ISLAM DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELAYU NELAYAN BAGIAN PERTAMA: POTRET KONDISI SOSIAL FAKTUAL DESA TAMERAN BENGKALIS RIAU
ISLAM DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELAYU NELAYAN BAGIAN PERTAMA: POTRET KONDISI SOSIAL FAKTUAL DESA TAMERAN BENGKALIS RIAU
Arbi Yasin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau e-mail: arbi.yasin@uin-suska.ac.id
Abstrak
Masyarakat nelayan Temeran sebagian besar bersuku Melayu dan mayoritas beragama Islam. Desa Tameran memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar, tetapi masrakatnya masih miskin. Fokus utama penelitian yaitu kajian komprehensif tentang situasi dan kondisi sosial faktual, kependudukan, keberagaman kelompok etnik dan agama, profil pendidikan, sistem ekonomi dan struktur komunitas, organisasi dan kelembagaan sosial serta pengelolaan sumberdaya lokal desa nelayan Tameran. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa desa Tameran memiliki sumberdaya manusia dengan pendidikan formal yang masih rendah. Penduduk Melayu yang berprofesi sebagai nelayan di desa Tameran berjumlah 187 orang, yang terdiri dari: pemilik kapal /pompong 18 orang (9,6 %), pemilik sampan 42 orang (22,5 %), pemilik tambak 3 orang (1,6 %), sebagai buruh nelayan terdapat 80 orang (42,8 %) dan lain-lain/pembantu kerja nelayan 44 orang (23.5 %). Struktur komunitas menunjukkan pola hubungan kental “Patron–Clien” dengan sistem pelapisan masyarakat: kaya-miskin, tokeh(juragan/pemilik)-buruh/pembantu kerja nelayan. Sedangkan keorganisasian dan kelembagaan sosial berhubungan dengan berbagai kebutuhan pokok kehidupan manusia.
Kata Kunci: kondisi sosial, program pengembangan, masyarakat nelayan
Abstract
Temeran's fishing communities are mostly muslims malay. Tameran village has considerable potential of marine resources, but its people are still poor. The main focus of the study is a comprehensive study of the factual situation and social conditions, population, diversity of ethnic and religious groups, educational profile, system and community structure, management and management. The results of this research can be known that the Tameran villager has human resources with a formal education is still low. The Malay population who work as fishermen in the village of Tameran shares 187 people, consisting of: boat owner 18 people (9,6%), cano owner 42 people (22,5%), owner of pond 3 people (1,6%), As a fisherman laborer there are 80 people (42,8%) and others/working assistant of fisherman 44 people (23,5%). The community structure shows the pattern of "Patron-Client" condensed relationship with the coating system of the community: rich-poor, owner, the worker/worker of the fisherman. While organizational and social institutions are associated with the basic needs of human life.
Keywords: social conditions, program development, fishing comm unities
PENDAHULUAN
Kondisi objektif masyarakat Melayu nelayan seperti itu merupakan modal dasar yang sangat
Faktor utama yang mendorong dan memicu besar artinya dalam penelitian lapangan ini,
peneliti ini secara cermat yaitu kondisi objektif karena kajian ini bertitiktolak dari sebuah asumsi masyarakat nelayan yang kebanyakan bersuku pemikiran bahwa kondisi nyata masyarakat bangsa Melayu dan mayoritas beragama Islam. Melayu bahari merupakan gejala-gejala yang Di sisi lain masih belum bisa terlepas dari
paling vital dalam kajian disiplin ilmu “Sosiologi
masalah kemiskinan, bahkan terkesan kuat
berada dalam lingkaran kemiskinan massal (mass an”, terutama sekali bila dikaitkan
Pedesa
dengan kehidupan keagamaan dan budaya kerja poverty), yang ditandai dengan taraf hidup rumah yang menjadi sentral pembahasan untuk upaya tangga nelayan yang bersahaja dan sosial
pengembangan masyarakat Melayu laut tersebut. ekonominya yang masih relatif rendah.
Sosial Budaya (e-ISSN 2407-1684 | p-ISSN 1979-2603)
Arbi Yasin: Islam dalam Konteks Pengembangan....
Agama Islam sebagai suatu agama yang rah setempat perlu diikutsertakan karena mereka mayoritas dianut oleh orang-orang Melayu di
mengelola tempat di mana pembangunan dilak- kawasan komunitas pantai, telah sejak lama
sanakan, sumberdaya ditemukan dan keuntung- menganjurkan pengelolaan wilayah bahari dan
an atau bahkan hukum sebagian besar dijatuh- telah sejak awal atau dini pula memotivasi umat
kan. Pemerintah pusat harus terlibat sebab per- supaya menyadari betul bahwa betapa penting-
tanggungjawaban dan kekuasaan untuk masalah nya pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan,
kelautan sudah pasti ada di situ (navigasi, terutama dalam rangka mengatasi krisis atau
keamanan nasional, migrasi ikan, hubungan kemelut ekonomi, masalah kemiskinan yang
internasional dan lain-lain). Pemerintah tingkat berkepanjangan, meningkatkan kesejahteraan
propinsi harus diikutsertakan karena seluruh umat, pemanfaatan potensi laut dan perikanan
pihak-pihak yang bertanggung-jawab di wilayah serta pemenuhan kebutuhan hidup manusia
pesisir mempunyai suatu peran dalam proses keseharian.
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Curahan perhatian agama Islam tersebut
Selama ini dirasakan kurangnya kepedulian, diaktualisasikan oleh Allah SWT di dalam Al-
tanggungjawab dan perhatian pemerintah terha- Qur’an dengan secara berulang-ulang telah
dap pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, menyinggung masalah laut (bahr) berkali-kali.
terutama perhatian serius lagi khusus terhadap Penyebutan suatu kata tertentu (bahr) di dalam
nasib atau kehidupan masyarakat pantai atau Al- Qur’an secara berkali-kali atau berulang-ulang
penjaga laut tersebut.
kali berfungsi untuk mengokohkan atau mengu- Sugeng Budiharsono (2001) mengatakan de- atkan (reinforcement) suatu pembicaraan atau per-
ngan tegas bahwa penyebab utama rendahnya masalahan serta menunjukkan pentingnya
kepedulian dan perhatian pemerintah terhadap pembahasan dan permasalahan yang dibicarakan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan ada-
atau yang tersembunyi di balik kata “bahr“
lah: (1) Pemerintah dan masyarakat masih meng- tersebut, agar mendapat perhatian serius lagi
utamakan eksploitasi daratan, (2) Teknologi eks- fokus dan menggugah umat atau masyarakat
plorasi dan eksploitasi lautan, khususnya untuk supaya mau menggali dan memanfaatkan
penambangan minyak dan gas bumi serta mine- potensi sumberdaya pesisir dan lautan secara
ral lainnya memerlukan teknologi tinggi dan bia- maksimal.
