KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN JASA EKOSISTEM MANGROVE DI INDONESIA

  Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), p-ISSN: 2540-752x Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, e-ISSN: 2528-5726

27 Agustus 2016

  

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN JASA EKOSISTEM

MANGROVE DI INDONESIA

1 2 1,2

Wira Rahardi , Rizal M. Suhardi

Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada

Jl. Teknika Selatan, Yogyakarta, 55281

  

Email

Abstrak

  

Indonesia mempunyai sejarah paleobiogeografi dan kondisi iklim tropis yang memegang

pengaruh besar terhadap tingkat keanekaragaman hayati. Ekosistem didalam bentang alam

darat dan laut Indonesia sangat bervariasi, saling terintegrasi membentuk kepulauan. Hal ini

menjadikan Indonesia dijuluki sebagai negara maritim megabiodiversity. Ekosistem pesisir

merupakan wilayah peralihan, berperan sangat penting bagi keberlangsungan makhluk

hidup. Mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir yang menyimpan potensi hayati dan

memberikan jasa lingkungan. Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum

potensi dan kondisi keanekaragaman hayati ekosistem mangrove di Indonesia pada masa

sekarang, memprediksi potensi eksistensi dimasa mendatang melalui identifikasi fauna,

flora dan jasa ekosistem. Keanekaragaman hayati fauna dan flora ekosistem mangrove

sangat bervariasi dipengaruhi dinamika lingkungan. Hutan mangrove memiliki peran secara

ekologis dan ekonomis bagi kehidupan biota dan manusia. Selain sebagai rumah berbagai

satwa liar, nursery ground ikan, eksistensi mangrove penting sebagai perlindungan wilayah

pesisir dari bahaya kepesisiran, sebagai simpanan blue carbon, sumber pangan dan obat-

obatan. Saat ini, keberadaan hutan mangrove telah mengalami banyak usikan, tekanan

aktivitas manusia menjadi faktor utamanya. Tingkat keterancaman yang tinggi menentukan

kualitas jasa ekosistem mangrove dimasa mendatang. Untuk mencapai tujuan

pengembangan berkelanjutan wilayah pesisir, diperlukan perhatian serius dan usaha

maksimal terhadap pemanfaatan dan pelestarian ekosistem mangrove.

  Kata kunci: wilayah pesisir, mangrove, eksistensi, jasa Pendahuluan

  Sejarah paleobiogeografi telah membentuk wilayah Indonesia kedalam tiga region utama yaitu Laurasia (dataran Sunda), Gondwana Timur (dataran Australo- Papua), dan Wallacea (wilayah peralihan). Ketiganya mempunyai keaneakaragaman hayati yang khas. kombinasinya menyebabkan Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia (Tomascik et al. 1997; Suripto, 2000). Indonesia juga dikenal sebagai negara maritim atau negara kepulauan (archipelago state) terbesar, memiliki panjang garis pantai 95.181 km (KKP, 2012). Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam berita National Geografic Indonesia (2013) juga menyebutkan, total

  Wira Rahardi, Rizal M. Suhardi

  • – Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem....

  panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer. Dengan demikian, kondisi obyektif pesisir Indonesia merupakan anugerah teramat besar.

  Salah satu potensi utama pesisir Indonesia adalah ekosistem mangrove, yang berperan dalam menyimpan kekayaan spesies dan menyediakan berbagai layanan dan jasa ekosistem. Sedikitnya seluas tiga juta hektare area mangrove dunia ada di Indonesia. Tersebar dengan ekosistem regional penting terdapat di Papua, Kalimantan dan Sumatra (Giri et al. 2011). Hutan mangrove selalu digenangi air ketika air laut pasang dan berlumpur tebal pada saat air laut surut (FAO, 2007). Mangrove adalah sebutan umum suatu varietas komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pepohonan khas atau semak-semak (Nybakken, 1992). Sebagai suatu ekosistem, mangrove atau hutan bakau tidak hanya terdiri dari pohon bakau (Rhizophora spp.) saja, tetapi juga oleh pohon, semak, liana semak, paku, dan palem bakau (Djohan 2007; Djohan dkk. 2014; Djohan dkk. 2015). Selain terdiri atas jenis flora yang beragam, mangrove menyimpan keragaman fauna yang kaya dari berbagai tingkatan taksa (Noor dkk. 2006). Masyarakat dapat menjadikannya sebagai area mata pencarian dan pangan keluarga (Armitage, 2002), nilai estetis dan rekreasi serta menyokong nilai religi dan spiritual (UNEP, 2014). Millenium Ecosystem Asesment (2005) secara umum mengklasifikasi jasa ekosistem yaitu: provisioning service (jasa penyedia), regulating

  

service (jasa pengaturan), supporting service (jasa pendukung), dan cultural service

(jasa kebudayaan).

