RENSTRA PASCAPANEN TAHUN 2010 2014

RENCANA STRATEGIS
DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
2011 - 2014

DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
2011

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1
1


1.2 Kondisi Umum

5

1.2.1
1.2.2

Sumber Daya Manusia (SDM)
Kondisi Penanganan Pascapanen
Tanaman Semusim, Rempah dan
Penyegar
1.2.3 Kondisi Penanganan Pascapanen
Tanaman Tahunan
1.2.4 Kondisi Penanganan Gangguan Usaha
dan Konflik Perkebunan
1.2.5 Kondisi Bimbingan Usaha dan
Perkebunan Berkelanjutan
1.3 Potensi dan Permasalahan
1.3.1
1.3.2

II.

Hal
i
iii
vii
viii

Potensi
Permasalahan

5
7
10
12
13
15
15
16


VISI DAN MISI DIREKTORAT PASCAPANEN DAN
PEMBINAAN USAHA

18

2.1 Visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha
2.2 Misi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha
2.3 Tujuan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha
2.4 Tugas Pokok dan Fungsi
2.5 Nilai Nilai
2.6 Struktur Organisasi

18
18
19
20
21

22
iii

III.

IV

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

23

3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal
Perkebunan
3.1.1 Arah Kebijakan
3.1.2 Strategi
3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Pasca
Panen dan Pembinaan Usaha
3.2.1
Arah Kebijakan
3.2.1.1 Arah Kebijakan Penanganan

Pascapanen
3.2.1.2 Arah Kebijakan Pembinaan Usaha
3.2.2 Strategi
3.2.2.1 Pencermatan Lingkungan Pascapanen
A. Pencermatan Lingkungan Internal
Pascapanen
B. Pencermatan Lingkungan Eksternal
Pascapanen
3.2.2.2 Pencermatan Lingkungan Pembinaan
Usaha
A. Pencermatan Lingkungan Internal
Pembinaan Usaha
B. Pencermatan Lingkungan Eksternal
Pembinaan Usaha
3.3 Analisa Faktor Faktor Strategis dan Kunci
Keberhasilan (KAFI/ KAFE)
3.4 Kesimpulan Analisis Faktor Internal – Eksternal
3.4.1 Kesimpulan Analisis Faktor Internal –
Eksternal Pascapanen
3.4.2 Kesimpulan Analisis Faktor Internal –

Eksternal Pembinaan Usaha

23
23
23
25
25
25
25
25
27
29
30
32
32
37
41
47
47
48


PROGRAM, KEGIATAN, DAN KELUARAN

67

4.1 Program Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha
4.2 Kegiatan Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha

67
67
iv

V.

VI.

4.3 Fokus Kegiatan Penanganan Pascapanen dan
Pembinaan Usaha

4.3.1 Fasilitasi Penanganan Pascapanen
Komoditas Perkebunan
4.3.2 Fasilitasi Bimbingan Usaha dan
Perkebunan Berkelanjutan
4.3.3 Fasilitasi Penanganan Pencegahan
Gangguan Usaha dan Konflik
Perkebunan
4.3.4 Pelaksanaan Dukungan Administrasi
dan Keuangan

69

4.4 Keluaran (Output) dan Sub Output
4.4.1 Fasilitasi Penanganan Pascapanen
Komoditas Perkebunan
4.4.2 Fasilitasi Bimbingan Usaha dan
Perkebunan Berkelanjutan
4.4.3 Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha
dan Konflik Perkebunan
4.4.4 Pelaksanaan Dukungan Administrasi

dan Keuangan
4.5 Pendanaan

73
73

MANAJEMEN, PERENCANAAN, MONITORING
DAN EVALUASI

83

5.1
5.2
5.3
5.4
5.5

83
84
84

86
88

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Peran Serta Masyarakat
Dukungan Institusi Terkait
Mekanisme Perencanaan
Monitoring, Evaluasi, Pengendalian, dan
Pengawasan
5.5.1 Monitoring dan Evaluasi
5.5.2 Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi
5.5.3 Pengendalian dan Pengawasan

PENUTUP

69
70
72
73


74
75
76
82

88
89
90
91

v

DAFTAR TABEL
Nomor

Hal

Tabel

1

Jumlah Petugas Penilai Perkebunan

6

Tabel

2

Jumlah Petugas Penilai Perkebunan Yang

7

Dibutuhkan
Tabel

3

Perkembangan Kasus GUPK Nasional Tahun

13

2005-2010
Tabel

4

Analisis Faktor-Faktor Strategis dan Kunci

41

Keberhasilan Pascapanen
Tabel

5

Analisis Faktor-Faktor Strategis dan Kunci

44

Keberhasilan Pembinaan Usaha
Tabel

6

Analisis SWOT untuk ASAP Pascapanen

49

Tabel

7

Analisis SWOT untuk ASAP Pembinaan Usaha

51

Tabel

8

Analisis Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)

53

Pembinaan Usaha
Tabel

9

Analisis Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)

57

Pascapanen
Tabel

10

Target Masing-Masing Kegiatan

77

Tabel

11

Proyeksi Penyediaan dana APBN untuk

82

mendukung kegiatan penanganan Pascapanen
dan Pembinaan Usaha

vi

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar

Hal
1

Struktur Organisasi Direktorat Pascapanen

22

dan Pembinaan Usaha

vii

Rencana Strategis
Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha
2011-2014

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
JAKARTA, 2011
8

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian termasuk sub sektor perkebunan mempunyai
peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pembangunan perekonomian nasional. Pada
tahun 2010 sub sektor perkebunan mampu menyumbang
devisa dari kegiatan ekspor senilai US$22 miliar meningkat
sangat tajam dibandingkan dengan tahun 2005 yang hanya
mencapai US$9 miliar. Devisa tahun 2010 diperoleh dari
volume ekspor komoditi unggulan perkebunan sebanyak 26 juta
ton, juga meningkat jika dibandingkan dengan volume yang
dicapai pada tahun 2005 sebesar 16 juta ton. Hal ini
membuktikan bahwa subsektor perkebunan ke depan masih
merupakan andalan penyumbang devisa sektor pertanian.
Lebih dari 80% produksi komoditi perkebunan berasal dari
perkebunan rakyat yang terdiri dari kepemilikan lahan yang
terbatas berbasis pada usaha tradisional baik dari aspek
budidaya, Pascapanen dan pemasarannya. Kebijakan umum
pembangunan perkebunan adalah mensinergikan seluruh
sumber daya perkebunan dalam rangka meningkatkan daya
saing, nilai tambah, produktivitas usaha perkebunan dan mutu
produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat
perkebunan dan penerapan organisasi modern yang
berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta
didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Sesuai
dengan kebijakan tersebut maka fokus perhatian pemerintah
tidak hanya pada aspek hulu (on farm), namun juga pada aspek
hilirnya (off farm).
Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan perkebunan saat
ini selain meningkatkan produksi dan produktivitas juga
meningkatkan
mutu,
maka
penanganan
pascapanen
mendapatkan prioritas dan dipadukan dengan penanganan
produksi.
Pascapanen hasil perkebunan adalah semua
1

