BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Balitaterhadap Kunjungan Ke Posyandu Diwilayah Kerja Puskesmas Tanjung Rejo Kec. Percut Sei Tuankabupaten Deli Serdangtahun 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Millennium Development Goals (MDGs) yaitu menanggulangi kemiskinan dan

  kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan, targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York. Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan. Tujuan Pembangunan Millenium atau

  

Millenium Development Goals (MDGs) berisikan tujuan kuantitatif yang mesti

  dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum (wordpress.com, 2012)

  Satu diantara kedelapan target/sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium

  

Development Goals ( MDGs ) yang sedang diupayakan untuk dicapai Indonesia adalah MDGs ke-4 yaitu menurunkan kematian anak-anak dibawah usia lima tahun. komunitas internasional melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB di New York pada bulan September tahun 2000 yang menghasilkan suatu deklarasi global yang disebut Deklarasi Milenium. Deklarasi tersebut disetujui oleh 189 negara dan ditandatangani oleh147 kepala pemerintahan, kepala negara dan tokoh-tokoh dunia ini menghasilkan 8 sasaran pembangunan milenium atau Millenium

  

Development Goals (MDGs). Kedelapan sasaran pembangunan milenium ini telah

  menjadi salah satu acuan penting yang ingin dicapai dalam pembangunan di Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2015 (Depkes, 2010).

  Salah satu upaya pemerintah di bidang kesehatan yang sedang digalakkan untukmenjembatani antara upaya-upaya pelayanan kesehatan professional dan non professional yang dikembangkan oleh masyarakat dan keluarga yakni melalui pos pelayanan terpadu yang dikenal dengan sebutan posyandu (Kesmas, 2011).

  Upaya untuk memasyarakatkan program posyandu di Era pemerintahan orde baru cukup gencar dikampanyekan ke masyarakat dengan slogan "Ayo keposyandu", namun di Era Reformasi berlangsung perkembangan posyandukelihatannya mengalami kemunduran, karena terkesan pembangunan politik dan ekonomi lebih diprioritaskan dari pada pembangunan sosial, akibatnya pembangunan kesehatan yang berbasis masyarakat sedikit terabaikan, sehingga dampaknya terhadap keberadaan posyandu seolah-olah menjadi "Hidup segan mati tak mau". Salah satu fakta di lapangan dapat kita lihat yaitu adanya kader yang bertugas kurang aktif dan jumlahnya tidak lengkap (Gemari,2005). Oleh karena itu telah diterbitkan Surat Juni 2000, yang merupakan pedoman Bupati/Walikota di Indonesia tentang revitalisasi posyandu. Di mana diharapkan akan mengembalikan kerja posyandu dan keaktifan-keaktifankader di dalamnya (Depkes RI, 2010)

  Hal ini berarti Indonesia harus berusaha mencapai target-target yang telah ditentukan pada kesepakatan tersebut pada 2015 mendatang. Untuk mencapai tujuan MDGs tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah (nasional dan lokal), kaum akademika, media, sektor swasta, komunitas donor, dan masyarakat sipil (wordpress.com, 2011).

  Perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya, seperti derajat kesehatan perorangan, kelompok maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas dan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2007).

  Guna lebih meningkatkan derajat kesehatan, Mendagri menginstruksikan Program Revitalisasi Posyandu melalui Surat Edaran No. 411.3/536/SJ tanggal 3 Maret 1999. Revitalisasi posyandu adalah upaya pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak, yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi kerja dan kinerja posyandu (Ferizal, 2007) .

  Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran , kemauan dan kesehatan yang optimal yang sebagai mana tercantum pada pasal 3 undang – undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam pelaksanaanya pembangunan kesehatannya lebih diarahkan pada upaya untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) (Ridwan , 2007)

  Pelaksanaanya pembangunan kesehatan tersebut melalui program – program kesehatan.. salah satu upaya menggerakkan masyarakat dalam keterpaduan ini di gunakan pendekatan melalui pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) yang pelaksananya secara oprasional di bentuklah pos pelayanan terpadu ( Posyandu) ini merupakan wadah titik temu antara pelayanan propisional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran. (Zulkifli. 2003).

  Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dengan usia dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Radiansyah. 2007, dalam Octaviani,Juniarti dan Mardiyah, 2008).

