Makalah Asuransi Syariah | Karya Tulis Ilmiah

Makalah Asuransi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat manusia
tampak mengalami kemajuan dalam hidup dan kehidupan ekonomi yang
serba canggih dan modern di dunia. Namun, bila menelusuri lebih detail,
sebenarnya bagian mana di belahan dunia ini yang dan berubah dari
suasana serba sederhana menjadi berkecukupan dan modern ? Tampaknya,
kemajuan yang selama ini di anggap maju ternyata masih mengalami
kemunduran. Hal tersebut ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak
merata dinikmati oleh setiap warga Negara. Negara Eropa dan Amerika
misalnya mendikte Negara Asia terutama Timur Tengah untuk menerapkan
ekonomi

konvensional

yang

berbasis


bunga.

Hampir

semua

hukum

keperdataan diwarnai oleh system konvensional yang berbasis bunga
termasuk

penerapan

asuransi

konensional

yang

telah


menciptakan

keresahan dan ketidakadilan kepada nasabahnya. Mudah-mudahan visi dan
misi asuransi syariah yang tidak berbasis pada bunga dan dapat mengubah
rintangan-rintangan yang selama ini membungkus umat manusia dalam
hidup ketidakwajaran dan kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan ini, penulis akan memaparkan beberapa
poin berkenaan asuransi syari’ah dan asuransi konvensional sebagai suatu
perbandingan, terutama yang berkaitan keunggulan asuransi syariah bila
dibandingkan dengan asuransi konvensional yang selama ini menjadi acuan
hidup dalam hukum perasuransian di Indonesia. Demikian pula penulis akan
mambahas konsep, sumber hukum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan
keuntungan.

BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Kata “asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya
adalah[1]:

Ø Bahasa Belanda ”assurantie”, yang berarti pertangungan,
Ø Bahasa Italia “insurensi”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Inggris “assurance”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Arab “At-ta’min”, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa
aman dan bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:


Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji
kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita
oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum
jelas terjadi.[2]



Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugiankerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugiankerugian yang belum pasti.



Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang

akan dihadapinya.



Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak;
pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain
berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar
iuran.



UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau
lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian
kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain
sebagainya.



Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang

menanggung

berjanji

terhadap

pihak

yang

ditanggung

untuk

menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan
diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal
yang mungkin akan terjadi.

Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi
bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian

asuransi minimal terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau
menjamin bahwa pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian
yang mungkin akan di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang
semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap
menjadi milik pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak
terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak
tertanggung

yang

berjanji

membayarkan

uang

premi


kepada

pihak

penangung secara sekaligus atau secara angsur. Kedua, pihak pihak

penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak
tertanggung secara sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga.
Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.

2. SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan
yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi
konvensional banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba[3].
a. Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya
batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika
baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal,
perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung
secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi

akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial[4].
b. Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar,
terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa
meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah
membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah
uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana
cara

perusahaan

asuransi

konvensional

membayarkan

uang

pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh

berasal

dari

keberanian

mengambil

resiko

oleh

persahaan

yang

bersangkutan.

Yang


disebut

maisir

disinijika

perusahaan

asuransi

mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya[5].
c. Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua
dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal
demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan
menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia.
Jawatan kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang
berjudul “Ke arah Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa
kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak

sesuai dengan ajaran islam[6]. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan
bentuk asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di
Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan
asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan
terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic
Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami
di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di
Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara tetangga
yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat
Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.

Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994
seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi
Takaful umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah
muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat
diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.

3. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong
dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para
Ulama adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari
asuransi tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem
pengelolaan dana, bentuk manajemen dan lain sebagainya
Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2
kelompok besar [7]:
Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan
memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau
pendapat yang disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat
membolehkan asuransi yang bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan
asuransi yang bersifat komersial (tijari) serta ada pula yang meragukannya
(syubhat).
Kelompok yang mengharamkan asuransi syariah :

Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi



adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah
iltizam ma lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib)
Muhammad Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad



asuransi yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk
dalam kafalah atau ta’addi / itlaf.
Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram



karena

mengandung

riba.

