2.1 Sintesis Fe2 - Pengembangan Bahan Magnetik Berbasis BaNixAl6-xFe6O19 Untuk Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sintesis Fe O Dari Pasir Besi

  2

3 Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan

  pengolahan mineral magnetik (Fe O ) yang diambil dari pasir besi menjadi

  3

  4

  2 O 3 ) melalui proses oksidasi. Hasil oksidasi mempunyai

  mineral hematit (α-Fe

  

susceptibility magnetik yang lebih kecil jika dibandingkan dengan mineral

  magnetit awalnya. Dikarenakan semakin tingginya suhu oksidasi. Beberapa produk industri untuk berbagai keperluan ternyata dibuat dengan bahan dasar magnetit yang banyak terdapat pada pasir besi. Sebagai contoh mesin photo copy dan printer laser terbuat dari magnetit. Sementara untuk maghemit adalah bahan dasar utama untuk pita kaset. Baik magnetit, maghemit, hematit juga digunakan sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat (Yulianto, 2007). Senyawa Barium Heksaferit memiliki anisotropi uniaksial jauh lebih besar memiliki nilai konstan dan saturasi yang tinggi oleh karena itu menjadi potensi untuk aplikasi magnet permanen. Selain itu, karena senyawa magnet ini tebuat dari bahan berbasis oksida dan nilai resistivitas lebih besar dari magnet permanen lainnya. Ferit dapat diaplikasikan terutama pada teknologi seperti gelombang elektromagnetik dengan frekuensi tinggi berkisar seperti Radar. Namun Penyerapan gelombang membutuhkan subsitusi Fe kation dengan rasio tetap. Pada tingkat subsitusi yang lebih tinggi anisotropi uniaksial berubah menjadi planar

  magnetocystalline (Wisnu, Azwar, 2012).

  Magnetit dan maghemit memiliki fasa kubus sedangkan hematite memiliki fasa hexagonal. Fasa maghemit dan hematit diperoleh melalui proses oksidasi pada temperature sintering yang berbeda. Transisi fasa maghemitmenjadi hematittelah terjadi pada suhu 550

  ˚C. Ini bisa disebabkan karena kondisi yang tidak vakum memudahkan oksigen keluar masuk pada

  furnance

furnance yang mempercepat proses terjadinya oksidasi pada sampel. Pemanasan

  550 ˚C selama1 jam dalam furnancetidak vakum, sehingga terdapat cukup oksigen yang mendukung terjadinya oksidasi secara cepat. Pada saat suhu pemanasan 250 dimana pada keadaan tersebut,

  ˚C dan terus meningkat hingga suhu 350 ˚C maghemitmerupakan fasa yang mendominasisampel. Sedangkan pada suhu 550

2 O 3 (Mashuri dkk, 2007).

  ˚C, telah muncul hematityaitu fasa Fe

2.2. Absorpsi Gelombang Elektromagnetik

  Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik merupakan salah satu teknologi yang perlu dikembangkan untuk mengontrol masalah yang ditimbulkan oleh elctromagnetic interference (EM). Teknologi ini telah melahirkan sebuah material baru yaitu radar absorpsing material (RAM). Material ini bersifat meredam pantulan atau penyerap gelombang mikro, sehingga benda yang dilapisi dengan RAM tidak terdeteksi oleh radio detection and ranging (RADAR). Material nanokomposit merupakan material yang terdiri dari dua komponen yaitu matriks dan material pengisi (filler) yang berukuran kurang dari 100 nm. Batuan besi yang disintesis digunakan sebagai material filler pada material komposit penyerap gelombang mikro. Batuan besi tersebut disintesis menjadi nanopartikel magnetik, seperti Fe O . Besi yang teroksidasi tersebut mempunyai permeabilitas

  3

  4 yang sangat tinggi (Erika, Astuti, 2012).

