BANGKIT DARI KERAPUHAN SPIRITUAL

BANGKIT DARI KERAPUHAN SPIRITUAL
Oleh: Drs. Wijayanto, MA
Mubaligh di Radio Geronimo Yogyakarta
Menurut saya, Idul Fitri bisaa dijadikan momentum bagi kebangkitan spiritual. Fitrah
manusia adalah dari Tuhan, dan nantinya menuju Tuhan. Ini merupakan perjalanan kembali
kepada kekuatan fitrah. Idul Fitri ini, bukan sekadar ritual saja. Namun juga merupakan aspek
sosial. Oleh karena itu umat Islam selain shaleh secara individual, juga harus shaleh secara
sosial. Nabi bersabda, “Siapa yang tidak membayar zakat fitrah, tidak usah ikut shalat Id.” Ini
menunjukkan selain sebagai fungsi kesalehan individual, Idul Fitri juga merupakan aplikasi
kesalehan sosial.
Puasa sebulan penuh diakhiri dengan zakat fitrah. Qur’anpun di mulai dengan
Bismillah. Penyebutan nama Allah, dan diakhiri dengan Annas, atau tentang manusia. Begitu
pula dalam ibadah haji. Manusia membayar denda atau dam, yang akhirnya kembali kepada
sosial juga. Jadi aspek kesalehan sosial dalam ibadah-ibadah Islam sangat banyak dan
tersebar di mana-mana. Oleh sebab itu hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya,
hubungan manusia dengan alam sekitarnya, mendapat tempat yang sangat tinggi di dalam
Islam. Maka kesalehan sosial yang berdampak praktis sangat dianjurkan dan mendapat posisi
yang terhormat di dalam Islam.
DR. Simuh
Dosen IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Menurut saya, Idul Fitri belum bisa dijadikan momentum. Manusia bisa suci dan

berbuat jelek. Karena ketinggalan nalar, umat Islam jadi ketinggalan dan mundur. Kita masih
ketinggalan jauh dibandingkan dengan Barat. Malah sekarang Islam dituding teroris. Dan,
kita menanggaoinya kurang dewasa. Malah emosional. Perlu pendidikan yang dewasa. Orang
yang pendidikannya dewasa bisa merenung. Perenungan ini akan membawa seseorang
kembali kepada fitrahnya. Kita perlu mengingat kembali sahabat Umar yang sering
mencambuk kakinya sendiri untuk menghukum, jangan-jangan hari ini telah berbuat dosa.
Kecemerlangan dan kemuliaan ajaran Islam belum digali oleh umat Islam sendiri. Jika
penggalian akan nilai-nilai yang mulia dari Islam benar-benar digali dan dikaji, maka syiar
Islam akan tampak.
Untuk menggelar ketertinggalan dengan Barat umat Islam harus lebih memacu diri.
Terutama di bidang intelektual. Setelah jumud berabad-abad, umat Islam harus bangkit
mengejar ketertinggalan ini. Pengaruh mistik yang begitu kuat harus digantikan dengan
pemikiran yang rasional agar lebih dapat menjawab tantangan kehidupan yang nyata. Islam
harus mampu memberikan jawaban atas persoalan-persoalan umat manusia. Oleh sebab itu
pemahaman atas berbagai segi kehidupan harus dimiliki dan dikuasai oleh umat Islam.
DR. Damardjati Supadjar
Ketua Lembaga Studi Pancasila dan Dosen Filsafat UGM
Untuk mentransformasikan spirit Idul Fitri dalam kehidupan sehari-hari, setelah
Ramadhan kan Syawal. Syawal itu bulan peningkatan puasa. Jadi yang ditingkatkan dari
wajib ke sunnah. Maka, kalau ada orang yang nguprak-uprak warung, supaya jangan jualan,

itu puasanya orang-orang yang kandeg dalam puasa wajibnya saja. Kalau orang yang
bertindak lanjut sunnah, mana sempat begitu. Bukan begitu caranya kalau membela Islam.
Kalau begitu itu namanya terjebak. Sebab, yang pokok tidak tergarap, yaitu mengubah dari
Kamis ke Jum’at tadi. Kemudian lagi, kalau ada orang yang takbiratul ihram dengan melolos
pedang sambil mengancam leher orang, halal darah si A, si B atau si C. Ini gila. Apa orang
mau bersiram darah?

