Analisis Kadar Klorida (Cl) Pada Air Reservoir Hamparan Perak dengan Metode Argentometri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

  Air dapat berwujud padatan (es), cairan, dan gas (uap air). Dimana air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus H

  2 O yang

  memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia (Achmad, 2004).

  Air yang digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari adalah air bersih, berdasarkan PERMENKES RI NO 416/MENKES/PER/IX/1990 dimana air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih ini diperoleh dari air tanah yang terdiri dari air sumur gali atau sumur bor, air hujan, air ledeng, serta dari sumber mata air. Sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Effendi, 2003).

  Menurut peruntukkanya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi a.

  Golongan A yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

  b.

  Golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

  c.

  Golongan C yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.

  d.

  Golongan D yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik tenaga air (Kristanto, 2002).

2.2 Pencemaran Air

  Air di permukaan bumi ini terdiri atas 97% air asin di lautan, 2% masih berupa es, 0,0009% berupa danau, 0,00009% merupakan air tawar di sungai dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu, air merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi ini (Nugroho, 2006).

  Suatu perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sekaligus merupakan habitat dari berbagai jenis makhluk hidup, baik yang berukuran besar seperti ikan dan berbagai jenis makhluk hidup berukuran kecil (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Perairan alami mempunyai sifat yang dinamis dan aliran energi yang kontinyu selama sistem di dalamnya tidak mengalami gangguan atau hambatan, antara lain dalam pencemaran (Nugroho,

  Seiring dengan menigkatnya kemajuan di sektor industri, semakin meningkat pula masalah pencemaran di Indonesia. Masuknya limbah industri ke dalam suatu perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan tersebut (Nugroho, 2006).

2.2.1 Komponen Pencemaran Air

  Meskipun rumus kimia air murni di lingkungan laboratorium adalah H

  2 O

  namun kenyataannya di alam, rumus kimia tersebut seolah-olah berubah menjadi H

2 O + X. Dalam hal ini, X merupakan komponen-komponen yang masuk atau

  dimasukkan ke dalam badan air sehingga menyebabkan perairan menurun kualitasnya dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Komponen tersebut dapat berupa komponen non-biologis dan komponen biologis (Nugroho, 2006).

  Komponen non-biologis dapat berupa pupuk/nutrient tanaman, sampah/padatan, minyak, bahan radioaktif, senyawa anorganik dan mineral, termasuk logam-logam berat serta komponen organik sintetik seperti residu pestisida dan deterjen. Komponen biologis dapat berupa mikroba, khususnya mikroba yang bersifat merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya, seperti bakteri patogen dan bakteri pencemar (Nogroho, 2006).

2.2.2 Dampak Pencemaran Air

  Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton dan plankton.

  Dengan menurunnya atau punahnya organisme tersebut maka sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis perairan (ekosistem) mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan. Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi (Nugroho, 2006).

  Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti timbulnya bau, menurunnya keanekaragaman dan mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, Karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen-komponen beracun (Nugroho, 2006).

2.2.3 Parameter Uji Kualitas Air

  Untuk mengetahui apakah suatu perairan tercemar atau tidak, diperlukan serangkaian tahap pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut.

  Beberapa parameter uji yang umumnya harus diketahui, yaitu: a.

  Nilai keasaman (pH) dan alkalinitas Umumnya air yang normal memiliki pH sekitar netral, berkisar antara 6 hingga 8. Air limbah atau air yang tercemar memiliki pH sangat asam atau pH cenderung basa, tergantung dari jenis limbah dan komponen pencemarnya.

  b.

BOD/COD

  BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup di dalam air untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan pencemar di dalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan pencemar tersebut. COD (Chemical Oxigen

  Demand ), merupakan uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu suatu

  uji berdasarkan reaksi kimia tertentu untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (misalnya kalium dikromat) untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.

  c.

  Suhu Kenaikan suhu tersebut akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Naiknya suhu air yang relatif tinggi seringkali ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama kelamaan dapat menyebabkan kematian ikan dan hewan lainnya.

  d.

  Warna, rasa, dan bau Air yang normal tampak jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air yang tidak jernih seringkali merupakan petunjuk awal terjadinya polusi di suatu perairan. Rasa air seringkali dihubungkan dengan bau air. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut, ganggang, plankton, tumbuhan air dan hewan air, baik yang masih hidup maupun yang mati.

  e.