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
kegiatan yang dilakukan sejak proses pemanenan hasil
perkebunan sampai dengan proses yang menghasilkan produk
setengah
jadi
(produk
antara/intermediate).
Kegiatan
pascapanen
meliputi
panen,
pengumpulan,
perontokan/pemipilan/pengupasan, pencucian, pensortiran,
pengklasan (grading), pengangkutan, pengeringan (draying),
penggilingan dan/atau penepungan, pengemasan, dan
penyimpanan.
Penanganan pascapanen sangat menentukan mutu hasil
produksi, oleh sebab itu penanganan proses produksi di kebun
harus memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip cara
budidaya yang baik dan benar (Good Agricultural
Practices/GAP) dan ditindaklanjuti dengan penerapan Good
Handling Practices (GHP) pada tingkat Pascapanen.
Penanganan Pascapanen merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau menekan
tingkat kerusakan hasil produksi, hilangnya produksi/susut hasil,
meningkatkan mutu produksi, meningkatkan nilai tambah dan
daya saing, yang berarti meningkatkan pendapatan petani.
Pada kenyataannya hingga saat ini, hasil perkebunan Indonesia
kerapkali kalah bersaing di pasaran Internasional, karena mutu
hasil masih rendah yang disebabkan antara lain adanya
kontaminasi dengan kotoran dan benda-benda asing,
pengeringan kurang sempurna sehingga dalam perjalanan ke
tangan konsumen sering mengalami kerusakan. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa penanganan Pascapanen produk
perkebunan belum dilakukan dengan optimal.
Pergeseran peran pemerintah yang semula dominan dalam
pembangunan agribisnis berubah menjadi fasilitator, stimulator,
promoter dan regulator dalam konteks pengendalian menuntut
peran aktif dari seluruh stakeholder yang terkait agar secara
bersama bergerak dan berfungsi secara optimal dalam
pembangunan perkebunan. Pergeseran peran pemerintah
tersebut juga termasuk didalamnya memfasilitasi penanganan
pascapanen dan pembinaan usaha perkebunan dengan
melaksanakan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan
serta penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
2

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
Disadari bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh
pekebun terutama perkebunan rakyat adalah keterbatasan
akses pada teknologi Pascapanen. Oleh sebab itu untuk
mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pembinaan usaha
kepada pekebun utamanya kelompok tani yang telah mulai
mengelola usaha berbasis perkebunan (benih dan hasil
perkebunan). Pembinaan terhadap usaha perkebunan juga
dilakukan atas pengelolaan perkebunan, terutama pada
perkebunan besar berupa monitoring terhadap kinerja
perusahaan perkebunan seperti : pemberian rekomendasi
teknis dan pembinaan terhadap pelaku usaha untuk mentaati
peraturan dan ketentuan yang berlaku baik pengelolaan kebun
inti maupun kebun plasma.
Mengingat keterbatasan
sumberdaya alam khususnya lahan dan semakin menguatnya
tuntutan masyarakat luas akan produk yang ramah lingkungan,
mempertimbangkan aspek sosial selain aspek ekonomi maka
pengelolaan perkebunan berkelanjutan menjadi prioritas
pembangunan perkebunan di masa kedepan.
Peraturan Menteri Pertanian No 26/Permentan/OT.140/2/2007
tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan telah
diterbitkan, tanggal 28 Februari 2007, namun dalam
pelaksanaannya masih banyak kendala dalam menterjemahkan
dan mengimplementasikan Permentan tersebut, antara lain
terhadap kewajiban perusahaan membangun minimal 20 %
untuk kebun masyarakat sekitar dari luas kebun yang
diusahakan perusahaan masih banyak salah penafsiran.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perusahaan
perkebunan besar telah diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian
nomor 07 tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha
Perkebunan, dimana setiap 3 tahun sekali perusahaan –
perusahaan perkebunan harus dinilai kinerjanya baik bagi
kebun masih dalam tahap pembangunan maupun kebun yang
sudah dalam tahap operasional. Jika perusahaan perkebunan
tersebut mendapat nilai kelas D atau E untuk yang masih tahap
pembangunan dan kelas IV atau V untuk yang sudah

3

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
operasioanl, maka perusaan perkebunan tersebut akan dicabut
Izin Usahanya setelah mendapat peringatan sebelumnya.
Pembinaan juga dilakukan dalam rangka penanganan
gangguan usaha dan konflik, dimana perkembangan
perkebunan besar yang membuka lahan secara besar-besaran
dengan mengkonversi hutan tropika basah dan hutan/lahan
pasang surut telah memunculkan kritik internasional yang
dikaitkan dengan kerusakan lingkungan hidup antara lain
hilangnya biodiversitas, menurunnya fungsi hidro-orologis
daerah aliran sungai, dan menyusutnya habitat satwa liar,
terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Disamping itu terjadinya
konflik antar generasi dan konflik antara manusia dengan satwa
dan fauna serta konflik antara perkebunan besar dengan
masyarakat dan konflik antara perusahaan perkebunan dengan
perusahaan lainnya, perlu pembinaan lebih lanjut.
Proyek Perusahaan Inti Rakyat ( PIRBUN, PIR-TRANS,PIRKKPA) yang pembangunannya dimulai sejak tahun delapan
puluhan sampai sekarang masih meninggalkan permasalahan
dan harus ditangani secara sungguh sungguh, permasalahan
tersebut : (1) sebagian besar kebun rusak/tidak produktif karena
umur tanaman dudah tua, terkena bencana alam dan kurang
pemeliharaan sehingga pendapatan petani semakin renadah,
kebun sudah waktunya diremajakan dilain pihak petani tidak
mampu meremajakan tanamannya; (2) belum adanya kebijakan
mengenai peremajaan dan alih komoditas terhadap lahan etani
yang masih punya tunggakan kredit pemerintah; (3) belum
jelasnya status keproyekan PIR perkebunan dan kebijakan
penyelsaian hutang petani;(4) masih banyak petani yang belum
konversi dan sertifikat yang belum diterbitkan BPN; (5)
kemitraan inti plasma banyak yang tidak lancar.
Dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategik
internasional, regional, dan domestik diatas khususnya
globalisasi dan otonomi daerah serta perubahan paradigma
yang ada,
maka disusunlah “Rencana Strategis Direktorat Pascapanen
dan Pembinaan Usaha Perkebunan Tahun 2010-2014”.
4