  Indonesia memiliki laju kerusakan mangrove terbesar di dunia (Campbell and Brown, 2015). Sekitar 40% mangrove Indonesia dalam tiga puluh tahun terakhir telah hilang disebabkan konversi tambak udang (Sumatra, Sulawesi dan Jawa Timur), pertanian atau tambak garam (Jawa dan Sulawesi) serta degradasi akibat tumpahan minyak (Kalimantan Timur) dan polusi (FOA, 2007).

  Pembahasan Keanekaragaman Hayati Mangrove

1.Tipe vegetasi dan flora mangrove

  Struktur dan komposisi vegetasi setiap kawasan mangrove bervariasi tergantung pada kondisi tanah, pola curah hujan, dan masukan air sungai ke laut. Secara umum, zonasi tumbuh mangrove meliputi daerah terbuka, daerah tengah, daerah dengan sungai berair payau, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar. Komunitas

  Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), p-ISSN: 2540-752x Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, e-ISSN: 2528-5726

27 Agustus 2016

  mangrove dibagi menjadi tiga kategori yaitu: mangrove mayor, mangrove minor, mangrove assosiasi

  Mangrove mayor

  Komunitas dengan spesies dicirikan sangat terbatas pada zona intertidal, kedalaman air dan salinitas tinggi. Spesies-spesies dalam kategori ini diantaranya dari family Arecaceae, Avicenniaceae, Combretacea, Meliaceae, Rhizophoraceae, dan Sonneratiaceae (Spalding et al. 2010; Hogart, 2015).

  Mangrove minor

  Komunitas dengan spesies mampu mentolerir fluktuasi salinitas sampai dengan salinitas rendah, dan terbatas pada kedalaman air rendah. Spesies-spesies dalam kategori ini yaitu dari family Acanthaceae, Bignoniaceae, Bombacaceae, Caesalpiniaceae, Ebenaceae, Euphorbiaceae, Lythraceae, Myrsinaceae, Myrtaceae, Rubicaceae, Sterculaceae, dan sebagainya (Spalding et al. 2010; Hogart, 2015).

  Mangrove assosiasi

  Komunitas dengan spesies yang tumbuh bersama spesies bakau, sepeti rumput, epifit, pteridophytes, bryophytes, dan tanaman parasit, mis Acanthus ilicifolius, A.

  

volubilis, Barringtonia asiatica, B. racemosa, Brownlowia tersa, Cerbera odallam, C.

manghas, Clerodendrum inerme, Crinum asiaticum, Dolichandrone spathacea,

Inocarpus edulis, Hibiscus titiaceus, mengkudu , dan sebagainya (Tomlinson 1986;

  Rotaquio et al. 2007; Rajpar and Zakaria, 2012 dalam Farida-Hanum et al. 2014).

2. Flora mangrove

  Keanekaragaman spesies mangrove Indonesia adalah yang paling tinggi di dunia. Tercatat sedikitnya 40 dari 50 spesies mangrove mayor dunia berada di Indonesia (Noor dkk. 2006). Spesies-spesies tersebut diantaranya, Avicennia marina, A.

  

officinalis , Bruguiera cylindrical, B. gymnorrhiza, B. parviflora, Ceriops decandra, C.

tagal , Rhizophara apiculata, R. stylosa, Sonneratia alba, S. Caseolaris. Keragaman

  spesies mangrove minor Indonesias juga cukup tinggi, diantaranya Acrostichum

  

aureum, A. speciosum, Aegiceras corniculatum, A. floridum, Excoecaria agallocha,

Heritiera littoralis, Osbornia octodonta, Pemphis acidula, Planchonella obovata,

Scyphiphora hydrophyllacea . Serta spesies mangrove asosiasi golongan graminae,

  epiphytes, pteridophytes, bryophytes, dan parasit yang tumbuh bersama mangrove (Tomlinson 1986; Rotaquio et al. 2007; Rajpar and Zakaria, 2012 dalam Farida-Hanum

  Wira Rahardi, Rizal M. Suhardi

  • – Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem....

  

et al . 2014). Keragaman jenis mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya di

Indonesia berbeda satu sama lain (Noor dkk. 2006).

