Ketahanan Pangan Kebijakan Harga Beras

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan

KETAHANAN PANGAN:
Retorika Kebijakan Beras Inklusif Tanpa Akhir
Penulis
Edison Guntur Aritonang
Mahasiswa PKN 35

Abstraksi
“Soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa”, kata Soekarno, Presiden Indonesia pertama.
Demikianlah ungkapan Bung Karno untuk mendeskripsikan pentingnya peranan pangan dalam keberlangsungan
hidup suatu bangsa di dunia ini. Hampir seluruh negara di dunia ini memberikan atensi yang sangat serius untuk
persoalan pangan, termasuk Indonesia yang secara defenitif melalui salah satu kementerian mendefenisikan
cita-cita yang ingin dicapai, yaitu Kedaulatan Pangan melalui Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Beras
sebagai salah satu komoditi pangan, menjadi salah satu tolok ukur dari keberhasilan kinerja pemerintah.
Indonesia yang pernah berdaulat beras pada tahun 1984, menggiring nostalgia akan keberhasilan tersebut
sehingga sedikit banyaknya turut mempengaruhi bentuk kebijakan pemerintahan saat ini, padahal kondisi sosial
masyarakat pada konteks 1984 dengan saat ini, 2016 sudah jauh berubah. Fenomena-fenomena poltik pangan
yang secara rutin masih terjadi dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan lemahnya kekuatan pemerintah,
momen lebaran selalu menimbulkan instabilitas harga pangan, kekuatan kapitalisasi swasta (pedagang) selalu
tampil sebagai pemenang walau tetap dilakukan operasi pasar secara besar-besaran, bahkan sering

menjadikan kebijakan impor sebagai jawabannya. Kondisi instabilitas harga pangan tersebut juga tidak
memberikan keuntungan berarti bagi petani yang melakukan kegiatan pada sisi hulunya, tetap saja cenderung
nelangsa.
M Husein Sawit, salah satu pendiri House of Rice, mendapatkan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah
yang hanya cenderung pada upaya pemenuhan kapasitas produksi atau upaya pencapaian ketahanan
pangan dari aspek angka-angka saja dan kebijakan tersebut tidak lagi sesuai karena adanya dinamika
perubahan preferensi dari masyarakat perkotaan yang cenderung memilih beras kualitas premium. Tentu hal
tersebut menarik untuk dikaji sehingga mampu memberikan rekomendasi konstrutif terhadap kebijakan beras
sehingga perlu memperhatikan perilaku produsen dan konsumen dalam suatu kerangka pikir utama perubahan
soisal struktur, proses dan kultur.
Kata Kunci

:

celling price, floor price, kebijakan beras nasional, petani beras, harga beras.

A. PENDAHULUAN
“Beras tidak lagi dianggap konsumen sebagai
komoditas yang homogen, tetapi berubah
menjadi produk yang heterogen. Artinya

konsumen berpendapatan menengah ke atas
memilih beras untuk konsumsi dengan
mempertimbangkan atribut: bentuk, warna,
rasa, dan jenis atau merek”.
Demikianlah petikan opini dari tulisan Sawit,
salah
satu
pendiri
House
of
Rice,
Senior
Policy
Analyst
pada

Center for Agriculture and People Support, di Harian
Kompas (13/06/2016, hal 6). Sawit1 menemukan
adanya relasi antara kebijakan pemerintah dan
pilihan masyarakat tidak sesuai lagi. Kebijakan

pemerintah yang cenderung menggiring agar
Indonesia mampu menghasilkan beras dalam jumlah
banyak, berswasembada dalam kuantitas, tanpa
banyak
mengaitkannya
dengan
preferensi
konsumen. Sedangkan preferensi masyarakat sudah
1

Sawit, M Husein. 2016. Konsumen Beras dan Kebijakan
Pemerintah. Harian Kompas, 13 Juni 2016. Kolom Opini.
Halaman 6.