ya mahal, (3) Kualitas sumberdaya manusia yang Dalam konteks keindonesiaan, permasalahan
terlibat dalam sektor kelautan relatif masih ren- pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan
dah, khususnya perikanan tangkap, (4) Introduk- hampir terlupakan dalam kebijaksanaan pemba-
si teknologi baru dalam perikanan tangkap tidak ngunan nasional. Crowford (dalam Arbi Yasin,
terjangkau oleh nelayan yang kondisi sosial eko- 2008) mengemukakan bahwa perencanaan dan
nominya rendah, (5) Sistem kelembagaan yang pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara
ada belum mendukung pada sektor kelautan. terpadu masih merupakan hal baru dalam
Kenyataan rendahnya pemanfaatan surnber- pembangunan di Indonesia. Mengingat hal ini
daya pesisir dan lautan juga dirasakan di seluruh baru tercantum dalam GBHN 1993 dan
komunitas pantai Kabupaten Bengkalis Riau. REPELITA VI. Maka seiring dengan pemba-
Banyak kawasan di Kabupaten ini yang wilayah ngunan wilayah pesisir dan lautan telah dirasa-
pesisir dan lautannya belum mendapat sentuhan kan perlunya desentralisasi dan partisipasi
pembangunan secara optimal, desa Tameran masyarakat. Diharapkan perencanaan lebih
merupakan salah satu desa yang dimaksudkan. dititikberatkan pada bottom up planning atau
Padahal desa Tameran mengandung potensi proses dari bawah yang dikombinasikan dengan
kelautan yang cukup besar dan menjanjikan. top down planning atau perencanaan dari atas ke
Beraneka ragam ikan, kepiting (ketam) dan ran- bawah.
jungan. Jenis rumput-rumputan laut yang dapat Berdasarkan pada kenyataan dan hasil-hasil
dimanfaatkan untuk kosmetik maupun obat- studi serta pengalaman-pengalaman peneliti se-
obatan. Di samping potensi lahan untuk budi- lama ini bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir
daya ikan keramba, kepiting, kerang-kerangan, dan lautan masih membutuhkan keikutsertaan
kerapu, dan udang.Komoditi perikanan yang seluruh tingkat pemerintahan. Pemerintah dae-
dikembangkan saat ini adalah ikan keramba dan
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 59 - 72
udang windu. Kondisi geografis yang mengun-
Tujuan Khusus dan Manfaat Penelitian
tungkan ini dimanfaatkan sebagian besar masya- Sesuai dengan pertanyaan sentral penelitian yang
rakat desa Tameran untuk memenuhi kebutuhan disederhanakan untuk bagian pertama yang ter- hidupnya bermata pencaharian sebagai nelayan.
dapat di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
Namun demikian, pengelolaan sumberdaya khusus penelitian ini, sebagai berikut: untuk pesisir pantai dan laut tersebut ternyata belum memberikan gambaran komprehensif situasi so-
cukup memadai untuk mengantarkan masyarakat sial masyarakat Melayu nelayan desa Tameran nelayan desa Tameran mencapai tingkat kesejah- Bengkalis Riau, terutama mengkaji: lokasi desa
teraan yang lebih baik, karena ternyata di lapa- Tameran, kependudukan, keberagaman kelom- ngan diperoleh fakta bahwa sebagian masyarakat pok etnik dan agama, profil pendidikan, sistem
Melayu nelayan desa Tameran kondisi kehidup- ekonomi dan struktur komunitas, organisasi dan annya masih banyak yang miskin. Gambaran ke- kelembagaan sosial, serta pengelolaan sumber-
miskinan ini tampak jelas terutama dari kondisi
daya lokal.
rumah, fasilitas umum dan sarana penunjang Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat
kehidupan lainnya. membantu Pemerintah Kabupaten Bengkalis Oleh karena itu, golongan masyarakat Melayu khususnya melalui dinas terkait yaitu Dinas Ke-
nelayan yang ada di desa Tameran tersebut, lautan dan Perikanan Kabupaten Bengkalis un- sudah sepantasnya mendapat perhatian dalam tuk mengimplikasikan kebijakan yang diperlukan
pengembangan masyarakat desa pantai dewasa dalam rangka mengatasi permasalahan kemis- ini, karena golongan itulah yang berperan dalam kinan masyarakat Melayu nelayan desa Tameran.
menyediakan bahan pangan yang berprotein Bermanfaat pula membantu masyarakat tinggi dan murah bagi masyarakat luas atau Melayu nelayan desa Tameran untuk mengatasi
khalayak ramai. permasalahan kemiskinan, kemelut ekonomi dan Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat kemelut rumahtangga sendiri dengan cara mene-
Melayu nelayan desa Tameran Kabupaten Beng- rapkan strategi pengembangan agribisnis peri- kalis Riau antara lain: 1). Meski sumberdaya kela- kanan yang baru, yang diarahkan untuk menum-
utan tersedia, namun tingkat kesejahteraan sosial buhkembangkan potensi-potensi sumberdaya ekonomi mereka masih tetap rendah. 2). Akses alam dan lingkungan setempat dengan optimal
terhadap sumberdaya relatif masih terbatas, dan seefisien mungkin serta bersifat islami. misalnya, usaha penangkapan dilakukan terbatas
pada perairan yang sempit dengan potensi yang
TINJAUAN PUSTAKA
terbatas yaitu pada perairan pantai. Hal ini dise- babkan karena keterbatasan sarana dan prasa-
Program Pengembangan Masyarakat
rana penangkapan ikan.3). Struktur modal dan
Nelayan Menurut Perspektif Islam
akses terhadap pasar yang masih lemah. 4). Pen- Dalam keputusan ilmu-ilmu sosial, masyarakat dapatan yang belum cukup untuk memenuhi
nelayan termasuk dalam konsep “peasant”. kebutuhan rumahtangga nelayan. 5). Mayoritas
Memang ada juga peneliti yang mengartikan masyarakat Melayu nelayan desa Tameran ber-
peasant terbatas dalam mata pencaharian yang agama Islam, agama Islam telah banyak membe-
khas. Misalnya, Wolf mendefenisikan Peasant rikan kontribusi untuk mengatasi kemiskinan
sebagai petani yang hidup dari mengolah tanah dan untuk pengembangan masya-rakat nelayan,
dan tinggal di pedesaan (Wolf, 1982 ). Kalau namun masyarakat Melayu nela-yan desa
defenisi ini dijadikan acuan maka nelayan, buruh, Tameran tetap berada di bawah garis kemiskinan
pengrajin tidak masuk dalam konsep peasant. atau memprihatinkan.
