laporan praktikum persamaan arhenius kim
PERSAMAAN ARHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI
Delta Oktaviana
Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia kode pos 50229
[email protected], 085727804110
ABSTRAK
Pada praktikum persamaan arhenius dan energi aktivasi ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reksi dan menghitung energi
aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan arhenius. Untuk percobaan kali in
metode yang digunakan adalah dengan variasii suhu 40 0C, 360C, 320C, 280C, dan
240C. Setelah melakukan percobaan dengan menggunakan variasi sistem pada
suhu dari kedua larutan didapatkan grafik linier yang menggambarkan hubungan
1/T dengan ln K menurut persamaan persamaan y = -23364x - 410242 dengan R2
= 0,9833 Dari grafik ln K dan 1/T diperoleh Ea = 233644 J/mol, ln A= 410242 dan A =12,9245. Maka dari hasil percobaan disimpulkan bahwa pada
suhu yang semakin meningkat maka waktu yang diperlukan untuk bereaksi
semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan waktu. Temperatur
berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksijuaga
akan semakin cepat.
Kata kunci : laju reaksi, energi aktivasi, temperatur
ABSTRACT
In the practice of Arrhenius equation and the activation energy is aimed to study
the effect of temperature on the rate of correcting and calculating the activation
energy (Ea) by using the Arrhenius equation. For the experiment time in the
method used is to variasii temperature of. 400C, 360C, 320C, 280C, dan 240C.
After experimenting with using a variation of the system at the temperature of the
two solutions obtained linear graph depicting the relationship 1 / T with ln K
according to the equation equation y = -23364x - 410 242 with R 2 = 0.9833 From
the graph ln K and 1 / T obtained Ea = 233 644 J / mol, ln A = -410 242 and A =
12.9245. Then from the experimental results concluded that the temperature is
increasing the time needed to react the less or the temperature is inversely
proportional to time. Temperature affects the rate of reaction, if the temperature
gets higher, the rate reaction will be faster
Keywords: reaction rate, activation energy, temperature
PENDAHULUAN
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali
dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan
terjadi penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan
yang berbeda ( membentuk senyawa produk ).
Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan
reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat
membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi,
karena sistem tidak stabil. Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks
membutuhkan energi yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut
dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya
memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki
tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan
ikatan yang baru, yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan
reaktan putus dan beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan
dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita
sebut sebagai transisi kompleks.
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E
menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata
aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan
energi untuk dapat berlangsung.
Pada reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan
dan sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang
membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luar untuk
mengaktifkan reaksi tersebut.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang
diusulkan adalah :
K= A e
Ea
RT
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
Ea
ln K =ln A−(
)
RT
−Ea 1
ln K =
x + ln A
RT T
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering
disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan
laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien
–(Ea/RT) dan intersep ln A.
Jika suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan
pada konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan
a
k t=ln(
)
a−x
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
1
1
k=
ln(
)
t 1/n
1−1/n
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan suhu sebesar 10oC . Hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat
ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil.
Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih
dari energi aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi
yang lebih rendah.