  Selanjutnya, Kusmana (2009) dalam Farida-Hanum et al. (2014) menyebutkan, sebanyak 202 spesies mangrove terdapat di Indonesia, terdiri 89 spesies pohon, lima spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies tumbuhan bawah, 44 spesies epifit, dan satu spesies pakis. Dari 202 spesies mangrove tersebut, 166 spesies terdapat di Jawa, 157 spesies di Sumatera, 150 spesies di Kalimantan, 142 spesies di Irian Jaya, 135 spesies di Sulawesi, 133 spesies di Maluku dan 120 spesies di Kepulauan Sunda Kecil. Beberapa spesies mangrove yang umum ditemukan di Indonesia seperti yang pada gambar- gambar berikut.

  Gambar 2. Daun, bunga, dan buah Soneratia alba (family Sonneratiaceae) Gambar 3. Daun, bunga, dan buah Avicennia marina (family Avicenniaceae) Gambar 4. Daun, bunga, dan buah Rhizophora apiculata (family Rhizophoraceae) Sumber: Noor dkk. (2006).

  Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), p-ISSN: 2540-752x Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, e-ISSN: 2528-5726

  27 Agustus 2016

  3. Fauna mangrove

  Ekosistem mangrove menjadi rumah/habitat, tempat pemijahan (spawning

  

ground ), dan perkembangan (nursery and feeding ground) berbagai spesies ikan dan

  krustasea, moluska, dan kepiting mangrove (Scylla serrata). Beberapa jenis ikan yang ditemukan di areal mangrove antara lain Tetraodon erythrotaenia, Pilonobutis microns,

  

Butis butis, Liza subvirldis, dan Ambasis buruensis (Erftemeijer et al. 1989; Noor dkk.

  2006).

  Terdapat 53 jenis burung dari 47 genera, 28 famili dan 11 ordo didalam kawasan mangrove di Taman Nasional Rawa Aopa, Sulawesi Tenggara (Karya, 2014). Selanjutnya, Nontji (2016) menyimpulkan, hutan mangrove Taman Nasional Rawa Aopa (TNRAW) sebagai area penting dan secara tetap menjadi persinggahan burung- burung migran, salah satu spesiesnya yaitu, aroweli (Mycteria cinerea). Mamalia seperti anoa (Bubalus depressicornis), babi hutan (Sus celenbensis) dan rusa (Cervus

  ), serta reptil Crocodylus porosus juga pernah ditemukan dalam kawasan

  timonresis TNRAW (Nontji, 2016).

  A B A C D A A

Gambar 5: Beberapa spesies burung dalam ekosistem mangrove, (A) Picus vittatus, (B) Treron

A A A

curvirostra , (C) Marsh sandpiper, (D) Common greenshank. (Rajpar and Zakaria, 2012 dalam

Farida-Hanum et al. 2014).

  Jasa Ekosistem Mangrove

  Mangrove merupakan ekosistem paling produktif (Noor dkk. 2006), memberikan banyak manfaat berupa jasa ekosistem yang sangat menentukan keberlanjutan hidup (sustainable living) masyarakat pesisir. Beberapa jasa ekosistem mangrove, sebagai pengatur (regulation service) yaitu: pelindung wilayah pesisir dari bencana kepesisiran, penyimpan karbon (C) dan mitigasi perubahan iklim; sebagai penyedia (provisioning service) yaitu sumber pangan dan obat-obatan (medicine).

  Wira Rahardi, Rizal M. Suhardi

  • – Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem....

1. Mangrove regulation service

  Perlindungan wilayah pesisir dari bencana kepesisiran: Tingginya aktivitas di wilayah pesisir berpotensi menimbulkan resiko bencana seperti, sedimentasi pantai, gelombang pasang, erosi pantai, dan tsunami. Tegakan mangrove mampu melindungi pemukiman, bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut, melindungi pesisir dari gempuran badai (Satriagasa, 2015). Dusun Tongke-tongke dan Pangasa, Sinjai, Sulawesi Selatan yang memiliki barisan mangrove tebal, terlindung dari gelombang pasang (Tsunami) di pulau Flores pada akhir tahun 1993. Sedangkan beberapa dusun yang berbatasan dengan kedua dusun tersebut, yang tidak mempunyai mangrove cukup tebal, mengalami kerusakan (Noor dkk. 2006). Namun demikian, respon mangrove terhadap besar dan frekuensi badai tropis bergantung pula pada komposisi jenis, kerapatan individu, ukuran rata-rata diameter dan tinggi pohon, lebar hutan, serta bentuk tipologi pantai dimana mangrove berada (Kusmana, 2010).

