BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik - Perubahan Warna pada Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas setelah Perendaman dalam Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Akrilik

  Bahan dasar basis gigitiruan ada yang dibuat dari logam dan non logam. Bahan logam untuk pembuatan basis gigitiruan contohnya cobalt chromium, gold alloys,

  

aluminium, dan stainless steel. Sedangkan bahan non logam contohnya resin akrilik

  dan resin vinyl. Diantara bahan tersebut resin akrilik merupakan bahan dasar basis gigitiruan non logam yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi

  1,2

  sejak tahun 1946 sampai sekarang. Hal ini disebabkan karena resin akrilik sewarna dengan jaringan lunak di rongga mulut sehingga lebih estetis, harganya murah, mudah dalam proses pembuatannya, mudah diperbaiki, dimensinya stabil, resisten terhadap absorbsi dari cairan rongga mulut, mudah dimanipulasi, penghantar panas

  1,4,8 yang baik, radiopak, dan mudah dibersihkan.

  Sebanyak 98% dari semua basis gigitiruan dibuat dari polimer atau kopolimer metil metakrilat. Polimer (metil metakrilat) murni tidak berwarna dan padat. Menurut

  

American Dental Association (ADA) terdapat dua jenis resin akrilik yaitu heat cured

polymer dan self cured polymer yang masing-masing terdiri dari bubuk yang disebut

  polimer dan cairan yang disebut monomer. Selain bisa digunakan sebagai basis gigitiruan, resin akrilik juga digunakan sebagai mahkota gigitiruan sementara,

  2,16 memperbaiki basis gigitiruan, dan sebagai obturator pada celah palatum.

2.1.1 Definisi dan Struktur Kimia

  Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus

  1 strukturnya.

  Gambar 1. Rumus struktur resin akrilik Berdasarkan pengelompokannya, ada dua kelompok resin akrilik dalam kedokteran gigi. Kelompok pertama adalah turunan asam akrilik, (CH

  2 + CHCOOH) 1,2

  dan kelompok lain dari asam metakrilik (CH2=C(CH3)COOH).

2.1.2 Klasifikasi Resin Akrilik

  Resin akrilik dibedakan atas 3 jenis yaitu resin akrilik polimerisasi panas, polimerisasi sinar, dan swapolimerisasi. Resin akrilik polimerisasi panas adalah resin akrilik yang memerlukan energi panas untuk melakukan proses polimerisasi dengan cara perendaman dalam waterbath yang berisi air. Ada juga jenis resin akrilik polimerisasi panas yang menggunakan gelombang mikro dalam proses polimerisasinya. Sedangkan resin akrilik polimerisasi sinar adalah resin akrilik yang dalam proses polimerisasinya diaktifkan dengan menggunakan sinar yang terlihat oleh mata. Sementara resin akrilik swapolimerisasi adalah resin akrilik yang diaktifkan suatu bahan kimia lain yang ditambahkan pada monomer, yaitu tertiary

  amine misalnya dumethyl

  3 C

  6 H

  4 N(CH 3 ). Bahan ini dinamakan

  • – p – Toluidine (CH

  aktivator. Setelah polimer dicampur dengan monomer, aktivator akan bereaksi dengan inisiator membentuk radikal bebas dan reaksi polimerisasi mulai terjadi pada

  1,16 suhu ruangan.

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

   Resin akrilik polimerisasi panas merupakan suatu polimer yang paling banyak

  digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan gigitiruan. Fungsi utama dari penggunaan resin akrilik polimerisasi panas adalah sebagai basis gigitiruan untuk menyangga gigitiruan agar tetap berada pada protesa. Selain itu, akrilik juga

  1 mempunyai peran dalam penyebaran daya kunyah selama proses pengunyahan.

  Resin akrilik merupakan pilihan utama dalam pembuatan basis gigitiruan. Pemilihan resin akrilik mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan lain. Resin akrilik mempunyai kelebihan sebagai basis gigitiruan yaitu memiliki tampilan warna dan translusen yang alami, mudah diproses dan diperbaiki, serta harganya yang

  1,2,7 terjangkau.

