BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pasar Modal - Analisis Perbedaan Abnormal Return dan Trading Volume Activity (TVA) Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public di BEI yang Melakukan Stock Split Tahun 2009-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pasar Modal

  Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan investasi. Dengan demikian pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

  Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus: fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (yaitu investor) dan pihak yang memerlukan dana (yaitu issuer, pihak yang menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbal hasil (return), sedangkan pihak

  

issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk

  kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik inve stasi yang dipilih(Darmadji dan Hendy, 2006:1).

2.1.2 Pasar Modal yang Efisien

  Tandelilin (2001: 112) menyatakan bahwa pasar yang efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Hal tersebut menyiratkan adanya suatu proses penyesuaian harga sekuritas menuju harga keseimbangan yang baru, sebagai respons atas informasi baru yang masuk ke pasar.

  Fama (1970) dalam Tandelilin (2001: 114-115) mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga Efficient Market Hypothesis (EMH), yaitu:

  1. Efisiensi dalam bentuk lemah (weak form) Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu

  (historis) akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang. Oleh karena itu, informasi historis tersebut (seperti harga dan volume perdagangan di masa lalu) tidak bisa lagi digunakan untuk memprediksi perubahan harga di masa yang datang, karena sudah tercermin pada harga saat ini. Implikasinya adalah bahwa investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa datang dengan menggunakan data historis, seperti yang dilakukan dalam analisis teknikal.

  2. Efisien dalam bentuk setengah kuat (semistrong) Efisiensi dalam bentuk setengah kuat merupakan bentuk efisiensi pasar yang lebih komprehensif karena dalam bentuk ini harga saham di samping dipengaruhi oleh data pasar (harga saham dan volume perdagangan masa lalu), juga dipengaruhi oleh semua informasi yang dipublikasikan (seperti earning, dividen, pengumuman stock split, penerbitan saham baru, dan kesulitan keuangan yang dialami perusahaan). Pada pasar yang efisien dalam bentuk setengah kuat ini, investor tidak dapat berharap mendapatkan abnormal returnjika strategi perdagangan yang dilakukan hanya didasari oleh informasi yang telah dipublikasikan.

3. Efisien dalam bentuk kuat (strong form)

  Pasar efisien dalam bentuk kuat, semua informasi baik yang terpublikasi atau tidak dipublikasikan, sudah tercermin dalam harga sekuritas saat ini. Dalam bentuk efisien kuat seperti ini tidak akan ada seorang investor yang bisa memperoleh abnormal return.

  Pada tahun 1991, Fama mengemukakan penyempurnaan atas klasifikasi efisiensi pasar tersebut. Efisiensi bentuk lemah disempurnakan menjadi suatu klasifikasi yang lebih bersifat umum untuk menguji prediktabilitas return (return

  predictability ). Pada klasifikasi ini, informasi mengenai pola return sekuritas

  tidak dapat digunakan untuk memperolehabnormal return. Sedangkan efisiensi bentuk setengah kuat dan efisiensi bentuk kuat diubah menjadi event studies, dan pengujian efisiensi pasar dalam bentuk kuat disebut sebagai pengujian private information .

2.1.3 Pemecahan Saham (Stock Split)

2.1.3.1 Pengertian Pemecahan Saham

  Pemecahan saham (stock split) adalah memecah selembar saham menjadi n lembar saham, harga per lembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya (Jogiyanto, 2003: 415). Menurut Sartono (2001: 297),

  

stock split adalah pemecahan nilai nominal saham ke dalam nilai nominal yang

  lebih kecil, dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan meningkat proporsional dengan penurunan nilai nominal saham. Menurut Szewezyk dan Tsetsekos (dalam Latifah, 2008: 53) stock split adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh para manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap jumlah saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan

  

split factor .Split factor merupakan perbandingan jumlah saham yang beredar

sebelum dilakukansplit dengan jumlah saham yang beredar setelah split.

