Analisis Faktor Risiko Penyebab Kejadian

LAPORAN “ Analisis Faktor Risiko Penyebab Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Rowosari, Kota Semarang ”

Disusun Oleh:

Kelompok 1 Kelas D 2013

Ria Yuniati 25010113140242 Tabita Kartikawati

25010113130243 Stefanny Chillvia A.

25010113140244 Kusuma Dara Z.

25010113140245 Desi Putri Utami

25010113130246 Laksnita Kumara S.

25010113130247 Fitri Khoiriyah P.

25010113140248 Devi Eka Meirinda

25010113140249 Della Zulfa Rifda

25010113140250 Adha Triyanto

25010113140274 Bintar Wahyu I.

Tugas PBL dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas MK Isu Terkini Penyakit

Tidak Menular Semester V 3 sks

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

HALAMAN PENGESAHAN

(Proposal Project Based Learning Isu Terkini Penyakit Tidak Menular)

1. Judul : Analisis Faktor Risiko Penyebab Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Rowosari, Kota Semarang

2. Penyusun

Ria Yuniati

25010113140248 Tabita K.

25010113140242 Fitri K. P.

25010113130243 Devi Eka M. 25010113140249 Stefanny C. A. N.

25010113140250 Kusuma Dara Z.

25010113140244 Della Z. R.

25010113140274 Desi Putri Utami

25010113140245 Adha T.

25010113130246 Bintar W. I. 25010115183021 Laksnita K. S.

25010113130247

Kelompok/

: Kelompok 1/ Semester V/ 2015

Semester/ Tahun

3. Nama Mata : Isu Terkini Penyakit Tidak Menular/ 3 sks Kuliah/ sks

4. Lokasi Kegiatan : Puskesmas Rowosari, Kota Semarang

5. Waktu Kegiatan : September 2015 – November 2015

Sudah diperiksa isi materi keilmuan dan disetujui.

Semarang, 5 Oktober 2015

Dosen Pembimbing/ Penguji PBL,

Lintang Dian Saraswati, SKM, M.Kes NIP. 198111042003122001

Menyetujui, Penanggung Jawab Mata Kuliah Isu Terkini Penyakit Tidak Menular

dr. Baju Widjasena, M.Erg NIP. 197006281997021001

DAFTAR ISTILAH

DM

: Diabetes Mellitus

HHNK : Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis Hiperglikemia

: Peningkatan kadar glukosa IDDM

: Insulin-Dependent Diabetes Mellitus IFG

: Impaired Fasting Glucose IGF

: Impaired Glucose Tolerance JKN

: Jaminan Kesehatan Nasional TGT

: Toleransi Glukosa Terganggu NIDDM

: Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus WHO

: World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Suyono, 2005).

Jumlah penduduk dunia yang sakit diabetes mellitus cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini berkaitan dengan jumlah populasi meningkat, pola hidup, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Laporan dari WHO mengenai studi populasi DM di berbagai negara, jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 2000 di Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi 8,4 juta jiwa. Urutan diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa) (Darmono, 2007). Pada tahun 2010 jumlah penderita DM di Indonesia minimal menjadi 5 juta dan di dunia 239,9 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia meningkat menjadi 21,3 juta. Angka kesakitan dan kematian akibat DM di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya sejalan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada makanan siap saji dan sarat karbohidrat (Depkes RI, 2006).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008, prevalensi diabetes mellitus tertinggi adalah di Kota Semarang sebesar 0,84%. Sedang prevalensi kasus diabetes mellitus tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe 2, mengalami peningkatan dari 0,83% pada tahun 2006, menjadi 0,96% pada tahun 2007, dan 1,25% pada tahun 2008 (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2008).

Menurut data Riskesdas 2013 prevalensi Diabetes Mellitus di Jawa Tengah sebesar 1,6%. Sedangkan berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2014 terdapat 95.342 kasus Diabetes Mellitus. Dengan jumlah kasus tersebut, diabetes mellitus menempati peringkat kedua tertinggi jumlah kasus penyakit tidak menular di Provinsi Jawa Tengah. (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2014)

Hasil dari data laporan puskesmas Kota Semarang pada tahun 2014 didapatkan jumlah kasus Diabetes Mellitus adalah sebanyak 16.474 kasus, terdiri atas 1.010 tergantung insulin dan 15.464 kasus diabetes mellitus non insulin/ DM tipe 2 (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2014).

Berdasarkan data yang kami peroleh dari Puskesmas Rowosari, angka kesakitan karena penyakit diabetes terus meningkat setiap tahun (2009-2014). Pada tahun 2009, angka kesakitan Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (Diabetes Mellitus tipe 2) sebanyak 448 kasus. Pada tahun 2010, angka kesakitan akibat Diabetes Mellitus tipe 2 meningkat menjadi 554 kasus, kemudian pada tahun 2011 semakin meningkat menjadi 746 kasus. Pada tahun 2012, angka kesakitan akibat Diabetes Mellitus tipe 2 sempat menurun menjadi 556 kasus, namun pada tahun 2013 kembali meningkat menjadi 612 kasus. Lalu pada tahun 2014 angka kesakitan akibat Diabetes Mellitus tipe 2 semakin meningkat menjadi 784 kasus.