METODE
Percobaan panas pelarutan asam borat dan asam oksalat ini dilakukan di
laboratorium kimia fisik jurusan kimia fakultas matematika dan ilmu pengetahuan
alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 20 Oktober 2015
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu tabung reaksi besar
sebanyak 10 buah, gelaas piala 600ml, pipet ukur 10ml sebanyak 1 buah dan pipet
ukur 5ml sebanyak 1 buah. Es batu, termometer, laku ukur 100ml, 50ml, 20ml,
10ml dan terakhir stopwatch
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquades, larutan
H2O2 0,04M, larutan Na2S2O3 0,04M, larutan KI 0,1M dan larutan amilum 1%
Cara Kerja
Persiapan percobaan diawali dengan membuat larutan H2O2 0,04M
sebanyk 50ml, larutan Na2S2O3 0,04M sebanyak 20ml, larutan KI 0,1M sebanyak
100ml dan larutan amilum 1% sebanyak 10ml. Kemudian menyiapkan empat
buah sistem tersebut untuk variasi suhu 0-400C. Kelompok kami menggunakan 5
variasi suhu yaitu 400C, 360C, 320C, 280C, dan 240C. Bagi larutan menjadi 2
tabung. Tabung pertama berisi H2O2 5ml dan H2O 5ml sedangkan tabung kedua
berisi 10ml larutan KI, 1ml larutan Na2S2O4 dan 1 ml larutan amilum. Kedua
tabung reaksi ditempatkan dalam gelas piala 600ml yang berisi air sesuai dengan
suhu pengamatan sampai tabung 1 dan tabung 2 suhunya sama. Untuk suhu 0200C dilakukan dengan bantuan es batu. Kemudian mencampurkan kedua isi
tabung reaksi dan menyalakan stopwatch untuk mengukur waktu yang diperlukan
hingga timbul warna biru untuk pertama kalinya. Mengulangi prosedur diatas
untuk variasi suhu pengamatan yang telah ditentukan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut.
Siste
Suhu Awal oC
Suhu Akhir
Suhu Rata-rata
Waktu (s)
o
o
m
C
C
o
o
1
40 C
41 C
40,5 oC
08.64
o
o
2
36 C
37,5 C
36,75 oC
09.74
o
o
o
3
32 C
32 C
32 C
12.10
o
o
o
4
28 C
30 C
29 C
16.48
5
24 oC
23 oC
23,5 oC
19.74
Tabel 1. Hasil pengukuran suhu campuran dan waktu yang diperlukan
mgrek H2O2
= M . V . val
= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek
mgrek KI
= M . V . val
= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek
mgrek Na2S2O3 = M . V . val
= 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek (pereaksi pembatas)
Mgrek H2O2 bereaksi = mgrek Na2S2O3
Pada percobaan ini dilakukan variasi untuk suhu yang digunakan antara 20
– 400C. Suhu pada sistem yang ada pada tabung 1 dan tabung 2 disamakan
terlebih dahulu. Setelah suhu masing-masing tabung sama lalu mencampurkan
kedua larutan hingga terbentuk warna biru untuk pertama kalinya dan mencatat
waktunya dengan stopwatch. Waktu ketika terjadi perubahan warna ini yang
digunakkan sebagai waktu reaksi. Waktu reaksi ini digunakan untuk menghitung
nilai K dan ln K, serta suhu campuran yang terbentuk akan digunakan untuk
menghitung 1/T dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Setelah memperoleh
harga dari masing-masing variabel dapat diperoleh suatu grafik persamaan
Arrhenius dengan hubungan antara 1/T pada sumbu x dan ln K pada sumbu Y.
Energi aktivasi dapat ditentukan dengan mengolah data dari grafik
hubungan 1/T dan ln k berdasar persamaan Arrhenius yang didapat dar dasar
teori. Maka praktikan dapat melakukan percobaan berulang dengan mengukur ln k
reaksi dari temperatur yang bervariasi untuk memperoleh data yang akan diolah
dalam persamaan tersebut.
Penambahan larutan H2O2 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah
I- menjadi I2. I- kemudian berikatan dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai
reduktor, I2 berubah kembali menjadi I- yang selanjutnya berikatan dengan larutan
amilum. Larutan amilum dalam percobaan ini digunakan sebagai indikator adanya
I2. I2 akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis bereaksi
dan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru
pertama kali (waktu awal reaksi saat kedua tabung dicampur). Larutan amilum
yang digunakan dibuat sesaat sebelum percobaan karena larutan ini mudah rusak.
H2O2 berfungsi sebagai oksidator yang akan menjadi H2O sedangkan KI sebagai
penghasil I2 jika direaksikan dengan H2O2. Reaksi yang diukur adalah reaksi
hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida
dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum.
Ion iodide dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas
tersebut akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion
iodide. Namun, dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai
semua ion tiosulfat habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodide yang
terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru
pada larutan. Amilum yang digunakan haruslah amilum yang baru dibuat, karena
amilum yang telah lama dibuat memiliki kemungkinan perubahan struktur karena
pengaruh luar.