  Menurut Alvin lie, seorang pemerhati penerbangan, dampak gangguan pesawat terbang sebenarnya sangat kecil. Dengan catatan hanya satu ponsel saja yang aktif. Dikarenakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satu ponsel masuk dalam skala mikro. Alvin menyimpulkan bahwa cukup berpengaruh bagi keselamatan penerbangan berpotensi mengganggu komunikasi dan navigasi (Dessy, dkk, 2013). Pada dasarnya analisis jaringan pemancar frekuensi yang dipancarkan pada material akan direfleksikan dan ditransmisikan sepanjang jalur transmisinya. Ketika panjang gelombang dan sinyal gelombang mikro berbeda, maka dengan prinsip yang sama jaringan akan membaca secara akurat frekuensi yang datang kemudian direfleksikan dan ditransmisikan. Energi atau sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan kembali ke bawah jalur transmisi menuju sumber

  (impedansi yang tidak cocok) dan ditransmisikan ke perangkat akhir. Pengukuran sifat absorpsi material dikarakterisasi menggunakan alat VNA (vector Network Analyzer ) yang membutuhkan kemampuan koreksi vector daan kesalahan akurasi pengukuran. Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki magnetic dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai impedansi tertentu yang nilai permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatifnya (εr) sesuai dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi, sehingga nilai dari reflection loss yang yang dihasilkan bahan cukup besar. Selain permeabilitas, permetivitas dan magnetisasi spontan, material absorber harus memiliki nilai resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik (Elwindari, 2012).

  Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik pada material secara umum dipengaruhi oleh dua factor yaitu ketebalan dan jenis material. Faktor ketebalan terjadi pada semua material dan semakin tebal material absorbsinya juga semakin besar. Sedangkan serapan radiasi elektromagnetik pada material magnetic disamping karena faktor ketebalan juga terjadi interaksi lain yaitu gelombang elektromagnetik dari luar akan memutar dipol magnetik sehingga terjadi impedansi material. Interaksi juga dapat terjadi bila frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan sehingga material magnetik akan menyerap gelombang elektromagnetik hanya pada frekuensi yang spesifik (Priyono, Musni, 2010).

  Keefektifan terhadap kamuflase radar bergantung pada seberapa besar energi gelombang elektromagnetik yang diserap oleh material absorber yang digunakan. Faktor dominan yang mempengaruhi performa material absorber adalah sifat magnetik dan dielektriknya.Barium hexaferrite yang memiliki sifat

  

lossy material, mempunyai faktor loss dieletrik dan loss magnetik yang tinggi

  sehingga membuat material tersebut mempunyai sifat yang baik untuk absorpsi gelombang elektromagnetik(Sulistyo, 2012).

2.3 Barium Heksaferit

  Barium Heksaferit merupakan tipe-M, yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan material tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun penggunaannya (Darminto, dkk. 2011). Tipe ferit yang berbeda memiliki karakteristik frekuensi yang berbeda, dan perbedaan karakterisasinya bias dibentuk dengan memilih struktur kimia yang sesuai, penambahan ion doping, dan proses sintesis. Magnet permanen isotropi adalah magnet dimana pada proses pembentukan arah dominan magnet partikel-partikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada pembentukan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah dominan magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanansi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi (Efhana P.D, dkk, 2013).

  Heksaferit memiliki kristal anisotropi yang besar dan lokasi resonansi yang dapat dimodifikasi pada rentang frekuensi yang luas melalui substitusi ion dalam heksaferit. Selain itu, heksaferit adalah bahan magnetik lunak dengan permeabilitas yang relatif besar. Oleh karena itu, heksaferit sangat menjanjikan untuk pengembangan material anti radar. Material Barium M-Heksaferit (BaFe O ) mempunyai polarisasi magnet saturasi tinggi (78 emu/g), yang terdiri

  12

  19

  dari kristal uniaxial anisotropi yang kuat, temperatur Curie tinggi (450°C) dan medan koersivitas yang besar (6700 Oe), terkait dengan sangat baik dalam stabilitas kimia dan ketahanannya terhadap korosi. Oleh karena memiliki medan koersivitas yang sangat besar menyebabkan sifat anisotropik material semakin meningkat sehingga sifat absorpsinya menjadi semakin lemah.Untuk mereduksi sifat anisotropik tersebut maka diperlukan pendopingan (Findah, Zainuri, 2012).

  Magnet ferit disamping memilikipermeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan relatif tinggi, juga tersusun oleh komponen-komponen oksida sehingga juga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik. Kombinasi sifat intrinsikantara sifatmagnetik dan sifat listrik dari ferit seperti itu mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam RADAR(Priyono, Manaf, 2007).

  Untuk mendapatkan single phase dari bahan magnet berbasis ferrite ini tidak mudah dilakukan. sintesis barium hexaferrite dapat menghasilkan fasa pengotor, yaitu: hematite(Fe

  2 O 3 ) dan monoferrite (BaFe

  2 O 4 ) (Wisnu,

  2011).Barium hexaferrite sebagai magnet ferrit, disamping memiliki permeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan yang relatif tinggi, juga tersusun oleh komponen-komponen oksida sehingga juga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik. Kombinasi sifat intrinsik antara sifat magnetik dan sifat listrik dari ferit seperti itu menempatkan material magnet ferit sebagai penyanggah gelombang-gelombang mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam RADAR (Priyono, Manaf, 2007).