Jumlah tersebut semakin membuktikan bahwa penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Data Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa jumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin adalah Diabetes Mellitus. Organisasi yang peduli terhadap permasalahan Diabetes, Diabetic Federation mengestimasi bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia pada tahun 2008, terdapat 5,6 juta penderita Diabetes untuk usia diatas 20 tahun, akan meningkat menjadi 8,2 juta pada tahun 2020, bila tidak dilakukan upaya perubahan pola hidup sehat pada penderita (Shabab, 2009).

1.2 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang dan besarnya pengaruh faktor risiko tersebut.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui besarnya risiko umur terhadap kejadian Diabetes Mellitus

tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang.

2. Mengetahui besarnya risiko keturunan terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang.

3. Mengetahui besarnya risiko obesitas terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang.

4. Mengetahui besarnya risiko hipertensi terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang.

5. Mengetahui besarnya risiko aktivitas fisik yang kurang terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). (Baughman, 2000) Kadar gula darah normal adalah 120 mg/dl. Diabetes mellitus akan menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal seperti penyakit jantung, penyakit ginjal, kebutaan, amputasi, dan mudah mengalami aterosklerosis jika dibiarkan tidak terkendali. (Krisnatuti, 2014)

Pada penderita Diabetes Mellitus, terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk berespons terhadap insulin, atau penurunan atau tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pankreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik dan Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis (HHNK). (Baughman, 2000) Diabetes mellitus sendiri memiliki 2 tipe, yaitu:

a. Diabetes Mellitus tipe 1: Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Pada diabetes mellitus tipe ini, sel-sel beta pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Hal ini menyebabkan penderita memerlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. (Baughman, 2000). Penderita jenis ini mengalami kerusakan sel-sel pada pulau langerhans dalam pankreas yang memproduksi insulin. (Krisnatuti, 2014)

b. Diabetes Mellitus tipe 2: Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe 2 diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. (Baughman, 2000). Berkurangnya sensitivitas terhadap insulin ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam b. Diabetes Mellitus tipe 2: Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe 2 diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. (Baughman, 2000). Berkurangnya sensitivitas terhadap insulin ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam

2.1.2 Riwayat Alamiah Diabetes Mellitus

Terdapat 5 tahap Riwayat Alamiah Penyakit Diabetes Melitus:

a. Tahap Prepatogenesis Pada kondisi ini, individu belum merasakan gejala (simptom) dan belum dinyatakan diabetes. Tahap prepatogenesis dapat berpindah menjadi prediabetes dipengaruhi oleh faktor resiko masing-masing individu.

b. Tahap Prediabetes Prediabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Pada masa prediabetes ini belum terdapat abnormalitas dari metabolisme, tapi sudah membawa faktor genetik (carriers). Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi prediabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun. Ada dua tipe kondisi prediabetes:

1. Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl).

2. Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi diabetes.

c. Tahap Diabetes Kimiawi Pasien masih bersifat asimptomatik (belum timbul gejala-gejala) namun sudah terdapat abnormalitas metabolisme pada pemeriksaan laboratoris.

d. Tahap Klinis Fase dimana penderita sudah menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit DM. Gejala-gejala diabetes melitus yaitu Trias DM (Poliuria, Polidipsia, Polifagia).

e. Tahap Akhir Penyakit Penyakit Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang belum dapat disembuhkan. Penyakit ini hanya dapat dikontol dan diberi pengawasan khusus. Penyakit komplikasi yang muncul dari

penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan kecacatan atau kematian misalnya katarak, ganggrene, stroke, PJK, dll.

2.1.3 Level of Prevention Diabetes Mellitus

Upaya pencegahan terjadinya diabetes milletus terdiri atas tiga tahap sebagai berikut:

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer ialah mencegah orang yang normal dan pengidap prediabetes agar tidak menjadi pengidap diabetes. Banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa dirinya mengidap prediabetes. Prediabetes dapat dicegah agar tidak menjadi diabetes dengan mengendalikan faktor risiko diabetes.

Pencegahan dini terjadinya diabetes dapat dilakukan dengan mencegah kelebihan bobot badan dan kegemukan (obesitas), olahraga teratur, serta pengaturan pola makan yang baik. Selain itu, kondisi prediabetes dapat diterapi dengan obat-obatan.

b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yaitu, berbagai upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi diabetes. Jadi, pencehagan sekunder ini diperuntukkan bagi orang yang telah mengidap penyakit diabetes.

Berbagai upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi upaya tersebut meliputi lima pilar, diantaranya :

1. Edukasi Diabetes, dapat melalui kegiatan membaca, ceramah edukasi, seminar, dan lain sebagainya.

2. Mengatur pola makan, harus mengatur pola makan dengan prinsip 3J (tepat Jadwal, tepat Jenis, tepat Jadwal makan).

3. Melakukan aktivitas fisik dan olahraga, dosis olahraga dapat diatur dengan pedoman FIT (Frekuensi, Intensitas, Time).

4. Obat hipoglikemik oral dan mungkin juga suntikan insulin diberikan jika upaya pengaturan makanan dan olahraga tidak cukup mengendalikan kadar gula darah.