  Dampak stock split bagi pemegang saham diungkapkan oleh Darmadji dan Hendy (2006: 184) yaitu jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham menjadi bertambah banyak dengan nilai nominal per saham yang lebih kecil, tetapi bersamaan dengan itu harga saham secara teoritis akan turun secara proporsional. Secara keseluruhan, nilai kapitalisasi saham tersebut tidak mengalami perubahan. Dengan adanya pemecahan saham, pemegang saham harus menukarkan sahamnya terlebih dahulu dengan saham baru hasil pemecahan saham agar dapat diperdagangkan di bursa. Pada saat dimulainya perdagangan saham dengan nilai nominal yang baru, maka harga saham tersebut di bursa akan dikoreksi sesuai dengan rasio dari pemecahan saham atas dasar harga terakhir perdagangan dengan nilai nominal yang lama. Misalnya, suatu saham nilai nominalnya dipecah dari Rp. 500 menjadi Rp. 100 dan harga terakhir perdagangan saham tersebut dengan nominal lama adalah Rp. 750, maka harga pembukaan pada perdagangan dengan nominal baru adalah:

  100/500 x Rp. 750 = Rp. 150

2.1.3.2 Tujuan Pemecahan Saham

  Tujuan pemecahan saham (Ahmad, 2004: 196) adalah: 1.

  Menurunkan harga saham, sehingga menarik pembeli atau investor.

  2. Diharapkan harga akan meningkat.

  3. Menguntungkan bagi investor, jika dividen yang dibayar lebih besar. Menurut Halim (2005: 97), tujuan perusahaan melakukan pemecahan saham adalah untuk menjaga harga pasar saham agar tidak terlalu tinggi sehingga sahamnya lebih memasyarakat dan lebih banyak diperdagangkan.

2.1.3.3 Teori Pemecahan Saham

  Motivasi perusahaan dalam melakukan stock splitsejalan dengan teori-teori berikut (Mason, Helen dan Roger dalam Rohana et al., 2003: 603-604):

  a.

   Signaling Theory

  Teori ini menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajer perusahaan akan menginformasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Alasan sinyal ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah perusahaan yang mempunyai kondisi kinerja yang baik. Jadi jika pasar bereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini karena pasar mengetahui prospek masa depan perusahaan yang bersangkutan.

  Copeland (1979) menyatakan bahwa stock split yang dilakukan oleh emiten mengandung biaya yang harus ditanggung, maka hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu menanggung biaya tersebut dan sebagai akibatnya pasar bereaksi positif. Sebaliknya, perusahaan yang tidak mempunyai prospek yang baik yang mencoba memberikan sinyal tidak valid melalui stock split tidak akan mampu menanggung biaya tersebut, sehingga bukannya stock split akan meningkatkan harga sekuritas tetapi akan menurunkannya jika pasar cukup canggih untuk mengetahuinya.

  b.

   Trading Range Theory

  Teori ini menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan

  stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal, dimana saham dipecah

  karena ada batas harga yang optimal untuk saham dan untuk meningkatkan daya beli investor sehingga tetap banyak orang yang mau memperjual-belikannya yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham.

  McGough (1993: 59) mengemukakan bahwa manfaat yang diperoleh dari

  stock split adalah penurunan harga saham yang selanjutnya menambah daya tarik

  untuk memiliki saham tersebut sehingga membuat saham menjadi lebih likuid untuk diperdagangkan dan mengubah investor odd lot menjadi investor round lot.

  Investor odd lot adalah investor yang membeli saham di bawah 500 lembar (1 lot), sedangkan investor round lot adalah investor yang membeli saham minimal 500 lembar (1 lot).

2.1.3.4 Jenis Pemecahan Saham

  Menurut Samsul (2006: 190) ada dua jenis pemecahan sahamyang dapat dilakukan, yaitu: a.