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]

1.2. Kondisi Umum
Kondisi umum Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Perkebunan saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Jumlah SDM
SDM Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
berjumlah 70 orang terdiri atas laki-laki 46 orang (65,7
%) dan perempuan 24 orang (34,3 %). Berdasarkan
tingkat pendidikan, pegawai tersebut terdiri atas: S3 = 1
orang, S2 = 16 orang, S1 = 22 orang, SM/D = 2 orang,
SLTA = 27 orang dan SD = 2 orang. Berdasarkan tingkat
golongan pegawai dapat dibedakan menjadi golongan IV
= 9 orang, III = 52 orang dan golongan II = 9 orang.
Di tinjau dari jurusan pendidikan pegawaii Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha dapat dibedakan
menjadi Sarjana Pertanian = 18 orang, Sarjana Sosial =
8 orang, Sarjana Ekonomi = 7 orang, Sarjana Hukum = 4
orang, Sarjana Teknologi Pertanian = 1 orang, Sarjana
Tehnik Lingkungan = 1 orang, Sarjana Muda = 2 orang,
SLTA = 27 orang dan SD = 2 orang. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa dari tingkat pendidikan sarjana,
hanya 18 orang (25,7 %) yang berasal dari lulusan
Sarjana Pertanian dan hanya 1 orang (1,4 %) lulusan
dari Sarjana Teknologi Pertanian. Padahal di direktorat
ini sangat dibutuhkan Sarjana Pertanian dan Sarjana
Teknologi
Pertanian/Pascapanen
yang
dapat
mendukung dan berkompeten dalam kegiatan dan
tugas–tugas.
Jumlah pegawai yang dibutuhkan seharusnya cukup 60
orang saja yang terdiri dari Sarjana Pertanian = 18 orang
5

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
( Teknologi pertanian/Pascapanen 6 orang, agronomi 6
orang, sosek 4 orang, teknologi lingkungan 2 orang),
Sarjana Sosial = 4 orang, Sarjana Ekonomi = 4 orang,
Sarjana Hukum = 4 orang, Sarjana/Sarjana Muda Teknik
informatika = 5 orang, SLTA = 20 orang dan SLP/SD = 2
orang dan Master ( S2 ) Pertanian 4 orang untuk eselon
III dan S3 Pertanian 1 orang untuk eselon II.
Berdasarkan hasil data pegawai di Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha secara keseluruhan,
dapat disimpulkan bahwa pegawai (SDM) yang ada
sekarang ini di lihat dari jurusan pendidikannya, masih
belum sesuai komposisi kualifikasi pendidikannya,
sehingga SDM yang ada masih kurang berkompeten
dalam melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan di
lingkup direktorat ini. Hal ini berdampak pada hasil
kegiatan yang belum optimal dan hubungan sinergitas
antara pegawai di Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha belum selaras dan seimbang.
b. Jumlah Petugas Penilai Perkebunan
Jumlah Petugas Penilai Perkebunan di seluruh Indonesia
sampai dengan tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel
Tabel 1. Jumlah Petugas Penilai Perkebunan
NO

TAHUN

1
2
3

2009
2010
2011

JUMLAH PETUGAS PENILAI (orang)
Pusat
Daerah
8
93
4
125
4
125

Jumlah kebutuhan petugas penilai perkebunan yang harus
dipenuhi sampai dengan tahun 2014 :

6

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
Tabel 2. Jumlah
Dibutuhkan
NO

TAHUN

1
2
3

2012
2013
2014

Petugas

Penilai

Perkebunan

Yang

JUMLAH PETUGAS PENILAI (orang)
Pusat
Daerah
4
125
4
125
4
125

1.2.2 Kondisi
Penanganan
Pascapanen
Semusim, Rempah dan Penyegar

Tanaman

Belum berkembangannya penanganan pascapanen
seperti yang diharapkan disebabkan antara lain karena :
(a). Kemampuan dan pengetahuan petani dan pekebun
dalam kegiatan penanganan pascapanen masih
terbatas, (b). kelembagaan pascapanen yang belum
berkembang, (c). waktu pelaksanaan panen yang kurang
tepat dan terbatasnya sarana pascapanen, (d). Sarana
pascapanen yang tersedia di tingkat petani belum
dimanfaatkan secara optimal, (e). penempatan dan
penggunaan sarana pascapanen yang tidak tepat, (f).
belum
mantapnya
kemitraan
usaha
antara
petani/produsen dan industri (perusahaan).
Kehilangan hasil pada tanaman perkebunan umumnya
disebabkan oleh cara dan waktu panen yang belum
tepat. Disamping itu kendala jarak antar kebun dan
pabrik pengolahan menyebabkan kerusakan atau
penurunan hasil, khusunya perkebunan rakyat (kakao,
lada, kopi, cengkeh, dll). Karena pada umumnya petani
belum memiliki daya saing maka hal ini menyebabkan
pembeli sulit memberikan apresiasi harga terhadap
produk tersebut disamping itu produk berkualitas baik
jumlahnya sedikit. Kasus yang sering terjadi, pedagang
pengumpul sengaja tidak mau memberikan perbedaan
7

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
harga yang signifikan terhadap produk yang berkualitas
baik, mereka mencampur produk yang berkualitas baik
dengan yang tidak baik. Kondisi ini menyebabkan petani
enggan melakukan pascapanen yang baik karena tidak
memberikan peningkatan harga. Hal ini terjadi pada
komoditas kakao, perbedaan harga antara biji kakao
yang difermentasi dengan yang tidak difermentasi tidak
signifikan sehingga petani enggan untuk menghasilkan
biji fermentasi.
Kualitas biji lada yang dihasilkan petani juga masih
rendah. Perlakuan penanganan pascapanen ditingkat
petani masih dilakukan secara tradisional, belum
dilakukan sebagaimana yang direkomendasikan. Proses
perendaman masih menggunakan air kotor sehingga
menimbulkan bau yang tidak sedap pada biji lada dan
pencemaran oleh bakteri. Demikian juga pengeringan
hanya dialasi terpal atau plastik di sembarang tempat, di
pinggir-pinggoir jalan tanpa pembatas sehingga sangat
mudah dijangkau bahkan diinjak-injak oleh hewan yang
lewat. Pengemasan bubuk di tingkat petani masih sangat
sederhana, menggunakan gelas air mineral bahkan botol
bekas. Hal ini kurang menarik bagi konsumen sehingga
tidak bias menambah nilai jual produk lada tersebut.
Kemitraan antara petani lada dengan pembeli atau
eksportir lada juga belum terjalin sepenuhnya dengan
baik.
Bantuan peralatan yang diberikan kepada petani dan
kelompok tani masih banyak yang belum dimanfaatkan.
Hal ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya
ketersediaan listrik di lokasi belum memadai, spesifikasi
alat yang kurang sesuai dengan dengan jenis kegiatan
petani,
kurangnya
kemampuan
petani
dalam
mengoperasikan alat dan melakukan perawatan. Selain
itu juga sering terjadi aktivitas unit pascapanen
8