  Salah satu upaya cukup penting terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan jika ditelusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan gizi (Supariasa,2001, dalam Octaviana, Juniarti dam Mardiyah,2008).

  Salah satu dampak dari kurang aktifnya sarana pelayanan kesehatan seperti posyandu dapat mengakibatkan terjadinya kasus balita gizi buruk. Di Indonesia, menurut laporan UNICEF 2006 kasus gizi buruk menjadi 2,3 juta jiwa, atau meningkat dari 1,8 juta pada tahun 2004/2005. Peningkatan balita gizi buruk di Indonesia tersebut sangat mengkhawatirkan, karena dapat menyebabkan "lost generation " 2006 diperoleh tanggal 12 April 2008).

  Posyandu merupakan perpanjangan tangan puskesmas yang memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat. Posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat, yang menyelenggarakan sistem pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas manusia, secara empirik telah dapat memeratakan pelayanan bidang kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Peran posyandu sangat penting karena posyandu sebagai wahana pelayanan berbagai program. (Adisasmito, 2007, dalam Octaviana, Juniarti dan Mardiayah, 2008).

  Posyandu di Indonesia pada tahun 1985 baru berjumlah sekitar 25.000 Pos, setahun setelah pencanangan oleh Bapak Presiden meningkat menjadi 185.660 Pos tersebar di 33 provinsi di Indonesia sekitar 330.000. Posyandu digerakkan oleh para kader secara sukarela yang peduli dengan perkembangan kesehatan anak Indonesia (Depkes, 2013).

  Masalah yang ditemukan adalah : 1) rendahnya cakupan hasil penimbangan balita di Posyandu, 2) belum tersosialisasinya program-program upaya perbaikan gizi ke masyarakat, serta 3) masih rendahnya pengetahuan gizi yang dimiliki oleh masyarakat di desa. Pada umumnya, hal-hal tersebut diatas menjadi beban kader, yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan dan diatasi (Syaflini Anggidin, 2011).

  Posyandu di Indonesia pada tahun 1985 baru berjumlah sekitar 25.000 Pos, setahun setelah pencanangan oleh Bapak Presiden meningkat menjadi 185.660 Pos dan tahun 1996 menjadi 244.470 Pos. Hingga tahun 2013, jumlah posyandu yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia sekitar 330.000. Posyandu digerakkan oleh para kader secara sukarela yang peduli dengan perkembangan kesehatan anak Indonesia (Depkes, 2013)

  Masalah yang ditemukan adalah : 1) rendahnya cakupan hasil penimbangan balita di Posyandu, 2) belum tersosialisasinya program-program upaya perbaikan gizi ke masyarakat, serta 3) masih rendahnya pengetahuan gizi yang dimiliki oleh masyarakat di desa. Pada umumnya, hal-hal tersebut diatas menjadi beban kader, yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan dan diatasi (Syaflini Anggidin, 2011).

  Data dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) dikutip dari Prasetyo (2010)

menunjukkan bahwa terjadi penurunan sebesar 12% terhadap kunjungan posyandu

  

hingga 2006. Selain cakupan, kualitas layanan dari posyandu itu sendiri juga

menurun yang dengan indikasi adanya 14% penurunan cakupan pemantauan

pertumbuhan dari tahun 2000 hingga 2006, serta rendahnya kepemilikan kartu

menuju sehat (KMS). Sedangkan pada penelitian tahun 2010 di Posyandu Desa

Mendala Kecamatan Sirampong Jawa Tengah di dapatkan adanya penurunan jumlah

pengunjung. (Depkes RI,2006)

  Berdasarkan cakupan gizi di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2004 menurut Bina Gizi Masyarakat Provinsi Lampung (BGM-PL) (2004) bahwa telah dilakukan penimbangan terhadap 14.672 balita pada saat berumur di bawah lima tahun sedangkan 7229 balita (D/S) (49,27%) jumlah balita yang ada di Kabupaten Tanggamus tidak dilakukan penimbangan dari target yang diharapkan sebesar 80% yang berarti masih tingginya kecendrungan gizi kurang terhadap anak balita di Kabupaten Tanggamus.(Propil Kes.Kab Tanggamus 2004)