  Pemecahan saham naik (split up atau stock split)

  Tindakan split up akan meningkatkan jumlah saham beredar dan menurunkan harga saham di pasar sehingga terjangkau oleh para investor. Split up juga dapat membuat likuiditas perdagangan meningkat dan pada gilirannya dapat meningkatkan image saham perusahaan sebagai saham yang likuid diperdagangkan. Split 1:2 berarti satu saham lama ditarik dari peredaran dan diganti dengan 2 saham baru tetapi nominal saham baru itu lebih kecil, yaitu ½ dari nominal sebelumnya. Tindakan split up hanya akan menaikkan jumlah saham dan menurunkan nominal saham, tetapi tidak mengubah total modal disetor dan total ekuitas.

  b.

  Pemecahan saham turun (split down atau reverse split)

  

Split down atau reverse splitadalah tindakan menurunkan jumlah saham

  beredar. Tujuan split down adalah untuk meningkatkan harga saham di pasar agar

  

image perusahaan meningkat. Split down dilakukan dengan menarik kembali

  sejumlah saham yang beredar dan diganti dengan saham baru yang nominalnya lebih tinggi, tetapi tidak mengubah total modal disetor dan total ekuitas.Split 5:1 berarti 5 saham lama diganti dengan satu saham baru. McGough (1993: 58) mengatakan bahwa pasar modal Amerika yang diwakili oleh New York Stock Exchange (NYSE) juga mengatur kebijakan mengenai stock split.

  NYSE membedakan stock split menjadi dua, yaitu pemecahan saham sebagian (partial stock split) dan pemecahan saham penuh (full stock split). Partial stock

  split adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 25% atau lebih tetapi

  kurang dari 100% dari jumlah saham beredar yang lama. Full stock split adalah tambahan distribusi saham yang beredar sebesar 100% atau lebih dari jumlah saham beredar yang lama.

2.1.4 Abnormal Return

  Menurut Jogiyanto (2003: 433), studi peristiwa menganalisis return tidak normal (abnormal return) dari sekuritas yang mungkin terjadi di sekitar pengumuman dari suatu peristiwa. Abnormal returnatau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspektasi (return yang diharapkan oleh investor). Dengan demikian return tidak normal (abnormal return) adalah selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi.

  Formula yang digunakan untuk menghitung abnormal return(Jogiyanto, 2003:434) adalah sebagai berikut:

  AR i,t = R i,t – E[R i,t ] Keterangan: AR = abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t

  i,t

  R i,t = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t E[R i,t ] = return ekspektasi sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t

  Actual return atau return sesungguhnya merupakan return keseluruhan

  dari suatu investasi dalam periode tertentu, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

  

, − , −1

  R i,t =

  

, −1 Keterangan: R = actual return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t

  i,t

  P i,t = harga saham sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t P i, t-1 = harga saham sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t-1

  Sedangkan expected return atau return ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Brown dan Warner (1985) dalam Jogiyanto (2003: 434) mengestimasi return ekspektasi menggunakan beberapa model estimasi sebagai berikut: a.

  Mean-adjusted Model Model disesuaikan rata-rata (mean-adjusted model) menganggap bahwa

  return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan return realisasi sebelumnya

  selama periode estimasi (estimation period), sebagai berikut:

  

2

Ri,j ∑

  

= 1

  E[R i,t ] = Keterangan: E[R ] = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t

  i,t

  R i,j = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j T = lamanya periode estimasi, yaitu dari t1 sampai dengan t2

  Periode estimasi (estimation period) merupakan periode sebelum periode peristiwa. Periode peristiwa (event period) disebut juga dengan periode pengamatan atau jendela peristiwa (event window).

  b.

  Market Model

  Perhitungan return ekspektasi dengan model pasar (market model) dilakukan dengan dua tahap, yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela.