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi
berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi. Pada temperatur yang lebih tinggi,
ion-ion pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori
tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel
akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih cepat berlangsung.
Reaksi yang terjadi :
2H2O2
2H2O + O2
I2 + 2S2O32-
2I- + S4O62-
2H2O2 + 2I- + S4O62-
I2 + 2H2S2O3 + 2O2
Dari percobaan diperoleh untuk suhu 40°C, waktu yang diperlukan yaitu 8
sekon, suhu 36°C = 9 sekon, 32°C = 12 sekon, suhu 28°C = 16 sekon, suhu 24°C
= 19 sekon
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi
berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi atau suhu berbanding terbalik
dengan waktu. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k.
Jika suhu dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k
tersebut maka akan dapat dihitung energi aktivasi. Pada temperatur yang lebih
tinggi, ion-ion pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar.
Berdasarkan teori tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat
tumbukan antar partikel akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih
cepat berlangsung.
Disini terlihat adanya penambahan energi kinetik partikel yang dilakukan
dengan menaikkan temperatur reaksi, inilah energi yang diberikan dari luar sistem
untuk mencapai kondisi transisi seperti yang dijelaskan teori.
Rerata
Rata-rata
Waktu
K
ln K
1/T
Suhu K
313 oK
Suhu
40,5 oC
t=... dt
8
0,0125
- 4,38203
0,003194
309,75 oK
305 oK
302 oK
296,5 oK
36,75 oC
32 oC
29 oC
23,5 oC
9
0,0110
12
0,0090
16
0,0083
19
0,0062
Tabel 2. Nilai ln K dan 1/T
-4,50090
-4,79149
-5,08320
-5,25909
0,003228
0,003278
0,003311
0,003372
1. Menghitung 1/T
a. T = 40˚C = 313 oK
1/T = 1/313 = 0,003194
b. T = 36,5˚C = 309,75 oK
1/T = 1/309,75 = 0,003228
c. T = 33,5˚C = 305 oK
1/T = 1/305 = 0,003278
d. T = 31˚C = 302 oK
1/T = 1/302 = 0,003311
e. T = 28,5˚C = 296,5 oK
1/T = 1/296,5 = 0,003372
2. Menghitung nilai ln K
a. t = 8 dt
b. t = 9 dt
9,09. 10− 4
K= 0,0091.8 =0,0125
9,09. 10− 4
K= 0,0091.9 =0,0110
ln K = - 4,38203
ln K = -
4,50090
c. t = 12 dt
9,09. 10−4
K= 0,0091.12 =0,0083
ln K = -4,79149
d. t = 16 dt
9,09. 10−4
K= 0,0091.16 =0,0062
ln K = -5,08320
e. t = 19 dt
9,09. 10−4
K= 0,0091.19 =0,0052
ln K = -5,25909
Grafk ln K vs 1/T
0
0.5
-100,000
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
ln K
-200,000
-300,000
-400,000
-500,000
f(x) = − 23364.2 x − 410241.6
R² = 0.98
-600,000
1/T
Grafik 1. Grafik ln K vs 1/T
Berdasarkan persamaan garis y= mx + c dari kurva diperoleh persamaan
Y = -23364x - 410242 dengan R2 = 0,9833
Dari persamaan maka gradiennya m= -Ea/R = -23364
Ea = -(m x R) = -(-23364 x 8,314) = 194248,296 J/mol = 194,248296 kJ/mol
Intersep = lnA = - 410242
A = 12,9245
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa grafik yang menunjukkan
hubungan konstanta laju reaksi dan suhu tidak berbentuk garis lurus atau linear,
melainkan terjadi penyimpangan pada suhu lebih dari 40 oC. Hal ini dimungkinkan
karena jika suhunya lebih dari 40oC maka amilum yang ada pada larutan akan
rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan
yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.