  Jumlah padatan Padatan yang dapat mencemari air, berdasarkan ukuran partikel dan sifat- sifat lainnya dapat dikelompokkan menjadi padatan terendap (sediman), padatan tersuspensi dan padatan yang terlarut. Padatan yang mengendap terdiri dari partikel-partikel yang berukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan tersebut terbentuk biasanya merupakan akibat erosi. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi berukuran lebih kecil dan lebih ringan daripada padatan terendap. Padatan terlarut terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air seperti gula dan garam-garam mineral hasil buangan industri kimia.

  f.

  Kehadiran mikroba pencemar Air merupakan habitat berjenis-jenis mikroba, seperti alga, protozoa dan bakteri. Dari sekian banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan manusia, ada beberapa jenis mikroba yang sangat tidak dikehendaki kehadirannya karena mikroba tersebut berasal dari kotoran manusia dan hewan berdarah panas lainnya. Mikroba tersebut dapat berperan sebagai bioindikator kualitas perairan dan secara khusus akan dibahas pada bab selanjutnya.

  g.

  Kandungan minyak dan lemak Meskipun minyak mengandung senyawa volatile yang mudah menguap, namun masih ada sisa minyak yang tidak dapat menguap. Karena minyak tidak dapat larut dalam air, maka sisa minyak akan tetap mangandung di air, kecuali jika minyak tersebut terdampar ke pantai atau tanah di sekeliling sungai. Minyak yang menutupi permukaan air akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Selain itu, lapisan minyak juga dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan rantai makanan di dalam air.

  h.

  Kandungan bahan radio aktif Meskipun jarang terjadi, namun pada perairan yang dekat dengan industri peleburan dan pengolahan logam seringkali ditemukan bahan radio aktif seperti uranium, thorium-230 dan radium-226. Komponen-komponen tersebut dapat terlarut dalam air hujan dan masuk ke sumber-sumber air yang ada. Komponen radioaktif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara. Semua radio aktif menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, diantaranya dapat menyebabkan gangguan pada fungsi syaraf, gangguan dalam pembelahan sel yang menyebabkan kanker serta gangguan dalam pembentukan sel-sel darah yang menyebabkan anemia. i.

  Kandungan logam berat Logam berat (heavy metals) atau logam toksik (toxic metals) adalah terminologi yang umumnya digunakan untuk menjelaskan sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan tergolong berbahaya bila masuk ke dalam tubuh makhluk hidup. Logam berat yang terdapat baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut juga sebagai trace metals. Trace metals seperti Kadmium (Cd), Timbal (Pb), dan Merkuri (Hg) mempunyai berat jenis sedikitnya lima kali lebih besar daripada air. Logam-logam berat yang sering dijumpai dalam lingkungan perairan yang tercemar limbah industri adalah merkuri atau air merkuri (Hg), Nikel (Ni), Kromium (Cr), Kadmium (Cd), Arsen (As), dan Timbal (Pb). Logam-logam tersebut dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organism dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi. Selanjutnya, menurut sifat toksisitasnya unsur-unsur dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan, yaitu:

  • C, P, Fe, Cl, Br, F, Li, Rb, Sr, Al, dan Si.

  Unsur-unsur yang tidak bersifat toksik, yaitu: Na, K, Mg, Ca, H, O, N,

  • Te, Pd, As, Cd, Pt, Au, Ti, Pb, Jb, dan Bi.

  Sangat toksik dan mudah dijumpai, yaitu: Be, Co, Ni, Cu, Zn, Sn, As,

  • W, Nb, Ta, Re, Ga, La, Rh, Ir, Ru, dan Br.

  Sangat toksik tetapi tidak larut dan sukar dijumpai, yaitu: Ti, Ht, Zr,

  Logam berat sebagai salah satu sumber pencemar anorganik yang masuk ke dalam perairan tersebut dapat berasal dari: Pelapukan batuan yang mengandung logam berat pencemaran ini

  • berasal alamiah.

  Industri yang memproses biji tambang.

  • Pabrik-pabrik dan industri yang mempergunakan logam berat di dalam
  • proses produksinya.

  Pencucian logam dari sampah baik sampah organik maupun anorganik

  • tidak sengaja mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh logam berat.

  Logam berat yang berasal dari eksheta manusia dan hewan karena

  Meskipun manusia tidak secara langsung mengkonsumsi logam berat, namun secara tidak langsung logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum dan makanan yang dikonsumsinya. Air yang tersimpan pada malam hari di dalam pipa-pipa saluran air dapat menyebabkan meresapnya timbal dan kadmium dari pipa ke dalam air yang akan dikucurkan (Nugroho, 2006).

