Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Inter

TUGAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Oleh:
MUHAMMAD TIARA
02011281520391

Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
Tahun 2016/2017

1. Pengertian Hukum Perdata Internasional
Sebelum kita masuk ke dalam sejarah Hukum Perdata Internasional, maka dari itu kita
harus tahu terlebih dahulu apa pengertian dari HPI itu sendiri. Hukum Perdata Internasional
adalah seperangkat kaidah-kaidah, asas-asas, dan aturan-aturan hukum nasional yang
mengatur peristiwa atau hubungan hukum yang bersifat transnational (unsur ektrateritorial).
Selain itu, ada pendapat lain dari para ahli hokum mengenai HPI ini, salahsatunya adalah
Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmaja yang mengatakan bahwa HPI itu merupakan Keseluruhan
Kaidah atau Asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melewati batas Negara atau
dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antar pelaku hukum yang masing-masing
tunduk pada hukum (nasional) yang berbeda.
Setelah mengetahui pengertian dari HPI tersebut, barulah kita dapat mengkaji mengenai

sejarah perkembangan HPI.
2. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional
Di dalam perkembangannya, HPI melewati lima tahap perkembangan yang pada
hakikatnya di setiap tahap tersebut melahirkan sesuatu hal maupun ajaran yang berbeda. Oleh
karena itu, akan dijelaskan mengenai sejarah perkembangan HPI ini dari awal hingga pada
puncaknya saat masyarakat mengenal Hukum Perdata Internasional.
A. Masa Kekaisaran Romawi (Abad 2-6 Masehi)
Pada zaman romawi kuno segala persoalan yang timbul sebagai akibat hubungan antara
orang romawi dengan pedagang asing diselesaikan oleh hakim pengadilan khusus yang
disebut praetor peregrinis. Hukum yang digunakan oleh hakim tersebut pada dasarnya adalah
hukum yang berlaku bagi para cives romawi yaitu ius civile yang telah disesuaikan dengan
pergaulan antarbangsa. Ius civile yang telah digunakan untuk hubungan antarbangsa itu
kemudian disebut Ius Gentium. Sebagaimana halnya Ius Civile, Ius Gentium juga memuat
kaidah-kaidah yang dikategorikan kedalam ius privatum dan ius publicum. Ius Gentium yang
menjadi bagian dari ius privatum berkembang menjadi HPI, sedangkan Ius Gentium yang
menjadi bagian dari ius publicum berkembang menjadi Hukum Internasional publik atau
territorial, yang dewasa ini dianggap sebagai asas HPI yang penting, misalnya :
a. Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs), yang menyatakan bahwa hukum yang harus diberlakukan
atas suatu benda adalah hukum dari tempat benda tersebut berada.
b. Asas Lex Loci Contractus, yang menyatakan bahwa terhadap perjanjian-perjanjian (yang

bersifat HPI) berlaku kaidah-kaidah hukum dari tempat pembutan perjanjian.
c. Asas Lex Domicilii, yang menyatakan bahwa hukum yang mengatur hak serta kewajiban
perorangan adalah hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.

B. Masa Pertumbuhan Asas Personal HPI (Abad 6-10 Masehi)
Pada akhir abad 6 M kekaisaran romawi ditaklukkan bangsa “barbar” dari Eropa. Bekas
wilayah kekaisaran romawi diduduki berbagai suku bangsa yang satu dengan yang lainnya
berbeda secara geneologis. Kedudukan ius civile menjadi kurang penting, karena masingmasing suku bangsa tersebut tetap memberlakukan hukum personal, hukum keluarga serta
hukum agamanya masing-masing di daerah yang didudukinya. Dengan demikian prinsip
teritorial telah berubah menjadi prinsip personal.
Beberapa asas HPI yang tumbuh pada masa tersebut yang dewasa ini dapat dikategorikan
sebagai asas HPI yang dibuat atas dasar asas genealogis, misalnya :
a. Asas yang menetapkan bahwa hukum yang berlaku dalam suatu perkara adalah hukum
personal dari pihak tergugat.
b. Asas yang menyatakan bahwa kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum seseorang
ditentukan oleh hukum personal orang tersebut. Kapasitas para pihak dalam suatu perjanjian
harus ditentukan oleh hukum personal dari masing-masing pihak.
C. Masa Pertumbuhan Asas Teriotorial (Abad 11-12 Masehi) di Italia
Di kawasan Eropa Utara terjadi peralihan struktur masyarakat geneologis ke masyarakat
territorial tampak dari tumbuhnya unit-unit masyarakat yang feodalistis, khususnya di