Agar masyarakat nelayan mencakup dalam Dengan memahami persoalan-persoalan ke-
konsep peasant, konteks pengertiannya lebih miskinan diatas, maka dapat dirumuskan perta-
cocok dikaitkan dengan kelompok orang desa nyaan sentral penelitian yang disederhanakan
dengan ciri-ciri sosial kultural, ekonomi yang untuk bagian yang pertama ini, yaitu: bagaimana
khas. Firth mengartikan peasant mengacu kepa- kondisi sosial faktual masyarakat Melayu
da seluruh masyarakat pedesaan beserta sistem nelayandesa Tameran Bengkalis Riau?
ekonominya. Meskipun matapencaharian hidup utama petani peasant menggarap tanah, namun
Arbi Yasin: Islam dalam Konteks Pengembangan....
kategori pekerjaan petani tersebut, hanya itu. Dengan demikian, manfaat program pe- dipisahkan secara teoritis.
ngembangan masyarakat maritim dapat merata Di Kampung Perupak Kelantan Malaysia,
ke seluruh lapisan, bukan hanya bermanfaat dan Firth melihat bahwa penduduk desa yang beker-
menyentuh pada lapisan atas, sedangkan lapisan ja sebagai petani sawah juga bekerja sebagai nela-
bawah mengalami pemiskinan dan tertekan yan. Mereka semua hidup dalam sebuah desa di-
secara ekonomis berkepanjangan. mana anggotanya tidak hanya saling terlibat da-
Problematika kemiskinan yang melanda lam hubungan kerabat dan keagamaan tetapi ju-
masyarakat nelayan yang telah berlangsung
ga dalam bidang ekonomi. Kehidupan pedesaan relatif lama, teridentifikasi dalam Al- Qur’an pada dimana berbagai kegiatan penduduk saling terka-
surah Al-Kahf (18) ayat 79, yang artinya: it dan khas disebut “peasantry”. Seorang pendu-
”Adapun perahu itu adalah milik orang
duk desa apakah petani, perajin, nelayan akan di- miskin yang bekerja di laut ” (Agus sebut sebagai peasant (Firth dalam Marjali 1993).
Hidayatullah, Dkk, 2013).
Dari keterangan di atas terlihat perbedaan Ayat Al- Qur’an ini mengisyaratkan bahwa titik pandang antara Wolf dan Firth. Berbicara
masyarakat pengelola laut atau disebut sebagai tentang peasant, bagi Firth adalah sistem ekono-
masyarakat nelayan identik dengan kesan mi yang khas, sedangkan bagi Wolf mengacu
keadaan klasik memprihatinkan, yang kerap kali kepada jenis matapencaharian.
secara riil memang kebanyakan mereka penjaga Masyarakat nelayan yang hidup dari hasil me-
pantai tersebut hidup di bawah garis kemiskinan, nangkap ikan dan bermukim di sepanjang pantai
yaitu orang-orang yang lemah secara ekonomis, mempunyai dinamika sosial yang khas sesuai
orang-orang yang sangat membutuhkan perahu dengan lingkungannya (local specific). Tidak
tradisionil dan orang-orang yang menggantung- berbeda dengan masyarakat desa agraris, masya-
kan hidupnya pada sektor kelautan (perikanan). rakat nelayan memiliki paham keagamaan tradi-
Keadaan masyarakat pesisir tradisional secara sional dan ”fanatik” beragama.
umum memprihatinkan. Sebagian besar masya- Sudirman M. Johan (1996) menyimpulkan
rakat laut tersebut masih merupakan nelayan penelitian lapangannya bahwa faktor utama pe-
tradisional dengan karakteristik sosial budaya nyebab kemiskinan masyarakat maritim adalah
yang memang belum begitu kondusif untuk faktor budaya yang berakar pada ajaran keperca-
suatu kemajuan dan perkembangan, terkesan yaan tradisional. Dalam sistem kepercayaan tra-
bersahaja. Standar kehidupan mereka secara disional ini terdapat suatu faham yang bersifat
ekonomis relatif rendah dan masih jauh dari ”fatalisme” yang menyerahkan semua perso-
kesejahteraan.
alan hidup kepada kehendak mutlak Tuhan. Arbi Yasin (2004) mengungkapkan bahwa Manusia tidak punya peran untuk mengubah
kesenjangan ekonomi yang timbul dalam serta meningkatkan taraf hidupnya. Semuanya
masyarakat nelayan disebabkan oleh program- itu telah ditentukan Tuhan semenjak permulaan
program pengembangan masyarakat nelayan kehidupan manusia. Manusia bersifat statis, tidak
yang tidak dengan sendirinya menimbulkan terdapat inisiatif untuk berusaha keras meng-
kesejahteraan sosial bagi masyarakat pantai itu ubah nasib ke arah yang lebih baik, manusia
sendiri.
hanya menjalankan garis hidup yang telah Sedangkan tujuan program pengembangan ditetapkan Tuhan. Masyarakat pasrah dengan
masyarakat menurut Soemarwoto (1991) adalah keadaan yang melingkarinya, tidak punya visi
untuk meningkatkan tingkat hidup dan dan misi ekonomi ke masa depan, keadaan ke-
kesejahteraan masyarakat atau menaikkan mutu miskinan yang mereka alami kurang disadarinya
hidup rakyat dimana mutu hidup mempunyai dan bahkan tidak merasa sebagai beban yang
arti derajat terpenuhinya kebutuhan dasar yang harus dientaskan.
menjadi kebutuhan esensial bagi kehidupan Oleh karenanya, program-program pengem-
manusia. Kebutuhan tersebut meliputi pangan, bangan masyarakat pedesaan nelayan akan lebih
air bersih, pendidikan dan perumahan. mencapai hasil dan sasaran yang cepat lagi tepat
Untuk mengatasi problematika kemiskinan guna harus memperhatikan bentuk-bentuk pe-
yang melanda masyarakat pengelola sumberdaya mahaman ajaran agama pada masyarakat nelayan
pesisir dan lautan, diperlukan upaya jitu dan
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 59 - 72
solusi serius dengan mengikuti petunjuk dan samping ketrampilan pengolahan laut. Tentu bimbingan Allah SWT dalam Al- Qur’an, yang
tidak ada salahnya kalau program yang dilakukan salah satunya adalah dengan cara pemberian
terhadap masyarakat daratan diperlakukan pula bantuan secara benar.
terhadap masyarakat pesisir. Misalnya dengan Kajian pemberian bantuan secara islami ini
sistem orang tua angkat (orangtua asuh), difokuskan kepada informasi yang dapat digali
terutama dari kalangan masyarakat muslim dari Surah Al Ma’idah (5) ayat 2, yang artinya:
secara terorganisir.