  Dinkes provinsi Lampung (2005) menegaskan bahwa dalam memantau pertumbuhan balita indikator yang digunakan adalah bayi ditimbang per jumlah seluruh balita yang ada (D/S) dan balita yang naik berat badan per bayi ditimbang (N/D). Pada tahun 2002 cakupan penimbangan balita (D/S) pada bayi 44,75% dan balita 30,10%, tahun 2003 terjadi peningkatan D/S: 47,98% dan N/D 79,26%, tahun 2004 D/S: 46,57% dan N/D: 78,37% dan tahun 2005 D/S: 57,96% dan N/D: 82.76%. Cakupan D/S dan N/D tahun 2003-2004 cenderung berfluktuatif naik turun, gerakan penimbangan balita harus terus digalakkan melalui penyuluhan, penggerakan masyarakat, revitalisasi posyandu & lain-lain. Tahun 2006 cakupan D/S pada bayi 74,9% dan N/D 63,5% dari masing-masing target sebesar 88,6%.(Dinkes,2005)

  Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara masalah gizi buruk

di Sumatera Utara tahun 2007 prevalensi gizi buruk adalah sebesar 4,4% dan

prevalensi gizi kurang 18,8%. Kasus gizi buruk sebenarnya dapat dicegah dan

diminimalkan asalkan si ibu membawa anak ke posyandu setiap bulan sekali untuk

memantau pertumbuhan dan perkembangan balita sebagai awal deteksidini

(Hasronifathurrahman, 2008).

  Data Provinsi Aceh jumlah posyandu sebanyak 6.000 buah, jumlahkader Posyandu sebanyak 4431 orang, sedangkan data Dinas KesehatanKota Sabang posyandu berjumlah 34 buah , Jumlah balita di kota sabang 3570 balita, yang aktif di posyandu 2223 anak balita. Posyandu di wilayah kerjapuskesmas sukakarya kota Sabang berjumlah 11 buah dari 6 desa, desa yang dimaksud adalah desa P.seunara dengan jumlah kader 9 orang, desa K.raya jumlah kader 9 orang, desa A.laot jumlah kader 6 orang, desa K.timu jumlah kader 8 orang, desa K.barat 10 orang, desa K.ateh jumlah kader 20 orang, dengan jumlah kader seluruhnya 70 orang namun yang aktif hanya 62 orang Melihat fenomena yang semakin menurunnya minat masyarakat

  

mengunjungi Jumlah balita di puskesmas sukakarya 1159 orang. Yang datang dan

  ditimbang 734 anak balita, yang tidak mengikuti posyandu ada 425 anak balita (Dinkes Kota Sabang, 2013).

  posyandu, hal ini berbeda dengan yang terjadi pada posyandu binaan

  

mengalami peningkatan kunjungan posyandu sebanyak 30%. Puskesmas Padang

Bulan Medan memiliki 6 posyandu binaan yaitu, Posyandu Titi Rante, Merdeka,

Babura, Padang Bulan, Darat, dan Posyandu Petisah Hulu yang semuanya aktif

puskesmas Padang Bulan Medan.

  WHO ( World Helath Organization ) pada tahun 2008 menyatakan sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara keempat terbesar di dunia dengan jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi DPT 3. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara prioritas yang di identifikasi oleh WHO dan UNICEF (United Nations Emergency Childrens Fund) untuk melaksanakan akselerasi dalam mencapai target 100% UCI Desa atau Kelurahan. Universal Child Imunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan berdasarkan RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Pemerintah berkomitmen untuk mencapai 100% desa mencapai UCI pada tahun 2014.

  Menurut KEPMENKES RI No. 482/MENKES/SK/IV tahun 2010, data dari beberapa hasil survey menunjukkan bahwa akses masyarakat ke program imunisasi yang diukur dengan cakupan BCG dan DPT 1 sudah cukup baik, tetapi yang menjadi persoalan umumnya adalah tingginya angka drop out. Bayi yang sudah mendapat imunisasi pertama tidak melengkapi imunisasi dasarnya, contohnya 20 % drop out dari BCG ke DPT3, 18 % drop out dari DPT 1 ke DPT3 (Data Hasil Survey, 2007).

