Pengaruh Penambahan Cahaya di Malam Hari Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. pada Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Tipe Recirculate Raceway Pond

  Pengaruh Penambahan Cahaya di Malam Hari Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. pada Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Tipe Recirculate Raceway Pond

  Grace Indra Agung*, Musthofa Lutfi, Wahyunanto Agung Nugroho Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya

  Jl. Veteran, Malang 65145

  • Penulis Korespondensi, Email: grach_holic@yahoo.com

  ABSTRAK Cahaya mempunyai pengaruh langsung dalam proses fotosíntesis dan tidak langsung terhadap pertumbuhan. Kurangnya intensitas cahaya menyebabkan proses fotosíntesis tidak berlangsung normal sehingga mengganggu biosíntesis sel. Energi yang diberikan oleh cahaya bergantung pada intensitas cahaya, dan lamanya pencahayaan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan cahaya pada malam hari terhadap pertumbuhan Chlorella sp, kandungan nitrat, fosfat dan amonium pada instalasi pengolahan limbah cair tahu tipe Recirculate Raceway Pond. Penelitian ini dilakukan pada kolam berbentuk lintasan sepanjang 14 m dengan kedalaman 28 cm dan berkapasitas 1200 l. Air limbah tahu dimasukkan ke dalam kolam dengan debit 5 l/jam, sehingga limbah yang tambahkan tiap harinya sebanyak 120 l. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu perlakuan dengan penambahan cahaya atau tanpa penambahan cahaya di malam hari. Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan Chlorella sp. mempunyai rata-rata kepadatan sel Chlorella sp. pada hari ke-17 sampai hari ke-21 lebih tinggi yakni sebanyak 2255 x

  4

  4

  10 sel/ml di titik awal dan sebanyak 2385 x 10 sel/ml di titik akhir. Hubungan tersebut dapat diketahui

  2

  dengan persamaan y = 329.0x + 1440 dengan nilai koefisien determinasi R sebesar 0.94. Perlakuan penambahan cahaya di malam hari juga berpengaruh terhadap kualitas air meliputi : nitrat mengalami

  2

  2

  2 kenaikan (R = 0.738), fosfat (R = 0.484) dan amonium (R = 0.562) mengalami penurunan.

  Kata kunci: Intensitas Cahaya, Mikroalga, Open Pond, Limbah Tahu

  The Effect of Addition Light at Night for Chlorella sp. Growth on Tofu Industry Liquid Waste Processing Installation Type Recirculate Raceway Pond

  ABSTRACT The light has effect in photosynthesis process directly and growth indirectly. Reducing light intensity cause photosynthesis process become abnormal and makes trouble the biosynthesis cell. Energy that gives by light depends on intensity and the lighting duration. The purpose of this research is knows effect of addition light at night for Chlorella sp. growth, nitrate content, phosphate and ammonium on tofu liquid waste processing installation type Recirculation Raceway Pond. The research is done on pond formed track alongside 14 m with depth 28 cm in capacity 1200 l. Tofu waste water entered to pond with rate of flow 5 l/hour, so waste that add everyday is 120 l. Method that used is descriptive which with addition light at night or not. Based observational result, Chlorella sp. growth has average cell density on 17th until day

  4

  4 21th above 2255 x 10 cell/ml on first point and 2385 x 10 cell/ml on last point. That relationship can be

  2 known by equation y = 329.0x + 1440 by determination coefficients R is 0.94. Addition light treatment at

  2

  2 night also effect to water quality include nitrate increased (R = 0.742), phosphate (R = 0.484) and

  2 ammonium (R = 0.562) decreased.