Beliau

melihat

riba

tersebut

dalam

pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang disertai
bunga ketika waktu perjanjian telah habis.

Menurut Warkum Sumitro pengharaman asuransi berdasarkan atas 5
alasan[8]:
1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
2. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.
3. Asuransi termasuk jual beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara
tunai.
4.

Asuransi

objek

bisnisnya

tergantung

pada

hidup

dan

matinya

seseorang,yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
5. Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat menekan.
Menurut Mahdi Hasan pelarangan praktik asuransi berdasarkan atas 4
alasan[9]:
1. Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada
kesetaraan antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan
demikian wajib adanya.

2. Asuransi juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan
kepemilikan pada munculnya resiko.
3. Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi
meskipun milik Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan
transaksi dengan riba.
4. Dalam asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi
di dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.

Kelompok yang membolehkan asuransi syariah :
Antara lain dikemukakan oleh Ibnu Abidin, Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad
Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru besar
Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar
Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi,
Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk
muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif
bagi ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilainilai islam.
Argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut
Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut[10]:
1. Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah
pihak.
3. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
4. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.

5. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan
perusahaan asuransi.
6. Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip tolongmenolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan.

4. MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi
konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat.
Asuransi syariah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik itu pada
gilirannya bisa membedakan dirinya dengan asuransi konvensional.
Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Dalam asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan yang semata-mata
mencari keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa tolong-menolong
antarsesama.

Pada

asuransi

konvensional,

akad

perjanjian

yang

mendasarinya adalah akad jual-beli (tabaduli).
Karnaen A Perwaatmadja mengemukakan 4 ciri-ciri asuransi syariah[11] :

1. Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta asuransi didasarkan
atas niat dan persaudaraan untuk saling membantu pada waktu yang
diperlukan.
2. Tata cara pengelolaan tidak terlibat dari unsur-unsur yang bertentangan
dengan syariat islam.
3. Jenis asuransi Takaful terdiri dari Takaful Keluarga yang memberikan
perlindungan kepada peserta.
4. Terdapat dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi
operasional perusahaan agar tidak menyimpang dari tuntunan syariat islam.
Model asuransi syariah[12] :
1. Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik Negara
atau organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba). Model inilah yang
sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena
selaras dengan kaidah-kaidah berikut : saling bertanggung jawab, saling
bekerja sama, dan saling melindungi
2. Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerja
sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100%
modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian
untung rugi diantara anggota (shahibul mal) dan pihak pengelola /
perusahaan asuransi (mudharib).
3. Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah akad wakalah,
Takaful

berfungsi

sebagai

wakil

peserta

dimana

dalam

menjalankan

fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee)
dalam mengelola keuangan mereka.
Ciri-ciri asuransi syariah dalam opersionalnya antara lain :

· Menghindari Riba
· Menghindari unsur judi
· Menghindari unsur penipuan (gharar)
Asuransi syariah, di samping memiliki karakeristik yang melekat pada
konsepnya (built in concept), juga lebih berorientasi untuk :
· Tolong-menolong dan bekerja sama
· Saling menjaga keselamatan dan keamanan
· Saling bertanggung jawab

5. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih
menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara
umum (konvensional). Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan
asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan
No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
6. POLIS ASURANSI
Dalam setiap perjanjian, perlu dibuat bukti tertulis atau bermaterai tempel
sebagaimana diatur dalam aturan bea materai antara pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian asuransi tersebut
disebut polis.
Di dalam polis memuat :
1. Nomor polis,

2. Nama dan alamat tertanggung,
3. Uraian risiko,
4. Jumlah pertanggungan,
5. Jangka waktu pertanggungan,
6. Besar premi dan bea materai,
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan,
8. Khusus untuk polis kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polis,
nomor rangka (chasis) dan nomor mesin kendaraan.

