BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Umum - Analisis Daya Dukung Mini Pile Pada Proyek Pembangunan Ruko Northcote Condominium Block-D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Umum Semua konstruksi yang direncanakan akan didukung oleh tanah,

  termasuk gedung-gedung, jembatan, urugan tanah (earth fills), serta bendungan tanah, tanah dan batuan, dan bendungan beton, akan terdiri dari dua bagian. Bagian-bagian ini adalah bangunan atas (superstructure), atau bagian atas, dan elemen bangunan bawah (substructure) yang mengantarai bangunan atas dan tanah pendukung. Pondasi dapat didefinisikan sebagai bangunan bawah dan tanah dan/atau batuan disekitarnya yang akan dipengaruhi oleh elemen bangunan bawah dan bebannya (Bowlesh, J. E.,

  1991 ). Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan

  suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (superstructure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan terhadap berat sendiri, beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan.

  Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, J. E., 1991).

  Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

  Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan

  5 yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya. Tiang Pancang umumnya digunakan :

  1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi terlibat.

  2. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

  3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

  4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

  5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

  6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

  7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut.

  Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).

2.3. Defenisi Tanah

  Tanah selalu mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan, seperti tembok/dinding penahan tanah (Sosrodarsono, S. dan Nakazawa, K., 1983 ).

  Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

  Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.

  Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially

  saturated ). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo H. C., 1996).

2.4. Macam-macam Pondasi

  Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya.

  Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:

  1. Pondasi Dangkal Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung seperti :

  1. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom (Gambar 2.1b).

  2. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.1a).

  3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.1c).

  2. Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:

  1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.1d), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).

  2. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.1e). Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J. E., 1991).

  (a) (b)

  (c) (d) (e)

Gambar 2.1 Macam-macam tipe pondasi:

  (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang (Hardiyatmo, H. C.,1996)

2.5. Penggolongan Pondasi Tiang

  Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu 2.12.1.

   Pondasi tiang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya

  Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara lain : A.

   Tiang pancang kayu

  Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.

  Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.

  Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.

B. Tiang pancang beton Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya.

  Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu: a. Precast Reinforced Concrete Pile

  Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton

  bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

  Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Tiang pancang beton precast concrete pile

  (Bowles, J. E., 1991)

  (a)

  (b)

  Gambar2.3: Tiang Pancang Precast Triangular concrete pile a.

   Precast Triangular concrete pile b. Tabel Spesifikasi Precast Triangular concrete pile

  b. Precast Prestressed Concrete Pile Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.3). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile

  (Bowles, J. E., 1991)

  c. Cast in Place

  Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat

  dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

  1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

  2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

C. Tiang pancang baja Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H.

  karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

  Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.

  a. Pada tanah yang memiliki texture tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.

  b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oxygen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air.

  c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena

  

Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada

  lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang- kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air tanah terendah.

  Karat /korosi yang terjadi karena udara ( atmosphere corrosion ) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.  Keuntungan pemakaian Tiang Pancang Baja.

  • Tiang pancang ini mudah dalam dalam hal penyambungannya.
  • Tiang pancang ini memiliki kapasitas daya dukung yang tinggi.
  • Dalam hal pengangkatan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.

   Kerugian pemakaian Tiang Pancang Baja.

  • Tiang pancang ini mudah mengalami korosi.
  • Bagian H pile dapat rusak atau di bengkokan oleh rintangan besar.

D. Tiang pancang komposit

  Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.

1. Water Proofed Steel and Wood Pile.

  Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.

  Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen.

  Adapun cara pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut :

  a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah.

  b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

  c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

  Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut: a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

  b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

  c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing.

  d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

  e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.

3. Composit Ungased – Concrete and Wood Pile.

  Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:  Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.  Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.

  Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut: a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )

  b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

  c. Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.

  d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tiang pancang kayu tersebut.

  e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah.

  f. Tiang pancang composit telah selesai. Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile

  Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:  Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.

   Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

  Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

  a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik. b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.

  c. Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli.

  d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

  e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

  Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja. Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut: a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan

  drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.

  b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.

  c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

  d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.

2.12.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

  Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

  Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :

  1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

  2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

  3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan:

  a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.

  b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang.

  c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

  d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

  Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

  1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

  2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain : a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

  b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

2.5. Hidrolik Sistem

  Hidrolik system adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana system ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand.