  Key words: Light Intensity, Microalgae, Open Pond, Tofu Waste

  

PENDAHULUAN

  Tahu merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Rasanya enak serta harganya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Makanan ini diproduksi oleh industri rumah tangga dengan menggunakan bahan baku kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Teknologi pengolahan limbah tahu dapat dilakukan dengan proses biologis sistem anaerob atau aerob. Teknologi pengolahan limbah tahu yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah dengan sistem anaerob, hal ini disebabkan karena biaya operasionalnya lebih murah. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70%-80%, sehingga airnya masih mengandung kadar pencemar organik cukup tinggi, serta bau yang masih ditimbulkan sehingga hal ini menyebabkan masalah tersendiri (Herlambang, 2002). merupakan merupakan ganggang halus hijau yang umumnya disebut pula mikroalga

  Chlorella sp

  hijau. Perkembangbiakan Chlorella sp terjadi secara aseksual dan banyak terdapat di perairan tawar maupun laut dan dapat tumbuh dalam berbagai media yang mengandung cukup unsur hara, seperti N, P, K, dan unsur mikro lainnya. Diharapkan dengan diserapnya unsur-unsur hara yang terkandung dalam limbah cair oleh mikroalga tersebut maka akan meningkatkan kualitas air limbah yang akan dibuang ke perairan.

  Open pond dapat dikategorikan ke dalam kolam yang menggunakan air alam : danau, tambak atau

  kolam, sedangkan yang termasuk kolam buatan yaitu kolam dengan menggunakan dinding dari bahan tertentu seperti PVC, semen, atau tanah liat. Bioreaktor yang banyak dipakai yaitu kolam dengan aliran sirkular dengan 1 pedal roda (paddle wheel). Bioreaktor kolam merupakan salah satu jenis bioreaktor yang termasuk paling murah dibanding fotobioreaktor tertutup (closed photobioreactor), dikarenakan jenis bioreaktor ini hanya menggunakan sinar matahari, sebagai sumber cahaya yang digunakan oleh mikroalga untuk fotosintesis dan mudah untuk dikonstruksi (Chisti, 2007).

  Cahaya mempunyai pengaruh terhadap proses fotosíntesis. Kurangnya intensitas cahaya akan menyebabkan proses fotosíntesis tidak berlangsung normal sehingga mengganggu biosíntesis sel selanjutnya. Energi yang diberikan oleh cahaya bergantung pada intensitas cahaya, dan lamanya pencahayaan. Penambahan lampu di malam hari dengan intensitas cahaya yang tepat, diharapkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan Chlorella sp untuk menyerap nutrien dari limbah cair tahu sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan Chlorella sp. dan kualitas air meliputi kandungan nitrat, fosfat serta amonium pada instalasi pengolahan limbah cair tahu tipe Recirculate Raceway Pond dengan penambahan cahaya di malam hari.

METODE PENELITIAN

  Alat dan Bahan

  Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : microscope, haemocytometer, hand counter,

  

spectrophotometer UV-Vis Libra S22, thermometer, luxmeter,pH universal, infusion set, kolam tipe

recirculate raceway pond, lampu TL 40 watt.Bahan yang digunakan adalah limbah cair tahu yang telah

  diolah secara anaerob pada Instalasi Pengolahan Limbah Tahu yang bertempat di Jl. Wukir gang 04, RT

  04 RW 11, Kelurahan Temas, Kota Batu. Bibit Chlorella sp. diperoleh dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo.

  Metode Penelitian

  Metode penelitian menggunakan metode deskriptif. Berdasarkan Arikunto (2006), cara mengolah data merupakan usaha untuk membuat data tersebut menjadi lebih jelas. Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya (Zulnaidi, 2007). Data yang diperoleh akan dianalisa menggunakan analisa regresi. Uji F dan uji T digunakan untuk mengetahui korelasi antara tiap faktor dengan parameter yang diamati Analisa data

  .

  menggunakan software Microsoft Excel.

  1

  3

2 Keterangan

  1. Bak Input

  2. Alas Bak Input

  3. Dinding Kolam

  4

  4. Saluran Input

  5. Sistem Resirkulasi

  5 Gambar 1. Recirculate Raceway Pond

  Komponen-komponen alat tersebut dirangkai menjadi satu kemudian dilakukan pengisian limbah cair tahu ke dalam kolam sirkuit sebanyak 1200 l. Bibit diberikan di awal perlakuan sebanyak 500 ml dengan kepadatan 250.000 sel/ml. Aerator dan kincir resirkulasi dinyalakan selama proses pengkulturan. Volume air yang disirkulasikan sebanyak 154.5 ml. Jadi volume dari titik akhir yang diresirkulasikan adalah 3.09% dari besar debit yang mengalir. Waktu pengkulturan terbagi menjadi 2 tahap yakni 10 hari untuk sistem batch dan 16 hari untuk sistem continue. Sitem batch bertujuan untuk memberikan waktu bagi