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 1 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
berkembang yang sudah mempertimbangkan
atribut: bentuk, warna, rasa, dan jenis atau merek.
Hal tersebut diperoleh dari riset yang dilakukan di 13

kota (Medan, Padang, Jambi, Bengkulu, Bogor,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Malang,
Jember,
Denpasar
dan
Makasar)
terpapar
permintaan akan beras dengan kualitas rendah
hanya sekitar 21% saja, sedangkan 38% permintaan
kualitas paling bagus (premium) yang tidak terlalu
keberatan jika harganya naik atau turun. Faktor
penyebabnya antara lain pesatnya urbanisasi dan
partisipasi wanita dalam bekerja, peningkatan
pendapatan masyarakat dan penurunan jumlah
orang miskin 2.
Fenomena tersebut tentu akan menuntut
suatu respon terhadap kebijakan pemerintah secara
struktur dan perbaikan atas proses-proses dalam
penyelenggaraan kebijakan perberasan sehingga
perubahan kultur tersebut dapat dikelola secara

baik dan benar. Jika kebijakan pemerintah masih
fokus pada aspek kuantitas melalui stabilitas harga di
tingkat konsumen atau intervensi pasar dan
cadangan beras pemerintah (CBP) atau stok beras
Bulog saja, maka dapat dipastikan kebijakan
tersebut tidak akan pernah lagi tepat sasaran,
mengapa karena telah terjadi distorsi permintaan
dari masyarakat akan kualitas beras yang selama ini
tidak menjadi perhatian pemerintah.
Untuk
melihat
potensi
ketidaksesuaian
tersebut, tentu harus dilakukan kajian secara
mendalam terhadap fungsi dan peran yang
dilakukan oleh lembaga negara terkait, khususnya
Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan
Pangan (BKP) dan Badan Urusan Logistik (Bulog)
sebagai
perwakilan

pemerintah
dalam
melaksanakan kebijakan perberasan di Indonesia.
Indonesia melalui UU No.18 Tahun 2012
Tentang Pangan dan RPJMN 2015 – 2019
menetapkan tujuan untuk mencapai kedaulatan
pangan melalui program-program pembangunan
kemandirian pangan dan ketahanan pangan
melalui ketersediaan dan stabilitas pangan (food
2

ibid.

availability and stability), kemudahan memperoleh
pangan (food accessibility) dan pemanfaatan
pangan3. Kebijakan untuk mencapai kedaulatan
pangan
tersebut
mengacu
pada

aspek
ketersediaan, distribusi dan konsumsi mengenai
pangan (BPS1, 2015). Beras sebagai salah satu
komoditi pangan, pada tahun 1984 masuk pada
kondisi swasembada atau daulat beras karena
kapasitas produksi dalam negeri surplus dan pada
tahun 1985 Indonesia mendapat penghargaan dari
FAO, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia di
bawah PBB. Namun sejak krisis dan reformasi 1998,
terutama sejak adanya tekanan dari IMF yang
memaksa restrukturisasi Bulog yang diikuti dengan
kebijakan impor beras, Indonesia tidak pernah lagi
masuk dalam kondisi swasembada beras, sampai
saat ini walau Menteri Pertanian mengatakan
Indonesia swasembada pangan penuh 2017.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan
pemerintah
semakin
siap
menyongsong

swasembada
pangan
dan
pihaknya
telah
menjalankan berbagai program priortas sebagai
pendukung swasembada4. Meskipun kebijakankebijakan yang inklusif dilaksanakan melalui
berbagai subsidi dengan nilai yang signifikan, tetapi
tetap belum mampu menyelesaikan permasalahan
tersebut secara tuntas.
Kesimpulan yang dikemukakan oleh Sawit,
bahwa relasi kebijakan pemerintah yang tidak
berjalan
dengan
dinamika
perkembangan
preferensi masyarakat Indonesia (Kompas, 2016),
menjadi salah satu kerangka pikir utama dalam
tulisan
ini.