”Dan tolong menolonglah kamu dalam
Dengan demikian, betapa berperannya pem-
mengerjakan kebajikan dan takwa, dan
berian bantuan yang tepat sasaran dalam rangka
janganlah tolong menolong dalam berbuat
menunjang program pengembangan masyarakat dosa dan permusuhan” (Agus Hidayatullah,
nelayan yang sering dilanda bencana dan Dkk, 2013).
memiliki problema kehidupan serta kemiskinan. Majelis Malin Sutan (2014) dalam bulletin Ad-Dakwahnya mengatakan bahwa sudah men-
Pendekatan Partisipatif Pembangunan
jadi fitrah manusia untuk hidup bermasyarakat,
Masyarakat
bergaul dengan sesamanya, karena mereka saling
Nelayan
membutuhkan satu sama lain, diantaranya: saling tolong menolong (kerjasama) dalam kebajikan,
Pembangunan bukanlah suatu proses linier, saling mengunjungi, saling berkasih sayang atas
melainkan suatu kompleksitas yang terbentuk dasar cinta karena Allah, saling nasehat mena-
dan perubahan-perubahan yang saling terkait sehati dengan kebenaran dan sabar, membangun
erat. Pendekatan dari “atas ke bawah” (top-down) sarana kehidupan serta manusia membutuhkan
dalam proses pembangunan telah diketahui ba- keamanan dan ketentraman.
nyak kelemahannya berdasarkan pengalaman- Ayat Al- Qur’an di atas menginformasikan
pengalaman yang ada. Sebagai reaksi atas kega- bahwa betapa pentingnya kerjasama dan pem-
galan paradigma pembangunan yang sentralistis, berian bantuan kepada pihak-pihak yang mem-
ditawarkan pendekatan dari “bawah ke atas” butuhkan. Melihat kehidupan masyarakat nela-
(bottom-up ) atau “pendekatan akar rumput” (grass yan yang secara umum memang belum
roots approaches). Pendekatan ini telah banyak me- menggembirakan, bahkan masih jauh di bawah
narik perhatian berbagai kalangan. Penekanan garis kemiskinan, maka berdasarkan kenyataan
pendekatan dari “bawah keatas” (bottom-up) ada- tersebut berarti mereka memerlukan dukungan
lah keterlibatan penuh masyarakat lokal dalam materiil melalui bantuan atau kerjasama, yang
pembangunan. Dengan pendekatan dari “bawah memungkinkan pelaksanaan pembangunan
ke atas” (bottom-up), maka prinsip-prinsip partisi- terhadap masyarakat pantai atau pesisir dari level
pasi menjadi ide sentral dalam proses bawah.
pembangunan secara keseluruhan. Ahmad Yusam Thobroni (2005) telah
Prinsip dasar dari pendekatan partisipatif menjelaskan bahwa bantuan dan kerjasama
menurut Dams (1980), adalah pengembangan sungguh telah banyak dilakukan oleh kelompok-
masyarakat rnelalui sistem dan kelembagaan kelompok tertentu, baik organisasi sosial
yang menjamin hak asasi kehidupan manusia, maupun keagamaan, bahkan secara individual.
dan keputusan politik yang mendukung kelom- Akan tetapi tentu saja hal ini belum memadai
pok masyarakat yang kurang beruntung dalam terutama jika bantuan dan kerjasama tersebut
pembangunan sosial ekonomi, serta untuk me- tidak disusun secara terencana dan terkoordinasi
ningkatkan organisasi dan peran masyarakat. dengan baik. Lebih-lebih lagi jika pelaksana-
Menurut Suharjo (1986) dalam menentukan annya ditumpangi oleh kepentingan pihak-pihak
program pembangunan pengembangan masya- tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.
rakat dikenal tiga bentuk pendekatan, yaitu: (1) Selanjutnya Ahmad Yusam Thobroni (2013)
program pembangunan ditentukan oleh pihak memberikan suatu ilustrasi bahwa masyarakat
luar (pemerintah), (2) program pembangunan pesisir dan pulau-pulau masih memerlukan
ditetapkan oleh masyarakat sendiri, dan (3) pendidikan dasar dan menengah yang baik.
program pembangunan yang ditetapkan bersama Demikian pula modal kerja bagi para nelayan, di
oleh masyarakat dan pemerintah.
Arbi Yasin: Islam dalam Konteks Pengembangan....
gai fasilitator dan dinamisator dalam meng- oleh pihak luar (pemerintah), didasarkan atas
Program pembangunan yang ditentu-kan
gerakkan partisipasi masyararakat. perhitungan bahwa program tersebut diper-
Pendekatan otoriter dalam penanganan lukan oleh masyarakat, tanpa melalui konsultasi
masalah sosial dalam pembangunan, berakibat atau pertemuan formal terlebih dahulu dengan
masalah sosial yang dlitangani dalam pemba- masyarakat setempat, baik dengan seluruh
ngunan bukan merupakan masalah komunitas anggota masyarakat ataupun melalui pimpinan
(masyarakat). Akibatnya masyarakat terkondi- atau wakil-wakil mereka.Program semacam ini
sikan menjadi kurang menyadari dan kurang bercirikan instruktif, dan dimakudkan untuk
peduli terhadap masalah riil yang ada dilingkung- kecepatan bertindak, efisien dari segi waktu dan
an mereka, sehingga menjadi kurang mampu energi, menyelesaikan masalah dengan segera,
memanfaatkan potensi dan peluang serta sum- dan menghasilkan manfaat yang besar (Slamet,
berdaya yang ada untuk menangani masalah 1994).
sosial dari dan oleh masyarakat. Secara struktural Resiko dari cara ini adalah bahwa masyarakat
masyarakat berada pada situasi tidak mem- tidak dipersiapkan dari awal untuk berpartisipasi
peroleh kesempatan secara leluasa mewujudkan terhadap program tersebut, sehingga ada ke-
aspirasinya untuk memenuhi kebutuhan mereka mungkinan masyarakat sulit diajak berpartisipasi
dan menjadi tidak berdaya, atau bahkan dalam tahap pelaksanaannya, bahkan pada pe-
tergantung pada intervensi penguasa. manfaatannya, padahal partisipasi masyarakat
Paling tidak ada enam komponen penting merupakan faktor esensial dalam proses
yang saling terkait dalam proses pembangunan pembangunan.