  

Chlorella sp. untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan berkembang biak. Hal ini sesuai dengan

  penelitian yang dilakukan oleh Sutomo (2005) yang menyatakan bahwa pertumbuhan maksimum Chlorella sp. adalah pada hari ke-10. Pada sistem batch tidak dilakukan penambahan limbah cair tahu. Kemudian sistem continue bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan Chlorella sp. jika diberikan limbah cair tahu setiap harinya. Air limbah tahu dimasukkan ke dalam kolam dengan debit 5 l/jam, sehingga total limbah yang tambahkan tiap harinya sebanyak 120 l. Limbah cair tahu tersebut akan mengalir melewati titik awal sampai akhir. Pada titik akhir, sebagian dari Chlorella sp. akan dikembalikan ke titik awal kolam sebagai bibit dengan bantuan kincir resirkulasi. Sistem inilah yang disebut dengan sistem continue.

  Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Ada dua macam perlakuan pada penelitian ini, yakni perlakuan tanpa penambahan cahaya di malam hari (Perlakuan 1) dan perlakuan dengan penambahan cahaya di malam hari (Perlakuan 2) yang dilakukan di malam hari. Jadi sumber cahaya hanya berdasarkan sinar matahari dan lampu pada malam hari. Lampu yang digunakan adalah lampu TL 40 watt sebanyak 3 buah. Jarak lampu diatur sesuai kebutuhan intensitas cahaya optimum (antara 2500-5000 lux) dan dinyalakan selama 14 jam mulai dari pukul 17.00

  • – 07.00 WIB. Untuk mengatasi peningkatan suhu dan intensitas yang berlebihan di siang hari, maka dibuat atap dari plastik dan paranet.
Gambar 3. Pembagian titik dan peletakan lampu pada Recirculate Raceway Pond Keterangan :  Titik A (input), B (tengah lintasan), C (output).

   Titik tersebut digunakan untuk parameter kepadatan Chlorella sp, nitrat, fosfat, dan amonium.  Titik A1, B1, C1 merupakan titik yang digunakan pada perlakuan tanpa penambahan cahaya  Titik A2, B2, C2 merupakan titik yang digunakan pada perlakuan dengan penambahan cahaya

  Pengambilan data dilakukan selama 26 hari dan dimulai pada saat hari pertama dimasukkannya bibit sp. ke dalam kolam. Pengambilan data terhadap suhu, pH, intensitas cahaya dilakukan sebanyak

  Chlorella

  lima kali sehari pada pagi sampai sore hari selama pengamatan berlangsung. Kemudian untuk data nitrat, amonium dan fosfat dilakukan setiap tiga hari sekali pada sistem continue. Data terakhir adalah kepadatan sel Chlorella sp. yang diambil setiap hari pada setiap titik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Kepadatan Sel Chlorella sp. pada Sistem Recirculate Raceway Pond

  Pertumbuhan Chlorella sp. pada sistem continue membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai puncak pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan adanya suplai nutrisi yang terdapat dalam limbah cair tahu yang diberikan setiap harinya. Jumlah sel Chlorella sp. pada sistem continue 2 mengalami peningkatan lebih banyak jika dibandingkan dengan sistem continue 1. Pencapaian fase pada masing-masing perlakuan juga berbeda. Fase lag merupakan fase dimana proses metabolisme berjalan yang ditandai dengan belum terjadinya pembelahan sel atau sehingga kepadatan sel belum meningkat karena mikroalga masih beradaptasi dengan lingkungan barunya.