Dari data hasil percobaan dapat dibuat grafik ln K vs 1/T, dan diperoleh
grafik berbentuk linier dengan persamaan y = -23364x - 410242 dengan R2 =
0,9833
Dari grafik ln K dan 1/T diperoleh Ea = 233644 J/mol, ln A= -
410242 dan A =12,9245.
5.5
Kesimpulan
Pada percobaan ini
didapatkan
grafik linier yang
sesuai
dengan
teori dengan persamaan. y = -23364x - 410242, Ea = 233644 J/mol, ln A=410242 dan A=12,9245. Grafik linier ini menggunakan variasi 1 / T pada
sumbu X dan ln K pada sumbu Y.
Dari grafik linier dapat diketahui bahwa semakin kecil harga ln K maka
harga 1 / T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi
temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit
waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini
sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.
Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi
minimum untuk terjadi reaksi semakin besar.
Saran
Sebelum
melakukan
percobaan,
sebaiknya
praktikan
hendaknya
melakukan persiapan secara matang dan saat melaksanakan percobaan, praktikan
sebaiknya lebih teliti dalam melakukan pengamatan serta ketika percobaan
berlangsung hendaknya praktikan harus lebih hati-hati. Selain itu, Sebaiknya
praktikan benar-benar menguasai materi praktikum dan alur kerja praktikum
sehingga kesalahan dalam pelaksanaan praktikum minim dan hasil praktikum
yang diperoleh maksimal.
Daftar Pustaka
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General
Graphic Services.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I,
penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga.
Terjemahan dari : Physichal Chemistry.
Wahyuni, Sri. 2013. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : Jurusan
Kimia FMIPA UNNES.
Delta Oktaviana
Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia kode pos 50229
[email protected], 085727804110
ABSTRAK
Pada praktikum persamaan arhenius dan energi aktivasi ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reksi dan menghitung energi
aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan arhenius. Untuk percobaan kali in
metode yang digunakan adalah dengan variasii suhu 40 0C, 360C, 320C, 280C, dan
240C. Setelah melakukan percobaan dengan menggunakan variasi sistem pada
suhu dari kedua larutan didapatkan grafik linier yang menggambarkan hubungan
1/T dengan ln K menurut persamaan persamaan y = -23364x - 410242 dengan R2
= 0,9833 Dari grafik ln K dan 1/T diperoleh Ea = 233644 J/mol, ln A= 410242 dan A =12,9245. Maka dari hasil percobaan disimpulkan bahwa pada
suhu yang semakin meningkat maka waktu yang diperlukan untuk bereaksi
semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik dengan waktu. Temperatur
berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin tinggi maka laju reaksijuaga
akan semakin cepat.
Kata kunci : laju reaksi, energi aktivasi, temperatur
ABSTRACT
In the practice of Arrhenius equation and the activation energy is aimed to study
the effect of temperature on the rate of correcting and calculating the activation
energy (Ea) by using the Arrhenius equation. For the experiment time in the
method used is to variasii temperature of. 400C, 360C, 320C, 280C, dan 240C.
After experimenting with using a variation of the system at the temperature of the
two solutions obtained linear graph depicting the relationship 1 / T with ln K
according to the equation equation y = -23364x - 410 242 with R 2 = 0.9833 From
the graph ln K and 1 / T obtained Ea = 233 644 J / mol, ln A = -410 242 and A =
12.9245. Then from the experimental results concluded that the temperature is
increasing the time needed to react the less or the temperature is inversely
proportional to time. Temperature affects the rate of reaction, if the temperature
gets higher, the rate reaction will be faster
Keywords: reaction rate, activation energy, temperature
PENDAHULUAN
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa tahap. Diawali
dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan bertumbukan, maka akan
terjadi penyusunan ulang ikatan dalam senyawa reaktan menjadi susunan ikatan
yang berbeda ( membentuk senyawa produk ).
Dalam keadaan transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan
reaktan yang cenderung kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat
membentuk reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi,
karena sistem tidak stabil. Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks
membutuhkan energi yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut
dengan energi aktivasi. Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya
memiliki energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki
tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan
ikatan yang baru, yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa ikatan
reaktan putus dan beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu keadaan
dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan produk. Keadaan ini kita
sebut sebagai transisi kompleks.