5. Pemantauan gula darah secara mandiri, pemeriksaan gula darah secara mandiri bermanfaat agar pengidap diabetes dapat mengetahui kadar gula darahnya sehingga dapat mengatur pola makan, aktivitas, dan dosis obat atau dosis hormon insulin yang harus diterapkan.

c. Pengendalian Tersier Apabila pengidap diabetes sudah mengalami komplikasi diabetes, maka tindakan pencegahannya adalah mencegah kecacatan akibat berbagai komplikasi diabetes. Pengidap diabetes harus tetap menjalani lima pilar pencegahan diabetes. Berbagai penyakit komplikasi seperti penyakit jantung koroner, retinopeti diabetic, atau nefropati diabetic harus diterapi oleh dokter agar tidak berlanjut menjadi serangan jantung, kebutaan, atau kegagalan fungsi jantung.

2.1.4 Patogenesis Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus secara umum terjadi karena adanya proses patogenesis. Ini bersamaan dengan rusaknya autoimun pada sel beta di pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin hingga menjadi abnormal yang menghasilkan resistensi terhadap kerja insulin.

Apabila jumlah atau dalam fungsi insulin mengalami defisiensi, hiperglikemia akan timbul sehingga menyebabkan diabetes.

Kekurangan insulin bisa absolut apabila pankreas tidak menghasilkan sama sekali insulin atau menghasilkan insulin, tetapi dalam jumlah yang tidak cukup, misalnya yang terjadi pada DM tipe 1. Patogenesis DM tipe 2 didasari atas gangguan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan gangguan kerja insulin akibat ketidakpekaan (insensitifitas) jaringan sasaran terhadap insulin (Josten dkk, 2006).

Kekurangan insulin dikatakan relatif apabila pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah yang normal, tetapi insulinnya tidak bekerja secara efektif. Hal ini terjadi pada penderita DM tipe 2, dimana telah terjadi resistensi insulin. Baik kekurangan insulin absolut maupun relatif akan mengakibatkan gangguan metabolisme bahan bakar untuk melangsungkan fungsinya, membangun jaringan baru, dan memperbaiki jaringan (Baradero dkk, 2005 dalam Syamiyah, 2014).

Meskipun patogenesis DM tipe 2 belum dimengerti sepenuhnya, tapi ada 3 faktor penting yang perlu diperhatikan yaitu: (1) faktor-faktor genetik; (2) gangguan fungsi sel beta pankreas; dan (3) penurunan kerja insulin pada jaringan yang peka terhadap insulin (insulin resisten), yang meliputi otot kerangka, hati dan jaringan lemak. Resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor di bawah ini banyak berperan:

a. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)

b. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

c. Kurang gerak badan

d. Faktor keturunan DM tipe 2 sering tidak memiliki gejala, sehingga banyak kasus yang tidak terdiagnosis setelah penyakit ini mulai menunjukkan komplikasi berupa kerusakan pada organ tubuh seperti mata, ginjal, saraf, gusi, gigi dan pembuluh darah. Penderita DM tipe 2 ini sebelumnya tidak mempunyai gangguan pada pankreas maupun produksi insulin, baru dengan berjalannya waktu, pengeluaran hormon insulin mulai mengalami gangguan (Handayani, 2003).

Insulin bekerja pada hidratarang, lemak, serta protein, dan kerja insulin ini pada dasarnya bertujuan untuk mengubah arah lintasan metabolik sehingga gula, lemak, dan asam amino dapat disimpan serta tidak terbakar habis. Jika tidak ada insulin, lemak, gula, dan asam amino tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga unsur-unsur gizi tersebut tetap berada di dalam plasma. Sebagai akibatnya, sel-sel tubuh mengalami starvasi dan terjadi peningkatan kadar glukosa, kolesterol, serta lemak. (Jordan, 2002 dalam Syamiyah, 2014).

Berkurangnya hasil kerja insulin adalah dari tidak cukupnya sekresi insulin dan/atau kurangnya respon jaringan terhadap insulin dalam jalur kompleks kerja hormon. Penurunan sekresi insulin dan resistensi kerja insulin sering terjadi pada pasien yang sama, dan itu menjadi tidak jelas apa kelainannya. Jika hanya salah satu saja, penyebabnya adalah hiperglikemia.

Gejala hiperglikemia meliputi polyuria, polydipsia, penurunan berat badan, kadang dengan polipagia, dan penglihatan kabur. Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai penderita hiperglikemia kronik. Bahayanya, ancaman hidup dari akibat diabetes adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotik.

Komplikasi jangka panjang dari diabetes meliputi retinopati dengan potensi hilangnya penglihatan; nefropati yang menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki, amputasi, dan sendi charcot, dan neuropati otonom yang menyebabkan gejala gastrointestinal, genitourinary, kardiovaskuler dan disfungsi seksual. Glikasi protein jaringan dan makromolekul lainnya serta kelebihan produksi senyawa poliol dari glukosa adalah salah satu mekanisme berpikir untuk menghasilkan kerusakan jaringan dari hiperglikemia kronis. Pasien dengan diabetes memiliki peningkatan komplikasi atherosklerosis, pembuluh darah perifer, dan penyakit serebrovaskular, hipertensi, kelainan metabolisme lipoprotein, dan penyakit periodontal seiring ditemukan pada penderita diabetes.