  Simpanan carbon dan mitigasi perubahan iklim: hutan mangrove berperan dalam

  2

  memanfaatkan karbon dioksida (CO ) untuk fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk biomassa dan sedimen. Donato et al. (2012) dalam laporan terbitan Center For

  

International Forestry Research (CIFOR), mengkuantifikasi simpanan karbon

  ekosistem mangrove kawasan Indo-Pasifik. Hasilnya, terkandung sekitar 1.023 Mg karbon per hektar. Tanah dengan kandungan organik tinggi memiliki kedalaman antara 0,5 m sampai dengan lebih dari 3 m, merupakan 49

  • –98% simpanan karbon ekosistem mangrove. Diperkirakan bahwa hasil deforestasi mangrove kawasan Indo-Pasifik dapat menyebabkan emisi sebesar 0,02-0,12 Pg karbon per tahun, setara dengan 10% emisi deforestasi global. Sementara itu, Ati dkk. (2013) memperoleh, simpanan karbon pada

  mangrove di Teluk Miskam sebesar 49,44

  • – 55,33 Mg karbon per hektar oleh Avicennia

  

marina dan 2,50 Mg karbon per hektar oleh Bruguiera gymnorhiza. Penyerapan emisi

2 CO oleh hutan mangrove lebih efektif dibandingkan hutan hujan atau lahan gambut (Donato et al. 2011; Donato et al. 2012).

  Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), p-ISSN: 2540-752x Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, e-ISSN: 2528-5726

27 Agustus 2016

  Gambar 6. Histogram Perbandingan simpanan karbon (C) mangrove (rata-rata 95% selang kepercayaan) dengan nilai simpanan berbagai tipe hutan (Donato et al. 2012).

  Estimasi terhadap hilangnya hutan mangrove, rawa asin, dan rumput laut akan menyumbang 42% emisi gas rumah kaca, menghilangkan kemampuan kawasan dan lahan dalam menyimpan karbon, melepaskan karbon lebih besar ke atmosfer, sehingga memacu perubahan iklim (Mitra, 2013). Perubahan iklim berdampak pada perubahan pola dan distribusi curah hujan, bencana banjir dan tanah longsor, serta naiknya permukaan air laut, yang menghilangkan pulau-pulau kecil melaui penyempitan kawasan pesisir dan pulau.

2. Mangrove Provisioning service

  Sumber pangan dan obat: beberapa spesies mangrove menjadi makanan masyarakat pesisir di beberapa daearah di Indonesia. Baderan dkk. (2015) melalui metode survey dengan pendekatan kualitatif terhadap masyarakat pesisir di Toroseaje provinsi Gorontalo, mencatat enam produk makanan unggulan yaitu; pia apapi, dodol munto, stik manis munto, stik asin munto, kerupuk soneratia, tepung munto, dan tiga produk tambahan, yakni cake munto, kue agar-agar munto, dan kacang keong munto (Gambar 3), sebagai produk pangan yang bersumber dari tiga spesies mangrove yaitu,

  

Avicennia alba (api-api), Bruguiera gymnorrhiza (munto), dan Sonneratia alba. Hasil

  ini mendukung pernyataan Noor dkk. (2006), daging manis dari propagul spesies

Bruguiera gymnorhiza dan Bruguiera cylindrica adalah sumber makanan bagi manusia.

  Buah/ hipokotil Bruguiera spp., Sonneratia caseolaris, dan Terminallia catapa mengandung pati dan dapat menjadi sumber karbohidrat. Daun muda Acrostichum

  

aureum, Avicennia marina, dan Pluchea indica, serta buah, biji, dan seedling Avicennia.

  Wira Rahardi, Rizal M. Suhardi

  • – Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem....

  

marina , Avicennia officinalis, B. sexangula dapat dijadikan sayuran. Buah Rhizophora

spp. dan Sonneratia caseolaris dapat dijadikan tuak dan sari buah. Nira bunga N.

fruticans dapat diolah menjadi gula merah dan tuak, karena kandungan sukrosanya yang

  tinggi. Nipah juga dapat menghasilkan minyak goreng (Bandaranayake, 1998; Setyawan dan Winarno, 2006).

  

Gambar 3. Beberapa produk olahan makanan ( A: Pia apapi, B: Tepung munto, C: Stik manis

munto, D: Dodol pampa, F: Cake munto, G: Pudding munto) dengan sumber bahan baku spesies mangrove Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia alba (PKEPKL, 2014; Baderan dkk. 2015).