Periode
Indonesia
mengalami
swasembada pada tahun 1984, sebenarnya
Indonesia hanya berada pada kondisi pencapaian
angka produksi saja, tetapi belum masuk dalam
kondisi pencapaian mutu kualitas premium. Proses
yang dilakukan belum tuntas karena modernisasi
pertanian belum menjadi kultur pada kehidupan
masyarakat petani dan kebijakan harga beras
3

BPS1. 2015. Analisis Tematik ST2013 Subsektor Ketahanan,
Kemandirian, dan Kedaulatan Pangan Indonesia. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
4
Voice of America. www.voaindonesia.com/content/
amentan-indonesia-swasembada-pangan-penuh2017/2705270.html

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 2 dari 10


KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
belum mampu mengangkat harkat hidup petani.
Pembentukan kultur memang memerlukan waktu
yang panjang, tetapi kesinambungan modernisasi
pertanian tersebut terputus dan sempat terhenti,
terbukti dengan berkurangnya saluran irigasi
pertanian dan permasalahan lainnya seperti
kelangkaan pupuk dan keberpihakan kebijakan
pada pasar liberal melalui impor. Dua permasalahan
yang belum tuntas tersebut, sampai saat ini menjadi
permasalahan mendasar yang belum terpecahkan,
diperparah lagi dengan dinamika perkembangan
permintaan dari masyarakat akan beras kualitas
premium.

kebetulan penulis mendapat bagian dalam
pembahasan dari kebijakan harga pangan
pada sektor beras.
3. Memperdalam pengenalan mengenai kondisi

Ketahanan Nasional Indonesia, bukan saja
sebatas pengenalan teritorial saja, tetapi lebih
jauh pada kondisi faktor kontrolnya dan hal-hal
yang menjadi ATHG yang akan dihadapi
kedepannya, karena beras menjadi salah satu
komoditi yang bersifat politis.
4. Menguji hipotesa dan kesimpulan yang
dikatakan oleh M Husein Sawit bahwa relasi
antara kebijakan pemerintah dan pilihan
masyarakat (preferensi) tidak sesuai lagi.

B. METODOLOGI PENULISAN
Dalam penyusunan penulisan ini, metode
penulisan bersifat deskriptif analisis berdasarkan studi
literatur dari beberapa sumber, termasuk hasil-hasil
penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) dan Kementerian Pertanian.
Analisa yang dilakukan adalah melihat
keterkaitan antara faktor kapasitas produksi dengan
kebijakan harga beras yang dilanjutkan dengan
pemetaan dinamika pasar berdasarkan perubahan
sosial masyarakat, khususnya dari aspek permintaan
akan kualitas beras baik dan tidak meneruskan
pekerjaan sebagai petani berdasarkan teori pilihan
rasional (rational choice) sebagai faktor penyebab
gagalnya program-program pemerintah yang
bersifat inklusif.
Beberapa landasan teori terkait dengan
Ketahanan Pangan untuk sektor beras juga dijadikan
sebagai
sumber
literatur
dalam
melakukan
penelitian ini. Sebelum penyusunan penulisan ini,
gambaran metode penelitian ini sudah dipaparkan
sebagai rangkaian dari kegiatan perkuliahan di
kelas.
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Pemenuhan tugas sebagai rangkaian mata
kuliah Ketahanan Pangan.
2. Memperdalam pemahaman atas kriteria dasar
ketahanan pangan dan kedaulatan pangan,

Gambar 1. Model Metodologi Penelitian
(Sumber: dimodelkan oleh penulis)

C. KULTUR MODERNISASI PERTANIAN
Usaha pertanian, khususnya pada sektor
beras dalam kerangka ekonomi secara makro tentu
tidak lepas dari aktivitas rantai pasok (supply chain
activities) dalam aliran keekonomian produk
tersebut mulai dari sisi suplier sampai ke pengguna
akhir atau konsumen. Lakollo mengambil model
seperti gambar dibawah ini sebagai kerangka pikir
utama untuk melihat rantai pasok komoditias