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea dengan E
menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan aktivasi. Kata
aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia membutuhkan tambahan
energi untuk dapat berlangsung.
Pada reaksi endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan
dan sebagainya disuplai dari luar sistem. Pada reaksi eksoterm, yang
membebaskan energi, ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luar untuk
mengaktifkan reaksi tersebut.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik yang
menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Persamaan yang
diusulkan adalah :
K= A e
Ea
RT
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
Ea
ln K =ln A−(
)
RT
−Ea 1
ln K =
x + ln A
RT T
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang sering
disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu dan
laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan gradien
–(Ea/RT) dan intersep ln A.
Jika suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan
pada konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan
a
k t=ln(
)
a−x
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
1
1
k=
ln(
)
t 1/n
1−1/n
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan suhu sebesar 10oC . Hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat
ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang kecil.
Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama atau lebih
dari energi aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi
yang lebih rendah.
METODE
Percobaan panas pelarutan asam borat dan asam oksalat ini dilakukan di
laboratorium kimia fisik jurusan kimia fakultas matematika dan ilmu pengetahuan
alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 20 Oktober 2015
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu tabung reaksi besar
sebanyak 10 buah, gelaas piala 600ml, pipet ukur 10ml sebanyak 1 buah dan pipet
ukur 5ml sebanyak 1 buah. Es batu, termometer, laku ukur 100ml, 50ml, 20ml,
10ml dan terakhir stopwatch
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquades, larutan
H2O2 0,04M, larutan Na2S2O3 0,04M, larutan KI 0,1M dan larutan amilum 1%
Cara Kerja
Persiapan percobaan diawali dengan membuat larutan H2O2 0,04M
sebanyk 50ml, larutan Na2S2O3 0,04M sebanyak 20ml, larutan KI 0,1M sebanyak
100ml dan larutan amilum 1% sebanyak 10ml. Kemudian menyiapkan empat
buah sistem tersebut untuk variasi suhu 0-400C. Kelompok kami menggunakan 5
variasi suhu yaitu 400C, 360C, 320C, 280C, dan 240C. Bagi larutan menjadi 2
tabung. Tabung pertama berisi H2O2 5ml dan H2O 5ml sedangkan tabung kedua
berisi 10ml larutan KI, 1ml larutan Na2S2O4 dan 1 ml larutan amilum. Kedua
tabung reaksi ditempatkan dalam gelas piala 600ml yang berisi air sesuai dengan
suhu pengamatan sampai tabung 1 dan tabung 2 suhunya sama. Untuk suhu 0200C dilakukan dengan bantuan es batu. Kemudian mencampurkan kedua isi
tabung reaksi dan menyalakan stopwatch untuk mengukur waktu yang diperlukan
hingga timbul warna biru untuk pertama kalinya. Mengulangi prosedur diatas
untuk variasi suhu pengamatan yang telah ditentukan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut.
Siste
Suhu Awal oC
Suhu Akhir
Suhu Rata-rata
Waktu (s)
o
o
m
C
C
o
o
1
40 C
41 C
40,5 oC
08.64
o
o
2
36 C
37,5 C
36,75 oC
09.74
o
o
o
3
32 C
32 C
32 C
12.10
o
o
o
4
28 C
30 C
29 C
16.48
5
24 oC
23 oC
23,5 oC
19.74
Tabel 1. Hasil pengukuran suhu campuran dan waktu yang diperlukan
mgrek H2O2
= M . V . val
= 0,04 x 5 x 2 = 0,4 mgrek
mgrek KI
= M . V . val
= 0,1 x 10 x 1 = 1 mgrek
mgrek Na2S2O3 = M . V . val
= 0,001 x 1 x 1 = 0,001 mgrek (pereaksi pembatas)
Mgrek H2O2 bereaksi = mgrek Na2S2O3
Pada percobaan ini dilakukan variasi untuk suhu yang digunakan antara 20
– 400C. Suhu pada sistem yang ada pada tabung 1 dan tabung 2 disamakan
terlebih dahulu. Setelah suhu masing-masing tabung sama lalu mencampurkan
kedua larutan hingga terbentuk warna biru untuk pertama kalinya dan mencatat
waktunya dengan stopwatch. Waktu ketika terjadi perubahan warna ini yang
digunakkan sebagai waktu reaksi. Waktu reaksi ini digunakan untuk menghitung
nilai K dan ln K, serta suhu campuran yang terbentuk akan digunakan untuk
menghitung 1/T dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Setelah memperoleh
harga dari masing-masing variabel dapat diperoleh suatu grafik persamaan
Arrhenius dengan hubungan antara 1/T pada sumbu x dan ln K pada sumbu Y.