perikanan, yaitu: (1) perluasan usaha perikanan
untuk meningkatkan produksi, (2) peningkatan oleh masyarakat sendiri, bertitiktolak dari
Program pembangunan yang ditetap-kan
produksi persatuan usaha perikanan,(3) pening- rangsangan bahwa jika penentuan program
katan produksi perikanan menjadi bagian dari diserahkan kepada masyarakat itu sendiri, maka
ekonomi nasional, (4) peningkatan nilai produksi mereka akan mempunyai motivasi yang kuat
perikanan pertenaga kerja, (5) peningkatan untuk melaksanakan program tersebut dengan
pendapatan pertenaga kerja, dan (6) tercapainya sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan hal-hal yang
transformasi perikanan (Mosher,1971). ingin mereka capai dalam program tersebut
Kesemuanya itu bermuara pada satu arah adalah yang mereka rasakan sebagai kebutuhan
tujuan, yaitu tercapainya peningkatan penda- yang memungkinkan berdasarkan pengalaman
patan dan kesejahteraan masyarakat nelayan, mereka sendiri.
sebagai pelaku utama pembangunan di sektor
perikanan. Conyers (1991) membagi kebutuhan bersama, pendekatan ini merupakan ga-bungan
Program pembangunan yang ditetapkan
dasar ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) bahan- antara kedua pendekatan tersebut, dimaksudkan
bahan konsumsi pokok tertentu seperti pangan, untuk menutupi kelemahan-kelemahan yang ada
sandang, papan, (2) pelayanan pokok seperti pada kedua pendekatan itu. Dalam pelaksana-
pendidikan, kesehatan, air bersih, dan (3) hak annya pihak luar mengadakan konsultasi dengan
untuk berpartisipasi dalam membuat dan masyarakat, mendiskusikan pendapat tentang
melaksanakan program yang berpengaruh situasi linkungan serta kehidupan masyarakat
terhadap pengembangan pribadi. setempat, kemudian memutuskan bersama program yang menjadi kesepakatan.
Ukuran Kemiskinan Untuk Pengembangan
Dalam konteks pembangunan nasional, ideal-
Masyarakat Nelayan
nya pendekatan pembangunan dari bawah dan dari atas dipadu secara harmonis, dan keduanya
Secara singkat kemiskinan dapat didefenisikan saling melengkapi dengan tetap memperhatikan
sebagai suatu standar tingkat kehidupan yang aspirasi masyarakat (Nasoetion, 1990). Pemerin-
rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan tah dianggap memiliki berbagai kemampuan
materi pada sejum!ah atau segolongan orang seperti teknologi, keahlian, biaya, kekuasaan, dan
dibandingkan dengan standar kehidupan umum administrasi. Melalui kemam-puannya itu peme-
yang berlaku dalam masyarakat yang rintah dapat memainkan pe-ranan penting seba-
bersangkutan (Ishaq, 2002). Standar kehidupan
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 59 - 72
yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, moral dan harga diri mereka.
Kemiskinan dapat merupakan kemiskinan absolut ataupun kemiskinan relatif. Kemiskinan dapat pula diartikan secara sempit ataupun secara luas.Kendati demikian semua sepakat bahwa kemiskinan merupakan kondisi yang tidak memuaskan ataupun kondisi yang tidak diinginkan. Para peneliti mungkin bertolak dari indikator lokal sesuai dengan pemahaman/ persepsi masyarakat setempat atau masyarakat lokal, dimana masyarakat lokal memahami betul apa arti kemiskinan di kalangan mereka. Seperti pada masyarakat petani Jawa terdapat istilah “cukupan” yang mengandung arti sebagai terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang secara wajar diperlukan oleh petani secara biasa atau umum (Singarimbun dan Penny dalam Rusli, Dkk,1995).
Identifikasi atau
pengenalan
gejala
kemiskinan dilakukan dengan menggunakan metodologi tertentu. Beberapa metodologi yang ada memfokuskan penelaahan antara lain pada aspek: (1) identifikasi golongan/kelompok ma- syarakat miskin, untuk menjawab siapa?, dan (2) identifikasi daerah miskin, untuk mengetahui dimana? Pendekatan analisis yang dilakukan atas kedua hal tersebut berbeda. Mengidentifikasi go- longan miskin lebih ditekan pada satuan analisis perorangan atau perkapita dan lebih lanjut pada identitas atau karakteristik golongan sasaran. Sedangkan identifikasi daerah miskin lebih dite- kankan pada satuan analisis wilayah dan lebih lanjut pada identifikasi karak-teristik wilayah.
Untuk mengetahui berapa banyak pendu-duk yang tergolong miskin umumnya dilakukan de- ngan penetapan suatu garis kemiskinan (poverty line). Pengukuran kemiskinan secara absolut dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan konsep garis kemiskinan Sayogyo, konsep garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS dan konsep garis kemiskinan menurut Dirjen Bangdes.
KONDISI SOSIAL FAKTUAL MASYARAKAT MELAYU NELAYAN DESA TAMERAN
Sesuai dengan kenyataan dan beberapa temuan yang didapat di lapangan penelitian pada
masyarakat Melayu nelayan desa Tameran, maka di bawah ini dengan sengaja disajikan data hasil penelitian untuk memberikan gambaran kom- prehensif situasi sosial masyarakat Melayu nela- yan desa Tameran Bengkalis Riau itu, terutama sekali mengkaji: lokasi dan kependudukan, keberagaman kelompok etnik dan agama, profil pendidikan, sistem ekonomi dan struktur komunitas, organisasi dan kelembagaan sosial, serta pengelolaan sumberdaya lokal.
Setting Lokasi dan Kependudukan
Desa Tameran terletak di sebelah Timur Ibukota Kecamatan Bengkalis yang merupakan salah satu desapantai yang potensial penghasil ikan.Desa Tameran Bengkalis Riau berbatasan dengan desa-desa sebagai berikut: sebelah utara berbatas dengan desa Belas Kecamatan Bantan, sebelah timur berbatas dengan desa Penebal Kecamatan Bengkalis, sebelah selatan berbatas dengan Selat Bengkalis, dan sebelah barat berbatas dengan desa Damai Kecamatan Bengkalis serta memiliki ratio beban tanggungan hidup yang cukup tinggi yaitu sekitar (42,09 %)
Keberagaman Kelompok Etnik dan Agama
Desa Tameran Bengkalis Riau didiami oleh beragam kelompok etnik. Empat kelompok etnik utama adalah Melayu, Jawa, Suku Asli dan etnik Cina. Di samping itu terdapat kelompok etnik lain seperti Bugis, Minang dan etnik Batak. Jumlah komposisi penduduk berdasarkan ke- lompok etnik dapat diutarakan sebagai berikut: kelompok etnik Melayu di desa Tameran me- rupakan kelompok etnik terbesar jumlahnya yaitu sebesar (62,8 %), diikuti oleh kelompok etnik Jawa (20,5 %), kelompok suku Asli (10 %), kelompok etnik Cina/Tionghoa (3,9 %) dan kelompok etnik lain-lainnya yang terdiri dari kelompok etnik Bugis, Minang dan etnik Batak, sekitar (2,8 %).