  Magnet pemanen BaFe

  12 O 19 sering digunakan dalam aplikasi sebagai

  perekam magnetik dan absorber material. Subtitusi ion Fe dengan divalen kation seperti Co, Mn dan Ti banyak dilakukan untuk meningkatkan sifat magnetiknya. Subtitusi tersebut dapat mempengaruhi perubahan struktur dan sifat magnetik BaFe O (widiyanto, 2010). Menurut (priyono, 2010) Barium Heksaferit

  12

  19

  memiliki kelebihan yaitu anisotropi magnetokristalin dan temperatur currie yang tinggi serta saturasi magnetisasi yang besar. Kelebihan lain material tersebut adalah memiliki stabilitas kimia yang baik serta tahan terhadap korosi. Material tersebut masuk ke dalam kelas ferrimagnetik dimana ion Fe menempati kisi yang berbeda. Ferrimagnetik ini memiliki saturasi magnetik total dan koersivitas magnetik yang paling tinggi diantara kelas ferit lainnya. Secara kovensional dapat digunakan dengan metode serbuk menggunakan senyawa BaCO

  3 dan Fe

  2 O

  3 (priyono, 2010).

  Barium heksaferit BaO.6Fe O yang memiliki parameter kisi a =

  2

  3

  5,8920Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.1

  2 O 3 (E.Afza, 2011).

Gambar 2.1. Struktur kristal BaO.6Fe

2.4. Alumina (Al

2 O 3 )

  Alumina adalah penyangga yang paling banyak digunakan karena harganya yang tidak mahal, stabil secara struktur dan dapat dipreparasi dengan ukuran pori dan distribusi pori yang bervariasi. Katalis komersial yang tersedia dengan luas permukaan dari 100 hingga 600 m2/g adalah alumina nonporos. Beberapa Kristal yang berbeda terdapat dalam material ini. Disamping itu, alumina mempunyai sifat yang relatif stabil pada suhu tinggi, mudah dibentuk, memiliki titik leleh yang tinggi, struktur porinya yang besar dan relatif kuat secara fisik. Karakteristik ini menyebabkan alumina digunakan sebagai absorben, katalis, dan pendukung katalis. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dan meningkatkan laju reaksi melalui peningkatan konstanta laju. Oleh karena itu, katalis sangat penting dalam industri kimia, penanganan gas buang dan reaksi kimia lain. Sintesis katalis baik organik maupun anorganik perlu dikembangkan dan dimodifikasi, sehingga kegunaannya dapat ditingkatkan dan efek samping terhadap lingkungan dapat diminimalisir(Indah, dkk, 2012).

  Biasanya alumina di preparasi melalui dehidrasi berbagai aluminium hidroksida, bahkan jika bentuk dari hidroksidanya merupaka gel, sudah dapat dikonversi menjadi bentuk kristalin dengan cara heating. Bentuk kristalin khusus yang diproleh bergantung pada cara yang kompleks pada waktu temperature lingkungan dimana hidroksida diletakkan, dan hal ini cukup susah untuk dikontrol, khususnya pada skala besar.

  Alumina pada penggunaan sebagai penyangga adalah alumina transisi γ- Al O adalah material yang paling banyak digunakan karena memiliki luas area

  2

  3

  yang besar dan stabil pada interval temperatur pada sebagian besar reaksi

  2 O 3 juga diminati karena memiliki kesamaan yang lebih

  katalitik. Dahulu, α- Al

  2 O 3 sehingga dapat menjadi support yang sangat berguna

  tinggi daripada γ-Al untuk reaksi catalytic reforming (Ayuko, 2011). Penggunaan alumina sebagai penyangga dapat meningkatkan kinerja kitalis yang dimaksudkan untuk meningkatkan luas permukaan inti aktif dan untuk menambah fungsi katalis itu sendiri (Dora, 2010).