2.3 Pengolahan Air

  Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat, PDAM melakukan pengolahan terhadap air baku dari beberapa sumber yaitu mata air dan air sungai. Adapun proses pengolahannya dimulai dari pengambilan air baku melalui intake. Intake tersebut mempunyai saringan untuk menyaring sampah- sampah kasar yang ada di air baku. Kemudian air baku dialirkan ke dalam

  

Presentlink Tank (bak pengendap). Disini air baku diberi gas chlorine yang

  berguna mengoksidasi zat-zat anorganik dan juga sebagai desinfektan atau pembunuh bakteri. Setelah itu air baku dipompakan ke Splitter Box melalui Raw

  

Water Pumping Station (rumah pompa air baku). Di dalam Splitter Box air baku

  ditambahkan tawas dengan kadar yang sesuai dengan kondisi air baku. Larutan tawas ditambahkan dengan memakai Dossing Pump. Kemudian air secara gravitasi dialirkan ke Clarifier. Di dalam Clarifier terjadi pembentukan flok, dimana bahan koagulan atau tawas akan mengikat koloidal atau logam halus yang alat untuk mempercepat proses pembentukan flok. Disini juga terjadi pemisahan antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent lalu dilanjutkan ke Filter. Filter berfungsi untuk menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari Clarifier. Media filter ini terdiri dari bahan-bahan batuan, kerikil dan pasir kuarsa. Kemudian air bersih yang keluar dari filter ditampung di dalam reservoir.

  Air bersih yang ada didalam reservoir ditambahkan lagi dengan kaporit dan kapur melalui Dossing Pump. Larutan kapur berfungsi untuk mengatur pH air bersih agar sesuai dengan kualitas air bersih yang dibolehkan untuk diminum. Larutan kaporit disuntikkan ke reservoir apabila Chlorination (ruang klorin) tidak berfungsi. Akhirnya melalui Finish Water Pump Station (rumah pompa air bersih), air bersih dialirkan dari reservoir melalui pipa transmisi ke pelanggan.

  Dalam pengolahan juga terdapat berbagai kesulitan, antara lain: a. Adanya fosfat yang berlebihan dapat mengakibatkan kesulitas di dalam pengendapan oleh flokulan. Dosis flokulan harus diperbesar, dengan demikian biaya untuk membeli flokulan sebagai koagulan naik dan biaya produksi naik pula.

  b.

  Zat-zat organik, algae, plankton dan mikroba-mikroba nitrifikasi yang sangat halus dapat mengakibatkan kesulitan pada proses pengendapan dengan flokulan biasa, tetapi akan mengendap apabila di aerasi (menghembuskan oksigen / udara ke dalam cairan).

  Tetapi di musim penghujan konsentrasi bahan-bahan penyebab kesulitan juga cukup deras untuk mencegah pertumbuhan algae dan plankton. Namun ini tidak berarti bahwa pekerjaan instalasi menjadi ringan, pekerjaan instalasi tetap berat hanya saja hasil pengolahannya dapat berkualitas lebih baik.

  Pengolahan air merupakan suatu usaha menjernihkan air dan meningkatkan mutu air agar dapat diminum. Proses pengolahan air meliputi 4 (empat) tahap yaitu: 1.

  Proses pemurnian air yaitu suatu proses merubah keadaan air dari keruh, berbau dan berwarna, pH beraneka menjadi air yang jernih, bebas dari keruh, berbau dan berwarna serta pH yang netral.

  2. Proses desinfeksi yaitu proses agar kuman patogen yang berada dalam air dipanaskan. Cara yang dipakai dalam proses desinfeksi adalah sebagai berikut: a.

  Klorinsasi: Air setelah mengalir melalui filter pasir cepat maka air tersebut akan diberi klor 60% dengan perbandingan satu kubik air diperlukan klor sebanyak 5 gram. Dalam pemakaian klor cenderung meningkat keasaman air maka terdapat reaksi.

  H

  2 O + Cl

  

2 HCl + HClO

  HClO HCl + [O] Pemakaian Cl bertujuan membasmi kuman dan [O] yang terbentuk juga membantu pembasmian kuman. HCl yang terbentuk dalam pemakaian Cl

  2 akan menambah keasaman air dan dapat merusak pipa yang terbuat dari logam. b.