  Pada umumnya resin akrilik polimerisasi panas dapat diproses dengan dua siklus. Siklus panjang dengan cara menempatkan kuvet di dalam waterbath dimulai dengan

  o o

  suhu 0 C hingga mencapai 74 C selama 8 jam atau lebih, atau bisa juga dengan siklus

  o

  pendek yaitu dengan cara pemrosesan yang dimulai dari suhu 0 C hingga mencapai

  o

  74 C dalam waterbath kurang lebih selama 1,5 jam dan kemudian temperatur

  o

  7 ditingkatkan sampai pada suhu 100 C selama 1 jam.

2.2.1 Komposisi

  Pada dasarnya komposisi bahan resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari bubuk dan cairan. Bubuk pada bahan resin jenis ini ada yang bersifat transparan, sewarna gigi, atau berwarna merah muda seperti gingiva. Cairannya tersedia dalam botol berwarna coklat untuk mencegah premature polymerization yang bisa disebabkan

  1,2,7 oleh cahaya atau radiasi ultraviolet pada saat penyimpanan.

  1,7

  Komposisi resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari:

  1. Bubuk Polimer : butiran atau granul poli (metil metakrilat) Inisiator : benzoil peroksida (0,2-0,5 %) Zat warna : merkuri sulfit atau cadmium sulfit, atau pewarna organik

  2. Cairan Monomer : metil metakrilat Inhibitor : hidrokuinon (0,006 %) Agen Cross-Linked : etilen glikol dimetil metakrilat (1-2 %)

2.2.2 Reaksi Polimerisasi Proses polimerisasi dapat dicapai dengan menggunakan panas dan tekanan.

  1 Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:

  Bubuk (polimer) + Cairan (monomer) + Panas (eksternal) Polimer + Panas

  1,2 (reaksi).

  Gambar 2. Reaksi polimerisasi resin akrilik polimerisasi panas

  

1,5,7

  Tahap-tahap polimerisasi antara lain:

  1. Induksi Masa induksi merupakan masa berubahnya molekul dari isolator menjadi bertenaga atau bergerak dan memulai memindahkan energi pada molekul monomer.

  Tinggi rendahnya suhu dipengaruhi oleh masa induksi.

  2. Propagasi Merupakan tahap dimana radikal bebas dapat bereaksi dengan monomer. Berlangsungnya reaksi tersebut menyebabkan terbentuknya rantai polimer.

  3. Terminasi Merupakan tahap yang terjadi bila radikal bebas yang terbentuk bereaksi membentuk suatu molekul yang stabil.

  4. Transfer rantai (chains transfer) Merupakan tahap pengikatan antar rantai polimer dan monomer.

  2.2.3 Manipulasi

  Pada umumnya resin akrilik polimerisasi panas dapat diproses dalam sebuah kuvet dengan menggunakan teknik compression-moulding. Perbandingan polimer dan monomer biasanya 3:1 berdasarkan volumenya atau bisa juga 2:1 berdasarkan berat. Setelah bubuk dan cairan dicampur dengan perbandingan yang tepat, adonan atau

  1,2

  campuran akrilik akan mengalami empat tahap yaitu: a.

  Tahap pertama: basah, seperti pasir (wet sand stage) b.

  Tahap kedua: tahap lengket dan berserabut jika ditarik (tacky fibrous) selama polimer mulai larut dalam monomer (sticky stage) c.

  Tahap ketiga: tahap lembut seperti adonan yang halus, homogen, dan liat. Tahap ini merupakan waktu yang paling tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould.

  d.

  Tahap keempat: tahap kaku seperti karet (rubbery-hard stage)

  2.2.4 Sifat-sifat 1,4,6

  Sifat-sifat fisik basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas antara lain:

1. Pengerutan

  3 Kepadatan massa bahan akan berubah dari 0,94 menjadi 1,19 g/cm ketika monomer metil metakrilat terpolimerisasi untuk membentuk poli(metil metakrilat).

