organization Theory Structure, Design and Aplications. Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice-Hail Inc.

Rohiat. (2000). Penerapan Kecerdasan Emosional oleh Kepala Sekolah dalam Pengelolaan Pendidikan Menengah Umum. Disertasi, PPs-Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Safaria, Triantoro. 2004. Kepemimpinan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Salusu. (1996). Pegambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta : Gramedia.


(4)

Sanusi, Ahmad. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : IKIP Bandung.

Satori, Djam'an. (2000). Akuntabilitas Sekolah Efectif. Bandung – UPI.

Schal, Maryan S. (1983). A Communication Rules Approach to Organization Culture. Administrative Science Quarterly, 28.

Schatzman, L & Anselm Strauss. (1973). Field Research: Strategies for A Natural Sociology. Englewood Cliffs. NJ. : Prentice – Hall.

Scheerens.J (2003). Menjadikan Sekolah Efektif. Jakarta : Logos

Schermerhorn, John R. Jr. (1993). Management for Productivity Fourth Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Schuller, Randall, S. (1997). Personal and Human Resources Management. New York: West Publishing Company.

Schulz, Don E. Tannenbaum, Stanley I. and Lauterborn, Robert F. (1994). Intergrated Marketing Communications. Chicago : NTC Bussines Book. Div. of NTC Publishing Group.

Senge, P.M. 1990 . The Fifth Disciplin The Artactive of the Learning Organization. New York : Doudleady.

Sergiovanni, Thomas J. (1980). Educational Governance and Administration. Englewood Clifft, NJ07632, Prentice Hall – Inc.

Setiadi, Budi. (2005). Kemampuan Manajerial Kepemimpinan Sekolah Dalam Mengembangkan Kinerja Guru, Disertasi UPI Bandung.

Shieive, LY. & Schoenheit, MB (eds), (1987). Leadership : Examining the Elusive. ASCD.

Siagian, Sondang P. (1984). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Simon A, Herbert, 2004. Administrative : Prilaku Adminitrasi. Jakarta : Bumi Aksara

Slater, Robert O. (1995). The Sociology of Leadership and Educational Administration. Journal of Educational Administration Quarterly; v31 n3 p449-72.

Smith, W. A. & Associate, (1982). Learning to Learn Across the Life Span, San Francisco: Jossey-Bass Publisher.


(5)

Soepardi, Imam. (1998). Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.

Spradeley James, (1980) . Participant Observation, Holt : Rinehart and Wiston Stoner, James A. F. (1982). Management. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Sukandar. (2007). Efektivitas Kepemimpinan Manajerial Kepala Sekolah, Disertasi UPI Bandung.

Supriadi, Dedi dan Jalal, Fasli. (2000). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

Suryadi, Ace dan Tilaar, H.A.R. (1999). Analisis Kebijakan Pendidikan, Suatu Pengantar. Jakarta.

Sutermeister, Robert A. (1976). People and Productivity. New York: McGraw-Hill Book Company.

Sutisna, Oteng. (1989). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.

Suyanto dan MS. Abbas. (2001). Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Tannenbaum, R. & Schmidt, W.H. (1973). How to Choose A Leadership Pattern. Harvard Business Review.

Terry, George R. (1964). Principles of Management. Illionis: Richard Dirwin, Inc. Home Wood.

Thoha, Miftah. (1988). Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Rajawali. Thomas, R.A. (1996). The Productive School A System Analisys Approach to

Education Administration. New York : John Willey & Son, Inc.

Tilaar, HAR. (1994). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Timpe, Dale A. (1996). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia Produktivitas. Jakarta : PT. Gramedia.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan. (2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Turney C, Hatton N, Laws K, Sinclair K, Smith D. (1992). The School Manager. North Sidney Allen & Unwim Pty Ltd.


(6)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.