B1J010160 9.

I. PENDAHULUAN
Bambu tali (Gigantochloa apus (Schult.f.) Kurz) termasuk spesies bambu
dengan rumpun simpodial, rapat, dan tegak. Masyarakat pedesaan, khususnya di
pulau Jawa dan Bali, telah menanam bambu tali. Hal ini terbukti dari banyaknya
pemberian nama daerah seperti pring tali, pring apus (Jawa), awi tali (Sunda), tiing
tali (Bali), dan pereng tale (Madura) (Widjaja, 2001; Sujarwo, et al., 2010). Bambu
tali biasanya ditanam di pinggiran sungai, batas desa, dan lereng perbukitan dari
dataran rendah sampai dataran tinggi (±1.300 m dpl). Tujuan utama penanaman
bambu ini adalah pengambilan buluhnya untuk berbagai keperluan diantaranya
sebagai bahan konstruksi bangunan (rumah dan jembatan), peralatan rumah tangga,
kerajinan mebel, atap rumah, dan alat musik tradisional (angklung) (Dransfield &
Widjaja, 1995; Sujarwo, et al., 2010). Bambu tali banyak ditemukan di pinggiran
sungai Pelus.
Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terdapat di kabupaten
Banyumas yang berada pada ketinggian 24-810 m dpl. Mata air sungai ini berada di
lereng selatan gunung Slamet. Sungai Pelus juga memperoleh pasokan air dari
beberapa anak sungai, diantaranya dari sungai Belot, sungai Lirip, sungai Pangkon,
dan sungai Bener. Air sungai ini kemudian mengalir melintasi beberapa desa di
kecamatan Baturraden, Sumbang, Kembaran, dan Purwokerto melalui daerah yang
memiliki karakteristik yang beragam (Abdullah, 2006).
Pertumbuhan bambu tali dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Faktor

lingkungan yang berkaitan dengan syarat tumbuh bambu meliputi iklim dan jenis
tanah. Unsur-unsur iklim itu meliputi sinar matahari, suhu, ketinggian tempat, curah
hujan, dan kelembaban. Tempat yang cocok untuk tumbuhan bambu adalah lahan
yang terbuka dan terkena sinar matahari langsung untuk proses fotosintesis
(Nugraheni, 2000). Meskipun demikian, ketika tumbuhan berada pada lingkungan

bio.unsoed.ac.id

yang kurang optimal, maka tumbuhan akan melakukan adaptasi. Salah satu
fenomena adaptasi yang dimiliki tumbuhan adalah plastisitas.
Plastisitas merupakan reaksi tumbuhan terhadap perubahan lingkungan yang
sering disertai dengan modifikasi berbagai organnya. Perubahan atau modifikasi ini
menunjukkan adanya plastisitas dari organ tersebut (Yuliani & Raharjo, 2009). Salah
satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi variasi morfologi tumbuhan adalah
ketinggian tempat. Hasil penelitian Hemelda (2012) mendapatkan bahwa Calamus
1

javensis memiliki diameter buluh yang lebih kecil, ukuran duri yang lebih pendek,
dan leaflet basal berbentuk oblongus pada ketinggian 1000-1100 m dpl dibandingkan
Calamus javensis yang tumbuh pada ketinggian 1100-1200 m dpl. Perbedaan

ketinggian tempat menyebabkan terjadinya perbedaan suhu lingkungan. Suhu
lingkungan akan menurun sebesar 0,6oC pada setiap kenaikan 100 m dpl
(Goltenboth, et al., 2006). Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor penting,
karena mempunyai pengaruh terhadap proses metabolisme (Arief, 1994).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu diadakan penelitian terhadap
variasi morfologi bambu tali (G. apus (Schult.f.) Kurz) di sub daerah aliran sungai
Pelus dengan berbagai ketinggian tempat. Rumusan masalah yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah variasi morfologi bambu tali pada berbagai ketinggian tempat di
atas permukaan laut di pinggiran sungai Pelus.

2.

Pada ketinggian tempat di atas permukaan laut berapakah bambu tali tumbuh
optimum.

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1.


Mengetahui berbagai variasi morfologi bambu tali pada berbagai ketinggian
tempat di atas permukaan laut di pinggiran sungai Pelus.

2.

Mengetahui ketinggian tempat di atas permukaan laut yang optimal bagi
pertumbuhan bambu tali.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai variasi

morfologi bambu tali di pinggiran sungai Pelus sebagai akibat adanya perbedaan
ketinggian tempat di atas permukaan laut, sehingga data yang diperoleh akan
memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan informasi bagi dunia ilmu
pengetahuan.

bio.unsoed.ac.id

2