BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Fungsi dan Makna Verba Suru dan Yaru dalam Novel Ashinaga Ojisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Samsuri (1994: 4) menyatakan bahwa bahasa adalah alat yang dipakai manusia untuk membentuk dan menyampaikan pikiran, perasaan, keinginan dan perbuatan- perbuatan; alat yang dipakai manusia untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.

  Bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk menyampaikan ide, pikiran, hasrat, keinginan dan perasaan kepada orang lain baik itu secara lisan maupun tulisan.

  Studi, kajian, atau ilmu yang obyeknya bahasa disebut dengan linguistik. Dalam linguistik kita dapat mengkaji antara lain berupa kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa diperoleh, serta bagaimana sosio-kultural yang mempengaruhi masyarakat pengguna bahasa tersebut. Dengan adanya berbagai objek kajian tersebut maka lahirlah cabang-cabang linguistik sebagai suatu ilmu yang bisa dipelajari, seperti: fonetik (onseigaku), fonologi (on-

  

in-ron ), morfologi (keitairon), sintaksis (tougoron/ sintakusu), semantik (imiron),

pragmatik (goyouron), sosio-linggusitik (shakai gengogaku) dan yang lainnya.

  Semantik (imiron) merupakan ilmu yang mengkaji tentang makna kata, frasa, dan klausa dalam satu kalimat.

  Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang arti dan makna.

  Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Jepang, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi makna antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna ( sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas).

  Sinonim dalam bahasa Jepang disebut dengan Ruigigo. Contohnya pada kata suru dan yaru, kedua kata tersebut merupakan verba yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang sama yaitu ‘mengerjakan/ melakukan’, namun pada konteks tertentu verba ‘suru’ dan ‘yaru’ akan berbeda makna. Sebagai contoh, pemakaian verba suru dan yaru adalah pada kalimat berikut : 1.

  実験をする。 Jikken wo suru.

  Melakukan percobaan. (Shirou, Hayashi, 1993: 526) 2. へまをやる。 Hema o yaru.

  Melakukan kesalahan yang tolol. (Shirou, Hayashi, 1993: 1004)

  Melihat kedua contoh kalimat tersebut, dapat diketahui bahwa meskipun kedua verba tersebut memiliki persamaan makna yaitu sama- sama mengandung makna ‘mengerjakan/ melakukan’, tetapi dalam pemakaian pada beberapa kalimat, antara kedua verba ini masing-masing memiliki fungsi dan nuansa makna yang berbeda.

  Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim verba Suru dan Yaru yang selanjutnya akan penulis bahas dalam skripsi yang berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Verba Suru dan Yaru dalam Novel Ashinaga Ojisan”.

1.2 Perumusan Masalah

  Banyaknya verba suru ditemukan di dalam bahasa Jepang dan ternyata bersinonim dengan verba yaru yang artinya sama-sama ‘mengerjakan/ melakukan’ membuat penulis merasa kesulitan dalam menentukan kata mana yang cocok digunakan pada kalimat bahasa Jepang dan dalam konteks kalimat yang bagaimana seharusnya digunakan. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian untuk mendeskripsikan makna kata satu persatu. Untuk itu penulis mengumpulkan beberapa kalimat dari sebuah novel yang di dalamnya banyak terdapat verba suru dan yaru.

  Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Apa fungsi dan makna verba suru dalam novel Ashinaga Ojisan?

  2. Apa fungsi dan makna verba yaru dalam novel Ashinaga Ojisan?

  3. Apa perbedaan fungsi dan nuansa makna verba suru dan yaru dalam novel Ashinaga Ojisan?

  1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

  Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, pada penulisan skripsi ini penulis membatasi pembahasan mengenai fungsi dan nuansa makna kata yang bersinonim yaitu suru dan yaru. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan masalah tidak terlalu melebar sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami pokok permasalahan yang dibahas.

  Pembahasan dalam penelitian ini lebih difokuskan kepada analisis perbedaan fungsi dan nuansa makna dari kedua kata yang bersinonim tersebut.

  Untuk masing-masing kata suru dan yaru akan dibahas 10 buah kalimat, yang diambil dari kalimat-kalimat berbahasa Jepang yang terdapat pada novel Ashinaga Ojisan karya Jean Webster yang diterjemahkan oleh Tsuboi Ikumi dengan tebal 248 halaman.