  System ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan parallel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa alat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan kedalam tanah. Dalam system ini tiang akan tertekan secara kontinu kedalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

  Penempatan system penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok-balok beton atau plat-plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

  Keunggulan teknologi hidrolik system ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah:

  1. Bebas getaran Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

  2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena system ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenagan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. Hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly).

  3. Daya dukung aktual per tiang diketahui Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan-lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic

  jacking system , daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor

  langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan hydraulic sepanjang proses pemancangan berlangsung.

  jacking system

  4. Harga yang ekonomis Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan extra penahan impact pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan system pemancangan yang simple dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

  5. Lokasi kerja yang terbatas Dengan tinggi alat yang relative rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor, atau lokasi kerja yang terbatas, alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja. Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah:

  1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan;

  2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan);

  3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang jadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja.

  4. Pergerakan hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relative lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

2.6. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek

  Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam (Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu :

  1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2.4a).

  2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.4b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

  (a) (b)

Gambar 2.5 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya

  (Hardiyatmo, H. C., 2002) 2.7.

   Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)

  Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.6.

  Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Daya dukung kelompok tiang sangat bergantung pada penentuan bentuk pola dari susunan tiang pancang kelompok dan jarak antara satu tiang dengan tiang lainnya.

  Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka intensitas tekanan bergantung pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika cukup besar sering kali tidak praktis karena poer di cor di atas kelompok tiang pancang (pile group) sebagai dasar kolom untuk menyebarkan beban pada beberapa tiang pancang dalam kelompok tersebut. Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga:

  1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar.

  2. Gaya bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.

  3. Penurunan yang dialami oleh poer merupakan bersifat permanen, dan terjadi dua penurunan yakni penurunan seketika (immediate) dan penurunan konsolidasi.

  (a) (b)

Gambar 2.6 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal,

  (b) Untuk dinding pondasi ( Bowles, J. E., 1991)

  Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. adalah:

  S ≥ 2,5 D

  S ≥ 3 D

Gambar 2.7 Jarak antar tiang dalam kelompok

  (Sardjono, H. S., 1988)

  Dimana : S = Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (spacing) D = Diameter tiang.

  Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan- pertimbangan sebagai berikut :

  1. Bila S < 2,5 D Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.7) akan menyebabkan :

  a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

  b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.

  2. Bila S > 3 D Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).

  Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap- tiap kolom portal.

  Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

  Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.

Gambar 2.8 Pengaruh tiang akibat pemancangan

  

(Sardjono, H. S., 1988)

  Tabel II.1: Jarak tiang minimum (Teng, 1962)

  Fungsi tiang Jarak as – as tiang minimum

  Tiang dukung ujung dalam tanah keras 2 – 2,5d, atau 75 cm Tiang dukung ujung pada batuan keras 2d, atau 60 cm Tiang gesek 3 – 5d, atau 75cm

  Tabel diatas memberikan jarak tiang minimum yang dibutuhkan untuk menekan biaya pembuatan pelat penutup tiang (pile cap) yang disarankan oleh Teng (1962).

  Pada jenis tanah tertentu seperti tanah pasir padat, tanah plastis, lanau jenuh dan lain-lainnya, jarak tiang yang terlalu dekat menyebabkan bahaya gerakan tanah secara lateral dan penggembungan tanah. Sedangkan pada pasir tidak padat, jarak yang terlalu dekat lebih disukai karena pemancangan dapat memadatkan tanah disekitar tiang. Jarak tiang yang dekat dapat mengurangi pengaruh gesek dinding negatif.

2.7.1. Analisa Gaya yang Bekerja Pada Tiang Pancang

  Pondasi tiang pancang mempunyai bentuk yang sebenarnya sama, hanya berbeda didalam meneruskan gaya – gaya yang bekerja ke tanah dasar pondasi. Penerusan gaya – gaya ke tanah dasar pondasi melalui tiang, yakni beban diteruskan melalui ujung tiang lekatan atau gesek pada dinding tiang. Bila kapasitas dukung rendah, maka bangunan akan terperosok masuk ke dalam tanah, sedangkan bila kapasitas dukung tiang terlalu besar, maka bangunan tersebut kurang ekonomis.