  Model ekspektasi dapat dibentuk menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary

  Least Square ) dengan persamaan:

  R . R

  i,j i i Mj i,j

  = α + β + ε Keterangan: R i,j = return realisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j

  i = intercept untuk sekuritas ke-i

  α

  i = koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke-i

  β R = return indeks pasar pada periode estimasi ke-j yang dapat dihitung

  Mj

  IHSG j – IHSG j −1

  dengan rumus R Mj = dengan IHSG adalah Indeks Harga

  IHSG j −1

  Saham Gabungan = kesalahan residu sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j

  i,j

  ε c.

  Market-adjusted Model Model disesuaikan pasar (market-adjusted model) menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena

  return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar.

  E[R i,t ] = R Mt Keterangan: E[R i,t ] = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t R = return indeks pasar pada periode estimasi ke-t

  Mt

  AR i,t = R i,t - R Mt Keterangan: AR i,t = abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t R i,t = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t R = return indeks pasar pada periode estimasi ke-t

  Mt

2.1.5 Trading Volume Activity(TVA)

  Likuditas saham merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap suatu pengumuman, dimana likuditas saham dapat dilihat dari volume perdagangan saham. Foster (1986) dalam Suntoro dan Imam (2003: 122) menyatakan bahwa volume perdagangan saham diukur dengan melihat indikator Trading Volume Activity (TVA). Aktivitas perdagangan saham dihitung untuk setiap saham dengan membandingkan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham yang beredar.

  Volume perdagangan saham merupakan bagian yang diterima dalam analisis teknikal untuk penilaian harga saham. Kegiatan perdagangan dalam volume yang sangat tinggi di suatu bursa akan ditafsirkan sebagai tanda pasar akan membaik (bullish). Peningkatan volume perdagangan diiringi dengan peningkatan harga merupakan gejala yang makin kuat akan kondisi bullish (Meidawati dan Mahendra, 2004: 93).

  Menurut Sumiyana (2007) dalam Indarti dan Desti (2011: 58) volume perdagangan merupakan jumlah transaksi yang diperdagangkan pada waktu tertentu. Volume diperlukan untuk menggerakan harga saham. Naiknya volume perdagangan merupakan kenaikan aktivitas jual beli para investor di bursa.

  Semakin meningkat volume penawaran dan permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham di bursa, dan semakin meningkatnya volume perdagangan saham menunjukkan semakin diminatinya saham tersebut oleh masyarakat.

2.1.6 Studi Peristiwa (Event Study)

  Studi peristiwa merupakan metodologi yang ditemukan oleh Eugene Fama pada tahun 1969 yang tujuannya mengamati reaksi pasar terhadap suatu peristiwa atau event yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event

  study berguna untuk menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman, di samping itu juga berguna untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat.

  Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk mengetahui reaksi dari suatu pengumuman, tetapi tidak menguji seberapa cepat pasar itu bereaksi.

  Jika pengumuman mengandung informasi (information content), maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga pada sekuritas yang bersangkutan (Jogiyanto, 2003: 410-411).

2.2Penelitian Terdahulu

  Penelitian tentang pemecahan saham telah banyak dilakukan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Rusliati dan Esti (2010) dengan judul “Pemecahan Saham Terhadap Likuiditas dan Return Saham”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemecahan saham terhadap likuiditas saham yang dilihat dari perbedaan bid-ask spread dan terhadap return saham yang diukur dengan

  abnormal return sebelum dan sesudah stock split pada perusahaan go public tahun

  2006-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bid-ask

  

spread dan abnormal return sahamyang signifikan sebelum dan sesudah

pemecahan saham.