Dampak emosional dan sosial diabetes dan tuntutan terapi dapat menyebabkan disfungsi psikososial yang signifikan pada pasien dan keluarganya (Jafar, 2004).

2.1.5 Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Faktor risiko DM dibagi 2:

a. Faktor tidak dapat dimodifikasi:

1. Umur Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun, dimana usia ini rawan terkena diabetes mellitus. Semakin bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat.

2. Jenis Kelamin Sebenarnya belum ada kejelasan mengenai mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian Diabetes Mellitus.

3. Bangsa dan etnik Berdasarkan penelitian terdapat hubungan yang nyata antara etnik di suatu negara dan bangsa dengan kejadian Diabetes Mellitus.

4. Faktor keturunan Diabetes Mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan.

5. Riwayat menderita Diabetes Gestasional Biasanya ibu hamil yang menderita diabetes gestasional akan lebih berpotensi menderita diabetes mellitus nantinya.

6. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram.

b. Faktor yang dapat dimodifikasi

1. Obesitas Semakin banyak jaringan lemak tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin. Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan 1. Obesitas Semakin banyak jaringan lemak tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin. Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan

2. Aktivitas fisik yang kurang Prevalensi Diabetes Mellitus mencapai 2 - 4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif.

3. Hipertensi Hipertensi dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Diabetes Mellitus.

4. Stres Kondisi stress kronik cenderung membuat sesorang mencari makanan yang manis dan berlemak tinggi. Tetapi efek mengkonsumsi makanan tersebut berbahaya bagi mereka yang berpotensi terkena Diabetes Mellitus.

5. Pola makan Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes.

6. Penyakit pada pancreas: pankreatiti, neoplasma, fibrosis kistik.

7. Alkohol Alkohol dapat menyebabkan pankreatits. Penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi insulin yang akhirnya dapat menyebabkan Diabetes Mellitus.

2.1.6 Epidemiologi Diabetes Mellitus

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang. (Riskesdas, 2007)

Berdasarkan hasil pengamatan pada indeks penyakit DM di RSUD Tugurejo Semarang, untuk jumlah pasien rawat inap JKN dengan diagnosis utama DM yang dirawat mulai dari bulan Januari sampai dengan Maret (triwulan I) tahun 2014 tercatat sebanyak 87 pasien. Persentase jumlah pasien DM pada triwulan I paling banyak terdapat pada bulan Februari sebanyak 39 dan paling sedikit terdapat pada bulan Maret sebesar 23 pasien, sedangkan untuk bulan Januari sebanyak 25 pasien. Hal ini berarti Pada bulan Maret jumlah pasien DM mengalami peningkatan yang cukup banyak sebesar 21,87%, namun pada bulan Maret kembali menurun jumlahnya sebanyak 25,81%. Kasus DM paling banyak menyerang kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebesar 34,48% dan kelompok umur 41 –50 tahun yaitu sebesar 26,45%. Hal ini menggambarkan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa mulai pada kelompok usia >45 tahun keatas menjadi faktor resiko DM, khususnya pada tipe 2. (Dian Aristika, 2014)

2.1.7 Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan Diabetes Mellitus

Untuk mencapai tujuan dari pengendalian DM, perlu ditetapkan kebijakan teknis sebagai berikut (Depkes, 2008):

a. Menetapkan standar, norma, pedoman, kriteria kesehatan dan prosedur kerja dengan mengacu pada pedoman dan peraturan yang berlaku.

b. Menyelenggarakan pengendalian DM melalui pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, penemuan dan tatalaksana kasus secara tepat, surveilans epidemiologi dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) DM.

c. Mengembangkan dan meningkatkan surveilans epidemiologi di sarana pelayanan kesehatan sebagai bahan informasi dan perencanaan program pengendalian DM.

d. Meningkatkan kemampuan petugas dan masyarakat serta mengupayakan ketersediaan sarana dan prasarana dalam pengendalian DM.

e. Meningkatkan jejaring kerja lintas program, lintas sektor dan stakeholder terkait baik di Pusat maupun Provinsi dan Kabupaten/ Kota.

f. Menumbuh kembangkan potensi masyarakat kearah kemandirian melalui pendekatan kelembagaan di tingkat desa/kelurahan.

g. Meningkatkan peran pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota dan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi upaya pengendalian DM.

Untuk mencapai keberhasilan program secara efektif dan efisien, perlu

dikembangkan strategi pelaksanaan kegiatan, yaitu (Depkes, 2008):

a. Pengendalian DM berdasarkan fakta dan skala prioritas.

b. Melaksanakan sosialisasi dan advokasi pada pemerintah, pihak legislatif dan stake holder serta pemerintah daerah.

c. Melakukan pembinaan dan monitoring serta evaluasi program pengendalian DM.

d. Intensifikasi upaya pencegahan dan penanggunglangan faktor risiko, surveilans epidemiologi, penemuan dan tatalaksana kasus serta KIE DM.

e. Meningkatkan kemitraan melalui jejaring kerja baik nasional, regional maupun internasional.

f. Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasil penelitian atau kajian yang mendukung dalam upaya peningkatan program pengendalian DM

g. Pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan berbagai kelompok masyarakat di desa/ kelurahan seperti posyandu, poslansia, dll.

h. Meningkatkan peran dan fungsi sesuai kewenangan daerah serta memanfaatkan sumber daya pusat melalui sistem penganggaran (dana dekonsentrasi dan perbantuan).