2.5. Nikel Oksida (NiO)

  Nikel merupakan logam yang mempunyai sifat asam lewis sehingga logam inicocok digunakan sebagai katalis asam seperti alkilasi friedel-craft. Selain itupadatan NiO juga dapat diaplikasikan sebagai penyimpan energy danelectrochromic windows. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh (Akda, Irmina, 2012) sintesis padatan NiO/CaF

  2 denganmetode impregnasi. Variasi

loading Ni juga dilakukan untukmengetahui pengaruh loading terhadap struktur

  padatan.Puncak dominan yang terlihat pada difraktogram NiO/CaF adalah

  2

  puncak-puncak yang dimiliki CaF

  2 . Intensitas puncak NiOsangat kecil

  dibandingkan dengan puncak CaF

  2 . Berdasarkan difraktogram tersebut terlihat

  jelas bahwa semakin besar jumlah loading Ni maka semakin tinggi intensitas puncak-puncak khas NiO, seperti yang ditunju kkan puncak pada 2θ : 43,38°. Hal tersebut menunjukkan bahwa intensitas pada difraktogram dipengaruhi oleh

  .

  jumlah konsentrasi NiO yang ditambahkan Tiga puncak khas NiO dengan intensitas tertinggi munculpada difraktogram NiO/CaF

  2

  antara lain daerah 2θ 37,34;43,38 dan 63,02°.

  Gambar. 2.2. Difraktogram: (a) CaF , (b) 2,5% NiO/CaF , (c) 5% NiO/CaF ,

  2

  2

  2

  (d) 7,5% NiO/CaF

  2 , (e) 10% NiO/CaF 2 dan (f) 15% NiO/CaF 2 (akda, 2012).

  Kombinasi Fe

  2 O 3 dan NiO akan memiliki fase yang jenisnya tergantung pada

  konsentrasi NiO sebagai aditif. Fase-fase yang terjadi pada keramik kombinasi Fe

  2 O 3 dan NiO hasil pembakaran dapat berbeda-beda sesuai konsentrasi NiO yang

  ditambahkan. Tiga fase yang mungkin terbentuk adalah, pertama, Fe

  2 O 3 sebagai

  matriks dan NiFe O sebagai fase kedua. Kedua, NiO sebagai matriks dan

  2

4 NiFe

  2 O 4 sebagai fase kedua dan ketiga, NiFe

  2 O 4 sebagai matriks utama tanpa fase

  kedua atau dengan sedikit fase kedua Fe

  

2 O

3 atau NiO (Suhendi,dkk, 2015).

2.6. Sifat-sifat Magnet

  Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetic antara lain adalah :

  • Induksi remanen (Br)

  Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel- partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/ mengarahkan pada kutub utara dan selatan.

  • Permeabilitas magnet (μ)

  Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang μ) merupakan parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik.

  (2.1) μ = μo x μr dimana μo = 1,256 G.cm/A

  Untuk bahan ferromagnetik, permeabilitas relatif μr jenis bahan tersebut lebih besar daripada 1.Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur resultan induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru μ dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif.

  Dengan nilai suseptibilitas inilah maka akan dapatdiketahui jenis bahan magnet . = (2.2)

  m μ μ

  χ µ = 1 untuk vakum > 1 untuk bahan paramagnetik < 1 untuk bahan diamagnetik >> 1 untuk bahan ferromagnetik

  • Gaya koersif (Hc)

  Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft

  magneticalloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet permanen.

  • Gaya gerak magnetis (Θ)

  Gaya gerak magnetis ialah jumlah dari semua arus dalam beberapa penghantar yang dilingkupi oleh medan magnet (atau oleh garis fluks magnet).

  • Fluks magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialahjumlah dari semua garis fluks magnetik, ini berartibahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam dandi sebelah luar kumparan.
  • Reluktansi magnet (Rm)

  Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet bahan, tempat medan magnet.

  • Suseptibilitas Magnetik Suatu solenoida panjang dengan n lilitan perpanjang satuan, mengalirkan arus I. Medan magnetik akibat arus dalam solenoida tersebut disebut sebagai medan yang dikerahkan, Bo. Bahan berbentuk silinder kemudian ditempatkan di dalam solenoida. Medan yang dikerahkan solenoida ini akan memagnetkan bahan tersebut sehingga bahan tersebut memiliki magnetisasi M. Medan magnet resultan B di suatu titik di dalam solenoida dan di tempat yang jauh dari ujung-ujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan ini ialah :
    • μ M

  (2.4) B = μ H + μ

  Untuk bahan paramagnetik dan ferromagnetik menghasilkan penyearahan dipol magnetik dalam bahan tersebut. Sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : M = χ