Sedangkan pada pembahasan tentang keberagaman kelompok agama, akan dijelaskan mengenai kondisi-kondisi kelompok agama yang dianut oleh penduduk atau masyarakat desa Tameran. Keadaan-keadaan agama yang diya- kini, dianut atau menjadi pegangan penduduk di tengah-tengah perkembangan dan kemajuan so- sial desa Tameran adalah: kelompok agama Is- lam yang merupakan porsi kelompok yang
Arbi Yasin: Islam dalam Konteks Pengembangan....
terbesar (85 %) dianut, kemudian diikuti dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang kelompok agama Budha (13,9 %), Kristen (0,5
relevan tentang berbagai aspek penting dalam %), sedangkan sisanya beragama Konghucu atau
pembangunan perikanan yang meliputi aspek- yang memenuhi kategori lain-lain sekitar (0,8 %).
aspek; teknologi, budidaya usaha nelayan, manajemen usaha nelayan, pemasaran hasil
Profil Pendidikan
perikanan serta tantangan dan peluang dalam pembangunan perikanan. Pendidikan dan
Pendidikan merupakan faktor yang sangat peting pelatihan yang dirancang dalam bentuk dalam upaya peningkatan dan pengembangan pelatihan-pelatihan singkat, kursus dan magang sumberdaya manusia pembangunan. Kartasas- memiliki makna strategis da1am pengembangan mita (1996:140), menunjukkan bukti bahwa wawasan pengetahuan dan pemahaman nelayan keberhasilan negara-negara industri baru terjadi akan berbagai informasi dan inovasi karena penekanan yang diberikan pada bidang
pembangunan perikanan.
pendidikan untuk pengembangan kualitas
sumberdaya manusia pada umumnya.
Sistem Ekonomi dan Struktur Komunitas
Konsep Gary Becker (dalam Kartasasmita, 1996:140), tentang modal manusia (human
Sistem Ekonomi
capital) menunjukkan bahwa peningkatan pro- Pada umumnya penduduk desa Tameran duktivitas faktor-faktor produksi diperoleh dari mempuyai matapencaharian sebagai petani
peningkatan sumberdaya manusia, di samping (63,41 %), nelayan (16,89 %), peternak (1,44%), perubahan teknologi, dan bahkan menurut pengrajin (5,78%), PNS lainya (0,7%), guru (2,89
Gillery dan Eggland (1989: 4) mengatakan bah- %), pedagang (1,35 %), buruh (4,60 %) dan wa surnberdaya manusia lebih penting daripada sebahagian kecil tukang sekitar (2,89 %).
dua sumberdaya lainnya yaitu sumberdaya yang Penduduk atau masyarakat nelayan di desa bersifat fisik dan sumberdaya finansial. Investasi dalam “human capital” yakni dalam Tameran Kecamatan Bengkalis terdiri dari dua
golongan yakni (1) nelayan tetap, dan (2) nelayan pendidikan, pelatihan dan kesehatan, berdasar- sambilan. Data jumlah dari golongan nelayan kan berbagai penelitian menunjukkan telah tetap dan sambilan dapat dikemukakan bahwa menghasilkan sumberdaya pertumbuhan yang persentase golongan “nelayan tetap” meng- tidak kalah pentingnya dengan investasi pada
alami pertambahan dan “nelayan sambilan”
modal fisik. “Human Capital” merupakan asset mengalami penurunan. Jumlah nelayan tetap
utama pembangunan dan perwujudannya digam- tersebut terus bertambah setiap tahunnya barkan oleh pengetahuan, keterampilan dan disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk
motivasi warga masyarakat (Scoot dan Jaffe, usia produktif di desa Tameran. 1994: 13).
Melalui kajian ini ditemukan bahwa sumber
Sistem Upah Nelayan
daya manusia nelayan, umumnya hanya ber- pendidikan formal tingkat Sekolah Dasar dan
Sistem upah pada usaha perikanan laut di desa pendidikan nonformalnya sangat terbatas. Dari
Tameran ada dua macam. Pertama, sistem upah data konkrit para nelayan yang diamati dalam
tetap dengan gaji harian sebesar Rp.100.000 penelitian ini, sebagian besar (63,1%) dari
sampai dengan Rp.200.000 per hari. Satu kali mereka berpendidikan formal Sekolah Dasar,
operasi penangkapan selama 12 hari, yakni pada (22,4%) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan
pasang besar yang disebut “Satu Kelam”. Jika (14,4%) Sekolah Lanjutan Atas. Pendidikan non
penghasilan melebihi Rp.35.000.000 untuk satu formal, sebagian besar (80,7%) tidak pernah
trip diberikan premi sebesar Rp.1.000.000 mendapatkan/mengikuti pendidikan non formal
sampai dengan Rp.1.500.000 per orang. Gaji (11 ,7%) pemah mengikuti pelatihan, dan (7,4%)
serta premi yang diterima itu merupakan hasil pernah mengikuti pelatihan dan magang tentang
bersih yang dibawa pulang oleh buruh nelayan usaha perikanan.
karena makan, minum dan rokok sudah Kondisi tersebut menunjukkan sangat diper-
disediakan oleh tokeh (pemilik kapal) selama lukannya upaya peningkatan dan pengembangan
operasi penangkapan dilaut berlangsung. sumberdaya manusia nelayan melalui pendidikan
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 59 - 72
Penerimaan gaji itu tidak dilakukan setiap pokan tertentu atas individu-individu dalam akhir bulan, seorang buruh nelayan dapat
masyarakat, seperti: kaya-miskin, tokeh/juragan- meminjam dari tokeh sesuai dengan kebutuhan
buruh nelayan, terpelajar-awam, pemimpin- rumahtangganya. Jika kebutuhan mendesak
pengikut. Stratifikasi sosial seperti ini memberi penerimaan pinjaman dapat jauh lebih besar dari
corak pada perilaku partisipasi masyarakat dalam gaji yang bakal diterimanya untuk beberapa
proses pembangunan.
bulan mendatang. Bagi buruh nelayan pinjaman Struktur masyarakat Melayu nelayan desa ini dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
Tameran Kecamatan Bengkalis berdasarkan seperti perbaikan rumah, biaya sekolah anak dan
status dalam usaha perikanan laut rnelibatkan di lain-lain. Di lain pihak, pinjaman ini merupakan
satu pihak nelayan yang mempunyai status keuntungan besar bagi seorang tokeh karena
pemilik (juragan). Nelayan pemilik (juragan) buruh nelayan tersebut tidak mungkin dapat
terbagi atas nelayan tradisional yang tidak pindah bekerja pada tokeh yang lain.