Energi aktivasi dapat ditentukan dengan mengolah data dari grafik
hubungan 1/T dan ln k berdasar persamaan Arrhenius yang didapat dar dasar
teori. Maka praktikan dapat melakukan percobaan berulang dengan mengukur ln k
reaksi dari temperatur yang bervariasi untuk memperoleh data yang akan diolah
dalam persamaan tersebut.
Penambahan larutan H2O2 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah
I- menjadi I2. I- kemudian berikatan dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai
reduktor, I2 berubah kembali menjadi I- yang selanjutnya berikatan dengan larutan
amilum. Larutan amilum dalam percobaan ini digunakan sebagai indikator adanya
I2. I2 akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis bereaksi
dan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana muncul warna biru
pertama kali (waktu awal reaksi saat kedua tabung dicampur). Larutan amilum
yang digunakan dibuat sesaat sebelum percobaan karena larutan ini mudah rusak.
H2O2 berfungsi sebagai oksidator yang akan menjadi H2O sedangkan KI sebagai
penghasil I2 jika direaksikan dengan H2O2. Reaksi yang diukur adalah reaksi
hidrogen peroksida dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida
dicampurkan bersamaan dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum.
Ion iodide dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas
tersebut akan bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion
iodide. Namun, dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai
semua ion tiosulfat habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodide yang
terbentuk kembali akan bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru
pada larutan. Amilum yang digunakan haruslah amilum yang baru dibuat, karena
amilum yang telah lama dibuat memiliki kemungkinan perubahan struktur karena
pengaruh luar.
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi
berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi. Pada temperatur yang lebih tinggi,
ion-ion pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori
tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel
akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih cepat berlangsung.
Reaksi yang terjadi :
2H2O2
2H2O + O2
I2 + 2S2O32-
2I- + S4O62-
2H2O2 + 2I- + S4O62-
I2 + 2H2S2O3 + 2O2
Dari percobaan diperoleh untuk suhu 40°C, waktu yang diperlukan yaitu 8
sekon, suhu 36°C = 9 sekon, 32°C = 12 sekon, suhu 28°C = 16 sekon, suhu 24°C
= 19 sekon
Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi
berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi atau suhu berbanding terbalik
dengan waktu. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k.
Jika suhu dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k
tersebut maka akan dapat dihitung energi aktivasi. Pada temperatur yang lebih
tinggi, ion-ion pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar.
Berdasarkan teori tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat
tumbukan antar partikel akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih
cepat berlangsung.
Disini terlihat adanya penambahan energi kinetik partikel yang dilakukan
dengan menaikkan temperatur reaksi, inilah energi yang diberikan dari luar sistem
untuk mencapai kondisi transisi seperti yang dijelaskan teori.