  Perubahan menghasilkan pengerutan volumetrik sebesar 21%. Akibatnya pengerutan volumetrik yang ditunjukkan oleh massa terpolimerisasi sekitar 6 -7% sesuai dengan

  1,4 nilai yang diamati dalam penelitian laboratorium dan klinis.

  2. Perubahan dimensi Proses dalam pembuatan resin akrilik yang baik akan menghasilkan stabilitas yang baik juga. Teknik pemrosesan akrilik dengan menggunakan cara injection moulding menunjukkan stabilitas dimensi yang lebih baik dibandingkan dengan teknik

  1

compression moulding . Garfunkel dan Anderson dkk (1988) berdasarkan

  penelitiannya menyatakan bahwa perubahan dimensi pada teknik injection moulding

  17 lebih rendah dibandingkan dengan compression moulding.

  3. Konduktivitas termal Konduktivitas termal adalah pengukuran termofisika mengenai seberapa baik panas dihantarkan melalui suatu bahan. Basis resin memiliki konduktivitas termal

  o

  6 yang rendah yaitu 0,0006 ( C/cm).

  4. Solubilitas Basis gigitiruan resin akrilik dapat larut dalam berbagai cairan pelarut, namun

  2,6 pada umumnya tidak larut dalam cairan yang terdapat di dalam rongga mulut.

  5. Penyerapan air Resin akrilik mempunyai sifat menyerap air secara perlahan-lahan dalam jangka waktu tertentu. Air yang terserap oleh resin akrilik menimbulkan efek yang nyata pada sifat mekanik, fisik, dan dimensi polimer. Nilai penyerapan air sebesar 0,69

  2

  mg/cm . Mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. Difusi merupakan suatu proses terjadinya perpindahan suatu substansi melalui rongga yang menyebabkan ekspansi pada resin akrilik atau melalui substansi yang dapat mempengaruhi kekuatan rantai polimer. Pada umumnya basis gigitiruan memerlukan

  1 periode 17 hari untuk menjadi jenuh dengan air.

  6. Porositas Porositas disebabkan oleh penguapan monomer yang tidak bereaksi dan berat molekul primer yang rendah disertai temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. Timbulnya porositas pada permukaan basis gigitiruan resin akrilik tentu saja dapat mempengaruhi sifat fisik, estetis, dan kebersihan basis

  1

  gigitiruan. Porositas akan menyebabkan terjadinya kecenderungan peningkatan stain, penumpukan kalkulus, mempermudah perlekatan dari jamur dan bakteri biofilm yang akan mengakibatkan efek yang negatif terhadap kesehatan jaringan pendukung basis

  7

  gigitiruan resin akrilik. Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigitiruan yang lebih tebal. Timbulnya porositas ini dapat dicegah dengan cara melakukan pengadukan yang tepat sehingga menghasilkan adonan resin akrilik yang homogen, ukuran perbandingan polimer dan monomer yang tepat, proses pengadukan yang terkontrol dengan baik dan waktu pengisian bahan resin akrilik pada mould secara

  1,4 tepat.

4 Beberapa jenis porositas antara lain:

  a. Shrinkage porosity: kelihatan seperti gelembung yang tidak beraturan dan bisa terdapat pada seluruh massa resin akrilik, baik di dalam maupun di permukaan basis gigitiruan resin akrilik. Hal ini disebabkan karena mould yang tidak terisi adonan dengan penuh atau ketika pada saat proses curing adonan tidak menerima tekanan yang cukup.

  b. Gasesus porosity atau internal porosity: gelembung kecil halus yang pada umumnya terdapat pada bagian yang tebal dan bagian yang jauh dari sumber panas. Bisa disebabkan karena massa resin akrilik yang belum mengalami polimerisasi

  o

  secara tiba-tiba dimasukkan dalam air mendidih dan suhu bisa naik sampai 100,3 C (titik didih monomer) dan menyebabkan monomer yang menguap tidak bisa keluar udaranya sehingga terjadi pembentukan gelembung.