2.2 Kerangka Teori

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Tempat dan Waktu

3.2.1 Tempat

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas kelurahan Rowosari, Semarang Selatan.

3.2.2 Waktu

NOVEMBER NO

1. Rapat menentukan tempat penelitian

2. Persiapan Survey

3. Survey Lokasi pertama (meninjau lokasi)

4. Pembagian job pembuatan makalah

5. Pembuatan proposal

6. Pengumpulan Proposal

7. Presentasi Proposal

8. Survey Lokasi kedua (pembagian kuisioner)

9. Observasi dan penelitian

Tabel 1. Waktu Penelitian

3.3 Jenis dan Desain Studi

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengolah data-data yang diperoleh dari lokasi penelitian, dimana data kuantitatif tersebut diperoleh melalui data primer dan sekunder. Hasil yang akan kami peroleh berupa angka-angka dari kuesioner yang akan disebar kepada sampel.

Desain studi yang kami gunakan ialah dengan desain cross sectional. Cross Sectional merupakan suatu penelitian yang menggunakan rancangan atau desain observasi dimana semua pengukuran variabel (dependen dan independen) yang diteliti dilakukan pada waktu yang sama.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Sugiyono menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. populasi juga bukan sekedar Sugiyono menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. populasi juga bukan sekedar

Populasi pada penelitian kali ini ialah semua masyarakat yang berobat di Puskesmas Rowosari selama penelitian berlangsung.

3.4.2 Sampel

Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Sehingga sampel merupakan responden tujuan dari penelitian yang akan kami lakukan secara terperinci.

Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan tabel yang dikembangkan para ahli. Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30 dari masing-masing kelompok dan untuk penelitian survey jumlah sampel minimum adalah 100.

Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan acuan umum untuk menentukan ukuran sampel:

1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian

2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/ wanita, junior/ senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat

3. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian

4. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10 sampai dengan 20.

Maka dari itu kami menggunakan 30 sampel dengan teknik Sampling Kuota yaitu teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.

3.5 Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2009).

Jadi, dapat kita ketahui bahwa variabel penelitian ini mengenai apa saja yang akan diteliti oleh peneliti untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan agar lebih spesifik lagi.

Sugiyono (2009) menyampaikan bahwa variabel penelitian dalam penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

3.5.1 Variabel bebas (independen variable)

Variabel bebas, merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel bebas (X) pada penelitian ini adalah faktor-faktor risiko.

3.5.2 Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat, merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat krena adanya variabel bebas. Variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah penyakit Diabetes Miletus.

3.5.3 Definisi operasional

Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur suatu variabel yang akan digunakan. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini yaitu: (Diana Zahrawardani dkk, 2011)

Variabel Bebas

Definisi

No Variabel

Keterangan Operasional

Instrumen

Skala

1 Umur Usia

a. < 40 tahun. seseorang

Kuesioner Ordinal

b. ≥ 40 tahun. saat terkena

(Hans Tandra, 2008:47). diabetes mellitus.

2 Keturunan Ada dan Kuisoner Nominal a. Memiliki riwayat tidaknya

penyakit riwayat

b. Tidak memiliki keluarga

riwayat penyakit yang terkena

(Seisar Komala Dewi, DM

2007: 26) berdasarkan silsilah keluarga.

3 Obesitas Perbandingan Kuisoner Nominal

a. Tidak Obesitas antara berat

(IMT < 25 Kg/m²) badan dan

b. Obesitas (IMT ≥ 25 tinggi badan.

Kg/m²) Keadaan

(Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, banyaknya

fisik,

2007: 1921) lemak dalam tubuh dengan

cara mengukur Indeks Masa

Tubuh (IMT).

Dengan cara membagi berat badan (Kg) dengan tinggi badan

dikuadratkan (m²).

4 Aktivitas Kebiasaan Kuisoner Nominal 1. Tidak, jika tidak fisik

subjek melakukan aktivitas melakukan

olahraga olahraga

2. Ya, jika melakukan sehari-hari

aktivitas olahraga secara rutin atau melakukan aktivitas olah raga tetapi tidak rutin. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2007: 1924)

Frekuensi olahraga bagi diabetes melitus :

- Frekuensi : dapat dilakukan teratur, yaitu 3-5 kali per minggu.

- Intensitas,memilih dengan intensitas olahraga ringan sampai sedang (jalan cepat,aerobik,beren - Intensitas,memilih dengan intensitas olahraga ringan sampai sedang (jalan cepat,aerobik,beren

- Waktu: Jangka waktu dalam berolahraga sebaiknya selama 20-60 menit. (Yudi Garnadi, 2012)

5 Hipertensi

Kuisoner Nominal a. Ya, jika dinyatakan hipertensi

Disebut

hipertensi oleh

tenaga kesehatan responden

apabila

b. Tidak, jika

dinyatakan tidak dilakukan

pernah

hipertensi oleh pengukuran

tenaga kesehatan oleh tenaga

(Buku Ajar Ilmu kesehatan

Penyakit Dalam, 2007: 1921)

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Bebas

Variabel Terikat

No Variabel Definisi Operasional Instrumen Skala Keterangan

1 Diabetes Penderita DM yang Kuesioner Ordinal

a. Bukan Mellitus

tidak mendapatkan penderita DM tipe 2

pengobatan insulin tipe 2, jika dan dinyatakan oleh

mendapatkan dokter sebagai DM

suntikan tipe 2.

insulin.

b. Penderita DM tipe 2, jika tidak mendapatkan b. Penderita DM tipe 2, jika tidak mendapatkan

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Terikat

3.6 Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

3.6.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian adalah data hasil penelitian/ uji fisik. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan.