  Gambar 4. Pertumbuhan Chlorella sp. pada Sistem Recirculate Raceway Pond Sistem continue 1 mengalami fase lag selama 1 hari sedangkan sistem continue 2 tidak ada fase lag. Fase eksponensial terjadi selama 9 hari yakni pada hari ke-11 sampai 20. Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Pada fase ini mulai terlihat pola pertumbuhan dari titik A, B, dan C yang semakin naik. Hari ke-22 sampai hari ke-23, laju pertumbuhan pada sistem continue 1 mulai menurun di setiap titik pengamatan. Pembelahan sel tetap terjadi pada fase ini, namun tidak seintensif fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhan juga mengalami penurunan dibandingkan fase sebelumnya. Sistem continue 2 mengalami penurunan laju pertumbuhan pada hari ke- 20 sampai hari ke-21. Fase stasioner atau puncak pertumbuhan merupakan fase dimana laju reproduksi dan laju kematian relatif sama. Penambahan dan pengurangan jumlah Chlorella sp. seimbang sehingga kepadatannya relatif tetap. Jumlah kepadatan sel pada fase ini tidak bisa selalu sama dikarenakan kandungan nutrisi yang ada dalam limbah cair tahu berbeda setiap harinya sehingga pertumbuhan Chlorella sp. dapat naik ataupun turun sewaktu-waktu.

  Faktor lingkungan pada waktu penelitian menunjukkan kondisi yang layak. Kisaran suhu sekitar 18-

  25.5 C dan pH 7-8. Chisti (2007) menyatakan bahwa temperatur untuk perkembangbiakan mikroalga pada umumnya berkisar antara 20- 30˚C sedangkan menurut Jusadi (2003), fitoplankton dapat mentolerir pH air 7 –9 dan optimum pada pH 8.2-8.7. Air dalam kondisi sedikit basa lebih cepat mendorong proses perombakan bahan organik menjadi senyawa lebih sederhana seperti amonia, nitrat dan fosfat yang akan diserap sebagai bahan makanan oleh tumbuh-tumbuhan renik dalam air. Derajat keasaman (pH) media menentukan kelarutan dan ketersediaan ion mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrien oleh sel.

  Perubahan nilai pH yang drastis dapat mempengaruhi kerja enzim serta dapat menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan mikroalga. Intensitas cahaya tercatat antara 1470-6389 lux. Intensitas cahaya yang lebih besar akan lebih efektif bagi proses fotosintesis, namun pada tingkat cahaya yang sangat tinggi dapat mengurangi laju proses tersebut (Hendersen and Markland, 1987), dan enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis tidak dapat memainkan peranannya (Valiela 1984). Media limbah cair tahu juga terdapat beberapa macam mikroorganisme yang bisa melakukan proses dekomposisi sehingga menghasilkan CO 2 , nitrat, serta fosfat yang dapat dimanfaatkan oleh mikroalga (Maharsyah, 2013).

  Tabel 1. Perbandingan Hasil Kepadatan Sel Chlorella sp.

  4 Kepadatan Sel Chlorella sp. (x10 sel/ml)

  Titik Tanpa Cahaya* Tanpa Cahaya** Dengan Cahaya**

  Awal 1140 1853 2255 Akhir 1894 1964 2385

  • Penelitian Terdahulu **Penelitian Sekarang Penelitian dengan penambahan cahaya di malam hari memperoleh kepadatan sel tertinggi jika dibandingkan dengan kedua penelitian sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa penambahan cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp. Pengujian kepadatan sel untuk perbandingan antara Perlakuan 1 dan Perlakuan 2 didapatkan nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (5.386>4.130) maka hipotesis H ditolak dan dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pengujian

  4

  kepadatan sel pada perlakuan yang diamati. Rata-rata kepadatan sel pada Perlakuan 1 (1769 x 10 sel/m)

  4

  lebih kecil daripada rata-rata kepadatan sel pada Perlakuan 2 (2098 x 10 sel/m) yang menyatakan bahwa jumlah kepadatan sel pada Perlakuan 2 lebih baik dibandingkan dengan jumlah kepadatan sel pada Perlakuan 1.

  Gambar 5. Hubungan antara Penambahan Cahaya dengan Kepadatan sel Chlorella sp. pada Sistem Recirculate Raceway Pond Pengujian regresi linier diperoleh persamaan garis untuk penambahan cahaya terhadap jumlah

  2

  kepadatan sel y = 329.0x + 1440 dengan nilai koefisien determinasi R sebesar 0.94 atau penambahan cahaya di malam hari mempunyai pengaruh sebesar 94%. Nilai korelasi diperoleh 0.969 jadi dapat dikatakan bahwa penambahan cahaya di malam hari mempunyai hubungan positif terhadap kepadatan sel

  

Chlorella sp. Pengujian hubungan satu arah antara perlakuan dengan kepadatan sel didapatkan nilai t hitung

  lebih besar dari nilai t tabel (7.932>1.812) maka hipotesis H ditolak sehingga koefisien konstantanya signifikan terhadap model regresi.