wilayah Inggris, Prancis, dan Jerman sekarang.
Di kawasan Eropa bagian selatan transformasi dari asa personal genealogis ke asas
teritorial berlangsung bersamaan dengan pertumbuhan pusat-pusat perdagangan khususnya di
Italia. Dasar ikatan antar manusia di sini bukanlah genealogis atau feodalisme, melainkan
tempat tinggal yang sama. Sistem hukum lokal sendiri yang berlainan satu dengan yang
lainnya dan berbeda pula dengan hukum romawi dan Lombardi yang berlaku umum di
seluruh Italia.
D. Masa Pertumbuhan Teori Statuta
1). Teori Statuta di Italia (Abad 13-15 Masehi)
Lahirnya teori statuta di italia dipicu oleh gagasan seorang tokoh post glassator yang
bernama Accursius, yaitu bila seorang yang berasal dari suatu kota tertentu di Italia digugat
disebuah kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu karena
ia bukan subjek hukum dari kota lain itu.
Doktrin yang telah dikemukakan Accursius kemudian dikembangkan oleh Bartolus De
Sassoferrato (1314-1357). Bartolus menghubungkan statuta personalia dengan lex originis
dan statute realia dengan kekuasaan teritorial hukum itu.

Ia membedakan statuta ke dalam statua yang mengijinkan sesuatu dan yang melarang
sesuatu.
 Statuta personalia, statuta yang mempunyai lingkungan kuasa berlaku secara personal.

Bahwa statuta itu mengikuti orang (person) dimanapun dia berada.
 Statuta realia, Statuta yang mempunyai lingkungan kuasa secara teritorial. Hanya bendabenda yang terletak di dalam wilayah pembentuk undang-undang tunduk di bawah
statuta- statutanya.
 Statuta mixta, yang berlaku bagi semua perjanjian yang diadakan di tempat berlakunya
Statuta itu denga segala akibat hukumnya. Sedangkan mengenai wanprestasi dengan
segala akibat hukumnya diatur menurut Statuta di tempat perjanjian itu seharusnya
dilaksanakan.
2). Teori Statuta di Perancis (Abad 16 Masehi)
Pada abad ke-16 provinsi-provinsi di perancis memiliki hukum tersendiri yang disebut
coutume, yang pada hakekatnya sama dengan statuta. Karena ada keanekaragaman coutume
tersebut dan makin meningkatnya perdagangan antar provinsi, maka konflik hukum antar
provinsi meningkat pula. Dalam keadaan demikian beberapa ahli hukum perancis, seperti
Charles Dumoulin dan Bertrand D’Argentre berusaha mendalami teori statute dan
menerapkannya di perancis dengan beberapa modifikasi.
Charles Dumoulin memperluas pengertian statuta personalia hingga mencakup pilihan
hukum (hukum yang dikehendaki oleh para pihak) sebagai hukum yang seharusnya berlaku
dalam perjanjian. Jadi perjanjian yang dalam teori statuta dari Bartolus masuk dalam statuta
realita menurut Charles Dumoulin harus masuk dalam ruang lingkup statuta personalia,
karena pada hakekatnya kebebasan untuk memilih hukum adalah semacam status
perseorangan.