Apa tanda kalau orang ke Fitri, kembali ke Fitri lalu meningkatkan ibadah. Ini saya
ambil dari filsafat Kiswah (penutup Ka’bah). Setelah Idul Fitri itu Idul Qurban. Dan Idul
Qurban sebaik-baik Qurban adalah di rumah Allah. Kiswah penutup Ka’bah itu kan cara
menulis huruf-hurufnya itu kain utuh yang benangnya dilolos (dilepas), supaya transparan.
Sisanya membentuk kalimah thoyyibah Laa ila ha ilallah, lalu ditutup emas. Kalau emasnya
gogrog, Kiswah harus diganti. Apa maksudnya ini? Misalnya, punya uang 40 ribu , ambil
yang seribu, supaya yang 39 ribu transparan rizqi Allah dan yang seribu itu beranak pinak
menurut hukum hingga lebih dari sunatullah di dunia. Punya empat puluh juta, ambil sejuta
dst. Ini sesuatu yang luar biasa. Jadi bersyukurlah ketika lapang, dan bersabarlah ketika
sempit.
Drs. H. Saud Effendi
Staf Pengajar Luar Biasa Universitas Islam Bandung dan Anggota DPRD Kota Bandung
Menurut saya Aramadhan dan Idul Fitri itu merupakan sebuah proses pendidikan

untuk membersihkan diri dari perbuatan maksiat dan tindak kejahatan. Ramadhan dan Idul
Fitri ini bisa dipakai juga sebagai momentum untuk meningkatkan keyakinan kita dalam
beribadah kepada Allah SWT. Disamping itu juga sebagai wujud untuk meningkatkan
kesabaran dan kualitas mental, dan sekaligus bisa membangkitkan semangat juang Islam.
Tetapi kalau Ramadhan dan Idul Fitri itu hanya dipakai sebagai mempersiapkan beli barangbarang baru, dan pamer kekayaan, maka tidak ada artinya. Bahkan ini tidak bisa
membangkitkan semangat jihad. Lalu Ramadhan dan Idul Fitri sesudahnya juga sama saja
dan bahkan mungkin lebih buruk kalau niatnya bukan sebagai ibadah kepada Allah. Jadi Idul
Fitri dipakai sebagai momen perjuangan semnagat baru untuk memasuki kehidupan global
yang semakin rumit ini dengan sikap juang yang tinggi. Dan bisa ditransformasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
DR. H. Mahmud Syafi’I, MA
Ketua Yayasan Alkautsar Indonesia, staf Pengajar Fisip UNISBA.
Suasana Idul Fitri dapat menggugah dan menyadarkan hati kita agar kita bisa lebih
meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Dan umat Islam pada hari Idul Fitri selalu
menampakkan semangat juang yang tinggi, jadi sesudah Idul Fitri mereka akan selalu
meningkatkan segala aktivitas kehidupannya. Manusia ini pada dasarnya dilahirkan dapat
membebaskan, jadi pembebasan manusia agar manusia itu dapat membentuk jiwa dan
kepribadiannya menjadi tangguh dan berdaya guna. Disamping itu jiwa manusia ada fungsi
pembebasan. Pertama pembebasan dari syirik, pembebasan dari berbagai keterkungkungan
aturan-aturan yang bukan dari Allah. Dan refleksi dari Ramadhan dan Idul Fitri itu bagaimana

kita bisa memberikan makna dalam kehidupan sosial masyarakat, sehingga diharapkan bisa
tercermin. Hal itu misalnya diwujudkan dalam membayar zakat, fitrah, shodaqoh, infak.
Sehingga dengan demikian akan ada perubahan sikap dan perilaku yang jujur dan amanah
kepada sesama umat manusia. Dan diharapkan momentum Idul Fitri ini bisa dipakai untuk
mengikis adanya kerawanan sosial, termasuk mencegah konflik.
Drs. KH. Salim Basarah, SH
Ketua Majelis Ulama Garut, Jawa Barat
Saya berharap agar Idul Fitri ini bisa kita jadikan momentum untuk mengoreksi diri
dan meningkatkan contoh keteladanan, dan meningkatkan kualitas kehidupan spiritualnya.
Dan momentum ini jangan sampai musiman. Karena Ramadhan dan Idul Fitri ini kan rutin.
Orang berbondong-bondong untuk bertaubat, meningkatkan keimanan, tapi setelah Idul Fitri
berlalu, kejahatan jalan terus dan korupsi juga jalan terus. Ini tidak ada artinya. Apalagi kalau

Ramadhan dan Idul Fitri ini hanya dijadikan momentum politik dari kalangan tertentu. Ini
sangat dholim. (ron, ton, nafi, iw)
Sumber: SM-23-200