Fungsi polis bagi tertanggung adalah sebagai berikut :
a. Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikan penanggung jika terjadi
peristiwa yang menyebabkan kerugian yang mungkin diderita tertanggung.
b. Sebagai bukti yang kuat (otentik) untuk menuntut penanggung.
Fungsi polis bagi penanggung, yaitu :
a. Merupakan bukti atau tanda terima premi asuransi dari tertanggung.
b. Merupakan bukti tertulis atas jaminan yang diberika oleh penangung
kepada

tertanggung

jika

terjadi

suatu

peristiwa

yang

merugikan

tertanggung.
c. Merupakan bukti yang kuat (otentik) untuk menolak klaim atau tuntutan
bila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian yang tidak
memenuhi syarat-syarat yang tercantum di dalam polis.

7. PENGELOLAAN PREMI ASURANSI

Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada
penanggung, di mana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggung
belum terikat dalam transaksi untuk membayar ganti rugi jika timbul risiko.
Pengelolaan dana dalam asuransi syariah adalah seluruh premi yang dibayar
peserta dimasukkan ke dalam rekening “derma”, yaitu rekening yang
digunakan untuk membayar klaim kepada peserta.
Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) dalam asuransi syariah terbagi
menjadi 2 sistem, yaitu sistem yang mengandung unsur tabungan dan yang
tidak mengandung unsur tabungan, perbedaannya terletak pada alokasi
dana peserta.
Pada sistem yang mengandung unsur tabungan, premi yang diterima setelah
dikurangi biaya pengelolaan sebagian akan dialokasikan ke rekening
tabungan dan sebagian lagi akan masuk ke rekening khusus / premi risiko.
Sementara itu, pada sistem yang tidak mengandung unsur tabungan, premi
yang

diterima

dari

peserta

dikurangi

biaya

pengelolaan

seluruhnya

dimasukkan ke dalam rekening khusus.

BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
A. Pengertian Asuransi Syari’ah
Pengertian asuransi syariah telah diungkapkan pada awal tulisan ini, namun
tidak

ada

salahnya

membandingkan

untuk

dengan

mengemukakan

asuransi

sepintas

komvensional.

dalam

Asuransi

hal

syariah,

mempunyai 3 pengertian seperti yang telah dikemukakan, diantaranya atta’min. Mu’ammin adalah penangung dan mun-ta’min diartikan tertanggung.
Di dalam Al-Qur’an dikatakan dalam Surat Quraisy ayat :4
Artinya:
“Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari ketakutan”.
Ada kata aman dari rasa takut, memberi rasa aman. Jadi istilah at-ta’min,
yaitu antara menta’minkan sesuatu yang berarti seseorang membayar atau
menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah
uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti
terhadap hartanya yang hilang, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang
mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau
kendaraannya.
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) mengeluarkan
fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah. Menurutnya, asuransi
syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau
tabarru’ yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.

B. Pengertian Asuransi konvensional
Pengertian asuransi konvensional secara bahasa adalah “pertanggungan”.
Istilah pertanggungan di kalangan orang Belanda disebut verzekering. Hal
dimaksud melahirkan istilah assuradeur , assurantie bagi penaggung dan
geassureeder bagi tertanggung.

Selain itu, ada definisi yang mengungkapkan bahwa sebenarnya assuransi
itu merupakan alat atau institusi belaka yang bertujuan untuk mengurangi
resiko dengan mengabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar
kerugian individu secara olektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat
diprediksi terebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional
diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.
Di dalam UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian meupakan
petanggungan yang di dalamnya ada perjanjian antara 2 pihak atau lebih,
yaiut pihak penanggung mengikatkan diri kepada tettanggung, dengan
menerima

premi

asuransi,untuk

memberikan

penggantian

kepada

tertanggung karenakerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan.