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
/pengolahan
hasil
terhenti
karena
kemampuan untuk membeli bahan baku.

kurangnya

Kegiatan penanganan pascapanen tanaman utama
semusim (tebu, kapas, tembakau dan nilam) di tingkat
petani/kelompok petani umumnya masih dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana. Sebagai
contoh alat pemanenan tebu atau perajang tembakau.
Kedepan diharapkan secara bertahap mutu hasil dapat
ditingkatkan melalui penerapan Pascapanen yang baik
dan benar sehingga dapat mengurangi tingkat
kehilangan hasil/susut hasil/kerusakan hasil produksi;
meningkatkan daya saing, harga jual produk dan daya
simpan serta meningkatkan nilai tambah, pendapatan
dan kesejahteraan petani/kelompok tani.
Demikian pula, penanganan pascapanen tanaman utama
rempah dan penyegar (kakao, kopi, lada, teh dan
cengkeh) di tingkat petani/kelompok petani maupun
pedagang pengumpul umumnya masih dilakukan dengan
menggunakan teknik dan peralatan sederhana. Sebagai
contoh pengeringan kakao, kopi, lada atau fermentasi
kakao. Kedepan diharapkan secara bertahap mutu hasil
dapat ditingkatkan melalui penerapan Pascapanen yang
baik dan benar sehingga dapat menekan susut atau
kehilangan/ kerusakan hasil, memperpanjang daya
simpan
dan
meningkatkan
rendemen;
menumbuhkembangkan
kelembagaan
usaha
Pascapanen; meningkatkan nilai tambah, daya saing
serta meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan
petani.

9

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
1.2.3 Kondisi
Tahunan

Penanganan

Pascapanen

Tanaman

Belum berkembangannya penanganan pascapanen
seperti yang diharapkan disebabkan antara lain karena
: (a). Kemampuan dan pengetahuan petani dan
pekebun dalam kegiatan penanganan pascapanen
masih terbatas, (b). kelembagaan pascapanen yang
belum berkembang, (c). waktu pelaksanaan panen
yang kurang tepat dan terbatasnya sarana pascapanen,
(d). Sarana pascapanen yang tersedia di tingkat petani
belum dimanfaatkan secara optimal, (e). penempatan
dan penggunaan sarana pascapanen yang tidak tepat,
(f). belum mantapnya kemitraan usaha antara
petani/produsen dan industri (perusahaan).
Penanganan
pascapanen
perkebunan
tanaman
tahunan pada umumnya disebabkan oleh cara dan
waktu panen yang belum tepat. Disamping itu kendala
jarak antar kebun dan pabrik pengolahan menyebabkan
kerusakan atau penurunan hasil, khusunya perkebunan
rakyat (kelapa sawit, karet, jambu mete, kelapa, dll)
teknologi pascapanen telah tersedia dan teah
disosialisasikan kepada petani dan berbagai upaya
telah dilakukan agar petani mampu menerapkan
teknologi pascapanen untuk menghasilkan produk yang
berkualitas baik melalui pelatihan, bimbingan teknis,
maupun pengawalan. Secara teknis petani telah
mampu menerapkan teknologi tersebut, akan tetapi
dilakukan secara individu bukan secara kelompok.
Hal ini menyebabkan pembeli sulit memberikan
apresiasi harga terhadap produk berkualitas baik
tersebut mengingat jumlahnya hanya sedikit. Namun
sering juga terjadi, pedagang pengumpul sengaja tidak
mau memberikan perbedaan harga yang signifikan
terhadap produk yang berkualitas baik, mereka
mencampur produk yang berkualitas baik dengan yang
10

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
tidak baik. Kondisi ini menyebabkan petani enggan
melakukan pascapanen yang baik karena tidak
memberikan peningkatan harga.
Kualitas bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan
petani di Indonesia sangat buruk. Slab yang dihasilkan
banyak yang dicampur dengan bahan lain seperti
tanah, kayu, karet vulkanisat dan lain-lain yang sangat
merusak mutu. Pencampuran ini dimaksudkan untuk
bokar yang buruk ini dimanfaatkan oleh pedagang
perantara untuk mendapat keuntungan melalui tekanan
kepada petani.
Kegiatan penanganan pascapanen tanaman tahunan
perkebunan (terfokus pada tanaman karet, kelapa dan
jambu mete) di tingkat petani/kelompok petani
umumnya masih dilakukan secara sederhana. Sebagai
contoh, pengolahan bahan olah karet (bokar). Mutu
bahan olah karet (bokar) sangat menentukan daya saing
karet alam Indonesia dipasar International. Dengan
mutu bokar yang baik akan terjamin permintaan pasar
jangka panjang. Mutu bokar yang baik dicerminkan oleh
Kadar Kering Karet (KKK) dan tingkat kebersihan yang
tinggi. Upaya perbaikan mutu bokar harus dimulai sejak
penanganan lateks di kebun sampai dengan tahap
pengolahan akhir. Untuk saat ini mutu bahan olah karet
masih tergolong rendah.

Kedepan diharapkan secara bertahap mutu hasil olah
tanaman tahunan dapat ditingkatkan melalui penerapan
pascapanen yang baik dan benar sehingga dapat
menekan kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang
daya
simpan,
mempertahankan
kesegaran,
meningkatkan daya guna, meningkatkan nilai tambah,
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan
sarana, meningkatkan daya saing, serta memberikan
keuntungan yang optimum.

