Geliat PGPS Madukismo untuk Bangkit dari

Kelompok I
Yusuf, Afin, Sapto, Kelik, Toto, Semiono, Reza,
Sholeh, Sunandar, Fajrul, Muhsinatun, Evi





Pabrik Gula dan Pabrik Spritus (PGPS)
Madukismo dibangun pada 14 Juni1955. Ini
merupakan prakarsa Sri Sultan
Hamengkubuwono IX. Ia menginginkan adanya
sebuah pabrik gula yang bisa menggantikan
fungsi 17 pabrik gula peninggalan Belanda yang
hancur selama Perang Kemerdekaan 1945-1949.
Pembangunan PGPS Madukismo mendapatkan
bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat
Republik Indonesia. Kontraktor
pembangunannya adalah sebuah perusahaan
dari Jerman Timur bernama Saarhausen. PT P2G
Madu Baru adalah perusahaan yang dibentuk

untuk mengelola PGPS Madukismo.





PGPS Madukismo Yogyakarta memulai produksi pada
tahun 1958. Sejak itu, PGPS Madukismo menggandeng
petani tebu lokal. Pada masa awal pendirian, letak
geografis pabrik di daerah Kasihan, sebelah selatan Kota
Yogyakarta, memang mendukung. Lahan sekitar pabrik
adalah lahan pertanian yang luas dan familiar dengan
budidaya tebu. Ini karena selama masa Belanda, di
daerah tersebut pernah beroperasi sebuah pabrik gula
bernama Pabrik Gula Padokan. PGPS Madukismo pun
tumbuh dengan baik.
Namun, pada dasawarsa 1980-an, PGPS mengalami
sejumlah goncangan manajemen. Goncangan tersebut
bersangkut paut dengan problem kronis industri gula
nasional semenjak tahun 1970an. Itu mencakup

turunnya produksi dan produktivitas gula. Itu disebabkan
oleh hal-hal seperti budidaya tebu dibawah standar,
penanaman di bawah masa optimal, lahan tebu kering,
mutu bibit tidak baik, dan gesekan-gesekan hubungan
antara pabrik gula dan petani pemilik lahan.







Goncangan pada 1984 menyebabkan pihak PT Madubaru harus
menerima masuknya sebuah BUMN, PT Rajawali Nusantara
Indonesia (RNI), ke dalam manajemennya. PT RNI sendiri adalah
wakil Pemerintah Pusat dan sekaligus pemegang saham 25 persen
dari PT Madubaru. Kerjasama dengan PT RNI berlangsung selama
20 tahun.
Pada tahun 1998, PGPS Madukismo diterpa masalah yang lebih
berat. Salah satu permasalahan yang terjadi di pabrik gula

madukismo adalah jumlah produksi gula yang belum mampu
mencakupi kebutuhan Masyarakat Yogyakarta. Berdasarkan data
dari PT Madukismo (2008), dalam kurun waktu 1995-2004 terjadi
penurunan 2.532, 65 ha. Jika diasumsikan masing-masing petani
menjalankan usaha tebu seluas 0,5 ha maka terdapat sekitar
5000 petani yang telah meninggalkan usaha tani tebu (Priyadi,
2008).
Dalam menghadapi persoalan tersebut pihak manajemen
melakukan beberapa strategi yang bisa dianggap tepat tanpa
harus ‘merumahkan’ sebagian karyawannya. Sultan HB X sebagai
salah satu pemilik saham mayoritas memutuskan untuk melepas
saham yang dimiliki dari 75% menjadi 65%. Sehingga RNI sebagai
sebagai bagian dari pemerintah melakukan penambahan modal.
Sedangkan dari pihak manajeman, mereka melakukan inovasi
kelembagaan berupa kerjasama penanaman tebu tani dengan
memberikan jaminan pendapatan minimum (JPM) (Priyadi, 2008)



Penelitian ini bertujuan untuk melihat

perubahan-perubahan yang terjadi pasca
krisis ekonomi 1997 dan mencari usaha
daripada perusahaan dalam mengatasi
persoalan tersebut.

Heuristik,
 Kritik ekstern dan kritik intern
 Interpretasi.
 Historiografi


Deskripsi: PG PS Madukismo adalah satusatunya pabrik gula dan pabrik alkhol/
spritus di provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang dibangun tahun 1955 atas
prakassa Sri Sultan Hamengkubuwono IX
 Tema dan Periodisasi: PG-PS Madukismo
pada masa krisis 1998
 Sumber Lisan: Wawancara



Sumber Tertulis:
Agro Wisata Pt. Madubaru Pg-Ps Madukismo,
Y ogyakarta: Madubaru, 2007
Wayan R. Susila, “Dinamika gula impor
indonesia:
sebuah analisis kebijakan”
dalam Agrimedia, vol. 21 Tahun 2008.
Unggul Priyadi, Peranan Inovasi Kelembagaan
Pabrik Gula Madukismo Terhdap
Pelaksanaan Usaha Tani Tebu Di
Yogyakarta, Yogyakarta, FE UII, 2008


Nilai dan makna Sejarah: Dinamika
perkembangan pabrik gula madukismo
dalam menghadapi krisis ekonomi 1997
 Potensi di masa kini: Bahan evaluasi apabila
terjadi lagi krisis ekonomi di tahun
selanjutnya







Dari hasil pengamatan di atas dengan
memperhatikan literatur dan teori maka
kelompok kami sampai pada beberapa
kesimpulan bahwa krisis moneter
mempengaruhi proses produksi. Selain krisis
moneter, proses produksi juga dipengaruhi oleh
kebijakan ekonomi global medio 1980-an.
Kami menyarankan pemerintah pusat untuk
mengeluarkan kebijakan yang mendukung
proses produksi gula dalam negeri. Untuk
manajemen pabrik PGPS Madukismo, kami
menyarankan untuk membuka lahan baru
selain persawahan milik petani.










Agro Wisata Pt. Madubaru Pg-Ps Madukismo,
Yogyakarta: Madubaru, 2007
Priyadi, Unggul, Peranan Inovasi Kelembagaan
Pabrik Gula Madukismo terhdap Pelaksanaan
Usaha Tani Tebu di Yogyakarta, Yogyakarta, FE
UII, 2008
Soemardjan, Selo, Perubahan Sosial di
Indonesia, Depok, Komunitas Bambu, 2009
Susila, Wayan R., Dinamika Gula Impor
Indonesia: sebuah Analisis Kebijakan” dalam
Agrimedia, vol. 21 Tahun 2008.