  Potensi tumbuhan mangrove sebagai bahan obat sangat besar, pada saat ini kandungan metabolit sekunder tumbuhan mangrove mulai banyak terungkap. Tumbuhan mangrove telah diketahui kaya akan steroid, triterpen, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin. Diastuti dkk. (2008), ekstrak etanol daun Rizhophora mucronata berpotensi sebagai antikanker khususnya terhadap sel kanker Myeloma. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi kloroform dari ekstrak etanol daun R.mucronata mengandung senyawa terpenoid dan alkaloid.

  Kesimpulan

  Ringkasan ini hanya melingkup sebagian kecil dari banyak potensi ekosistem mangrove yang ada di Indonesia. Mangrove di Indonesai bervariasi sangat tinggi, baik tingkat komunitas tumbuhan/ vegetasi maupun spesies flora dan faunanya. Ekosistem

  Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), p-ISSN: 2540-752x Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, e-ISSN: 2528-5726

27 Agustus 2016

  mangrove menjadi habitat penting dan ideal berbagai fauna seperti burung-burung, ikan, reptilia, amphibia, mammalia dan invertebrata. Ekosistem mangrove yang stabil, mampu memberikan manfaat jasa sebagai pelindung wilayah pesisir dari bencana pesisir di beberapa daerah di Indonesia, juga sebagai pengatur iklim mikro dan iklim makro melalui kemampuanya dalam sequestration karbon. Potensi sumber pangan dan obat-obatan beberapa spesies mangrove sangat besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku alternative. Sebagai ekosistem pesisir yang produktif, ekosistem mangrove sangat potensial mendukung keberlanjutan kehidupan masyarakat pesisir.

  Saran

  Untuk mengungkap keanekaragaman hayati ekosistem mangrove yang lebih besar, perlu dilakukan kajian secara komprehensif dan menyeluruh. Kajian ilmiah terhadap ekosistem mangrove sangat diperlukan guna memonitoring kondisi mangrove saat ini, mempelajari ancaman, menemukan solusi permasalahan terbaik, sampai dengan pengelolaan pemanfaatan untuk pengembangan berkelanjutan dimasa mendatang.

  Untuk mencapai tujuan pengembangan berkelanjutan, diperlukan perhatian serius terhadap upaya kelola dan pemanfaatan ekosistem mangrove dalam bentuk, pelestarian tanaman mangrove native dan rehabilitasi yang terdegradasi; peningkatan daya dukung lingkungan pesisir; penataan ruang dan integrasi antar sumber daya alam, sumber daya buatan, dan sumber daya manusia di wilayah pesisir; peningkatan peran serta masyarakat.

  Wira Rahardi, Rizal M. Suhardi

  • – Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem....

  Daftar Pustaka

  Armitage, D. 2002. Socio-Institutional Dynamics And The Political Ecology Of Mangrove Forest Conservation In Central Sulawesi, Indonesia. Global Environmental Change. 12 (3): 203-217.

  Ati, R.N.A, A. Rustam, T. L. Kepel, N. Sudirman, M. Astrid, A. Daulat, P. Mangindaan, H.L. Salim & A. A. Hutahaean. 2013. Stok Karbon dan Struktur Komunitas Mangrove Sebagai Blue Carbon di Tanjung Lesung, Banten. Jurnal Segara. 10 (2): 119-127.

  Baderan, D. K., M. S. Hamidun, C. H. Lamangandjo, Y. Retnowati. 2015. Diversifikasi

  Produk Olahan Buah Mangrove Sebagai Sumber Pangan Alternatif Masyarakat Pesisir Toroseaje, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo .

  Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1 (2): 347- 351. Campbell, A., & Brown, B. 2015. Indonesia’s vast mangroves are a treasure worth saving. The Conversation. from

  

  Dewan Kelautan Indoneisa. 2012. Kebijakan Kelautan Indonesia Buku I. Kementerian Jakarta: Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Diastuti, H., Warsinah, Purwatin. 2008. Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun

  Rhizopora mucronata Terhadap Sel Myeloma. Molekul. 3 (2): 63 –70.

  Djohan, T.S., P.M. Laksono, E. Anantasari, A. N. Utama, dan K. Suhesthiningsih. 2015.