3.6.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Selain data primer, sumber data yang dipakai peneliti adalah sumber data sekunder, data sekunder didapat melalui berbagai sumber yaitu literatur artikel, serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.

3.7 Instrumen

Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Alat tulis

b. Kamera b. Kamera

d. Checklist

e. Kuesioner Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dengan cara dokumentasi, yaitu mempelajari dokumen yang berkaitan dengan seluruh data yang diperlukan dalam penelitian. Dokumentasi dari asal kata dokumen yang artinya barang- barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti laporan keuangan perusahaan serta dokumen lain dalam perusahaan yang relevan dengan kepentingan penelitian.

b. Kuesioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden. Jawaban responden atas semua pertanyaan dalam kuesioner kemudian dicatat/ direkam. Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang efisien bila peneliti mengetahui secara pasti data/ informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana variabel yang menyatakan informasi yang dibutuhkan tersebut diukur.

3.8 Pengelolaan Data dan Analisis

3.8.1 Pengelolaan Data

Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Dengan melihat kerangka pemikiran teoritis, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan perhitungan menggunakan SPSS 21.

Sehingga hasil pengolahan tersebut selanjutnya dipaparkan dalam bentuk keterangan-keterangan berupa angka yang kemudian diinterpretasi sehingga memberikan suatu kesan lebih mudah ditangkap maknanya oleh siapapun yang membutuhkan informasi mengenai faktor Sehingga hasil pengolahan tersebut selanjutnya dipaparkan dalam bentuk keterangan-keterangan berupa angka yang kemudian diinterpretasi sehingga memberikan suatu kesan lebih mudah ditangkap maknanya oleh siapapun yang membutuhkan informasi mengenai faktor

a. Editing Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi (Hasan, 2006).

b. Coding Pengodean menurut Mc Millian dan Schumacher (2001) adalah proses membagi data ke dalam bagian-bagian sistem klasifikasi. Menurut Lofland (1977) dalam Alwasilah (2002), ada enam fenomena yang dapat dijadikan kode dalam penelitian kualitatif:

1. Tindakan (acts), yaitu hal yang terjadi pada waktu relatif singkat seperti memulai pelajaran, mengucapkan salam, atau memanggil siswa

2. Aktivitas (activities), yaitu hal yang terjadi dalam satu periode dan merupakan unsur penting dalam partisipasi sosial, misalnya diskusi kelas, presentasi di depan kelas,dll

3. Makna (meanings), yaitu produk ucapan (verbal) dari responden yang membatasi atau mengarahkan kegiatan

4. Partisipasi (paticipation), yaitu keterlibatan responden secara keseluruhan dalam situasi yang sedang diteliti

5. Hubungan (relationship), yaitu hubungan-hubungan antara berbagai orang secara simultan dalam satu latar

6. Latar (settings), yaitu latar dalam suatu studi dan dianggap sebagai satu unit analisis. Semua data-data di atas dapat dijadikan kode, hanya saja tidak bisa dipaksakan untuk beberapa kategori yang memang tidak cocok. Pada kenyataannya, semakin banyak data yang diperoleh makan proses pengodean akan semakin banyak. Oleh karena itu, semakin besar pula kemungkinan terjadi recoding atau pengode- ulangan.

Dalam penelitian ini kami melakukan pengkodean di mana jawaban “ya” diberi kode 1 dan jawaban “tidak” diberi kode 0, selanjutnya pengkodean tersebut diinput pada software SPSS 21.

c. Tabulasi Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabel hasil Tabulasi dapat berbentuk:

1. Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-kode dari kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi sebagai arsip

2. Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat responden tertentu dan tujuan tertentu

3. Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang telah dianalisa. (Hasan, 2006: 20)

d. Prosesing Setelah seluruh data terkumpul dan terisi penuh/benar dan sudah melewati edit pengkodean, selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara mengentri data ke dalam program komputer. Ada banyak program yang dapat digunakan untuk pemrosesan data dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya.

e. Cleaning Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut kemungkinan terjadi pada saat kita mengentri data ke komputer.

f. Interpretasi Tahap ini menerangkan setelah peneliti menyelesaikan analisis datanya dengan cermat. Kemudian langkah selanjutnya peneliti menginterpretasikan hasil analisis akhirnya peneliti menarik suatu f. Interpretasi Tahap ini menerangkan setelah peneliti menyelesaikan analisis datanya dengan cermat. Kemudian langkah selanjutnya peneliti menginterpretasikan hasil analisis akhirnya peneliti menarik suatu

3.8.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel.

b. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat berskala data nominal atau ordinal digunakan uji chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95%. Dengan melihat hasil chi-Square tersebut dapat disimpulkan adanya hubungan dua variabel (bebas dan terikat) bermakna atau tidak bermakna, dengan ketentuan:

1. Jika nilai p ≤ 0,05, maka hipotesis diterima, H 0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan bermakna antara variabel bebas dan terikat.