  7. Stabilitas Warna Resin akrilik polimerisasi panas memiliki stablitas warna yang baik. Yulin Lai, dkk (2003) melakukan penelitian stabilitas warna dan ketahanan terhadap stain dari nilon, silikon, dan dua jenis resin akrilik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas mempunyai nilai diskolorisasi yang paling rendah setelah

  17 direndam dalam salah satu larutan stain yaitu kopi.

2.3 Stabilitas Warna

  Warna merupakan salah satu sifat bahan restorasi gigi yang cukup penting. Suatu basis gigitiruan yang ideal seharusnya memiliki warna yang menyerupai warna alami jaringan rongga mulut. Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan untuk mempertahankan warna atau perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit perubahan yang terjadi pada suatu bahan maka semakin baik pula stabilitas warna bahan tersebut. Resin akrilik polimerisasi panas memiliki kestabilan warna yang baik dibandingkan resin akrilik swapolimerisasi. Hal ini disebabkan karena pada

  1,16,4 resin akrilik swapolimerisasi terjadi oksidasi oleh tertiary amine.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Warna

  Perubahan warna yang terjadi pada resin akrilik disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah ukuran sampel, mikroporositas sampel, dan lamanya kontak antara bahan. Semakin luas ukuran sampel maka semakin besar peluang untuk terjadinya perubahan fisik pada resin akrilik. Mikroporositas menentukan terjadinya penempelan partikel warna pada daerah yang poreus. Semakin banyak porositas maka akumulasi dari zat warna yang terabsorbsi melalui proses difusi juga akan semakin banyak. Lama kontak antara bahan resin akrilik dan zat berwarna akan mempengaruhi perubahan warna, contohnya pada saat proses pembersihan basis gigitiruan resin akrilik dengan cara perendaman menggunakan bahan pembersih. Semakin lama

  1,2,18 bahan resin akrilik direndam maka semakin besar perubahan warna yang terjadi.

  Stabilitas warna dan kekasaran permukaan juga mempunyai hubungan yang berkaitan satu sama lain. Hal ini disebabkan karena kekasaran permukaan akan mempengaruhi retensi plak dan akumulasi stain pada basis gigitiruan resin akrilik. Makin kasar permukaan basis gigitiruan resin akrilik maka semakin mudah akumulasi

  

stain pada permukaannya hingga pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan warna

1,2,19 pada basis gigitiruan resin akrilik.

  Perubahan warna pada basis gigitiruan resin akrilik juga dapat disebabkan oleh

  1,2,7 dua faktor lain yaitu faktor intrinsik faktor ekstrinsik.

  2.3.1.1 Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik yaitu akibat dari penambahan bahan penguat pada basis gigitiruan

  contohnya serat kaca yang dapat menyebabkan perubahan warna pada basis gigitiruan

  1,2,17 resin akrilik.

  2.3.1.2 Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik yaitu stain akibat absorbsi bahan pewarna dari sumber-sumber

eksogen seperti kopi, teh, minuman ringan, bahan pembersih gigitiruan, dan lain-lain.

  Hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia-fisik pada bahan resin akrilik. Ikatan reaksi kimia-fisik yang terjadi adalah penyerapan perlekatan partikel zat warna pada permukaan resin akrilik dan penyerapan perlekatan yang masuk ke bagian dalam melalui porositas yang terdapat pada resin akrilik. Konsentrasi dan lama paparan ketika penggunaan bahan pembersih gigitiruan juga dapat mempengaruhi perubahan

  1,2,7,20 warna pada resin akrilik.

2.4 Alat Pengukur Warna

  2.4.1 Definisi dan prinsip kerja Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.

  Spektrofotometer menghasilkan sinar dan panjang gelombang tertentu. Fotometer mengukur intensitas sinar suatu spektrofotometer yang tersusun dari sumber dari suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dengan blanko

  21 tersebut.