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 3 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
pertanian Indonesia dengan unit analisis Rice
Sustainability in Aceh dan beberapa rekannya untuk
Propinsi Jawa Barat, Kalimantan Barat dan
Kalimantan Selatan pada komoditas beras5. Seluruh
proses tersebut sudah dirumuskan dan dilaksanakan
pada orde baru, sebelum tahun 1984. Seluruh proses
mendapat perhatian secara intes dari Presiden
Soeharto yang ketika itu menjabat, bahkan terkesan
otoriter untuk memastikan kelancaran suplai pupuk
dan sampai kepada para petani, selain itu
disediakan
ruang
komunikasi
untuk
memberitahukan seluruh permasalahan atau
keluhan dari petani langsung kepada presiden
melalui Kelompok Pencapir.

Gambar 3. Model Supply Chain Activities
(Sumber: Lakollo, 2012)

Aktivitas pada sisi supplier network dan
enterprise mengalami modernisasi dan dukungan
penuh pada Pemerintahan Presiden Soeharto, mulai
dari optimalisasi peran Institute Pertanian Bogor dan
para lulusannya dalam hal peningkatan kualitas
bibit dan operasi penyuluhan secara masif.
Optimasi pada sisi enterprise juga berjalan, mulai
dari
peningkatan
kapasitas
produksi,
pemberdayaan Bulog dan kebijakan harga yang
dipantau secara berkala dan berkelanjutan oleh
pemerintah. Secara umum, proses modernisasi dan
optimasi pada sisi suply dan enterprise mengenai
beras berjalan pada konteks jaman tersebut.
Pembangunan perubahan sosial secara kultur
dalam pertanian memang memerlukan waktu yang
lama, apalagi optimasi dari seluruh aktivitas rantai
pasoknya, mungkin memerlukan waktu lebih dari
5
Lokollo, Erna Maria. 2012. Supply Chain Management
(SCM) Atau Manajemen Rantai Pasok. Bunga Rampai:
Rantai Pasok Komoditas Pertanian Indonesia. Bogor: IPB
Press

tiga generasi. Sejak reformasi, optimasi tersebut
banyak yang terhenti dan tidak dilanjutkan,
sehingga fenomena yang terjadi sekarang ini
bukanlah
hal
yang
mengherankan,
sebab
pertumbuhan
penduduk
terus
berlangsung
sedangkan
pertumbuhan
kapasitas
produksi
mengalami perlambatan.
Proses bisnis pertanian pada sektor beras
mulai dari hulu sampai hilir merupakan alur dari
pengelolaan tiga hubungan mendasar antara
pemerintah (G - Government), swasta (B - Business)
dan masyarakat (C - Civilization). Kecenderungan
keberpihakan apakah pemerintah bersifat inklusif
atau eksklusif dapat dilihat dari aspek kebijakan dan
kinerja yang dilakukannya, apakah berpihak pada
swasta (arah eksklusif) atau masyarakat (arah
inklusif).
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional (Bappenas, 2014) merumuskan bentuk
rantai pasok benih dengan destinasi petani pada
bisnis proses sisi hulunya (pengelolaan bibit) pada
gambar 4 dan bentuk rantai pasok beras dengan
destinasi konsumen pada bisnis proses hilirnya
melalui petani dan impor sebagai sumbernya pada
gambar 5. Bentuk relasi G dengan C terpapar selalu
melalui B baik pada sisi hulu mapun maupun sisi hilir.
Potensi terjadinya instabilitas harga terbuka
berdasarkan hukum ekonomi atas faktor hubungan
supply and demand.