  Kondisi Hutan Bakau Tebangan Masyarakat dan Industri Pulp di Batu Ampar Kalimantan Barat. Kawistara. 5 (2): 99-220. Donato, J. B. Kauffman, D. Murdiyarso, S. Kurnianto, M. Stidham dan M. Kanninen.

  2011. Mangroves Among The Most Carbon-Rich Forests In The Tropics.

  Nature Geoscience. 4 (5): 293-297.

  ______ 2012. Mangrove Adalah Salah Satu Hutan Terkaya Karbon Di Kawasan Tropis.

  (Online), (www.cifor.org), diakses 9 Agustus 2016. FAO. 2007.

  The World’s Mangroves 1980-2005. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

  Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., Masek, J., Duke, N. 2011. Status and Distribution of Mangrove Forests of The World Using Earth Observation Satellite Data. Global Ecology and Biogeography. 20 (1): 154-159.

  Hogart, P., 2015, The Biology Of Mangrove and Seagrass, New York: Oxford University Press inc. Karya, A. 2014. Keanekaragaman Jenis Burung Dan Keterikatan Terhadap Habitat

  Pada Ekosistem Mangrove Di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Provinsi Sulawesi Tenggara . Tesis tidak terbitkan. Yogyakarta. Universitas

  Gadjah Mada.

  Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), p-ISSN: 2540-752x Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, e-ISSN: 2528-5726

27 Agustus 2016

  Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Quoc, T., and Dech, S., 2011. Remote Sensing Of Mangrove Ecosystems: A review. Remote sensing. 3: 878-928. Kusmana, C. 2009. Distribution and Current Status of Mangrove Forest in Indonesia.

  Dalam Dalam Farida-Hanum, A. Latif, K.R. Hakeem, M. Ozturk. (Eds.). 2014.

  Mangrove Ecosystem of Asia: Status, Challenges and Management Strategies (hlm. 153-191). New York: Springer Science Business Media.

  Millenium Ecosystem Asessment, 2005, Ecosystem and Human Well-Being: Current

  State and Trends. Volume Washington: Island.press Mitra. A. 2013. Sensitivity of Mangrove Ecosystem to Changing climate. Springer.

  ISBN 978-81-322-1509-7 (eBook). Nontji, A. 2016. Danau Rawa Aopa. (online). iakses 23 Juli 2016.

  Noor, Y. R., M. Khazali, I. N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di

Indonesia . Bogor. PHKA/Wetlands International-Indonesia Program.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah].

  Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. Jakarta. PT. Gramedia.

  Pendleton, L. Donato, D.C., Murray, B.C. Crooks, S., Jenkins, W,A., Sifleet S. Craft, C., Fourqurean, JW, Kauffman, J.B. Marba, N., Megonigal P. Pidgeon, E.

  Herr, D., Gordon, D., Baldera A. 2012. Estimating Global “Blue Carbon” Emissions From Conversion and Degradation of Vegetated Coastal Ecosystems. PLoS ONE. 7 (9): 443-542.

  Purnobasuki, H. 2012. Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Penyimpan Karbon.

  Surabaya: Buletin PSL Universitas Surabaya. 28: 3-5 Rajpar. M. N., and M. Zakaria. 2012. Mangrove Fauna of Asia. Dalam Farida-Hanum,

  A. Latif, K.R. Hakeem, M. Ozturk. (Eds.). 2014. Mangrove Ecosystem of Asia: Status, Challenges and Management Strategies (hlm. 153-191). New York: Springer Science+Business Media.

  Samantha, G., 21 oktober. 2013. Terbaru: Panjang Garis Pantai Indonesia Capai 99.000 Kilometer. (online).

  Diakses 18 Agustus 2016.

  Satriagasa, M. C., 2015. Analisis Jasa Ekosistem Kawasan Kepesisiran Daerah

  Istimewa Yogyakarta Dalam Penguranagn Resiko Bencana . Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

  Setyawan, A.D dan K. Winarno. 2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove di Jawa Tengah dan Penggunaan Lahan di Sekitarnya; Kerusakan dan Upaya restorasinya. Biodiversitas. 7 : 282-291.

  Wira Rahardi, Rizal M. Suhardi

  • – Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem....

  Suripto, B.A. 2000. Keanekaragaman hayati di pukau-pulau kecil di Indonesia: asal-

  usul mereka, statusnya kini dan nasibnya yang akan datang. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem Pantai Dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Konteks Negara Kepulauan . Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.

  UNEP. 2014. Importance of Mangroves to People: A Call to Action: United Nations Environment Programme World Conservation Monitoring Centre, Cambridge.