11

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut,
beberapa kebijakan dari pemerintah yang telah
dilakukan sebagai berikut: (a) melakukan pelatihan
kepada (petugas aparat dinas, penyuluh, pendamping
kelompok tani) sehingga mampu melakukan bimbingan
kepada petani, (b) memberikan bimbingan dan
pembinaan secara terus menerus kepada petani
tentang teknologi dan sarana pascapanen, (c)
melakukan pengawalan langsung kepada petani dan
kelompok dalam penerapan Good Handling Parcatice
(GHP) pascapanen yang baik dan benar, (d)
memperkuat kelembagaan petani melalui penumbuhan
peran Gapoktan sebagai wadah berkumpulnya
kelompok tani sehingga memperkuat posisi tawarpetani
terhadap pedagang/pengumpul, mempermudah dalam
melakukan
pembinaan,
mempermudah
dalam
pemasaran produk dan memenuhi kuota permintaan
pembeli,
(e)
memberikan
bantuan
peralatan
pascapanen kepada gapoktan, (f) memberikan bantuan
modal kerja kepada Gapoktan baik untuk dana
operasional maupun untuk penguatan modal pembelian
bahan baku, (g) menyiapkan pedoman GHP, (h)
menjalin
kerjasama
kemitraan
dengan
pembeli/eksportir. Dengan adanya kemitraan ini berarti
sudah tersedia pembeli tetap sehingga tidak perlu lagi
mencapi pasar.
1.2.4 Kondisi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik
Perkebunan
Penanganan konflik baik yang terjadi antara
perkebunan besar dengan masyarakat dan konflik
antara perusahaan perkebunan dengan perusahaan
lainnya menimbulkan berbagai bentuk permasalahan
mulai dari konflik lahan maupun non lahan. Penyebabpenyebab konflik/sengketa atau kasus di perkebunan pada
umumnya adalah sengketa antara masyarakat dan
perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU), penjarahan

12

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
hasil perkebunan dan pendudukan tanah perkebunan
dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konflik-

konflik yang terjadi dalam pengusahaan perkebunan
bukan hanya membahayakan kelangsungan usaha
perkebunan itu sendiri, menurunkan minat investasi,
tetapi juga yang lebih berbahaya dapat menimbulkan
disintegrasi sosial.
Penanganan konflik dalam lingkungan perkebunan
besar memiliki karakter multidimensi yaitu ekonomi,
politik,
hukum,
sosial,
lingkungan
dan
juga
internasional. Oleh karena itu, penyelesaian konflik ini
menjadi sangat strategis dalam rangka pemulihan
kondisi sebagaimana yang terjadi saat ini.
Kondisi
jenis gangguan dan konflik perkebunan di daerah akan
diinventarisasi diperkirakan di 23 propinsi dan 148
kabupaten/kota yang terdapat gangguan usaha dan
konflik perkebunan mengalami pasang surut, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 3. Perkembangan Kasus GUPK Nasional dari tahun
2005-2010
JMl Kasus/
Tahun
Penyelesaian 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jml. Kasus
646
598
475
596
508
694
Penyelesaian
154
112
123
64
196
57
1.2.5 Kondisi Bimbingan
Berkelanjutan

Usaha

dan

Perkebunan

Perusahaan perkebunan besar mempunyai peranan
yang penting terutama sebagai sumber pendapatan
negara, sumber teknologi dan manajemen, penyerapan
tenaga kerja, pemicu pengembangan wilayah, mitra
usaha perkebunan rakyat, menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup. Dalam upaya menjaga perkebunan
13

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
berkelanjutan perlu dilakukan pembinaan terhadap
perusahaan perkebunan besar dengan melakukan
penilaian usaha perkebunan secara periodik. Dari total
jumlah perkebunan besar di seluruh Indonesia 1.413
perusahaan, baru 1.205 perusahaan yang telah
melakukan penilaian, untuk itu masih tetap diperlukan
pembinaan lebih lanjut. Permasalahan yang dihadapi
dalam penilaian kelas kebun adalah masalah anggaran
untuk pelaksanaan penilaian, sebagian besar daerah
tidak dapat menyediakannya karena legislatif (DPRD
kabupaten/kota) tidak mendukungnya dengan alasan
perusahaan perkebunan tidak memberikan konstribusi
langsung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Disamping itu jumlah tenaga penilai di daerah yang
telah dilatih jumlahnya masih kurang dan tidak
sebanding dengan jumlah perusahaan yang akan
dinilai.
Sesuai
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007
tentang
Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan (pasal 44) menetapkan
bahwa pemberian izin usaha budidaya perkebunan
dan/atau izin usaha industri pengolahan hasil
perkebunan dalam rangka Penanaman Modal Asing
(PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari
Direktorat Jenderal. Perkebunan. Perusahaan yang
mengajukan permohonan rekomendasi tersebut harus
memenuhi beberapa persyaratan sesuai Pedoman
yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan.
Kementerian Pertanian c.q. Ditjen. Perkebunan akan
menyusun Pedoman Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO) yang kemudian akan ditetapkan oleh
pemerintah sebagai sistem sertifikasi perkebunan
14

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia. ISPO perlu
disosialisasikan,
sehingga
seluruh
stakeholder
perkebunan kelapa sawit mempunyai pemahaman yang
jelas. Perusahaan atau kebun kelapa sawit yang sudah
memenuhi persyaratan ISPO (Prinsip dan Kriteria)
berhak mendapat sertifikasi sehingga akan mempunyai
daya saing di pasar internasional. Sistem perkebunan
berkelanjutan ini akan dikembangkan pada komoditi
utama perkebunan lainnya.
Sebagai salah satu bentuk pembinaan usaha pada
perkebunan (rakyat) pada tahun 2010 telah
dilaksanakan fasilitasi bantuan modal dari anggaran
APBN Kementerian Pertanian dalam bentuk belanja
sosial kepada 104 kelompok tani binaan dan
Penggerak Membangun Desa (PMD) yang memenuhi
syarat. Agar pelaksanaan kegiatan kelompok binaan
tersebut berjalan seperti yang diharapkan, maka perlu
dilakukan pembinaan, pengawalan, monitoring dan
evaluasi.
1.3.

Potensi dan Permasalahan

1.3.1.

Potensi

1) Sumber daya manusia
a. Tersedianya SDM yang berkompeten dalam
melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan di
lingkup direktorat;
b. Tersedianya Petugas Penilai Perkebunan yang
berdedikasi tinggi yang siap dimanfaatkan dan
ditingkatkan keterampilan dan kemampuannya.