Gambar 4. Jalur Produksi, Penyebaran dan Pengawasan
Benih Padi di Indonesia
(Sumber: Bappenas, 2014)

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 4 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
yang menjadi persoalan adalah upaya tersebut
belum berhasil karena sulitnya meningkatkan
partisipasi pemuda pada usia emas (golden age,
usia antara 20 s.d 29 thn) karena hanya ada pada
angka di bawah 4%, hal tersebut terpapar melalui
kajian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS3,
2015). Kegiatan pertanian yang diselenggarakan
oleh kelompok umur didominasi oleh kelompok usia
di atas 50 tahun rentang 42% s.d 52% untuk jenis
petani padi sawah sampai dengan padi ladang
dan kelompok usia 45 – 49 tahun pada rentang 16%
s.d 17%.

Gambar 5. Rantai Pasok Beras Dalam Negeri
(Sumber: Bappenas, 2014)

Dari bentuk rantai pasok benih padi tersebut
diperlukan suatu proses pengawasan dan stabilisasi
harga bibit dan komponen pendukungnya secara
baik. Proses modernisasi pada aspek kelembagaan
seperti pembentukan kelompok tani sehingga
proses transfer of technology (ToT) dapat dilakukan
secara masif dan efesien. Proses pembentukan selsel kecil pada organisasi masyarakat petani tersebut
(kelompok tani) diharapkan
menjadi suatu
kelompok sosial yang tangguh dan mandiri.
Pembangunan sosial pada sel kelompok tani sangat
diperlukan sehingga kultur petani modern tercapai.
Seperti yang dikatakan Sjah6, diperlukan penataan
persoalan pangan yang sedang dihadapi negeri
agraris ini, yaitu:
1. Konsolidasi dan pengorganisasian pangan untuk
rakyat;
2. Pemberdayaan lulusan perguruan tinggi dan
pemuda
desa
untuk
membangun
kewirausahaan sosial pangan di pedesaan.
3. Mengatur dan menata pasar domestik, serta
melakukan penetrasi pasar internasional melalui
persekutuan pangan dengan negara lain.
Untuk komoditi beras, poin 1 dan 3 sudah
dilakukan oleh pemerintah secara top down, tetapi

Gambar 6. Persentase Petani Tanaman Padi Menurut
Kelompok Umur dan Komoditas
(Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS, 2015)

Dominasi pada usia lanjut sebagai pelaku
kegiatan pertanian padi tersebut memberikan
tantangan tersendiri di lapangan, karena proses
pembangunan sosial sangat sulit dilakukan untuk
penerapan pembaharuan teknologi pertanian, baik
dari penggunaan bibit sampai proses perawatan.
“Kamu belum lahir, saya sudah bertani”, ungkapan
tersebut sering menjadi bentuk sikap penolakan
atas program-program penyuluhan yang dilakukan.
Selain itu, motif kegiatan pertanian bukan lagi
berorientasi pada aspek ekonomi semata, tetapi
sosial ekonomi, dimana sebatas pemenuhan
kebutuhan untuk konsumsi sendiri.
Selain itu, berdasarkan tingkat pendidikan,
petani yang sempat mengenyam pendidikan
sampai pada tingkat SLTA ke atas di bawah 13%
dan didominasi yang hanya lulus SD sebesar 45%

6

Sjah, Sofyan. 2016. Politik Pangan. Harian Kompas, 15 Juni
2016. Kolom Opini. Halaman 6.

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 5 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
dan SMP sekitar 17% dan tidak tamat atau tidak
sekolah sebesar 25%.

Gambar 7. Persentase Petani Tanaman Padi Menurut
Ijazah/STTB Tertinggi yang dimiliki dan Komoditas
(Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS, 2015)

Sedangkan pembentukan kelompok tani
sebagai wadah untuk melakukan edukasi dan
pembinaan pada petani, bahkan sampai bantuan
bergulir, tingkat partisipasi petani hanya 51,27%
(BPS3,2015).