  Utami et al. (2009) melakukan penelitian dengan judul “Dampak Pengumuman Stock Split Terhadap Return, Variabilitas Tingkat Keuntungan dan Aktivitas Volume Perdagangan Saham”. Utami et al. melakukan studi pada perusahaan manufaktur di BEJ yang melakukan stock split pada bulan Mei 1997 sampai akhir tahun 1999. Pengujian terhadap abnormal return menghasilkan kesimpulan yang sama untuk periode yang diperpanjang (10 hari di sekitar peristiwa) dan periode yang diperpendek (3 hari di sekitar peristiwa), yaitu tidak terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah stock

  split . Sedangkan untuk pengujian terhadap trading volume activity untuk kedua

  periode tersebut juga menghasilkan kesimpulan yang sama, yaitu tidak terdapat perbedaan trading volume activity yang signifikan sebelum dan sesudah stock

  split .

  Tanjung (2007) melakukan penelitian dengan judul “Stock Split: Pengujian Terhadap Signaling dan Trading Range pada Bursa Efek Jakarta”. Pengujian terhadap signaling adalah dengan membandingkan pertumbuhan laba perusahaan yang melakukan pemecahan saham sebelum melakukan pemecahan saham dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham dan membandingkan peningkatan laba setiap tahun selama empat tahun sebelum pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Hasil pengujian ini tidak membuktikan adanya signaling. Sedangkan pengujian terhadap trading range adalah dengan membandingkan harga pasar saham perusahaan yang melakukan pemecahan saham dengan perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham dan membandingkan volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pemecahan saham pada perusahaan yang melakukan pemecahan saham. Hasil pengujian ini membuktikan adanya trading range.

  Farinha dan Nuno (2006) melakukan penelitian dengan judul “Stock Splits:

  

Real Effects orJust a Question of Maths ? (An Empirical Analysis of

ThePortuguese Case )”. Penelitian dilakukan di pasar modal Portugis selama

  periode Oktober 1999 sampai dengan Juni 2003. Selama periode ini terdapat sebanyak 26 peristiwa stock split yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan volume perdagangan, resiko sistematis saham dan earning per share tidak mengalami perbedaan yang signifikan dan terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman stock split.

  Kurniawati (2003) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kandungan Informasi Stock Split dan Likuiditas Saham: Studi Empiris pada Non-

  Synchronous Trading ”.Sampel penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan

stock split pada periode Juni 1994 sampai Juni 1997 di Bursa Efek Jakarta.

  Penelitian ini menganalisis kandungan informasi dari pengumuman stock split yang dilihat dari ada tidaknya abnormal return di sekitar tanggal peristiwa dan menguji reaksi pasar terhadap pengumuman stock split melalui tingkat likuiditas saham yang meliputi resiko sistematis, volume perdagangan dan bid-ask spread saham.Hasil penelitian menunjukkan bahwa stock split memiliki kandungan informasi sehingga direspon oleh pasar yang ditunjukkan dengan adanya

  abnormal return . Pada pengujian likuiditas saham menunjukkan hanya beta saja

  yang memiliki perbedaan yang signifikan, sedangkan volume perdagangan dan bid-ask spread tidak berbeda secara signifikan sebelum dan sesudah stock split.

  Sutrisno et al. (2000) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Stock

  

Split Terhadap Likuiditas Saham dan Return Saham di BEJ.” Penelitian ini

  mengambil sampel perusahaan yang melakukan pemecahan saham pada periode 1996-1997, yaitu sejumlah 15 perusahaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan varians saham dan abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah stock split dan terdapat perbedaan harga saham, volume perdagangan saham dan bid-ask spread yang signifikan sebelum dan sesudah

  stock split baik ditinjau secara individual maupun sebagai sebuah portofolio.