2. Jika nilai p > 0,05, maka hipotesis ditolak, H 0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan bermakna antara variabel bebas dan terikat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang. Puskesmas Rowosari adalah unit organisasi fungsional yang melaksanakan tugas teknis Dinas Kesehatan Kota Semarang yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di Kecamatan Tembalang.

Puskesmas tersebut dibangun di area seluas 1.883 m 2 dan dipimpin oleh Heri Wibowo, SKM, M.Kes. Puskesmas Rowosari berlokasi di jalan Rowosari Raya No. 1 Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang dengan batas wilayah kerja sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah barat dengan Kecamatan Candisari, sebelah selatan dengan Kecamatan Banyumanik dan sebelah utara dengan Kelurahan Mangunharjo.

Puskesmas Rowosari bertanggung jawab terhadap 5 wilayah kerja termasuk membawahi masing-masing puskesmas di setiap kelurahan di antaranya:

1) Kelurahan Rowosari

2) Kelurahan Meteseh

3) Kelurahan Bulusan

4) Kelurahan Tembalang

5) Kelurahan Kramas. Selain membawahi 5 wilayah kerja tersebut, Puskesmas Rowosari juga memiliki 1 Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu Pustu Bulusan. Visi dari Puskesmas Rowosari adalah “Puskesmas Andalan Masyarakat” yang dijabarkan dalam tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah:

1. Penanggulangan penyakit menular seperti Demam Berdarah dan TB paru.

2. Upaya kesehatan keluarga seperti menurunkan angka kematian maternal dan perinatal.

3. Upaya penanggulangan gizi kurang

4. Upaya kesehatan lingkungan Adapun tujuan jangka pendeknya adalah:

1. Menurunkan angka kesakitan demam berdarah

2. Menurunkan angka kematian maternal, perinatal, dan neonatal.

3. Menurunkan angka prevalensi gizi kurang

4. Menurunkan angka kesakitan TB paru

5. Memberikan penyuluhan kesehatan

6. Menurunkan angka kesakitan penyakit tidak menular seperti hipertensi dan DM.

Program kegiatan Pusesmas Rowosari terdiri dari dua kegiatan, yaitu program pelayanan dan program promosi.

Program Pelayanan:

1. Promosi Kesehatan

2. Kesehatan Ibu dan Anak

3. Balai Pengobatan Umum

4. Balai Pengobatan Gigi

5. Konsultasi Gizi

6. Imunisasi

7. Konsultasi Kesehatan Remaja dan Usila

8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)/ UKGS

9. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

10. Kesehatan Lingkungan

11. Kesehatan Jiwa

12. Pemeriksaan Laboratorium Sederhana

13. Kesehatan Mata

14. Kesehatan Telinga Program Promosi:

1. UKK

2. USILA

3.2. Hasil dan Pembahasan

3.2.1. Analisis Data Univariat

a. Riwayat Diabetes Melitus tipe 2

Berikut ini merupakan distribusi faktor risiko riwayat menderita Diabetes Mellitus pada 30 orang pasien di Puskesmas Rowosari :

Tabel 4. Distribusi Faktor Risiko Riwayat DM pada Pasien Puskesmas Rowosari

Variabel

Presentase Riwayat DM Ya

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 30 responden pasien Puskesmas Rowosari, 24 orang responden memiliki riwayat DM pada keluarganya (dengan persentase 80%) dan 6 orang responden tidak memiliki riwayat DM pada keluarganya (dengan persentase 20%).

b. Riwayat Hipertensi

Berikut ini merupakan distribusi faktor risiko riwayat hipertensi pada 30 orang pasien di Puskesmas Rowosari :

Tabel 5. Distribusi Faktor Risiko Riwayat Hipertensi pada Pasien Puskesmas Rowosari

Variabel

Presentase Riwayat

Kategori

Frekuensi

Ya

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 30 responden pasien Puskesmas Rowosari, 15 orang responden memiliki riwayat Hipertensi (dengan presentase 50%) dan 15 orang responden tidak memiliki riwayat Hipertensi (dengan presentase 50%).

c. Obesitas Berikut ini merupakan distribusi faktor risiko obesitas pada 30 orang pasien di

Puskesmas Rowosari :

Tabel 6. Distribusi Faktor Risiko Obesitas pada Pasien Puskesmas Rowosari

Presentase Obesitas

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 30 responden pasien Puskesmas Rowosari, 11 orang responden memiliki obesitas (dengan persentase 36.7%) dan

19 orang responden tidak memiliki obesitas (dengan persentase 63.3%).

d. Usia Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data usia

responden di Puskesmas Rowosari sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi usia pada responden di Puskesmas Rowosari

Variabel

Presentase Usia

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 30 responden, 20 orang responden (66,7%) berusia ≥40 tahun dan 10 orang responden (33,3%) berusia <40 tahun. Responden ini merupakan responden yang bersedia diwawancara dan didapat saat penelitian dilakukan.

e. Aktivitas Fisik Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan data aktivitas fisik para

responden yang ada di Puskesmas Rowosari sebagai berikut:

Tabel 8. Data kegiatan aktivitas fisik responden di Puskesmas Rowosari

Variabel

Presentase Aktifitas Fisik Ya

Kategori

Frekuensi

21 70 % Total

Tidak

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 30 responden, 9 orang responden (30%) melakukan aktivitas fisik berupa olahraga seperti jalan kecil, lari kecil, senam dan lainnya dalam dan 21 orang responden (70%) tidak melakukan olahraga. Responden ini merupakan responden yang bersedia diwawancara dan didapat saat penelitian dilakukan.