  Untuk mengetahui beban yang dipikul kelompok tiang pancang yang menimbulkan gaya vertikal, horizontal dan momen satu arah maka perhitungan tersebut dihitung sebagai berikut :

  M . x V y i

  P maks = ± ………………………………… (2.1) 2

  n η . Σ x

  Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban vertikal dan momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang.

Gambar 2.9 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y

  Sumber : Sardjono Hs, 1988

  Sedangkan tiang yang menerima momen lebih dari satu arah (dua arah) penurunan rumusnya adalah :

  M . x V y i M . y x i

  P

  

1 = ± ± …………………………………... (2.2)

2 2 n x y

  Σ Σ Dimana : P

  1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

  V = Jumlah beban vertikal (ton) N = Jumlah tiang pancang M x = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu x (tm) M = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y (tm)

  y

  X i = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X (m)

  Y i = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y (m)

  2

  2

  = Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x (m ) ∑x

  2

  2

  = Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y (m ) ∑y 2.7.2.

   Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang

  Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

  Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja (Gambar 2.12a).

  Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok (Gambar 2.12b).

  Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor.

  (a) (b)

Gambar 2.10 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang :

  (a) Tiang tunggal, (b) Kelompok tiang

   Sumber : Hardiyatmo, 2002

  Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9. Menurut Coduto (1983), effisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor, diantaranya:

  1. Jumlah tiang, panjang, diameter, dan terutama jarak antara as tiang.

  2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).

  3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.

  4. Urutan pemasangan tiang.

  5. Macam tanah.

  6. Jangka waktu setelah pemancangan.

  7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah. Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Q g = E g . n . Q a ………………………………………….. (2.3) Dimana : Q g = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan.

  E g = Efisiensi kelompok tiang. n = Jumlah tiang dalam kelompok. Q a = Beban maksimum tiang tungga l. Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.

  Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaan-persamaan efisiensi tiang tersebut, yang disarankan oleh :

  • Converse-Labarre Formula

  − + nm m n ( ' 1 ). ( 1 ). '

  E = 1 – …………………………… (2.4)

  g

  θ

  m n 90 . . '

  Dimana : E = Efisiensi kelompok tiang.

  g m = Jumlah baris tiang.

  n' = Jumlah tiang dalam satu baris.

  θ = Arc tg d/s, dalam derajat. s = Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.13) d = Diameter tiang.

  • Metode Los Angeles Group E g = 1-

  ….(2.5) Dimana : E g = Effisiensi kelompok tiang m = Jumlah baris tiang n’ = Jumlah tiang dalam satu baris s = Jarak pusat ke pusat tiang d = Diameter tiang

Gambar 2.11 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang

  

Sumber : Hardiyatmo, 2002

  2,5d – 3d (a) (b)

  Gambar : 2.11. Distribusi tekanan dalam tanah untuk tiang dukung ujung (Chellis) (a). Distribusi Tekanan tiang tungggal (b).Tumpang tindih tekanan

  Pada tiang dukung ujung, beban struktur didukung sepenuhnya oleh lapisan tanah keras yang terletak pada dasar atau ujung bawah tiang (gambar 2.11.a). Distribusi tekan yang ditunjukan dua tiang dukung ujung dengan gelembung tekanan. Intensitas tekanan pondasi tiang pada bagian dalam lebih besar oleh akibat tumpang tindih (overlapping) tegangan dari masing – masing tiang. Jika jarak tiang diantara 2,5 – 3d tumpang tindih tegangan dapat menyebabkan penurunan lokal ini dapat dihindari (Gambar 2.11.b).

2.8. Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Hasil Sondir

  Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

  Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff. Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

  Q ult = (q c x A p )+(JHL x K

  11 ) ......................................................... (2.6)

  Dimana : Q = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.

  ult q c = Tahanan ujung sondir.

  A p = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K 11 = Keliling tiang.

  Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

  q xA JHLxK c c 11

  • Q ijin = .............................................................. (2.7)

  3

5 Dimana : Q ijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

  q c = Tahanan ujung sondir. A p = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K = Keliling tiang.

11 Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil

  pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar dengan persamaan sebagai berikut :

  Q u = Q b + Q s = q b A b + f.A s ........................................................... (2.8) Dimana : Q u = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.