menggunakan perahu atau hanya menggunakan Sistem upah jenis kedua merupakan bagi
perahu tanpa motor (PTM) dan nelayan non hasil di mana pemilik kapal mendapat bagian 50
tradisional, yaitu nelayan pemilik yang dalam persen dari hasil penjualan bersih. Sisa hasil
penangkapan ikan penjualan dibagi sama rata sesama buruh nelayan
melakukan
usaha
menggunakan armada kapal motor (K.M). lainnya. Kerusakan kapal serta alat penangkapan
Golongan nelayan non-tradisional masih dapat ditanggung pemilik. Berdasarkan Undang-
dibedakan atas dua lapisan yaitu: nelayan non- Undang Bagi Hasil Perikanan tahun 1964 dalam
tradisional yang telah berhasil dalam usaha hal penangkapan ikan dengan kapal bermotor
secara mandiri dan nelayan non-tradisional yang berlaku bagi hasil dengan perbandingan 60
rnemperoleh status baru itu berkat fasilitas pérsen untuk pemilik dan 40 persen untuk
kredit dari pemerintah.
penggarap (HNSI, 1980:79). Dengan demikian sistem bagi hasil
Organisasi dan Kelembagaan Sosial
penangkapan ikan di desa Tameran Kecamatan Kelembagaan sosial pada dasarnya menyangkut
Bengkalis merugikan pemilik kapal sebesar 10 seperangkat norma atau tata kelakuan. persen. Walaupun demikian para tokeh tetap Kelembagaan sosial merupakan himpunan
mau begitu dan dalam kenyataannya pihak norma-norma segala tingkatan yang berkisar nelayan pemilik/tokeh masih bérada pada pihak pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan
yang beruntung karena hasil “dijual” pada masyarakat, wujud konkrit kelembagaan sosial pemilik/tokeh itu sendiri, yang juga melakukan
tersebut adalah asosiasi.
pengolahan hasil tangkap tersebut. Batasan kelembagaan sosial yang dikemu- Armada penangkapan ikan yang terdapat di kakan oleh Bertrand (1974) yang dikutip oleh
desa Tameran terdiri dari: (1) kapal Kolopaking dan Tonny (2002), bahwa kelem- motor/pompong (9.6 %),(2) perahu/sampan bagaan sosial adalah tata abstraksi yang lebih
(22,5 %), yang juga berfungsi sebagai sarana tinggi dari grup, organisasi dan sistem sosial pengangkutan orang, barang dan hasil bumi, (3) lainnya. Bahkan Broom dan Zelznick (1956)
pemilik tambak (1,6 %), (4) buruh nelayan (42,8 yang dikutip oleh Kolopaking dan Tonny (2002) %) dan lain-lain (pembantu kerja nelayan) sekitar mengatakan, jika suatu asosiasi melayani
(23, 5 %). kepentingan umum dan bukan hanya kepentingan pribadi, dilakukan secará teratur,
Struktur Komunitas
tetap dan diterima oleh umum, maka dapat Struktur komunitas dan stratifikasi sosial, akan
disebut suatu institution.
mempengaruhi pola hubungan masyarakat Jadi kelembagaan dan asosiasi adalah sama, dalam kehidupan bersama, termasuk dalam
hanya yang pertama (kelembagaan) melayani
kegiatan pembangunan. Pola hubungan „patron-
kepentingan umum dan yang kedua (asosiasi) client” di masyarakat Melayu nelayan desa
melayani kepentingan khusus. Namun keduanya Tameran akan menentukan corak partisipasi
merupakan bentuk-bentuk organisasi sosial dan yang berbeda antara keduanya. Sistem pelapisan
organisasi sosial disamakan dengan struktur. masyarakat menyebabkan adanya pengelom-
Olehkarena itu struktur diartikan lebih luas.
Arbi Yasin: Islam dalam Konteks Pengembangan....
Sebaliknya organisasi adalah struktur khusus Masjid dan Persatuan Kematian. Lembaga yang yang dibentuk dan disusun dengan sengaja untuk
disebut di atas merupakan lembaga masyarakat kelompok-kelompok tertentu.
desa yang merupakan wahana pengembangan Konsisten dengan itu, maka fungsi kelemba-
masyarakat dalam pembangunan yang bertujuan gaan sosial menurut Van Doom dan Lammers
untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga (1959) adalah: (1) memberi pedoman berperilaku
nelayan di desa Tameran Bengkalis Riau. pada individu/masyarakat, bagaimana mereka bertingkahlaku atau bersikap di dalam meng-
Pengelolaan Sumberdaya Lokal
hadapi masalah-masalah dalam masyarakat, ter- Dahulu nenek moyang kita menangkap ikan utama dalam menyangkut kebutuhan-kebutuhan, hanya untuk kebutuhan keseharian (makan).
(2) menjaga keutuhan, dengan adanya pedoman Ikan yang ditangkap digunakan untuk memberi yang diterima bersama, maka kesatuan dalam makan keluarga dan sebagian dijual, sehingga
masyarakat dapat dipelihara, (3) memberi pe- bisa mendapatkan uang serta dapat membeli gangan kepada masyarakat untuk mengadakan sesuatu untuk kebutuhan hidup.
kontrol sosial (Social control), artinya, sistem Peningkatan jumlah penduduk desa Tameran pengawasan masyarakat terhadap tingkahlaku dan desa lain telah berakibat menurunnya
anggotanya dan (4) memenuhi kebutuhan pokok sumberdaya, padahal ikan tidak dapat berpro- manusia atau masyarakat (Kolopaking dan
duksi secara cepat, dan banyaknya mangrove
Tonny, 2002). yang telah ditebang untuk keperluan perumahan, Kelembagaan ini bisa formal seperti: kope- kayu bakar pabrik batu bata dan kayu bakar
rasi, perbankan, balai penyuluhan, pos kesehatan untuk kebutuhan rumah tangga. dan bisa informal seperti kelompok pengajian Hal ini memperlihatkan bahwa salah satu
dan kelompok-kelompok nelayan lainnya. masalah besar yang dihadapi adalah menyeim- Kelembagaan lokal (kelompok lokal) merupakan bangkan jumlah orang di desa Tameran dengan
tempat masuknya inovasi pembangunan yang sumberdaya agar dapat menghidupi diri untuk datang dari luar dan oleh karenanya dapat peningkatan kesejahteraan nelayan.