Kultur modernisasi pertanian belum berjalan
maksimal,
hanya
sebatas
peningkatan
penggarapan sawah dengan penggunaan traktor,
namun sosial ekonomi pertanian tidak mampu
memberikan gairah peningkatan kesejahteraan
petani, hal tersebut ditandai dengan komposisi
petani dari sisi tingkat pendidikan maupun
kelompok usia. Menjadi petani bukanlah pilihan
utama bagi masyarakat petani pada usia emas, hal
tersebut memicu terjadinya urbanisasi yang tinggi
dan peralihan pekerjaan pada sektor jasa
(cenderung meninggalkan pekerjaan tani). Hal
tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan
kegiatan pertanian padi untuk mengantarkan
pelakunya menjadi sejahtera. Dengan kata lain,
“siapa yang mau disuruh miskin”, karena harga
tidak berpihak pada petani, sering terjadi harga
padi jatuh menjelang panen raya. Mengapa
fenomena tersebut terjadi, karena pemerintah tidak
berdaulat dalam mengatur harga padi dan beras
yang inklusif.

D. KEBIJAKAN HARGA BERAS INKLUSIF

Gambar 8. Persentase Rumah Tangga Padi Sawah Pengguna Traktor
Menurut Status Penguasaan
(Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS, 2015)

Penggunaan teknologi traktor sudah menjadi
kultur
dalam
menggarap
sawah
dengan
menggunakan traktor, baik roda 2 atau 4 sebesar
75%.
Namun
penggunaan
traktor
dalam
pengolahan lahan sawah sebesar 67% s.d 69%
masih
menggunakan
jasa
sewa
sehingga
menambah beban harga pokok produksi di
kalangan petani selain komponen biaya pupuk dan
bibit.

Berdasarkan studi literasi yang dilakukan,
beberapa fenomena berupa kelangkaan bibit dan
pupuk sering menjadi faktor penghambat dalam
peningkatan kapasitas produksi padi pada sisi hulu,
sedangkan pada sisi hilir lemahnya kewenangan
Bulog dibanding grosir besar atau pasar induk
karena daya belinya lebih rendah. Proses
pemenuhan Cadangan Beras Nasional (CBN) dari
pasokan dalam negeri juga tidak dapat berjalan
sehingga kebijakan impor terus cenderung menjadi
solusi terbaik, fakta yang sangat memilukan lagi
adalah impor beras utamanya adalah kualitas
rendah (beras miskin – raskin) yang bertujuan untuk
stabilisasi harga beras di tingkat konsumen dan
untuk bantuan Raskin.
Sejak reformasi, ketika Presiden Soeharto
ditekan untuk tidak menjalankan peran Badan
Urusan Logistik (Bulog) sebagai perpanjangan
tangan pemerintah dalam mengontrol harga
gabah dan beras, sistem kebijakan harga beras
sudah tidak lagi bersifat inklusif, tetapi pasar bebas.
Lemahnya kontrol pemerintah terhadap kebijakan
harga beras membuat petani semakin terpuruk,

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 6 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
pihak yang diuntungkan adalah para pedagang
(pemilik modal) yang memiliki potensi untuk
memainkan harga pasar. Bulog hanya mampu
mengupayakan stabilitas harga melalui operasi
pasar.
Sebelum Bulog didisfungsikan, ada kebijakan
harga yang diadopsi, yaitu sistem price ceiling dan
price floor untuk melakukan stabilitas harga tanpa
mengganggu asas ketersediaan barang, harga ecer
tertinggi dan harga ecer terendah tersebut memberi
peluang hukum supply and demand tetap berjalan
tetapi terkendali.

Berdasarkan kajian yang dilakukan Gérard
mengenai catatan pengalaman stabilitas harga
beras, peran dan fungsi Bulog yang berjalan dengan
baik mampu menahan gejolak harga secara baik,
namun sejak adanya campur tangan IMF pada
tahun 1997, fluktuasi harga tersebut tidak terkendali,
baik pada kebijakan floor price maupun ceiling
price. Kebijakan ini sudah tidak cocok lagi ketika
kedaulatan Bulog tidak ada walaupun kebijakan
impor dibuka untuk memenuhi Cadangan Beras
Nasional, tetapi sistem pasar sudah liberal.