Rerata
Rata-rata
Waktu
K
ln K
1/T
Suhu K
313 oK
Suhu
40,5 oC
t=... dt
8
0,0125
- 4,38203
0,003194
309,75 oK
305 oK
302 oK
296,5 oK
36,75 oC
32 oC
29 oC
23,5 oC
9
0,0110
12
0,0090
16
0,0083
19
0,0062
Tabel 2. Nilai ln K dan 1/T
-4,50090
-4,79149
-5,08320
-5,25909
0,003228
0,003278
0,003311
0,003372
1. Menghitung 1/T
a. T = 40˚C = 313 oK
1/T = 1/313 = 0,003194
b. T = 36,5˚C = 309,75 oK
1/T = 1/309,75 = 0,003228
c. T = 33,5˚C = 305 oK
1/T = 1/305 = 0,003278
d. T = 31˚C = 302 oK
1/T = 1/302 = 0,003311
e. T = 28,5˚C = 296,5 oK
1/T = 1/296,5 = 0,003372
2. Menghitung nilai ln K
a. t = 8 dt
b. t = 9 dt
9,09. 10− 4
K= 0,0091.8 =0,0125
9,09. 10− 4
K= 0,0091.9 =0,0110
ln K = - 4,38203
ln K = -
4,50090
c. t = 12 dt
9,09. 10−4
K= 0,0091.12 =0,0083
ln K = -4,79149
d. t = 16 dt
9,09. 10−4
K= 0,0091.16 =0,0062
ln K = -5,08320
e. t = 19 dt
9,09. 10−4
K= 0,0091.19 =0,0052
ln K = -5,25909
Grafk ln K vs 1/T
0
0.5
-100,000
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
ln K
-200,000
-300,000
-400,000
-500,000
f(x) = − 23364.2 x − 410241.6
R² = 0.98
-600,000
1/T
Grafik 1. Grafik ln K vs 1/T
Berdasarkan persamaan garis y= mx + c dari kurva diperoleh persamaan
Y = -23364x - 410242 dengan R2 = 0,9833
Dari persamaan maka gradiennya m= -Ea/R = -23364
Ea = -(m x R) = -(-23364 x 8,314) = 194248,296 J/mol = 194,248296 kJ/mol
Intersep = lnA = - 410242
A = 12,9245
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa grafik yang menunjukkan
hubungan konstanta laju reaksi dan suhu tidak berbentuk garis lurus atau linear,
melainkan terjadi penyimpangan pada suhu lebih dari 40 oC. Hal ini dimungkinkan
karena jika suhunya lebih dari 40oC maka amilum yang ada pada larutan akan
rusak atau rusak sebagian , sehingga ion iodide yang terbentuk dari perubahan
yodium tidak dapat terdeteksi dengan baik.
Dari data hasil percobaan dapat dibuat grafik ln K vs 1/T, dan diperoleh
grafik berbentuk linier dengan persamaan y = -23364x - 410242 dengan R2 =
0,9833
Dari grafik ln K dan 1/T diperoleh Ea = 233644 J/mol, ln A= -
410242 dan A =12,9245.
5.5
Kesimpulan
Pada percobaan ini
didapatkan
grafik linier yang
sesuai
dengan
teori dengan persamaan. y = -23364x - 410242, Ea = 233644 J/mol, ln A=410242 dan A=12,9245. Grafik linier ini menggunakan variasi 1 / T pada
sumbu X dan ln K pada sumbu Y.
Dari grafik linier dapat diketahui bahwa semakin kecil harga ln K maka
harga 1 / T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi
temperatur maka energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit
waktu yang diperlukan sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini
sesuai dengan teori dimana energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.
Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi
minimum untuk terjadi reaksi semakin besar.
Saran
Sebelum
melakukan
percobaan,
sebaiknya
praktikan
hendaknya
melakukan persiapan secara matang dan saat melaksanakan percobaan, praktikan
sebaiknya lebih teliti dalam melakukan pengamatan serta ketika percobaan
berlangsung hendaknya praktikan harus lebih hati-hati. Selain itu, Sebaiknya
praktikan benar-benar menguasai materi praktikum dan alur kerja praktikum
sehingga kesalahan dalam pelaksanaan praktikum minim dan hasil praktikum
yang diperoleh maksimal.
Daftar Pustaka
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General
Graphic Services.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I,
penerjemah;Indarto Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga.
Terjemahan dari : Physichal Chemistry.
Wahyuni, Sri. 2013. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang : Jurusan
Kimia FMIPA UNNES.