  2.4.2 Spectrophotometer Visible Pada spektrofotometer ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah

  cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia seperti putih, merah, biru, hijau, dan lainnya. Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sampel yang memiliki warna. Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dahulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik

  21 yang akan menghasilkan senyawa berwarna.

  2.4.3 Spectrophotometer UV (Ultraviolet) Pada spektrofotometer ini cara kerjanya berdasarkan interaksi sampel dengan sinar

UV . Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sumber sinar digunakan

  lampu deuterium. Sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna, bening, dan transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sampel dapat langsung

  21 dianalisa meskipun tanpa preparasi.

  2.4.4 Spectrophotometer UV-Visible

  Spektrofotometer ini merupakan gabungan antara spektrofotometer UV dan

  

Visible . Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan

Visible . Untuk sistem spektrofotometer, UV-Visible paling banyak tersedia dan

  populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk

  21,22 sampel berwarna dan tidak berwarna.

   Secara ideal bahan pembersih gigitiruan hendaknya mempunyai karakteristik

  8

  sebagai berikut:

  a. Tidak toksik, mudah hilang dan tidak meninggalkan sisa bahan yang bersifat mengiritasi.

  b.

  Mempunyai kemampuan melarutkan tumpukan bahan organik dan anorganik yang terdapat pada gigitiruan. c.

  Tidak merusak bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan gigitiruan.

  d. Stabil dalam penyimpanan.

  e.

  Bersifat bakterisid dan fungisid.

  f.

  Praktis dan tidak memerlukan waktu lama dalam pembuatan dan penggunaan.

  

Denture stomatitis adalah salah satu penyakit rongga mulut yang sering terjadi

  pada pengguna gigitiruan penuh. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang turut berkontribusi terhadap terjadinya denture stomatitis adalah kurangnya menjaga kebersihan gigitiruan. Pemakai gigitiruan dengan basis resin akrilik perlu memperhatikan kebersihan gigitiruan yang dipakai untuk menjaga kesehatan rongga mulut. Perawatan gigitiruan yang tidak benar dapat memberi efek merugikan yang serius pada gigitiruan dan kesehatan jaringan pendukung di dalam rongga mulut. Kehadiran plak pada gigitiruan dan laju akumulasi plak secara langsung dikaitkan dengan keberadaan saliva yang kaya protein dan ditambah lagi dengan sifat mikroporus basis gigitiruan menyebabkan penumpukan mikroorganisme, serta pembentukan kalkulus didalam rongga mulut. Untuk mencegah hal itu terjadi

  1,8 maka dibutuhkan suatu bahan dan metode untuk membersihkan gigitiruan.

  Pada umumnya ada dua cara yang sering digunakan untuk melakukan pembersihan pada gigitiruan, yaitu cara mekanik dan kimia. Pembersihan cara mekanik menggunakan alat ultrasonic cleaner atau sikat gigi dengan atau tanpa bahan abrasif yang efektif dalam menghilangkan plak, namun jika dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan keausan pada basis gigitiruan resin akrilik sehingga dapat menyebabkan gigitiruan menjadi tidak retentif. Pembersihan secara kimia dapat dilakukan dengan cara merendam gigitiruan dalam larutan pembersih. Perendaman dapat dilakukan selama 15 menit, 30 menit, 1 jam, dan sepanjang malam tergantung bahan pembersih yang digunakan. Bahan pembersih gigitiruan yang

  1,8 paling sering digunakan adalah alkalin peroksida dan hipoklorit. Gambar 3. Perendaman gigi tiruan dalam larutan pembersih

2.6 Jambu Biji

2.6.1 Penyebaran Jambu Biji

   Jambu biji merupakan pohon tropis kecil yang tumbuh di daerah tropis. Jambu biji

  secara taksonomi tergolong ke dalam famili Myrtaceae dengan 133 genera dan lebih

  12,14

  dari 3800 spesis. Tanaman jambu biji merupakan tanaman asli dari Amerika Tropis. Menurut de Candolle diperkirakan berasal dari wilayah antara Meksiko (Amerika Tengah) dan Peru (Amerika Selatan). Tanaman ini disebarkan ke Filipina oleh pelaut Spanyol dan bangsa Portugis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesis

  

Psidium guajava Linn yang menyebar ke daerah tropis dan berhawa sejuk. Sekarang

  tanaman ini sudah menyebar luas di Asia Tenggara termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India, dan Srilangka. Di Jawa umumnya terdapat pada ketinggian 1200 mdpl dan sering tumbuh liar pada tanah yang gembur maupun liat, banyak air, dan tempat terbuka. Jambu biji yang terdapat di Indonesia pada umumnya berasal dari daerah tropis Amerika, kemudian dibudidayakan di seluruh kepulauan Indonesia sebagai

  12,24 pohon buah-buahan.

  Gambar 4. Jambu biji

2.6.2 Komposisi Kimia dan Manfaat Daun Jambu Biji

  Daun, buah, dan kulit batang jambu biji mengandung tanin. Pada daunnya selain tanin, juga terdapat minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratagolat, asam

  11

  oleanolat, asam guajaverin dan vitamin. Buah jambu biji kaya akan kandungan vitamin C (80 mg vitamin C dalam 100 g buah) dan vitamin A yang hampir sama jumlahnya. Beberapa senyawa dalam tanaman jambu biji terutama dalam daunnya seperti tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri (eugenol), flavanoid, minyak esensial, vitamin, asam lemak, dan asam galat memungkinkan daun jambu biji memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai obat herbal. Beberapa penggunaan daun jambu biji yaitu sebagai antidiare, menurunkan glukosa darah, obat demam berdarah, obat batuk, obat luka, sariawan, dan sebagainya. Ekstrak etanol daun jambu biji juga dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Eschericia

  

coli, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, dan Salmonella typhi) pada konsentrasi

  15

  tertentu. Sementara itu penelitian dari Mailoa menyatakan bahwa ekstrak etanol dari tanin daun jambu biji pada konsentrasi 30% dapat menghambat pertumbuhan E. Coli,

  

Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Aspergillus niger, dan Candida

  24 albicans.

2.6.2.1 Tanin

   Tanin adalah senyawa organik yang sangat kompleks dan banyak terdapat pada

  bermacam-macam tumbuhan. Istilah tanin diperkenalkan oleh Seguil pada tahun 1796. Tanin dapat diartikan sebagai senyawa-senyawa alami dengan bobot molekul antara 500 dan 3000, serta mempunyai gugus hidroksil fenolik (1-2 tiap 100 satuan bobot molekul) dan dapat membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan

  

25

tidak larut pada konsentrasi dan pH tertentu.

  Tanin dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Senyawa tanin terkondensasi tidak dapat dihidrolisa baik oleh asam, basa, maupun enzim. Sedangkan tanin terhidrolisis terdiri dari senyawa poliester dan glikosida yang satu sama lainnya dihubungkan oleh atom O dan mudah terhidrolisis dengan asam dan enzim. Tanin yang terkondensasi terdapat pada buah-buahan, biji- bijian, dan tanaman yang dapat dimanfaatkan manusia sebagai makanan. Sedangkan tanin yang dapat dihidrolisa banyak terdapat pada kelompok tanaman bukan makanan, tetapi mempunyai peranan penting dalam industri makanan, minuman dan

  25 obat-obatan.

  Tanin yang terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol. Tanin dalam berbagai jenis tanaman memiliki struktur kimia dan reaksi yang berbeda-beda tetapi memiliki sifat yang sama yaitu dapat mengendapkan gelatin dan protein. Tanin alami larut dalam air dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan mulai dari warna terang, merah tua, dan cokelat, sehingga tiap- tiap tanin memiliki warna yang khas sesuai sumbernya. Tanin mempunyai aktivitas antioksidan dan berkhasiat sebagai antiseptik. Sehingga tanin dalam daun jambu biji mempunyai efektivitas dalam menghambat pertumbuhan atau bisa juga membunuh

  26 23 beberapa mikroorganisme. Kandungan tanin pada daun jambu biji sekitar 17%.