  Kandungan Nitrat pada Sistem Recirculate Raceway Pond

  Kandungan nitrat pada sistem continue dengan penambahan cahaya di malam hari memiliki konsentrasi yang lebih besar karena Chlorella sp. mendapatkan pasokan energi cahaya dari lampu TL sehingga terjadi proses fotosintesis yang lebih lama. Oksigen yang diperoleh dari fotosintesis tersebut digunakan bakteri untuk melakukan proses nitrifikasi. Chlorella sp. menggunakan nitrat sebagai sumber energi, namun proses nitrifikasi dan dekomposisi mikroalga oleh bakteri yang sudah mati menjadi nitrat berlangsung lebih banyak daripada penyerapan nitrat oleh Chlorella sp. sehingga hal ini diduga menjadi penyebab meningkatnya jumlah kandungan nitrat dalam instalasi pengolahan limbah.

  Gambar 6. Kandungan Nitrat pada Sistem Recirculate Raceway Pond Pengujian nitrat pada Perlakuan 1 dan Perlakuan 2 didapatkan nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (26.985>4.130) maka hipotesis H ditolak dan dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pengujian nitrat. Dapat diamati bahwa rata-rata nitrat pada Perlakuan 1 (0.701) lebih kecil daripada rata-rata nitrat pada Perlakuan 2 (0.975) yang menyatakan bahwa kadar nitrat pada Perlakuan 2 mengalami peningkatan lebih besar dibandingkan dengan kadar nitrat pada Perlakuan 1.

  Gambar 7. Hubungan antara Penambahan Cahaya dengan Kandungan Nitrat pada Sistem Recirculate Raceway Pond Persamaan garis untuk penambahan cahaya terhadap kandungan nitrat y = 0.274x + 0.427 dengan

  2

  nilai koefisien determinasi R sebesar 0.738 yang artinya 73.8% dari kandungan nitrat pada sistem

  

recirculate raceway pond dapat dijelaskan oleh perubahan dari variabel perlakuan penambahan cahaya di

malam hari. Nilai korelasi juga menunjukkan angka 0.861 yakni terdapat korelasi positif yang kuat.

  Pengujian hubungan satu arah antara perlakuan dengan kandungan nitrat didapatkan nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (3.364>1.812) maka hipotesis H ditolak sehingga koefisien konstantanya signifikan terhadap model regresi. Hariyanto dkk (1990) menyatakan bahwa persediaan nitrat di dalam air menjadi berkurang dengan semakin meningkatnya pertumbuhan fitoplankton. Namun nitrat dalam air tidak akan habis walaupun digunakan oleh mikroalga untuk pertumbuhannya. Karena mikroalga yang sudah mati tersebut akan terdekomposisi menjadi bahan anorganik, salah satunya yaitu nitrat (Ika, 2013).

  Kandungan Fosfat pada Sistem Recirculate Raceway Pond

  Penurunan fosfat terjadi di setiap titik pengamatan dari hari ke-11 sampai hari ke-26.. Hal ini disebabkan karena Chlorella sp. memanfaatkan fosfat yang ada pada limbah cair tahu untuk memenuhi kebutuhan biosintesis sel. Kaswinarni (2007) menyatakan bahwa Chlorella sp. memperoleh energi dari sinar matahari dan menggunakan bahan anorganik seperti karbondioksida, amonia, nitrat, dan fosfat dalam sintesis sel-sel tambahan. Berdasarkan uji pendahuluan pada limbah cair tahu mengandung nitrat sebesar 14.6 ppm. Kandungan orthophosfat pada limbah cair tahu sebesar 13.5 ppm. Menurut Mackentum (1969), pertumbuhan optimal plankton memerlukan kandungan nitrat pada kisaran 0.9-3.5 mg/l dan ortofosfat adalah 0.09-1.80 mg/l. Lebih lanjut dijelaskan oleh Sumardianto (1995) bahwa kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0.27-5.51 mg/l, dan jika kandungannya kurang dari 0.02 mg/l maka akan menjadi faktor pembatas.