Tabel 2.1 di bawah ini merupakan ringkasan penelitian terdahulu tentang pemecahan saham.Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

  Tidak terdapat perbedaan abnormal return , varibilitas tingkat keuntungan dan volume perdagangan saham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split

  Variabel

Independen:

Stock Split Variabel Dependen: Volume

Perdagangan

Saham, Abnormal

Return , Beta

Paired

  Stock Splits: Real Effects or Just a Question of Maths? (An Empirical Analysis of The Portuguese Case)

  4. Jorge Farinha dan Nuno Filipe Basilio (2006)

  Terdapat perbedaan volume perdagangan saham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split

  Paired Sample t- Test

  Variabel

Independen:

Stock Split Variabel Dependen:

Pertumbuhan

Laba,

Peningkatan

Laba, Harga Saham, Volume

Perdagangan

Saham

  Stock Split : Pengujian Terhadap Signaling dan Trading Range pada Bursa Efek Jakarta

  3. Abdul Hafiz Tanjung (2007)

  Paired Sample t- Test

  No. Peneliti (Tahun) Judul Variabel Penelitian

  Variabel

Independen:

Stock Split Variabel Dependen: Abnormal return , Variabilitas Tingkat

Keuntungan,

Aktivitas Volume

Perdagangan

  Pengumuman Stock Split Terhadap Return , Variabilitas Tingkat Keuntungan dan AktivitasVolu me Perdagangan Saham

  2. Tiwi Nurjannati Utami, Ghozali Maski dan H.M. Syafe’i Idrus (2009) Dampak

  Sample t- Test Tidak terdapat perbedaan bid- ask spread dan abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah stock split

  Variabel

Independen:

Stock Split Variabel Dependen: Bid-Ask Spread dan Abnormal return Paired

  Saham Terhadap Likuiditas dan Return Saham

  1. Ellen Rusliati dan Esti Nur Farida (2010) Pemecahan

  Teknik Analisis Hasil Penelitian

  Sampe t- Test Terdapat perbedaan abnormal return yang sangat signifikan pada saat dan setelah pengumuman stock split dan No. Peneliti (Tahun) Judul Variabel Penelitian

  Teknik Analisis Hasil Penelitian

  Saham, EPS tidak terdapat perbedaan volume perdagangan, beta saham dan EPS yang signifikan

  5. Indah Kurniawati (2003) Analisis

  Kandungan Informasi Stock Split dan Likuiditas Saham: Studi Empiris pada Non- Synchronous Trading

  Variabel

Independen:

Stock Split Variabel Dependen: Abnormal Return , Resiko Sistematis (Beta), Volume

Perdagangan

Saham dan Bid- ask Spread Paired

  Sample t- Test Terdapat perbedaan beta saham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split dan tidak terdapat perbedaan volume perdagangan saham dan bid-ask spread yang signifikan sebelum dan sesudah stock split

  6. Wang Sutrisno, Francisca Yuniartha dan Soffy Susilowati (2000) Pengaruh

  Stock Split Terhadap Likuiditas dan Return Saham di Bursa Efek Jakarta

  Variabel

Independen:

Stock Split Variabel Dependen: Harga Saham, Volume

Perdagangan

Saham, Bid-Ask Spread , Varians Saham, Abnormal Return Paired

  Sample t- Test Tidak terdapat perbedaan varians saham, abnormal return yang signifikan sebelum dan sesudah stock split dan terdapat perbedaan harga saham, volume perdagangan saham dan bid-ask spread yang signifikan sebelum dan sesudah stock split

  Sumber: dari berbagai penelitian

2.3Kerangka Konseptual

  Event study merupakan studi untuk mempelajari reaksi pasar terhadap

  suatu peristiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman dan menguji kandungan informasi dari suatu pengumuman.

  Peristiwa yang diamati dalam penelitian ini adalah pemecahan saham (stock split). Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga pada sekuritas yang bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau abnormal return. Marwata (2001: 154) menyatakan bahwa harga saham yang menjadi lebih rendah setelah stock split menyebabkan banyaknya transaksi yang akan dilakukan sehingga harga saham sering berubah dan memberikan peluang bagi investor untuk memperoleh abnormal return.