Gambar 11. Harga ril beras, Januari 1969 s.d Mei 2002
(Sumber: Gérard, 2010)
Gambar 9. Model Kebijakan Price Ceiling
(Sumber: Ecker, 2012)

Kebijakan stabilisasi harga.

Gambar 10. Model Kebijakan Price Floor
(Sumber: Ecker, 2012)

Gambar 12. Harga ril floor price Gabah Kering Giling, 1973 s.d 2004
(Sumber: Gérard, 2010)

Berdasarkan paparan data tersebut, apapun
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 7 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
mencapai kedaultan
retorika semata.

pangan

hanya

sebatas

“Yang dimaksud kedaulatan pangan adalah
hak negara dan bangsa yang secara mandiri
menentukan
kebijakan
pangan
yang
menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan
yang memberikan hak bagi masyarakat
untuk menentukan sistem pangan yang
sesuai dengan potensi sumber daya lokal”.
RPMJN 2015 - 2019

Berdasarkan Indeks Global Food Security
tahun 2014 (Nurhemi, 2014) terpapar negara-negara
maju, khususnya negara yang berpendapatan
tinggi, memiliki tingkat ketahanan pangan yang
tinggi pula. Amerika Serikat merupakan negara yang
memiliki tingkat ketahanan pangan paling tinggi.
Sementara itu, Indonesia berada pada peringkat 72,
turun dari tahun sebelumnya yang berada di
peringkat 66. Tingkat ketahanan pangan Indonesia
di bawah 5 negara ASEAN, yakni Singapore (5),
Malaysia (34), Thailand (49), Filipina
(65), dan
bahkan Vietnam (67).

Bagaimana mungkin Indonesia berdaulat
pangan, termasuk untuk komoditi beras jika untuk
melakukan stabilitas harga saja selalu kalah,
fenomena tersebut selalu terjadi dan impor adalah
solusinya. Mungkin tahapan yang mampu dicapai
hanya sebatas ketahanan pangan dari aspek
pemenuhan ketersediaan dan keterjangkauan,
tetapi belum pada tahap kemandirian atau
kedaulatan pangan. Jika negara-negara maju
sudah mulai masuk pada tahap kerangka konsep
food and nutrition security system yang merancang
bentuk skema bisnis yang modern dan membuka
peluang ke arah kesejahteraan yang lebih baik,
Indonesia masih berkutat pada retorika kebijakan
kedaulatan pangan.

Gambar 11. Indeks Ketahanan Pangan
(Sumber: Nurhemi, 2014 – hal 20)

Gambar 10. Kerangka Konseptual Food and Nutrition Security System
(Sumber: Ecker, 2012)

Retorika tersebut kerap kali dijadikan
komoditas politik yang mengerucut pada programprogram bertopengkan bantuan sosial melalui
berbagai jenis, baik pada sisi hilir maupun hulu,
tetapi tetap saja tidak mampu menyelesaikan
permasalahan.
Ada
baiknya,
peran
Bulog
dikembalikan pada format sebelum 1997, sehingga
ada
kuasa
negara
yang
dititipkan
untuk

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 8 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
mengendalikan harga secara penuh jika memang
“soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa”
seperti yang diucapkan Bung Karno.