3.2.2. Analisis Data Bivariat

a. Riwayat Diabetes Melitus

Berikut adalah hasil analisis bivariat yang menggambarkan hubungan risiko variabel riwayat DM terhadap kejadian DM tipe 2 pada pasien Puskesmas Rowosari:

Tabel 9. Analisis Hubungan antara Riwayat DM dengan Kejadian DM Tipe

Gejala DM Tipe 2 Riwayat

Total

P value DM N

30 100% Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa responden dengan riwayat DM dan menderita DM tipe 2 adalah 19 responden (90,5%) serta dengan riwayat DM yang tidak menderita DM tipe 2 adalah 5 orang (55,6%). Sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat DM dan menderita DM tipe 2 adalah 2 orang (9,5%) serta responden yang tidak memiliki riwayat DM dan tidak menderita DM tipe 2 adalah

4 orang (44,4%).

b. Riwayat Hipertensi

Berikut adalah hasil analisis bivariat yang menggambarkan hubungan risiko variabel riwayat Hipertensi terhadap kejadian DM tipe 2 pada pasien Puskesmas Rowosari:

Tabel 10. Analisis Hubungan antara Riwayat Hipertensi dengan Kejadian DM Tipe 2

Gejala DM Tipe 2 Riwayat

Total

P value Hipertensi N

30 100% Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa responden dengan riwayat Hipertensi dan menderita DM tipe 2 adalah 13 responden (61,9%) serta dengan riwayat Hipertensi yang tidak menderita DM tipe 2 adalah 2 orang (22,2%). Sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat Hipertensi dan menderita DM tipe 2 adalah 8 orang (38,1%) serta responden yang tidak memiliki riwayat Hipertensi dan tidak menderita DM tipe 2 adalah 7 orang (77,8%).

c. Obesitas Berikut adalah hasil analisis bivariat yang menggambarkan hubungan risiko

variabel obesitas terhadap kejadian DM tipe 2 pada pasien Puskesmas Rowosari:

Tabel 11. Analisis Hubungan antara Obesitas dengan Kejadian DM Tipe 2

Gejala DM Tipe 2

Total

Obesitas Ya

P value N

30 100% Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa responden yang memiliki obesitas dan yang menderita DM tipe 2 adalah 13 responden (61.9%) serta yang memiliki obesitas dan yang tidak menderita DM tipe 2 adalah 6 orang (66.7%). Sedangkan responden yang tidak memiliki obesitas dan menderita DM tipe 2 adalah 8 orang (38.1%) serta responden yang tidak memiliki obesitas dan tidak menderita DM tipe 2 adalah 3 orang (33.3%).

d. Usia Hasil analisis hubungan antara usia dengan kejadian DM tipe 2 pada responden di Puskesmas Rowosari dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Analisis Hubungan antara Usia dengan Kejadian DM Tipe 2

Gejala DM Tipe 2

Total

Usia Iya

P value N

30 100% Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 12 diketahui bahwa responden dengan usia < 40 tahun dan menderita DM tipe 2 adalah 4 responden (19%) serta responden usia < 40 tahun yang tidak menderita DM tipe 2 adalah 6 orang (66,7%). Sedangkan responden dengan usia ≥ 40 tahun dan menderita DM tipe 2 adalah 17 orang (81%) serta responden usia ≥40 tahun dan tidak menderita DM tipe 2 adalah 3 orang (33,3%).

e. Aktifitas Fisik Hasil analisis hubungan antara faktor risiko aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada responden di Puskesmas Rowosari dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Analisis Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe 2

DM Tipe 2 Aktivitas

Total

P value Fisik N

30 100% Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 13 diketahui bahwa responden dengan penyakit DM tipe 2 yang melakukan olahraga seperti jalan kecil, lari kecil, senam dan lainnya sebesar 3 responden (14,3%) sedangkan yang tidak melakukan olahraga sebesar 18 responden (85,7%). Pada responden yang tidak terkena DM tipe 2 namun melakukan olahraga sebesar 6 responden (66,7%) sedangkan sebesar 3 responden (33,3%) tidak melakukan olahraga dalam bentuk apapun.

3.2.3. Gambaran Faktor-faktor Risiko

a. Gambaran dan Risiko Riwayat Keluarga Mendrita Diabetes Melitus tipe

Riwayat keluarga menderita DM menjadi faktor risiko seseorang untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua yang DM (Ayah, ibu, termasuk saudara laki-laki dan saudara perempuan) (Kemenkes RI, 2008). Berdasarkan hasil uji chi square (Fisher's Exact Test) didapatkan nilai pvalue 0,049 (pvalue <0,05), maka hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat DM dengan kejadian kasus DM tipe 2.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63