  Ketika kebijakan stock split memberikan informasi, pasar diharapkan akan bereaksi pada saat informasi tersebut diterima. Pasar menganggap informasi tersebut merupakan berita baik (good news) ditunjukkan dengan adanya abnormal

  return yang positif, artinya terjadi kenaikan harga saham perusahaan yang dapat

  meningkatkan return bagi pemegang saham. Jika pasar menganggap bahwa informasi tersebut merupakan berita buruk (bad news) maka abnormal return bernilai negatif, artinya terjadi penurunan harga saham (Almilia dan Emanuel, 2005: 3).

  Selain menggunakan abnormal return, reaksi pasar juga dapat dilihat dari perubahan volume perdagangan saham yang diukur dengan menggunakan

  Trading VolumeActivity (TVA).Survei yang dilakukan oleh Baker dan Gallagher

  (1980) dan Rozef (1998) dalam Rohana et al. (2003: 604) menunjukkan bahwa manajer cenderung menyebutkan alasan likuditas sebagai motivasi aktivitas stock

  split . Ikenberry et al. (1996) menyatakan bahwa stock split mengakibatkan

  terjadinya penataan kembali harga saham pada rentang yang lebih rendah. Dengan adanya stock split, harga saham akan menjadi lebih rendah sehingga akan menarik investor untuk memiliki saham tersebut. Menurut Copeland (1979), semakin banyak investor yang melakukan transaksi terhadap saham tersebut maka volume perdagangan saham akan meningkat sehingga saham semakin likuid.

  Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disusun model kerangka konseptual yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut:

  Abnormal Return Abnormal Return

  Sesudah Stock Split Sebelum Stock Split

  Trading Volume Trading Volume

  (TVA)

  Activity Activity (TVA)

  Sebelum Stock Split Sebelum Stock Split

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4Hipotesis Penelitian

  Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris(Suryabrata, 2006:21). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Terdapat perbedaanabnormal returnsaham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split H2: Terdapat perbedaan trading volume activity saham yang signifikan sebelum dan sesudah stock split

Dokumen yang terkait

BAB II URAIAN TEORITIS - Standar Operasional Membersihkan Kamar Pada Departemen Housekeeping Di Grand Swiss Belhotel Internasional Medan

1 6 21

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1Pengertian Banquet - Penanganan Peralatan Makan Dan Minum Pada Banquet Section Hotel Garuda Plaza Medan

1 2 12

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku - Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Balitaterhadap Kunjungan Ke Posyandu Diwilayah Kerja Puskesmas Tanjung Rejo Kec. Percut Sei Tuankabupaten Deli Serdangtahun 2014

0 1 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Balitaterhadap Kunjungan Ke Posyandu Diwilayah Kerja Puskesmas Tanjung Rejo Kec. Percut Sei Tuankabupaten Deli Serdangtahun 2014

0 0 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum - Pelaksanaan Angkutan Barang Dengan Peti Kemas Ditinjau Dari Aspek Yuridis (Studi pada PT Masaji Tatanan

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Angkutan Barang Dengan Peti Kemas Ditinjau Dari Aspek Yuridis (Studi pada PT Masaji Tatanan Container dan PT Silkargo Indonesia)

0 1 13

Pelaksanaan Angkutan Barang Dengan Peti Kemas Ditinjau Dari Aspek Yuridis (Studi pada PT Masaji Tatanan Container dan PT Silkargo Indonesia)

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Elektrokimia 2.1.1. Pengertian Elektrokimia - Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Korosi Logam Fe, Ni, Dan Cr Pada Korosi Baja SS 304 Dalam Medium Asam Sulfat ( H2SO4 ) 1M

1 1 21

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Nutrisi 1. Konsep Dasar 1.1. Nutrisi 1.1.1. Definisi nutrisi - Asuhan Keperawatan pada An. R dengan Prioritas Masalah Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh di Perumahan V

0 0 56

Analisis Perbedaan Abnormal Return dan Trading Volume Activity (TVA) Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split (Studi Kasus pada Perusahaan Go Public di BEI yang Melakukan Stock Split Tahun 2009-2013)

0 0 34