2. Pebedaan Mengenai Sumber Hukum
A. Sumber Hukum Asuransi Syariah
Sumber hukum asuransi syariah adalah Al-Qur’an, sunnah, ijma, qiyas, dan
fatwa DSN MUI. Karena itu modus operandi asuransi syariah selalu sejalan
dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam menetapkan prinsip-prinsip, praktik,
dan operasional dari asuransi syariah,parameter yang senantiasa menjadi
rujukan adalah syariah islam yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan fiqh
islam. Karena itu, asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip kejelasan
dan kepastian, sehingga kejelasan yang meyakinkan kepada peserta
asuransi dengan akad secara syariah antara perusahaan dengan peserta
asuransi , baik yang akadnya jual beli ataupun tolong-menolong.
B. Sumber Hukum Asuransi Konvensional

Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang di dasari oleh pikiran
manusia,

falsafah,

dan

kebudayaan,

sementara

modus

operandinya

didasarkan atas hukum positif . Karena itu tidak memiliki sumber hukum
yang

jelas,maka

cenderung

membuat

transaksi

yang

tidak

memiliki

kepastian dan kejelasan kedepan. Seperti halnya dalam akadnya sesuatu
yang di akadkan terjadi cacat secara syariah karena tidak jelas berapa yang
akan dibayar oleh peserta asuransi yang meliputi berapa sesuatu yang akan
diperoleh. Tidak diketahui berapa lama seseorang peserta asuransi harus
membayar premi.

3. Perbedaan Mengenai Dewan Pengawas Syariah
A. Dewan Pengawas Asuransi Syariah
Asuransi

syariah

mempunyai

Dewan

Pengawas

Syariah

(DPS)

yang

merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS
mengawasi jalannya oprasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai
dengan prinsip syariah. Artinya, menghindari adanya penyimpangan secara
hukum islam yang dapat merugikan orang lain. Karena itu, DPS berfungsi
untuk:
ü Melakukan pengawasan secara periodic pada Lembaga Keuangan Syariah
yang berada dibawah pengawasannya.
ü

Berkewajiban

mengajukan

unsure-unsur

pengembangan

Lembaga

Keuangan Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari
Dewan Syariah Nasional.

ü Melaporkan Perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang mengawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 kali dalam
setahun anggaran.
ü Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan
DSN.
B. Asuransi Konvensional
Asuransi

konvensional

tidak

mempunyai

dewan

pengawaas

dalam

melaksanakan perencanaan, proses, dan praktiknya. Asuransi konvensional
tidak memiliki sebuah wadah control yang independen yang tugasnya
mengawasi

perjalanan

asuransi

teersebut

sehingga

mudah

timbul

penyimpangan-penyimpangan, baik penyimpangan administrasi maupun
penyimpangan hukum secara syari’.
4. Perbedaan Mengenai Akad Perjanjian
A. Asuransi Syariah
Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah
tabarru’yang bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesame manusia,
bukan semata-mata untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah
akad atau transaksi yang bertujuan komersial, misalnya akad mudharabah,
wadiah,wakalah, dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru’ mutabari
mewujudkan usaha untuk membantu seseorang dan hal ini di anjurkan oleh
syariat islam, penderma yang ikhlas akan mendapatkan ganjaran pahala
yang besar.
Selain itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan
kejelasan sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan

apa yang dibayarkan (yang masuk ke rekening peserta) ditambah dengan
dana tabarru’ dari setiap peserta asuransi. Karena itu, setiap peserta
asuransi yang mendapat musibah atau kerugian akan menerima bantuan
dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah yang dihadapinya. Bantuan
dimaksud bersumber dari dana akad tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan
pihak peserta asuransi melakukan akad mufawadhah, yaitu masing-masing
dari kedua belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penaggung dan
di pihak lainnya sebagai tertanggung. Pihak penaggung memperoleh premipremi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah
dijanjikan

pembayarannya.

Sedangkan

tertangung

,memperoleh

uang

pertanggungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari
premi-premi yang dibayarkannya.
Sistem kontrak dimaksud, mengandung unsure untung-untungan, yaitu
keuntunganyang diperoleh tergantung bila terjadi musibah dan si penaggung
mendapat keuntungan bila tidak terjadi musibah da dipandang sebagai hasil
dari mengambil resiko, bahkan sebagai hasil kerja yang nihil.