  Gambar 8. Kandungan Fosfat pada Sistem Recirculate Raceway Pond Pengujian fosfat untuk perbandingan antara Perlakuan 1 dan Perlakuan 2 didapatkan nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (15.189>4.130) maka hipotesis H ditolak dan dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pengujian fosfat pada perlakuan yang diamati. Rata-rata fosfat pada Perlakuan 1 (2.218) lebih besar daripada rata-rata fosfat pada Perlakuan 2 (1.539) yang menyatakan bahwa kadar Fosfat pada Perlakuan 2 lebih baik dibandingkan dengan kadar Fosfat pada Perlakuan 1. Gambar 9. Hubungan antara Penambahan Cahaya dengan Kandungan Fosfat pada Sistem Recirculate Raceway Pond Setelah dilakukan regresi linier diperoleh persamaan garis untuk penambahan cahaya terhadap

  2

  kandungan fosfat y = -0.678x + 2.895 dengan nilai koefisien determinasi R sebesar 0.484 artinya penambahan cahaya di malam hari memiliki pengaruh sebesar 48,4% terhadap perubahan konsentrasi fosfat yang ada dalam sistem recirculate raceway pond. Nilai korelasi yang didapatkan yakni 0.696 sehingga penambahan cahaya di malam hari mempunyai hubungan negatif terhadap kandungan fosfat. Pengujian hubungan satu arah antara perlakuan dengan kandungan fosfat didapatkan nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (1.940>1.812) maka hipotesis H ditolak jadi koefisien konstantanya signifikan terhadap model regresi.

  Kandungan Amonium pada Sistem Recirculate Raceway Pond

  Penurunan konsentrasi amonium ini disebabkan karena penyerapan ion amonium oleh alga untuk proses metabolisme sel. Menurut Oh-Hama dan Miyachi (1992), bentuk senyawa nitrogen yang lebih

  • disukai oleh mikroalga adalah amonium (NH ), karena proses transportasi dan asimilasi ion amonium oleh

  4

  • sel fitoplankton membutuhkan energi lebih sedikit dibandingkan dengan ion nitrat (NO

  3 ). Amonium ini

  diasimilasi bersama dengan asam glutamat, menjadi berbagai jenis makromolekul organik seperti protein dan asam nukleat yang dibutuhkan oleh sel mikroalga.

  Gambar 10. Kandungan Amonium pada Sistem Recirculate Raceway Pond Pengujian amonium untuk perbandingan antara Perlakuan 1 dan Perlakuan 2 didapatkan nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (17.548>4.130) maka hipotesis H ditolak dan dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pengujian amonium pada perlakuan yang diamati.Rata-rata amonium pada Perlakuan 1 sebesar 1.898 sedangkan rata-rata amonium pada Perlakuan 2 sebesar 1.339. Hal ini menyatakan bahwa kadar amonium pada Perlakuan 2 lebih baik dibandingkan dengan kadar amonium pada Perlakuan 1. Andrianto (2001) menyatakan bahwa melalui proses fotosintesis, mikroalga menggunakan CO

  2 dari bakteri aerob dan amonia untuk membentuk protoplasma sel dan melepaskan

  molekul oksigen dengan reaksi sebagai berikut : cahaya NH + 8CO + 4.5H O C H O N + 8.75O

  3

  2

  2

  5

  14

  3

  2 Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan (fotosintesis) mikroalga adalah intensitas cahaya, pH, nutrien, dan konsentrasi CO

  2 . Sebagai akibat fiksasi CO 2 oleh alga akan terjadi akumulasi ion hidroksil

  sehingga pH akan meningkat sampai > 9. Hal ini mengakibatkan matinya sebagian besar komunitas bakteri sehingga proses degradasi senyawa nitrogen baik organik maupun anorganik secara bakterial tidak berlangsung dengan baik. Oleh karena itu operasi pengolahan limbah sistem alga-bakterial harus pada daerah yang pH nya 7.0-8.0.