15

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
2) Kelembagaan
a. Tersedianya
kelembagaan
Pascapanen
perkebunan pada tingkat Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota dan kelompok tani.
b. Tersedianya
kelembagaan
gabungan
perusahaan perkebunan dan assosiasi komoditi
perkebunan.
c. Terjalinnya hubungan kerja dengan Pusat/Balai
Penelitian/Perguruan Tinggi terkait dengan
Pascapanen
dan
pembinaan
usaha
perkebunan.
3) Teknologi
a. Tersedianya penelitian dan pengembangan
dalam introduksi dan penerapan teknologi pada
mata rantai penanganan pascapanen;
b. Tersedianya teknologi Pascapanen perkebunan
untuk mendukung peningkatan produksi,
produktivitas dan mutu tanaman perkebunan;
c. Penyampaian informasi teknologi pascapanen
secara cepat dan akurat kepada petani yang
melibatkan industri swasta yang bergerak
dalam pengolahan hasil perkebunan agar aliran
informasi lebih cepat.
1.3.2.
1)

Permasalahan
Sumber Daya Manusia
a. Jumlah dan kualifikasi SDM yang menangani
Pascapanen
dan
pembinaan
usaha
perkebunan masih belum memadai;
b. Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan
petani dan petugas penyuluh lapang akan
teknologi pascapanen.
16

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
2)

Kelembagaan
a. Belum
optimalnya
kemitraan
perusahaan
perkebunan
besar
kelompok petani/KUD;

antara
dengan

b. Belum
sempurnanya
infrastruktur
yang
menunjang sistem distribusi dan transportasi
hasil perkebunan rakyat.
3)

Teknologi
a. Kesenjangan dalam inovasi teknologi, baik
dalam teknologi pengembangan peralatan
pascapanen maupun informasi teknologi
penanganan pascapanen itu sendiri;
b. Rendahnya pengertian masyarakat umum dalam
hal-hal yang berkaitan dengan teknologi
penanganan pascapanen, misalnya tentang
susut
pascapanen
sehingga
berakibat
kurangnya perhatian terhadap masalah mutu,
c. Penyebarluasan hasil teknologi atau inovasi
teknologi kurang menyebar merata keseluruh
lapisan yang memerlukan.

4)

Pelaksanaan perizinan usaha belum sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku
a. Banyaknya tumpang tindih izin lokasi usaha.
b. Reformasi birokrasi perizinan belum berjalan
sebagaimana mestinya.
c. Otonomi daerah belum sepenuhnya mendukung
reformasi birokrasi.
d. Belum sepenuhnya sinergi antara kebijakan
pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota.

17

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
2.1. Visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha sebagai bagian
integral dari Direktorat Jenderal Perkebunan, maka visi
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha harus selaras
dengan visi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ”Profesional
dalam memfasiltasi peningkatan produksi, produktivitas,
dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan”. Bertitiktolak
dari visi Direktorat Jenderal Perkebunan tersebut maka visi
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah
“Profesional
dalam
mengupayakan
peningkatan
penanganan
pascapanen,
bimbingan
usaha,
dan
perkebunan berkelanjutan serta memfasilitasi penanganan
gangguan usaha dan konflik perkebunan”.
2.2. Misi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Mangacu pada pada salah satu Misi Direktorat Jenderal
Perkebunan yaitu ”Mengupayakan penanganan Pascapanen
dan pembinaan usaha, maka misi Direktorat Pascapanen dan
pembinaan Usaha ditetapkan sebagai berikut :
1. Memfasilitasi peningkatan penyedian teknologi dan
penerapan pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah
penyegar dan semusim;
2. Memfasilitasi peningkatan bimbingan dan penanganan
usaha perkebunan berkelanjutan;
3. Memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha
dan konflik perkebunan;
4. Memfasilitasi
peningkatan
perkebunan berkelanjutan;
5. Memfasilitasi
Perkebunan;

peningkatan

penerapan
Revitalisasi

pengelolaan
Pengembangan

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
6. Memberikan pelayanan permohonan rekomendasi teknis
usaha perkebunan (Rekomtek).
2.3. Tujuan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Untuk mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional
dan
tujuan
pembangunan
pertanian,
maka
tujuan
pembangunan perkebunan ditetapkan sebagai berikut :
1. Meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, nilai tambah
dan daya saing perkebunan;
2. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
perkebunan;
3. Meningkatakan penerimaan dan devisa negara dan sub
sektor perkebunan;
4. Mendukung penyediaan pangan di wilayah perkebunan;
5. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan
penyediaan bahan baku industri dalam negeri;
6. Mendukung pengembangan bio-energi melalui peningkatan
peran sub sektor perkebunan sebagai penyedian bahan
bakar nabati;
7. Mengoptimalkan Pengelolaan sumber daya secara arif dan
nerkebunan berkelanjutan serta mendorong pengembangan
wilayah;
8. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
perkebunan;
9. Meningkatkan peran sub
penyedia lapangan kerja;

sektor

perkebunan

sebagai

10. Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.

19

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut di atas, maka
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha perlu melakukan
hal – hal sebagai berikut :
1. Memfasilitasi peningkatan ketersediaan dan penerapan
teknologi pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah
penyegar dan semusim;
2. Memfasilitasi peningkatan, mutu, nilai tambah dan daya
saing hasil perkebunan;
3. Memfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik
perkebunan;
4. Memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam secara arif dan
berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah
berwawasan lingkungan;
5. Memfasilitasi peningkatan peran sektor perkebunan sebagai
penyedia lapangan kerja;
6. Memfasilitasi peningkatan kemampuan, kemandirian dan
profesinaliisme pelaku usaha perkebunan;
7. Memfasilitasi peningkatan dan penumbuhan kemitraan dan
hubungan sinergi antar pelaku usaha perkebunan;
8. Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
2.4. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas
pokok Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah :
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria
serta pemberian bimbingan tehnis dan evaluasi di bidang
pascapenan dan pembinaan usaha perkebunan.

20

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
Direktorat
Pascapanen
menyelenggarakan fungsi :

dan

Pembinaan

Usaha

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen
tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan
bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta
gangguan usaha dan penangganan konflik;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapanen tanaman
semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha
dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan
penangganan konflik;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan
dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta
gangguan usaha dan penangganan konflik;
d. Pemberiaan bimbingan usaha teknis dan evaluasi di bidang
pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan
dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta
gangguan usaha dan penangganan konflik;
e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha.
2.5. Nilai-Nilai
Nilai-nilai yang dianut oleh
Pembinaan Usaha adalah :

Direktorat

Pascapanen

dan

a. Profesional (Profesionalism), dalam artian seluruh aparat yang
terkait dapat melaksanakan pelayanan sesuai dengan bidang
keahlian dan keterampilannya;
b. Terukur (Measurable), dalam artian dapat diukur dengan skala
penilaian tertentu yang disepakati dapat berupa pengukuran
kuantitas ataupun kualitas;
c. Keterbukaan (Transfancy), dalam artian dapat dilaksanakan
sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP);
d. Dapat dipertanggungjawabkan (Accountable), dalam artian
hasil
atau
layanan
yang
diberikan
dapat
dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
21

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan [2011-2014]
Pembinaan Usaha]
2.6. Struktur Organisasi
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian menyebutkan
bahwa kelengkapan organisasi Direktorat Jenderal Perkebunan,
struktur organisasi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha
sebagai berikut :
Gambar 1. Struktur Organisasi
Pembinaan Usaha

Direktorat

Pascapanen

dan

DIREKTORAT
PASCAPANEN
DAN
PEMBINAAN
USAHA

SUBBAGIAN TATA
USAHA

SUBDIT
PASCAPANEN
TANAMAN SEMUSI,
REMPAH DAN
PENYEGAR

SEKSI TEKNOLOGI

SEKSI PENERAPAN

SUBDIT
PASCAPANEN
TANAMAN
TAHUNAN

SEKSI TEKNOLOGI

SEKSI PENERAPAN

KELOMPOK
JABATAN
FUNGSONAL

SUBDIT BIMBINGAN
USAHA DAN
PERKEBUNAN
BERKELANJUTAN

SEKSI BIMBINGAN
USAHA

SEKSI PERKEBUNAN
BERKELANJUTAN

SUBDIT
GANGGUAN USAHA
DAN PENANGANAN
KONFLIK

SEKSI GANGGUAN
USAHA

SEKSI
PENANGANAN
KONFLIK

22

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
3.1.

Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal
Perkebunan

3.1.1.

Arah Kebijakan
Arah kebijakan pembangunan perkebunan Tahun 2010-2014
dibedakan menjadi kebijakan umum dan kebijakan teknis.
Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah :
mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam
rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai
tambah, produktifitas dan mutu produk perkebunan melalui
partisipasi aktif masyarakat perkebunan, dan penerapan
organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu
pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata
kelola pemerintahan yang baik.
Adapun kebijakan teknis pembangunan perkebunan yang
merupakan penjabaran dari kebijakan umum pembangunan
perkebunan yaitu : meningkatkan produksi, produktifitas, dan
mutu
tanaman
perkebunan
berkelanjutan
melalui
pengembangan komoditas, SDM, kelembagaan, dan
kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan sesuai kaidah
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
dengan dukungan pengembangan sistem informasi
manajemen perkebunan.

3.1.2.

Strategi
Untuk mencapai sasaran, mewujudkan visi, misi dan tujuan
serta mengimplementasikan kebijakan pembangunan
perkebunan
Strategi
Pembangunan
Pembangunan
Perkebunan Tahun 2010-2014 dibagi dua yaitu strategi
umum dan strategi khusus.

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

3.1.2.1. Strategi umum
Strategi pembangunan pertanian tahun 2010-2014 yang
dikenal dengan Tujuh Gema Revitalisasi menjadi straegi
pembangunan tahun 2010-2014 yaitu :
1. Revitalisasi Lahan;
2. Revitalisasi Perbenihan;
3. Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana;
4. Revitalisasi Sumberdaya Manusia;
5. Revitalisasi Pembiayaan Petani;
6. Revitalisasi Kelembagaan Petani; dan
7. Revitalisasi Teknilogi dan Industri Hilir.
3.1.2.1. Strategi Khusus
Strategi umum pembangunan perkebunan tahun 2010-2014
merupakan strategi yang mengacu kepada target utama
pembangunan pertanian masih bersifat sektoral. Agar lebih
sesuai dengan karateristik pembangunan sub sektor
perkebunan, strategi umum tersebut perlu diformulasikan
kedalam startegi khusus, yaitu :
1. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu
tanaman perkebunan berkelanjutan;

hasil

2. Pengembangan komoditas;
3. Peningkatan
pangan;

dukungan

terhadap

sistem

ketahanan

4. Investasi usaha perkebunan;
5. Pengembangan
perkebunan;

sistem

informasi

manajemen

6. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM);
7. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha; dan
8. Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan Sumber
Daya Alam (SDA) dan lingkungan hidup.
24

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

3.2.

Arah Kebijakan dan Strategi Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha

3.2.1.

Arah Kebijakan
Mengingat ruang lingkup kegiatan pascapanen dan ruang
llingkup kegiatan pembinaan usaha berbeda maka kebijakan
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dibagi dua
yaitu : (1) Kebijakan penanganan pascapanen dan (2)
Kebijakan pembinaan usaha

3.2.1.1. Arah Kebijakan Penanganan Pascapanen
Meningkatkan mutu berbasis kegiatan pascapanen melalui
perbaikan
sistem penaganan pascapanen dengan
penerapan teknologi tepat guna dan fasilitasi alat
pascapanen di pedesaan.
3.2.1.2. Arah kebijakan Pembinaan Usaha
Meningkatkan investasi dan iklim usaha yang kondusif
dengan pegembangan kelembagaan dan kemitraan di
bidang usaha perkebunan yang berkelanjutan melalui
rekomendasi
teknis
(Rekomtek),
penilaian
usaha
perkebunan,
sosialisasi,
penerapan,
pembinaan
pembangunan perkebunan berkelanjutan, pengelolaan
Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan hidup serta
penaganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
3.2.2.

Strategi
Dari delapan strategi umum Direktorat Jenderal Perkebunan,
strategi yang sangat terkait dengan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah:
1) Peningkatan produksi, produktifitas, dan mutu tanaman
perkebunan berkelanjutan,
2) Investasi usaha perkebunan,
3) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha, dan
25

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

4) Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA
dan lingkungan hidup.
Mengingat ruang lingkup kegiatan pascapanen dan ruang
lingkup kegiatan pembinaan usaha agak berbeda maka
penetapan strategi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha dibagi dua yaitu :
(1) Strategi penanganan
pascapanen dan (2) Strategi pembinaan usaha.
Selain mengacu kepada Strategi Direktorat Jenderal
Perkebunan, penetapan strategi Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha juga mempertimbangkan faktor-faktor
internal dan eksternal yang sangat mempengaruhi kinerja
organisasi lingkup Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha. Untuk menetapkan strategi tersebut diperlukan
pencermatan lingkungan strategis baik internal maupun
eksternal. Pencermatan lingkungan strategis dilaksanakan
dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Theart).
Pencermatan faktor lingkungan dibagi 2 (dua), yaitu : (1)
Pencermatan Lingkungan Internal (PLI) dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan
organisasi. Kekuatan adalah kondisi internal, sumberdaya
organisasi, yang dapat digunakan untuk memanfaatkan
peluang dan menghadapi ancaman.Kelemahan adalah
kondisi internal organisasi yang dapat mempersulit
organisasi memanfaatkan peluang dan menghadapi
ancaman dan (2) Pencermatan Lingkungan Ekternal (PLE)
adalah untuk memperoleh informasi mengenai peluang dan
ancaman. Peluang adalah kondisi yang dapat dimanfaatkan
untuk mencapai tujuan strategis organisasi dengan kekuatan
yang dimiliki. Sedangkan ancaman adalah kondisi eksternal
yang dapat mempersulit tercapainya tujuan strategis
organisasi. Karena kondisi dan situasi penanganan pasaca
panen dan pembinaan usaha berbeda terutama pengaruh
factor eksternal maka pencermatan factor lingkungan dibagi
dua yaitu : (1) pencermatan faktor lingkungan pascapanen
dan (2) pencermatan factor lingkungan pembinaan usaha.