5. Perbedaan Mengenai Kepemilikan dan Pengelolaan Dana
A. Asuransi syariah
Asuransi syariah menganut system kepemilikan bersama. Hal itu berarti
dana yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau
kontribusi merupakan milik peserta ( Shohibul Mal). Pihak perusahaan
asuransi syariah hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya.

Dana tersebut, kecuali tabarru’dapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani
bunga. Di sinilah letak pebedaan mendasar pada life insurance apabila
seorang peserta karenakebutuhan yang sangat mendesak boleh mengambil
sebagian dari akumulasi dananya yang ada. Selain itu, perlu diungkapkan
bahwa pengelolaannaya untuk produk-produk yang mengandung unsure
saving (tabungan), dana yag dibayarkan oleh peserta langsung dibagi dalam
2 rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan,
bebas mengunakan dan menginvestasikan pengelolaanya, bersifat tidak ada
pemisahan dana peserta dengan dana tabarru’ sehingga semua dana
bercampur menjadi satu dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah
dana perusahaan, sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan yanpa
ada pembatasan halal dan haram dalam melakukan pemindahan, bahkan
ada kecendrungan yang selalu di praktikkan dalam asuransi konvensional
untuk menginvstasikan dananya ke system bunga. Selain itu, dana yang
terkumpul pada system asuransi konvensional dikelola oleh badan pengelola
dan

keuntungannya

hanya

untuk

kepentingan

badan

pengelola

dan

membayar polis peserta, pengelola menganngap mempunyai pertambahan
keuntungan sebagai usaha yang dikelolanya.

6. Perbedaan Mengenai Premi dan Sumber Pembiayaan Klaim
A. Asuransi Syariah
Unsur-unsur premipada asuransi syariah terdiri dari unsure tabarru’ dan
tabungan (untuk asuransi jiwa). Selain itu, sumber pembayaran klaim
diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu rekening dana tolong-menolong bagi

seluruh peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan ikhlas oleh setiap
peserta untuk keperluan saudara-saudaranya yang meninggal dunia atau
tertimpa musibah materi seperti, kebakaran, gempa, banjir dan lain-lain.
Selain itu, sumber pembiayaan kalim dalam asuransi syariah adalah dari
rekening perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan sebagai dana
tolong-menolong.
B. Asuransi Konvensional
Dalam asuransi konvensional unsure-unsur preminya terdiri atas:
· Mortality table yaitu daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui
besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang di karenakan
kematian, serta meramalkan berapa lama batas umur seseorang bisa hidup.
· Penerimaan Bunga untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus
dikalkulasi di dalamnya.
· Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya
reklame, sale promotion, biaya pembuatan polis, dan biaya pemeliharaan

7. Perbedaan Mengenai Investasi Dana dan Keuntungan
A. Asuransi Syariah
Asuransi dalam menginvestasikan dananyanhanya kepada bank syariah,
BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), Obligasi syariah, dan kegiatan
lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sementara profit (laba)
untukasuransi kerugian yang di peroleh dari surplus underwriting bukan

menjadi

milik

perusahaan

sebagaimana

mekanisme

dalam

asuransi

syariah,

memiliki

konvensional.
Berinvestasi

pada

industry

perusahaan

asuransi

keunggulan yang member semangat pada pesertanya. Sebab, system
dimaksud tidak mengenal system dana hangus. Peserta yang baru masuk
pun yang karena sesuatudan lan hal sehingga mengundurkan diri maka
dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali
sebagian kecil saja dana yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ sehingga
tidak dapat ditarik kembali. Begitu juga dengan asuransi takaful umum
(asuransi kerugian), jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka
takaful membagikan sebagian dana premi tersebut dengan pola bagi hasil
60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan ketika terjadi di akad.