  (2.5)

  m � �

  dengan χ merupakan bilangan tanpa dimensiyang disebut suseptibilitas

  m

  magnetik. Sehingga dapat dituliskan B = B o + µ o M = B(1 + χ m ) (2.6) Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasarbagaimana sifat kemagnetan suatu bahan yangmerupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkandengan adanya respon terhadap induksi medanmagnet yang merupakan rasio antara magnetisasidengan intensitas medan magnet. Denganmengetahui nilai suseptibilitas magnetik suatubahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetiklain dari bahan tersebut. Suseptibilitasmagnetiksebagian besar material tergantung padatemperatur, tetapi beberapa material (ferromagnetikdanferit) tergantung pada

  B = µ o (H+M) =µ o H + µ o χ m H = µ o (1+ χ m )H (2.7) dan µ = 1 + χ

  (2.8)

  r m

  sehingga dari persamaan 2.1 ; 2.7 dan 2.8 didapatkan : B

  = μ H (2.9)

  µ adalah permeabilitas ruang hampa 1,256 gauss.cm/Ampere. Logam

  feromagnetik memiliki permeabilitas magnetik sangat tinggi, mineral dan batuan memiliki suseptibilitas kecil dan permeabilitas magnetik µ~ 1.

  Untuk bahan paramagnetik, berupa χ bilangan positif kecil yang

  m

  bergantung pada temperatur. Untuk bahan diamagnetik χ berupa konstanta

  m negatif kecil yang tidak bergantung pada temperatur.

2.7. Jenis Kemagnetan

  Semua bahan dapat diklasifikasikan jenis kemagnetannya menjadi lima kategori yaitu ferromagnetik, paramagnetik, diamagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari keteraturan arah domain pada bahan magnet tersebut.

2.7.1. Diamagnetik

  Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing- masing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan.

2.7.2. Paramagnetik

  Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing- masing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan ( Dyah,Ratih, 2010).

  

Gambar 2.3Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum

  diberi medan magnet luar Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil.Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalamrentang 10-5 sampai 10- 3 m3/Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ 0.

  

Gambar 2.4Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah

  diberi medan magnet luar

2.7.3. Ferromagnetik

  Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomik besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing- masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat

  

kuat, sehingga interaksidiantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar

atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah

yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam

ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi

domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena

pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan

eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan

mensejajarkan diri dengan medaneksternal pada titik saturasi, artinya bahwa setelah

seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi

pengaruh karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut

dengan penjenuhan (saturasi). Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya

bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet,

karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen (E.Afza, 2011).

  Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki magnetisasi nol pada daerah yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh medan magnetik yang lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika diperbesar medan magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Bila medan magnetik ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali menjadi nol. Jadi bahan ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi walaupun tidak ada medan, sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi spontan. Di atas temperatur Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.

  Apabila kurva magnetisasi dilanjutkan dengan mengurangi besarnya medan magnet H maka rapat fluk magnetik B akan turun, tetapi turunnya rapat fluk magnetik B tidak mengikuti kurva naiknya. Rapat fluk magnetik B turun membentuk kurva baru menuju titik Br ketika medan magnet H sama dengan nol, sehingga pada gambar jelas sekali terlihat bahwa ketika medan magnet H = 0, rapat fluk magnetik B tidak sama dengan nol, akan tetapi berada pada titik Br, hal ini menunjukkan bahwa pada bahan tersebut masih terdapat rapat fluk magnetik yang tertinggal. Titik Br disebut sebagai kerapatan fluk remanensi atau remanensi

  

bahan yaitu besarnya rapat fluk magnetik B yang tertinggal pada bahan pada saat

  medan magnet H samadengan nol. Ketika medan magnet H dibalik arahnya maka rapat fluk magnetik B akan mencapai nilai nol di titik Hc. Titik Hc ini disebut sebagai gaya koersif atau koersivitas bahan yaitu besarnya medan magnet atau intensitas H yang diperlukan unrtuk mengembalikan rapat fluk magnetik menjadi nol. Apabila siklus ini diteruskan maka akan didapat kurva dengan bentuk simetris yang dikenal dengan fenomena hysteresis(Istiyono, 2009).Histeresis adalah suatu sifat yangdimiliki oleh sistem dimana sistem tidak secara cepat mengikuti gaya yang diberikan kepadanya, tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan sistem tidak kembali lagi ke keadaan awalnya.Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada padamedanmagnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahanferomagnetik tersusun secara teratur (Ahmad Yani, 2002).

Gambar 2.5 Histerisis bahan ferromagnetic (Istiyono, 2009)

2.7.4. Antiferromagnetik Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah.

  Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal. tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C untuk menjadi paramagnetik.