  

Fenol adalah senyawa dengan rumus ArOH, dimana Ar adalah fenil atau fenil

  terdistribusi atau aril. Fenol berbeda dari alkohol dari posisi gugus OH-nya yang langsung berikatan dengan cincin aromatik. Fenol adalah suatu senyawa aromatik yang struktur kimianya diturunkan dari benzene jika satu atau lebih atom hidrogen yang terikat pada inti benzena diganti dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Sehingga pada fenol, gugus hidroksil terikat langsung pada inti benzena dan disebut gugus hidroksil fenolik. Larutan fenol dalam air dikenal sebagai asam karbol atau air karbol dan dipakai sebagai desinfektan. Hal ini didasarkan atas sifat fenol yang dapat mengkoagulasikan protein dan dengan cara ini fenol merusak protein mikroorganisme

  25 sehingga mikroorganisme tersebut mati (Sumardjo, 2006).

2.7 Metode Ekstraksi

   Menurut Depkes (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan

  dalam berbagai penelitian, salah satunya adalah dengan cara dingin, antara lain

  14

  yaitu:

  2.7.1 Maserasi

  Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur ruangan. Maserisasi yang dilakukan dengan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik, sedangkan yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah

  14 penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

  2.7.2 Perkolasi

  Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

  14 ini diberhentikan sampai tetesan hasil penyarian sudah tidak berwarna lagi.

2.8 KERANGKA TEORI

  Bahan basis gigi tiruan resin

  Resin Akrilik

  Swapolimerisasi Polimerisasi sinar

  Polimerisasi panas

  Kuring Pengertian

  Komposisi Manipulasi

  Sifat fisik

  Pengerutan Porositas

  Faktor intrinsik Penyerapan air

  Perubahan dimensi

  Faktor Stabilitas

  Konduktivitas termal

  ekstrinsik warna

  Solubiliti Teh Kopi Bahan pembersih

  Nikotin

  Ekstrak daun jambu biji Obat herbal Kandungan kimia Tanin Fenol

  mekme

  Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Sumber Daya Manusia - Pengaruh kompetensi sumber Daya Manusia dan Teknologi Informasi Terhadap Kepuasan Peserta BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tanjung Morawa

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh kompetensi sumber Daya Manusia dan Teknologi Informasi Terhadap Kepuasan Peserta BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tanjung Morawa

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Pustaka 2.1.1 Deviden Tunai - Pengaruh Hutang, Operating Ratio, Earning Power of Total Invesment, Rate of Return for Owners , Working Capital, Quick Ratio terhadap Dividen Tunai pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Hutang, Operating Ratio, Earning Power of Total Invesment, Rate of Return for Owners , Working Capital, Quick Ratio terhadap Dividen Tunai pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di BEI Periode 200

0 0 8

Pengaruh Hutang, Operating Ratio, Earning Power of Total Invesment, Rate of Return for Owners , Working Capital, Quick Ratio terhadap Dividen Tunai pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2013

0 0 11

Efektivitas Pemakaian Obat Kumur Non-Alkohol Setelah Menyikat Gigi Terhadap Akumulasi Plak pada Siswa SMA Negeri 11 Medan

0 0 15

Efektivitas Pemakaian Obat Kumur Non-Alkohol Setelah Menyikat Gigi Terhadap Akumulasi Plak pada Siswa SMA Negeri 11 Medan

0 0 14

Prediksi Panjang Mandibula Dewasa Dengan Menggunakan Usia Skeletal Vertebra Servikalis pada Anak Perempuan Usia 9-14 Tahun di Medan

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniofasial - Prediksi Panjang Mandibula Dewasa Dengan Menggunakan Usia Skeletal Vertebra Servikalis pada Anak Perempuan Usia 9-14 Tahun di Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri - Analisa Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Menurut Subtelny Pada Mahasiswa India Tamil Malaysia FKG USU

0 0 12