B. Asuransi Konvensional.
Menurut peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan oleh asuransi
konvensional pada jenis investasi yang akan menguntungkan serta memiliki
likuiditas

yang

sesuai

dengan

kewajiban

yang

harus

dipenuhi

oleh

perusahaan. Selain itu, harus memperhatikan ketentuan investasi yang
tertuang dalam keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.6/2003.
Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting menjadi
milik perusahaan yang telah terdahulu.
Didalam system asuransi konvensional memiliki system dana hangus, yaitu
peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum akhir periode, maka dana peserta itu hangus.
Begitu juga untuk asuransi non saving jika habis masa kontrak dan tidak
terjadi klaim, maka premi yang dibayar oleh pihak peserta asuransi kepada
pihak perusahaan akan hangus atau menjadi milik perusahaan asuransi.

2. PERKEMBANGAN ASURANSI SYARI’AH
Menurut penulis asuransi syariah kini, banyak di buru masyrakat dan telah
semakin di nikmati , ini bisa dilihat dari respons masyarakat yang
berbondong-bondong menjadi nasabah asuransi syariah. Kini nyaris semua
perusahaan asuransi membentuk unit syariah. Bahkan asuransi asing juga
ikut membuka unit syariah. Ini dikarenakan asuransi syariah mempunyai
keunggulan bila dibandingkan dengan asuransi konvensional. Perbedaan dan
keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasional
dana asuransi,dan akadnya. Asuransi syariah sudah didirikan sejak 10 tahun
yang lalu, dan hampir setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. PT.
Asuransi Syariah Takaful menunjukan perkembangan yang cukup pesat,
termasuk di wilayah Indonesia Timur, dari segi premi nasabah yang masuk di
asuransi, menunjukan peningkatan 50% di Makassar tahun 2006[15]. Bahkan
tahun 2006 juga di targetkan harus meningkat menjadi dua kali lipat.

Tidak semua dalam Makalah ini yang dicantumkan karena terlalu banyak,
jika ingin mendapatkan secara lengkap dapat Anda download dalam Format
DOC di sini

KESIMPULAN
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awaun atau tolongmenolong. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa asuransi ta’awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia
untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang di alami
oleh peserta. Asuransi syariah takaful ada sejak tahun1994, walaupun

sekitar 16 tahun yang lalu berdiri, tetapi perusahaan asuransi tidak kalah
dengan asuransi konvensional yang telah berdiri lebih dahulu. Bisa dilihat
perkembangan asuransi syariah dari banyaknya

perusahaan asuransi

konvensional yang membuka unit usaha syariah. Dan banyaknya dana premi
yang dihimpun akhir tahun 2007 mencapai10 miliyar. Kini masyarakat telah
banyak yang beralih ke asuransi syariah, bukan karena syariah saat ini
sedang naik daun, tetapi karena mereka sudah mengetahui bahwa yang
berdasarkan prinsip syariahlah yang lebih baik. Mengapa syariah dikatakan
lebih baik?? Karena perasuransian yang ada selama ini mengandung unshur
gharar, maisir dan riba, yang mana ketiga unsure itu diharamkan oleh Islam.
Keunggulan asuransi syariah telihat dari segi konsep, sumber hokum, akad
perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan, bila dibandingkan dengan
asuransi konvensional.

DAFTAR PUSTAKA


Rodoni,

Ahmad

dan

Abdul

Hamid.2008.

Lembaga

Keuangan

Syariah.Jakarta:Zikrul Hakim.


Sudarsono,Heri,2008.

Bank

dan

Lembaga

Keuangan

Syariah.Yogyakarta:Ekonisia


Zainuddin Ali,Prof.2008.Hukum Asuransi Syariah.Jakarta:Sinar Grafik

FootNote
____________________
[1] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul
Hakim: Jakarta)hal 93
[2] Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal 1
[3] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul
Hakim: Jakarta)hal 97

[4] www.wikimu.com
[5] ibid
[6] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul
Hakim: Jakarta)hal 98
[7] Ibid hal 100
[8] Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal 80
[9] ibid
[10] Ibid hal 81
[11] Ibid hal, 104
[12] http://www.pojokasuransi.com
[13] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Ekonisia;
Yogyakarta) hal 126
[14] Zainuddin Ali Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta ) hal 65
[15] Zainuddin Ali Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta ) hal 77
[16] Takaful.com/atu/pro06.html
[17] Ibid