2.7.5. Ferrimagnetik

  Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetik.

Gambar 2.6. arah domain (a) diamagnetik (b) paramagnetik (c) ferromagnetik (d)

  antiferromagnetik (e) ferrimagnetik(Dyah, Ratih, 2010)

2.8 Kurva Histerisis

  Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar 2.3 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal.

Gambar 2.7 Kurva Induksi NormalGambar 2.8 Kurva Histerisis Magnetik

  Pada Gambar 2.6 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang.

  (E.Afza, 2011).

  Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen

2.9 Bahan Soft Magnetic

  Ukuran dan bentuk kurva hysterisis untuk bahan ferromagnetic adalah cukup praktis. Daerah dalam lingkaran akan kehilangan energi magnetik per satuan volume bahan per siklus magnetisasi-demagnetisasi kehilangan energi sebagai panas yang dihasilkan dalam spesimen magnetik dan mampu menaikkan suhu. Bahan feromagnetik identik lembut atau keras atas dasar karakteristik histerisis.Bahan magnetik lunak yang digunakan dalam perangkat yang mengenai medan magnet di mana kerugian energi menjadi rendah . Untuk alasan ini daerah relatif dalam lingkaran hysterisis harus kecil. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi dan koersivitas rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai magnetisasi saturasi dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih memiliki energi yang hilang histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi hanya ditentukan oleh komposisi bahan.

  Penggolongan ini

  Fe

  2 + di FeO-Fe

2 O 3 akan mengubah saturasi magnetisasi.

  

berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau material magnetik

lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetik kuat atau

hard magnetic materials memiliki medan koersivitas yang kuat.

  Namun, kerentanan dan koersivitas (Hc) yang juga mempengaruhi bentuk kurva histerisis, sensitif terhadap variabel struktural lebih untuk komposisi. misalnya rendahnya nilai koersivitas sesuai dengan mudah pergerakan sebagai medan magnet perubahan besar atau arah. cacat struktural seperti partikel dari fase nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. karakteristik histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet.

2.10 Bahan Hard Magnetic

  Bahan Hard magnetik menggunakan magnet permanen yang harus memiliki resistensi yang tinggi terhadap demagnetisasi. Dalam hal ini perilaku histerisis bahan magnetik keras memiliki remanen tinggi, koersivitas dan saturasi fluks kepadatan, serta permeabilitas yang rendah dan tinggi akan merugikan energi histerisis. Nilai produk energi merupakan perwakilan dari energi yang dibutuhkan untuk demagnetisasi magnet permanen adalah lebih besar (BH) max keras materi dalam hal karakteristik magnet.

  Diamagnetisme adalah bentuk yang sangat lemah magnet yang tidak tetap dan tetap hanya sementara pada bidang eksternal sedang diterapkan. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam gerakan orbital elektron melewati medan magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas μr relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet

  • 5

  negatif yang besarnya bahan diamagnetik adalah di urutan 10 . Ketika ditempatkan di antara kutub dari eletromagnet yang kuat, bahan diamagnetik tertarik ke daerah lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena begitu lemah, dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada(William D. C, 2011).

  

(a) Soft Magnetic (b)HardMagnetic

Gambar 2.9.Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hardmagnetic

  Material lunak pada gambar (a) dan material magnetik keras pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudahpula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.5 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit didemagnetisasi. Karena hasil

  2

  kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m ) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi- ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen (E.Afza, 2011).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian - Pengaruh Profitability dan Growth Opportunity Terhadap Firm’s Value Dengan Capital Structure Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Properti dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pe

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan - Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik - Kekasaran Permukaan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Setelah Perendaman Dalam Larutan Ekstrak Daun kemangi (Ocimum basilicum linn) 12,5%

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit - Kekasaran Permukaan Resin Komposit Hybrid Setelah Perendaman Dalam Larutan Kopi Sidikalang

0 2 12

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kepustakaan Yang Relevan - Analisis Stilistika Terhadap Nangen Si Tagan Dera Masyarakat Pakpak

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan - Kajian Psikologi Sastra Terhadap Legenda Raja Sisingamangaraja Xii

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kajian Psikologi Sastra Terhadap Legenda Raja Sisingamangaraja Xii

0 2 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan - Teanteanan Dalam Masyarakat Batak Toba: Kajian Sosial Budaya

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Teanteanan Dalam Masyarakat Batak Toba: Kajian Sosial Budaya

0 5 8