  Angka ini menggambarkan terdapat sekitar 1 juta bayi di Indonesia yang tidak

  Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang dilakukan selama ini dititik beratkan pada penggunaan pesan-pesan gizi sederhana melalui kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat sendiri. Kegiatan tersebut dipusatkan di posyandu, yang merupakan UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat) yang paling memasyarakat dewasa ini. Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu : KB, KIA, Gizi, Imunisasi, dan penanggulangan diare dengan sasaran bayi, anak balita, pasangan usia subur dan ibu hamil. Penyuluhan kesehatan, pemberian makanan tambahan, tablet vitamin A dosis tinggi, pemberian oralit, dan terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap angka kematian bayi (Supariasa, 2001, dalam Octaviana, Juniarti dan Mardiyah,2008).

  Salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat melalui Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yakni pos pelayanan terpadu (Posyandu) (Hasdi, 2008).

  Sarana Kesehatan Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki 3 Puskesmas yaitu : 1. Puskesmas Bandar Khalipah terletak di desa Bandar Khalipah dengan mencakup wilayah kerja sebanyak 7 desa. 2. Puskesmas Kenangan terletak di desa kenangan dengan mencakup wilayah kerja sebanyak 2 desa dan 2 kelurahan. 3.

  Puskesmas Tanjung Rejo terletak di desa Tanjung rejo dengan mencakup wilayah

  Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti,di tiga posyandu. Dilihat bahwa kunjungan ibu balita ke posyandu rendah. Dilihat dari jumlah ibu balita di desa percut sei tuan sebanyak 68 ibu balita hanya 30 ibu balita yang mengunjungi posyandu.

  Hal ini mendasari perlunya mengetahui pengetahuan dan sikap masyarakat khususnya ibu balita di desa percut Sei Tuan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tentang pentingnya posyandu . Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang terkait dengan pengetahuan dan sikap masyarakat .

  Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006 dalam KepMenKes RI No. 852 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah setelah buang air besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%, sebelum memberi makan bayi 7%, dan sebelum menyiapkan makanan 6 %. Dan perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung

  

Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian

diare di Indonesia.

  Berdasarkan data dari puskesmas Tanjung Rejo ke Percut Sei Tuan bahwa puskesmas Tanjung Rejo memiliki 27 ( dua puluh tujuh) posyandu dan berdasarkan Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. persentase kunjungan posyandu menurut puskesmas Tanjung Rejo desa Percut Sei Tuan yang memiliki persentase kunjungan

  Hal ini mendasari perlunya mengetahui pengetahuan masyarakat khususnya ibu balita diwilayah kerja puskesmas Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tentang kesehatan balita . Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang terkait dengan pengetahuan masyarakat tentang pengetahuan dan sikap ibu balita terhadap kunjungan ke posyandu Tanjung Rejo Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

  1.2 Rumusan Masalah

  Dari latar belakang di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa rendahnya kunjungan posyandu yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan seperti diare dan gizi buruk yang diderita oleh anak balita. Melihat latar belakang ini peneliti ini melihat apakah pengetahuan dan perilaku ibu balita mempunyai hubungan positif terhadap kunjungan posyandu di wilayah kerja puskesmas Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2013?.

  1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu balita dengan perilaku mengunjungi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas percut seituan kecamatan Deli Serdang Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus a.

  Untuk mengetahui pengetahuan ibu balita dengan perilaku mengunjungi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas b.

  Untuk mengetahui sikap ibu balita dengan perilaku mengunjungi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas .

  c.

  Mengetahui hubungan pengetahuan ibu balita terhadap perilaku mengunjungi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas .

  d. mengetahui hubungan sikap ibu balita dengan perilaku mengunjungi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas

1.3.3 Manfaat Penelitian a.

  Bagi Puskesmas Tanjung Rejo sebagai bahan pertimbangan untuk lebih menggalakkan lagi upaya promosi kesehatan pengetahuan bagi Ibu Balita khususnya di wilayah kerja puskesmas b. Untuk kepentingan masyarakat khususnya Puskesmas Tanjung Rejo c. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam hal kesehatan khususnya tentang kunjungan Ibu Balita terhadap kunjungan Posyandu d.

  Untuk pengembangan ilmu pengetahuan e. Sebagai masukan referensi untuk penulis / peneliti selanjutnya