  Q b = Kapasitas tahanan di ujung tiang. Q s = Kapasitas tahanan kulit. q = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

  b A b = Luas di ujung tiang.

  f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. A s = Luas kulit tiang pancang.

  Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Q u ) dipakai Metode Aoki dan De Alencar.

  Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (q )

  b

  diperoleh sebagai berikut :

  q ( base ) ca

  q b = ............................................................................ (2.9)

  F b

  Dimana : q ca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang dan F adalah faktor empirik tergantung

  b pada tipe tanah.

  Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut : α s

  F = q (side) .............................................................................. (2.10)

  c F s

  Dimana : q c (side) = Perlawanan konus rata-rata pada lapisan sepanjang tiang.

  F = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

  s F b = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

  Faktor F b dan F s diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai- s nilai faktor empirik α diberikan pada Tabel 2.2. Tabel II.2 Faktor empirik F b dan F s (Titi & Farsakh, 1999 )

  Tipe Tiang Pancang F b F s

  3,5 7,0

  Tiang Bor

  1,75 3,5

  Baja Beton Pratekan 1,75 3,5 Tabel II.3 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsakh, 1999 )

  s s

  α α

  Tipe Tanah Tipe Tanah s (%) Tipe Tanah

  α

  (%) (%)

  Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 Lempung berpasir 2,4 Pasir berlanau

  Lempung berpasir Pasir kelanauan 2,0 dengan 2,8 2,8 dengan lanau lempung

  Pasir kelanauan Lempung berlanau 2,4 Lanau 3,0 3,0 dengan lempung dengan pasir

  Lanau Pasir berlempung

  4,0 2,8 berlempung 3,0 Lempung berlanau dengan lanau dengan pasir

  Lanau Pasir berlempung 3,0 3,4 Lempung 6,0 berlempung

  s s untuk lanau = 3,0

  Pada umumnya nilai α untuk pasir = 1,4 persen, nilai α untuk lempung = 1,4 persen. persen dan nilai α s

2.9. Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Hasil Data SPT

  Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:

  .........………………………………..…..…(2.11) τ = c + σ tan φ Dimana : τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²) σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)

  φ = Sudut geser tanah (º) Table II.4 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N (Sosrodarsono, 1983)

  Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan

  Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil-hasil survei sebelumnya

  Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lain- lain

  Hal-hal yang perlu diperhatikan langsung Tanah pasir (tidak kohesif)

  Berat isi, sudut geser dalam, ketahanan terhadap penurunan dan daya dukung tanah

  Tanah lempung (kohesif)

  Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan terhadap hancur Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

  1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

  15 = 12 + N

  φ ...................................................................... (2.12)

  2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :

  27 = 3 . + N φ ...................................................................... (2.13)

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CYBERLOAFING 1. Pengertian Cyberloafing - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Hubungan Tipe Komitmen Organisasi Terhadap Cyberloafing Pada Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antena Mikrostrip - Perbandingan Kinerja Antena Mikrostrip Susun Dua Elemen Patch Segi Empat Menggunakan Teknik DGS (Defected Ground Structure) dan Tanpa DGS Berbentuk Segitiga Sama Sisi

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Pemeriksaan Kehamilan Pada Ibu yang Mempunyai Bayi di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Tahun 2014

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Temperatur Optimal Terhadap Kekuatan Tarik dan Makrostruktur pada Komposisi Campuran Polypropiline (PP) dan High-Densitiy Polyethylene (HDPE) dengan Mesin Ekstruder

0 1 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SIKAP 1. Definisi Sikap - Gambaran Sikap Mahasiswa Batak Toba terhadap Dalihan Na Tolu

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG - Gambaran Sikap Mahasiswa Batak Toba terhadap Dalihan Na Tolu

0 0 10

A. Usia - Pengaruh promosi jabatan dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN (Divisi Sumber Daya Manusia)

1 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Promosi Jabatan 2.1.1 Pengertian Promosi Jabatan - Pengaruh promosi jabatan dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN (Divisi Sumber Daya Manusia)

0 0 25

Pengaruh promosi jabatan dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN (Divisi Sumber Daya Manusia)

1 2 10