  Gambar 11. Hubungan antara Penambahan Cahaya dengan Kandungan Amonium pada Sistem Recirculate Raceway Pond Persamaan garis untuk penambahan cahaya terhadap kandungan amonium y = -0.559x + 2.456

  2

  dengan nilai koefisien determinasi R sebesar 0.562 atau bisa disimpulkan bahwa perlakuan tersebut berpengaruh sebesar 56.2%. Nilai korelasi diperoleh 0.749. Dengan demikian, penambahan cahaya di malam hari mempunyai hubungan negatif terhadap kandungan amonium. Pengujian hubungan satu arah didapatkan nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (2.267>1.812) maka hipotesis H ditolak sehingga koefisien konstantanya signifikan terhadap model regresi.

  

KESIMPULAN

  Pertumbuhan Chlorella sp. pada instalasi pengolahan limbah cair tahu tipe Recirculate Raceway

  

Pond dengan penambahan cahaya di malam hari mempunyai kepadatan sel lebih banyak dan laju

pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan cahaya di malam hari.

  Kualitas air yang diperoleh dari kedua perlakuan menghasilkan kenaikan nitrat serta penurunan fosfat dan amonium. Cahaya merupakan salah satu faktor penting yang dibutuhkan Chlorella sp. dalam menggunakan energi dari sinar matahari atau lampu untuk mengubah senyawa organik dan anorganik dalam memperoleh makanannya. Sumber cahaya dengan waktu penyinaran dan intensitas yang optimal, akan menghasilkan biomassa dengan kepadatan tinggi. Hal ini juga harus di dukung dengan adanya faktor lingkungan dan ketersediaan unsur hara yang mencukupi.

DAFTAR PUSTAKA

  Andrianto, G. dan Bayu, J. 2001. Proses Penyisihan Ammonia dengan Menggunakan Lumpur Aktif dan Ceratopyllum Demersum serta Mikroalga Jenis Chloropyta. Universitas Diponegoro. Semarang. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta. Chisti, Yusuf. 2007. Biodiesel from Microalgae. Biotechnology Advances. Institute of Technology and Engineering, Massey University. Palmerston North, New Zealand Vol. 25, pp. 294-306. Hariyanto, W., Setyowati, A., dan Kumalaningsih, S. 1990. Mempelajari Biomassa Chlorella sp. Tinjauan dari Kandungan Unsur Fosfat dan Nitrogen dalam Medium. Agrivita. Jakarta.Henderson S.B., and

  Markland. 1987. Decaying lakes the origin and control cultural eutrophication. Jhon Willeys and Sons. Chisester. New York. Herlambang, A, 2002, Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Samarinda. Ika, Tiara. S. 2013. Pengaruh Penambahan Plant-Growth Promoting Bacteria Azospirillum sp. terhadap Laju Pertumbuhan Mikroalga Chlorella sp. pada Media Limbah Cair Tahu Sintesis. Skripsi. FTP.

  UB. Jamil, S. 2001. Media Kultur Biomasa Spirulina sp. Program Studi Pengelolaan Tanah dan Air. Tesis.

  Program Pascasarjana. UB. Jusadi, D. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar: Budidaya Chlorella sp. Direktorat Pendidikan

  Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang. Ktut, I.A. 2012. Desain Fungsional Kolam Sirkuit Resirkulasi (Recirculate Raceway Pond) sebagai Pengolah Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Chlorella sp. Skripsi. FTP. UB. Mackentum, K.M, 1969. The Practice of Water Pollution Biology. United State Departemen of The Interior.

  Federal Water Pollutin Control Administration. Devision of The Technical Support. Maharsyah, Taif. 2013. Efektivitas Penambahan Plant-Growth Promoting Bacteria Azospirillum sp. dalam

  Meningkatkan Pertumbuhan Mikroalga Chlorella sp. pada Media Limbah Cair Tahu Setelah Proses Anaerob. Skripsi. FTP. UB. Oh-Hama, T,. and Miyachi, S. 1992. Microalgae Biotechnology. Scientific Publishing. New York. Sumardianto. 1995. Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu. Fakultas

  Perikanan. IPB Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp. dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal terhadap Pertumbuhan C. Gracilis. Pusat Penelitian Oseanografi.

  Valiela, I. 1984. Marine Ecologycal Process. Springer-Verlag.New York. Zulnaidi. 2007. Metode Penelitian. USU Medan.