  Ozonisasi: Air yang mendapat ozon atau ozonisasi, kuman-kuman yang terkandung di dalamnya akan mati. Cara ozonisasi air mengalir melalui suatu penekanan, ozon (O 3 ) akan larut di dalam air.

  H

  2 O + O

  3 H

  2 O + O 2 + [O] c.

  Proses ultravioletisasi: Melalui penyinaran ultraviolet dengan intensitas cahaya pada air yang sedang mengalir maka kuman-kuman yang terdapat di dalam air akan mati.

  3. Proses filtrasi : Proses ini terhadap zat atau unsur mineral dan kuman patogen. Filter yang dimaksud adalah sebagai berikut: a.

  Filter karbon aktif: Filter ini menggunakan karbon aktif berbentuk bubuk atau butiran.

  b.

  Filter keramik: Filter ini terbuat dari bahan dasar keramik atau bubuk halus kemudian dibentuk menjadi keramik.

  c.

  Filter selaput disebut juga filter membran, ada tiga macam filter selaput yaitu filter selaput selulosa asetat, filter selaput selulosa

  triacetate dan filter resin poliamida.

  d.

  Filter pasir karang aktif.

  4. Proses pengaturan pH air: pH air normal berkisar 6,5 – 9,2. Apabila pH kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2 akan mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami korosif sehungga pada akhirnya air tersebut akan menjadi racun terhadap pertumbuhan manusia (Gabriel, 2001).

2.4 Klorida (Cl)

  Klorida adalah senyawa halogen klor (Cl). Toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Misalnya NaCl sangat tidak beracun, tetapi karbonil klorida sangat beracun. Di Indonesia, klor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak Cl akan menimbulkan rasa asin, korosi pada pipa sistem penyediaan air panas. Sebagai desinfektan, residu klor di dalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi klor ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa karsinogenik. Oleh karena itu, di berbagai Negara maju sekarang ini, kloronisasi sebagai proses desinfeksi tidak lagi digunakan (Slamet, 1994).

  Klorida banyak dijumpai dalam pabrik industri kaustik soda. Bahan ini berasal dari proses elektrolisa, penjernihan garam dan lain-lain. Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor bebas berfungsi desinfektan, tapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion natrium menyebabkan air menjadi asin dan merusak pipa-pipa instalasi (Gintings, 1992).

  Konsentrasi maksimum yang dibolehkan dalam air 250 mg/l. Kadar yang berlebihan menyebabkan air asin rasanya. Rasa asin akan bertambah akibat adanya limbah yang mencemari air (Sutrisno, 2007).

  Konsentrasi 250 mg/l unsur ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan banyak cara. Kemampuan melarutkan pada air untuk melarutkan klorida dari humus (topsoil) dan lapisan-lapisan yang lebih dalam. Percikan dari laut terbawa ke pedalaman sebagai tetesan atau sebagai Kristal-kristal garam kecil, yang dihasilkan dari penguapan air dalam tetes-tetes tersebut. Sumber-sumber ini secara tetap mengisi klorida di daerah pedalaman di mana mereka jatuh (Sutrisno, 2007).

  Kotoran manusia, khususnya urin, mengandung klorida dalam jumlah kira- kira sama dengan klorida yang di konsumsi lewat makanan dan air. Jumlah ini rata-rata kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl dalam air bekas (sewage) kira-kira 15 mg/l di atas konsentrasi dalam air yang membawanya, di samping itu banyak air buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup.

  Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia. US Public Health Service menyatakan bahwa klorida hendaknya dibatasi sampai 250 mg/l dalam air yang akan digunakan oleh umum. Sebelum prosedur pemeriksaan bakteriologis berkembang percobaan kimia untuk klorida dan nitrogen, dalam berbagai bentuk, digunakan sebagai dasar dalam pendektesian kontaminasi air tanah oleh air bekas (Sutrisno, 2007).

  Klorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan. Unsur ini

  • apabila berikatan dengan ion Na dapat menyebabkan rasa asin, dan dapat merusak pipa-pipa air. Konsentrasi maksimal klorida dalam air yang ditetapkan sebagai standar persyaratan oleh Dep. Kes. RI adalah sebesar 200,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang dianjurkan, dan 600,0 mg/l sebagai konsentrasi maksimal yang diperbolehkan (Sutrisno, 2007).

2.5 Argentometri

  Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO

  3 ) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan

  metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:

  AgNO

  3 + Cl¯ AgCl +NO 3 ¯ (s)

  Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna

  • merah dengan adanya kelebihan ion Ag (Rohman, 2007).

  Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi kembali. Perak Nitrat (AgNO

  3 ) berlebihan ditambahkan ke sampel yang

  mengandung ion klorida atau bromida. Sisa AgNO

  3 selanjutnya dititrasi kembali dengan amonium tiosianat menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat.

  Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara titrasi kembali adalah sebagai berikut: AgNO

  3 berlebih + Cl¯ AgCl ( + NO 3 ¯ s)

  Sisa AgNO + NH SCN AgSCN + NH NO

  3 4 (s)

  4

  3

  3NH SCN + FeNH (SO ) Fe(SCN) merah + 2(NH ) SO

  4

  4

  4

  3

  4

  2

  4 Sebelum dilakukan titrasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih dahulu

  atau dilapisi dengan penambahan dietilftalat untuk mencegah disosiasi AgCl oleh ion tiosianat. Halogen yang terikat dengan cincin aromatis tidak dapat dibebaskan dengan hidrolisis sehingga harus dibakar dengan labu oksigen untuk melepaskan halogen sebelum dititrasi (Rohman, 2007).

2.5.1 Metode-metode Dalam Titrasi Argentometri

  Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, metode K. Fajans dan metode Leibig.

1. Metode Mohr

  Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.

  Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah dengan menambahkan CaCO

  3 atau NaHCO 3 secara berlebihan.

  Untuk larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebihan CaCO

  3 . Kerugian metode Mohr adalah: a.

  Bromida dan Klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau.

  b.

  Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat dan arsenat juga akan mengendap.

  c.

  Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer. d.

  Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggojongan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.

  Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perak iodida (AgI) akan muncul (Rohman, 2007).

2. Metode Volhard

  Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau amonium tiosianat yang mempunyai hasil kali kelarutan

  • 13

  7,1 x 10 . Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi(III)-tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkam menjadi Fe(OH)

  3 jika

  suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan. pH larutan harus dibawah 3. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7 – 1% sebelim titik ekivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diadsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat. Metode Volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida. Bromida dan iodida dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Rohman, 2007).

  3. Metode K. Fajans Pada metode ini digunakan indikator adsorbs, yang mana pada titik ekivalen, indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan.

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak jelas. Ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan pengendap. Ion indikator harus tidak teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai (Rohman, 2007).

  4. Metode Leibig Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogkan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut (Rohman, 2007).

  Cara Leibig hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan- lahan. Cara Leibig ini tidak dapat dilakukan pada keadaan larutan amoni- alkalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH

  3 ) 2+

  yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambhakan sedikit larutan kalium iodida (Rohman, 2007). Dalam Farmakope Indonesia, titrasi argentometri digunakan untuk penentuan kadar: amonium klorida, feneterol hidrobromida, kalium klorida, klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan sediaan tabletnya, natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida, dan tiamfenikol (Rohman, 2007).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Umum - Analisis Daya Dukung Mini Pile Pada Proyek Pembangunan Ruko Northcote Condominium Block-D

0 0 55

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proyek - Analisis Daya Dukung Mini Pile Pada Proyek Pembangunan Ruko Northcote Condominium Block-D

0 0 6

ANALISIS DAYA DUKUNG MINI PILE PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO NORTHCOTE CONDOMINIUM BLOCK-D TUGAS AKHIR - Analisis Daya Dukung Mini Pile Pada Proyek Pembangunan Ruko Northcote Condominium Block-D

0 0 14

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Umum - Evaluasi Penggunaan Koleksi Literatur Anak Pada Badan Perpustakaan Arsip Dan Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Kecil - Analisis Pengaruh Pemadaman Secara Berkala Oleh PLN Terhadap Kegiatan Usaha Mikro Di Kecamatan Medan Baru

0 0 22

Analisis Pengaruh Pemadaman Secara Berkala Oleh PLN Terhadap Kegiatan Usaha Mikro Di Kecamatan Medan Baru

0 1 12

BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri - Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Gangguan Aman Nyaman: Nyeri pada Post Sectio Caesaria di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 25

BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV A. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan - Analisis Swot Sebagai Dasar Penentuan Strategi Bersaing Pada Pt. Perkebunan Nusantara Iv

0 6 26

Pengaruh Penggorengan Terhadap Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Kelapa Dan Minyak Jagung

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng 2.1.1. Pengertian Minyak Goreng - Analisis Kadar Stanum (Sn) Pada Minyak Goreng Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 13