mempercepat jalannya proses difusi inovasi di Kelangsungan hidup praktek pengelolaan kalangan masyarakat nelayan. sumberdaya laut tradisional dihadapkan pada
Kelembagaan lokal dapat menghubungkan persoalan semakin terbatasnya akses sumberdaya masyarakat dengan birokrasi pemerintah. perikanan laut. Keterbatasan akses sumberdaya
Kelembagaan lokal juga dapat untuk memo- tersebut pada satu sisi disebabkan telah ber- bilisasi sumberdaya, mengorganisasikan pelaksa- operasinya kapal-kapal besar yang mempergu-
naan pembangunan dan dapat pula merupakan nakan alat-alat tangkap yang menguras sumber- wahana yang efektif untuk meningkatkan daya (over exploitation) yang memasuki wilayah
pengembangan usaha nelayan serta pengelolaan tangkapan tradisional dan pada sisi yang lain keuangan rumahtangga nelayan, karena sudah adanya sifat sumberdaya perikanan yang diang-
dikenal sejak lama berfungsi sebagai wahana gap tidak bertuan (open acces). Setiap orang atau komunikasi yang akrab bagi warga masyarakat kelompok dapat berkesempatan untuk meman-
setempat (Nasution, 1991:16). faatkan sumberdaya itu, akhirnya sumberdaya Di dalam perkembangan selanjutnya, norma- tersebut semakin terkuras, cepat habis dan tidak
norma tersebut dapat dikategorikan ke dalam jelas keberlangsungan pemanfaatannya. berbagai kebutuhan pokok kehidupan manusia Sumberdaya umumadalah sumberdaya yang
misalnya, untuk kebutuhan matapencaharian tidak dimiliki atau diawasi secara eksklusif oleh menimbulkan kelembagaan perikanan, seperti satu orang pemilik atau satu grup pemilik,
pada masyarakat nelayan desa Tameran olehkarena itu pihak-pihak yang terlibat dalam terdapatnya koperasi yang melayani kebutuhan pemanfaatannya tidak memiliki kendali dan
nelayan serta hubungan nelayan dengan para tanggungjawab yang jelas terhadap kualitas dan tokeh. prospek sumberdaya tersebut, sehingga tidak
Kelembagaan sosial budaya yang ada di desa memiliki insentif untuk membuat keputusan Tamaran antara lain, Badan Perwakilan Desa investasi dan alokasi sumberdaya yang efesien.
(BPD), PKK, Organisasi Kepemudaan, Remaja Karena sumberdaya bersama ini tidak dikuasai
Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 59 - 72
oleh perorangan atau agen ekonomi tertentu, ra perorangan, tetapi juga mempengaruhi pro- maka akses terhadapnya tidak dibatasi,pula,
duktifitas tangkapan seluruh nelayan di masa sehingga mendorong terjadinya eksploitasi yang
selanjutnya, karena perbuatan seorang nelayan berlebihan dan berdampak negatif terhadap
berdampak pula terhadap stok ikan secara kelestarian lingkungan.
keseluruhan.
Beberapa tahun lalu, kebanyakan nelayan Intinya bahwa kebebasan dalam mengakses telah menggunakan jaring kurau dan jaring batu
sumberdaya milik umum perlu dipertahankan untuk penangkapan ikan. “Jaring kurau” yaitu
sebagai sumberdaya milik bersama, hanya saja alat tangkap yang bisa menangkap semua jenis
hak-haknya diatur melalui kebijakan privatisasi ikan, ikan kecil sampai besar, yang mempunah-
atau pengawasan pemerintah.
kan benih-benih ikan yang ada. “Jaring batu”
Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi adalah alat tangkap yang memakai pemberat
kehancuran sumberdaya yang paralel dengan yang sampai ke dasar laut, yang mempunahkan
keberlangsungan praktek tradisional pengelolaan populasi yang ada di laut, sampai batu
sumberdaya adalah pemberian hak-hak kepemi- karangpun bisa terangkat (sebagai tempat
likan (property right) melalui aturan main, hukum tinggalnya ikan). Ini merupakan teknik-teknik
atau kebijaksanaan publik dan kontrol serta yang sangat merusak populasi yang yang ada
pengawasan dan pengaturan terhadap sumber- dilaut.
daya alam tersebut.
Di sisi lain, didesa Tameran juga terdapat Pola-pola pengelolaan tradisional sumber- orang-orang dari daerah lain dengan kapal-kapal
daya laut desa Tameran perlu diidentifikasi penangkap ikan komersil yang datang untuk
keberadaannya sehingga dapat dikembangkan menangkap ikan. Kapal-kapal komersil itu da-
sebagai suatu institusi yang mampu membawa tang dan menangkap ikan di wilayah penang-
perbaikan kesejahteraan masyarakat nelayan. kapan tradisional, namun pemerintah tidak
Pola-pola pengelolaan tradisional sumberdaya melakukan apa-apa untuk mendukung tuntutan
laut merupakan kelembagaan yang mengatur tradisional yang seharusnya dilarang untuk
pemanfaatan sumberdaya secara bersama-sama menangkap ikan secara komersil.
oleh suatu komunitas masyarakat. Sifat keterbukaan sumberdaya perikanan
Dalam implementasinya, pembangunan per- tersebut berkaitan pula dengan ketidakpastian
ikanan melibatkan berbagai pihak (pemerintah, pemilikan
swasta, LSM, tokeh dan nelayan) yang masing- keterbukaan dan ketidakpastian pemilikan
masing mempunyai fungsi dan tugas serta pada sumberdaya (property right) merupakan sumber
dasarnya untuk mendukung kelancaran dan penyebab kehancuran sumberdaya yang pada
keberhasilan pembangunan perikanan sebagai gilirannya mempengaruhi kelangsungan praktek
upaya mensejahterakan masyarakat nelayan. pengelolaan sumberdaya tersebut. Setiap orang
Disisi lain, kemampuan masyarakat dalam atau kelompok masyarakat tidak memiliki hak
mengakses sumberdaya perikanan sangat bera- apa-apa terhadap sumberdaya itu, kecuali
gam, ada yang memiliki kemampuan tinggi dan kesempatan untuk memanfaatkannya saja.
ada yang bahkan memiliki kemampuan yang Hampir seluruh sumberdaya pesisir dan laut
sangat minimal. Ketika suatu inovasi pem- dapat digolongkan sebagai Common property
bangunan perikanan dikomunikasikan kepada resource atau common pool resource. Ikan Terubuk
masyarakat tidak dengan sendirinya seluruh yang bermigrasi dari wilayah selat Bengkalis ke
lapisan masyarakat segera mampu meman- wilayah lain sudah barang tentu sulit ditetapkan
faatkannya.
batas wilayah kepemilikan sumberdayanya, atau Ada masyarakat yang dengan cepat mampu sulit melarang pihak lain untuk tidak menangkap
memanfaatkannya, ada yang membutuhkan ikan Terubuk.
waktu cukup lama dan bahkan ada masyarakat Sudah diketahui secara meluas dari berbagai
yang tidak punya kemampuan untuk meman- riset yang dilakukan di ekosistem pesisir dan
faatkannya jika tidak didukung oleh pihak luar lautan, bahwa kegiatan penangkapan (effort) yang