E. KESIMPULAN DAN SARAN
Apapun kebijkan pemerintah yang bertujuan
untuk mencapai kedaulatan pangan, khususnya
untuk komoditas beras, jika peran Bulog tidak dapat
berjalan secara berdaulat untuk mengendalikan
harga, maka kebijakan tersebut cenderung hanya
sebatas retorika semata. Selain itu, pergeseran
preferensi masyarakat atas kualitas beras premium
harus disikapi secara cermat sehingga kebijakan
Bulog dengan melakukan impor beras kualitas
rendah dalam rangka pemenuhan Cadangan Beras
Nasional menjadi kurang tepat.
Catatan BPS sepanjang Januari s.d Agustus
2015, Indonesia masih melalukan impor sebanyak
225.029 ton atau setara dengan 97,8 juta dollar AS,
sebuah ironi atas ketidakmampuan kita sebagai
negara agraris dalam memenuhi kebutuhan kita
sendiri. Untuk itu, sudah saatnya memulai perubahan
sosial itu secara struktur dengan penguatan
kelembagaan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai
perwakilan kedaulatan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Usaha Tanaman Padi, 2014. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
[6] Zon, Fadli. 2016. Pangan & Pertanian di Era
Neoliberal. Jakarta: Fadli Zon Library.
[7] Usman, Wan. 2003. Daya Tahan Bangsa. Jakarta:
Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional
Universitas Indonesia.
[8] Torrens (Torrens Resilience Institute). 2012.
Developing a model and tool to measure
community dissaster resilience. Australia: Torrens.
[9] Bappenas, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional. 2014. Studi Pendahuluan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Bidang Pangan Dan Pertanian 20152019. Direktorat Pangan dan Pertanian. Jakarta:
Bappenas.
[10]Robinson, James A & Acemoglu, Daron. 2012.
Why Nations Fail: The Origins of Power, Properity
and Poverty. New York: Crown Business.
[11]Budiantoro, Setyo dan Bahagijo, Sugeng. 2012.
Pembangunan Inklusif : prospek dan tantangan.
Jakarta: LP3ES.

Sumber Buku
[1] Sawit, M Husein. 2016. Konsumen Beras dan
Kebijakan Pemerintah. Harian Kompas, 13 Juni
2016. Kolom Opini. Halaman 6.
[2] Sjaf, Sofyan. 2016. Politik Pangan. Harian Kompas,
15 Juni 2016. Kolom Opini. Halaman 6.
[3] BPS1. 2015. Analisis Tematik ST2013 Subsektor
Ketahanan, Kemandirian, dan Kedaulatan
Pangan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[4] BPS2. 2015. Produksi Tanaman Pangan Angka
Ramalan II Tahun 2015. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
[5] BPS3. 2015. Sensus Pertanian 2013 Angka Nasional
Hasil Survei ST2013 – Subsektor Rumah Tangga

Sumber Jurnal
[1] Purwono, Joko & Sugyaningsih, Sri & Priambudi,
Adib. 2013. Analisis Tataniaga Beras di
Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi.
Jurnal Neo-Bis. Volume 7, Nomor 2, Desember
2013.
[2] Lokollo, Erna Maria. 2012. Supply Chain
Management (SCM) Atau Manajemen Rantai
Pasok. Bunga Rampai: Rantai Pasok Komoditas
Pertanian Indonesia. Bogor: IPB Press.
[3] Ecker, Oliver & Breisinger, Clemens. 2012. The
Food Security System A New Conceptual
Framework. International Food Policy Research

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 9 dari 10

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL | Ketahanan Pangan
Institute (IFPRI) – Consultative Group
International Agricultural Research (CIGAR).

on

[4] Gérard, F. 2010. Indonesian Experience in Rice
Price Stabilization. Grema – Groupe de
recherche et d’échange sur régulation des
marchés agricoles. CIRAD.
[5] Nurhemi, Soekro & Shinta R.I & R Suryani, Guruh.
2014.
Pemetaan
Ketahanan
Pangan
di
Indonesia:
Pendekatan
TFP
dan
Indeks
Ketahanan Pangan. Jakarta: Bank Indonesia.
Sumber Internet
[1] VoA Online. Voice of America. Mentan:
Indonesia Swasembada Pangan Penuh 2017.
ww.voaindonesia.com/content/mentanindonesia-swasembada-pangan-penuh-2017/
2705270.html (diakses 12 Juni 2016 pukul 21.00)

Tugas Mata Kuliah : KETAHANAN PANGAN | Halam 10 dari 10