  1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

  Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dengan bahasa Jepang baik dalam ragam lisan maupun ragam tulisan. Goi dapat diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba (doushi), ajektiva-i (keiyoushi), ajektiva-na (na-keiyoudoushi), nomina (meishi), prenomina

  (rentaishi), adverbia (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjungsi (setsuzokushi), verba bantu (jodoushi), partikel (joushi), (Dahidi dan Sudjianto, 2007: 98).

  Nomura dalam Dahidi dan Sudjianto (2011: 149) menyatakan bahwa Verba (doushi) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat.

  Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis makna verba suru dan

yaru yang bermakna sama namun berbeda cara penggunaannya di dalam kalimat.

  Hal ini berkaitan dengan tataran linguistik yaitu semantik.

  Semantik (imiron ) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antar satu sukukata dengan kata lainnya (go no imi kankei), makna frasa

  

(ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi) (Sutedi, 2011: 127). Relasi makna

  merupakan objek kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, khususnya sinonim karena verba suru dan yaru termasuk ke dalam kata-kata bersinonim.

1.4.2 Kerangka Teori

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori fungsi dan makna, selain itu juga menggunakan pendekatan linguistik di bidang semantik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fungsi ialah: (1) Jabatan (pekerjaan) yang dilakukan, (2) faal ( kerja suatu bagian tubuh), (3) besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah, besaran yang lain juga berubah, (4) kegunaan suatu hal, (5) peran sebuah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas (KBBI, 2007: 322).

  Fungsi suatu verba sangat berkaitan dengan semantik terutama dalam segi makna.

  Dalam semantik (imiron) terdapat beberapa objek kajian, antara lain adalah makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi kankei) antar satu kata dengan kata lainnya, makna frase dalam satu idiom (ku no imi) dan makna kalimat (bun no imi) (Sutedi, 2011: 127).

  Berdasarkan pada relasi makna terdapat hubungan antar makna (go to go

  

no imi kankei ) yang terdiri dari: hubungan kesinoniman(ruigi kankei), antonim

(hangi kankei), dan hubungan hipponimi dan hipernimi (jouge kankei).

  Verhaar dalam Pateda (2001: 223) mengatakan bahwa sinonimi adalah ungkapan (biasanya sebuah kata tetapi dapat pula frasa atau malah kalimat) yang kurang lebih sama maknanya dengan satu ungkapan lain. Artinya, meskipun maknanya sama tetapi memperlihatkan perbedaan-perbedaan, apalagi jika dihubungkan dengan pemakaian kata- kata tersebut. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya penggunaannya dalam kalimat. Misalnya pada verba ‘suru’ dan ‘yaru’, kedua kata tersebut merupakan verba yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna sama yaitu ‘mengerjakan/ melakukan’. Akan tetapi, meskipun kedua kata tersebut bersinonim, namun maknanya bisa berbeda pada konteks dan situasi tertentu. Makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks ini disebut dengan makna kontekstual (Pateda, 2001: 11).

  Untuk menganalisis fungsi dan makna verba suru dan yaru dalam novel Ashinaga Ojisan, penulis menggunakan teori fungsi dan makna serta teori kontekstual.

1.5 Tujuan Dan Manfaat

  1.5.1 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mendeskripsikan fungsi dan makna verba suru dalam novel Ashinaga Ojisan.

  2. Untuk mendeskripsikan fungsi dan makna verba yaru dalam novel Ashinaga Ojisan.

  3. Untuk mendeskripsikan perbedaan fungsi dan makna verba suru dan yaru dalam novel Ashinaga Ojisan.

  1.5.2 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai verba bahasa Jepang, terutama verba suru dan yaru.

2. Menambah referensi dalam bidang linguistik khususnya bidang semantik guna menunjang pembelajar bahasa Jepang.

1.6 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

  Djadjasudarma (1993: 15) menyatakan bahwa deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri.

  Data- data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research), ialah teknik-teknik yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari buku-buku, baik itu buku pelajaran bahasa Jepang maupun novel berbahasa Jepang yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Sedangkan teknik penyajian data dalam penelitian ini adalah dengan teknik deskriptif, yaitu dengan memberikan penjabaran-penjabaran dan uraian yang menggunakan kata-kata.

  Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Membaca novel Ashinaga Ojisan.

  2. Mengumpulkan verba suru dan yaru yang terdapat dalam novel Ashinaga Ojisan.

  3. Menganalisis fungsi dan makna verba suru dan yaru 4.

  Mendeskripsikan dalam sebuah laporan.