Menurut Bertrand D’Argentre yang harus diperluas itu adalah statuta realia, sehingga
yang diutamakan bukanlah otonomi para pihak melainkan otonomi provinsi. Ia tetap
mengakui ada statuta yang benar-benar merupakan statuta personalia.
3). Teori Statuta di Belanda (Abad 17 Masehi)
Teori Argentre ternyata diikuti para sarjana hukum Belanda setelah pembebasan dari
penjajahan Spanyol. Pada saat itu segi kedaulatan sangat ditekankan. Hukum yang dibuat
negara berlaku secara mutlak di dalam wilayah negara tersebut. Prinsip dasar yang digunakan
penganut teori statuta di negeri belanda adalah kedaulatan eksklusif negara.
Berdasarkan ajaran D’Argentre, Ulrik Huber mengajukan tiga prinsip dasar yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara HPI sebagai berikut :
1. Hukum dari suatu negara mempunyai daya berlaku yang mutlak hanya di dalam batasbatas wilayah kedaulatannya saja.
2. Semua orang baik yang menetap maupun sementara yang berada di dalam wilayah suatu
negara berdaulat harus menjadi subyek hukum dari negara itu

3. Berdasarkan alasan sopan santun antar negara (asas komitas=comity) diakui pula bahwa
setiap pemeritah negara yang berdaulat mengakui bahwa hukum yang sudah berlaku di
negara asalnya akan tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-mana sejauh tidak
bertentangan dengan kepentingan subyek hukum dari negara yang memberikan
pengakuan itu
E. Masa Pertumbuhan Teori Hukum Perdata Internasional Universal

Pada abad ke-19 pemikiran HPI mengalami kemajuan berkat adanya usaha dari tiga
orang pakar hukum yaitu Joseph Story, Friedrich Carl Von Savigny, dan Pasquae Machini.
Titik tolak pandangan Von Savigny adalah bahwa suatu hubungan hukum yang sama harus
memberi penyelesaian yang sama pula, baik bila diputuskan oleh hakim negara A maupun
negara B. Maka, penyelesaian soal-soal yang menyangkut unsur-unsur asingpun hendaknya
diatur sedemikian rupa, sehingga putusannya juga akan sama dimana-mana.
Titik tolak berfikir Von Savigny adalah bahwa HPI itu bersifat hukum supra nasional,
oleh karenanya bersifat universal maka ada yang menyebut pikiran Von Savigny ini dengan
istilah teori HPI universal.
Menurut Von Savigny pengakuan terhadap hukum asing bukan semata-mata berdasarkan
comitas, akan tetapi berpokok pangkal pada kebaikan atau kemanfaatan fungsi yang
dipenuhinya bagi semua pihak (Negara atau manusia) yang bersangkutan.
Machini berpendapat, bahwa hukum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya.
Pendapat Machini menjadi dasar mazhab Italia yang berkembang kemudian. Menurut
mazhab Italia ini ada dua macam kaidah dalam setiap sistem hukum yaitu :
1. Kaidah hukum yang menyangkut kepentingan perseorangan
2. Kaidah-kaidah hukum untuk melindungi dan menjaga ketertiban umum
Berdasarkan pembagian ini dikemukakan tiga asas HPI yaitu :
1. Kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi setiap warga negara
dimanapun dan kapanpun juga (prinsip personil)

2. Kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat teritorial dan berlaku bagi setiap
orang yang ada dalam wilayah kekuasaan suatu negara (prinsip teritorial)
3. Asas kebebasan, yang menyatakan bahwa pihak yang bersangkutan boleh memilih
hukum manakah yang akan berlaku terhadap transakasi diantara mereka (pilihan hukum)

DAFTAR PUSTAKA
Hardjowohono, Bayu Seto.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Kusumaatmadja, Mochtar.1978.Pengantar Hukum Internasional.Binacipta
Hukum Perdata Internasional.
Diakses di website http://agustinmahardika.blogspot.co.id/ Pada tanggal 22 januari
2017