26

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

3.2.2.1. Pencermatan Lingkungan Pascapanen
A. Pencermatan Lingkungan Internal Pascapanen
1. KEKUATAN (STRENGTH)
a. Tersedianya landasan hukum
penanganan pascapanen :

tentang

- UU No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistim
Budidaya Tanaman.
- UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan.
- Kepres No. 47 Tahun 1986 Tentang
Peningkatan Penanganan Pascapanen.
- Permentan No. 44 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Penanganan Pascapanen hasil
pertanian asal tanaman yang baik.
- Permentan No. 61 Tahun 2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian
b. Tersedianya jumlah SDM yang mencukupi
- Jumlah SDM pada tahun 2011 70 orang
dengan kualifikasi pendidikan S3 sebanyak 1
orang, S2 (16 orang), S1 (22 orang), Sarjana
Muda/Diploma (2 orang), SLTA (27 orang),
dan SD (2 orang).
c. Tersedianya sarana dan prasarana pendukung
pelaksanaan kegiatan
- Tersedianya Komputer dan perlengkapannya
- Tersedianya Furniture yang mencukupi (meja,
kursi, lemari, kardeks)
- Jaringan komunikasi (Telp, dan Internet) di
setiap ruang esselon III
- Tersedianya Data dan informasi perkebunan
(Statistik, Leaflet, Booklet)
27

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

- Tersedianya
fasilitasi
pascapanen di daerah

[2011-2014]

penanganan

d. Tersedianya norma, standar, prosedur, kriteria,
pedoman umum, pedoman teknis dan
kebijakan
- Tersedianya Renstra Direktorat Jenderal
Perkebunan
- Tersedianya
Anggaran

Pedoman

Pelaksanaan

- Tersedianya
Pedoman
Kegiatan (POK)

Operasional

- Tersedianya
Pascapanen

Penanganan

Pedoman

- Tersedianya
Renstra
Direktorat
Pascapanen dan Pembinaan Usaha
e. Tersediannya roadmap komoditas utama dan
Renstra Pengembangan Perkebunan
- Tersedianya
Perkebunan

Roadmap

- Tersedianya
Perkebunan

Renstra

14

Komoditi

Pembangunan

2. KELEMAHAN(WEAKNESS)
a.

Kompetensi dan kemampuan SDM Pegawai
- Dari 70 orang jumlah pegawai, yang mempunyai
latar belakang pendidikan di bidang Teknologi
Hasil Pertanian hanya 1 orang, sedangkan yang
terkait dengan pembinaan usaha hanya 32
orang, yaitu Sarjana Pertanian 18 orang, Sarjana
Ekonomi 7 orang, Sarjana Hukum 4 orang,
Sarjana Teknik Lingkungan 1 orang, Diploma
Komputer 1 orang, Diploma Pertanian 1 orang.

28

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

b. Disiplin pegawai masih kurang
- Produktivitas kerja sebagaian pegawai masih rendah
- Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP)
belum dilaksanakan sepenuhnya.
- Etos kerja masih rendah
c. Masih lemahnya koordinasi lintas institusi baik internal
maupun eksternal
- Kerjasama antara Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha dengan lembaga penelitian dan
Perguruan
Tinggi
yang
terkait
penanganan
pascapanen belum optimal
- Kerjasama antara Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha dengan Dinas yang membidangi
perkebunan di daerah belum optimal
d. Penyiapan perumusan penanganan pascapanen belum
optimal
- Pedoman Penanganan Pascapanen yang telah
disusun belum sepenuhnya dapat diterapkan di
seluruh daerah
- Dalam penyiapan perumusan belum sepenuhnya
mengakomodir masukan dari institusi/lembaga terkait
- Pedoman yang telah disusun belum sepenuhnya dapat
mengakomodir Teknologi yang semakin berkembang
e. Masih rendahnya kegiatan peningkatan kemampuan SDM
pegawai.
- Pelatihan, Magang, Job Training, Study banding
tentang penanganan pascapanen belum dilaksanakan.

29

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

B. Pencermatan Lingkungan Ekternal Pascapanen
1. PELUANG (OPPORTUNITY)
a. Tersedianya teknologi yang memadai
- Tersedianya
memadai

alat

dan

mesin

pascapanen

yang

- Penelitian tentang teknologi pascapanen masih terus
dilaksanakan
- Adanya lembaga puslit dan balit yang menangani
pascapanen
- Akses terhadap teknologi semakin mudah (web site,
email, dll)
b. Meningkatnya permintaan pasar domestik dan luar negeri
untuk produk perkebunan yang berkualitas dan ramah
lingkungan
- Jumlah penduduk yang mengkonsumsi/bahan baku
produk perkebunan semakin meningkat
- Semakin meningkatnya kesadaran konsumen akan
keamanan pangan dan keragaman produk
c. Tersedianya pakar dan peneliti pascapanen perkebunan
- Tersedianya pakar dan peneliti pascapanen perkebunan
baik dari pemerintah maupun swasta dalam dan luar
negeri.
d. Petani pekebun memiliki minat/keinginan yang tinggi
untuk mendapatkan nilai tambah
- Produk perkebunan yang berkualitas tinggi pada
umumnya akan mendapatkan harga yang tinggi
- Adanya Kemudahan akses teknologi pascapanen bagi
petani
- Adanya pembinaan/penyuluhan kepada petani tentang
penanganan pascapanen

30

[Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha]

[2011-2014]

e. Adanya kelembagaan usaha /Asosiasi petani yang
mendukung dalam penanganan pascapanen.
- Membantu pemerintah dalam penyusunan kebikan
penanganan pascapanen.
2.

ANCAMAN (THREATS)

a. Belum optimalnya sinergitas program antar institusi dan
antara pusat dan daerah.
- Program pascapanen Ditjenbun dan Ditjen PPHP belum
sinergis
a. Koordinasi program pascapanen antara Ditjenbun
- dengan instansi terkait ( Kemendag, Kemenperin,
Kemennaker, BPPT) masih belum optimal
-

Program pascapanen Ditjenbun (pusat) dan daerah
belum ada sinkronisasi

b. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi
belum optimal

pascapanen

-

Sarana pascapanen yang diberikan untuk para petani
kurang sesuai (tidak tepat guna)

-

Kapasitas/kapabilitas
petani dalam memanfaatkan
teknologi yang tersedia belum memadai

c. Insentif harga bagi produk bermutu belum proporsional
- Belum ada jaminan pasar bagi produk perkebunan yang
bermutu
- Margin harga yang t