PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI FOSFOR TERDADAP PERTUMBUHAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans) PADA HIDROPONIK SUPER MINI

  

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI FOSFOR TERDADAP

PERTUMBUHAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans)

PADA HIDROPONIK SUPER MINI

  Sri Rahayu Fitriani (1) , Entin Daningsih (2) , Yokhebed (2) 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Untan Pontianak 2 Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Untan Pontianak

Jl. Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak

E-ma

  

Abstract

This study aimed to assemble a super mini hydroponic from small used plastic bottle and determine the influence of different concentrations of phosphorus for the growth of Ipomoea reptans in super mini hydroponic. The methodology of this research was the Research and Development (R&D) and used a Completely Randomized Design (CRD) with three different concentrations of ABmix pure, ABmix+12.6 g of phosphorus, ABmix+ 16.2 g of phosphorus). The data were analyzed by ANOVA using model of CRD on the growth of Ipomoea reptans . ANOVA results showed that the difference in phosphorus concentration significantly affected root length, plant height, number of leaves, fresh weight and dry weight. However,the different concentrations of phosphorus didn’t significantly chlorophyll level. Duncan’s mean separation test at α = 5% indicated that the treatment I (ABmix pure) was significantly higher when compared to treatment

  II (ABmix+12.6 g of phosphorus) and treatment III (ABmix+16.2 g of phosphorus).

  Keywords: Phosphorus, ABmix, Gowth, Ipomoea reptans, Super Mini Hydroponic

  Kangkung merupakan tanaman yang sering kita jumpai di lingkungan sekitar. Tanaman ini merupakan tanaman men- jalar dengan batang kecil, bulat, panjang dan berlubang di dalamnya. Tanaman ini berakar tunggang. Bunganya berbentuk seperti terompet dan berwarna putih atau putih keunguan (Widi dan Asianto, 2007). Jenis kangkung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kangkung darat. Kangkung darat berdaun panjang dan berujung runcing. Batangnya ber - warna hijau keputih-putihan. Bunganya berwarna putih. Biasanya kangkung darat dapat dikembangbiakan dengan biji. Secara umum, syarat tumbuh kangkung yaitu pada suhu 20-32 o

  C, tumbuh baik pada ketinggian 5 - 1.200 m dpl, pH tanah antara 5,6 - 6,5, tersedia cukup air yang mengalir sepanjang masa pemeliharaan (Widi dan Asianto, 2007). Lama pembibitan kangkung sekitar 7 hari setelah itu baru dipindahkan pada tempat produksi yang lebih besar. Umur panen kangkung darat berkisar antara 20-

  25 hari sejak pembenihan (Syariefa, dkk., 2014). Pemilihan kangkung darat dalam penelitian karena umurnya singkat dan organ vegetatifnya dapat dibedakan dengan jelas sehingga dapat dijadikan alternatif penanaman pada hidroponik. Hidroponik sendiri merupakan metode bercocok tanam menggunakan media tanam selain tanah. Namun, media pertumbuhan yang dimaksud bukan hanya air saja, melainkan dapat meng- gunakan media tanam lain seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, zat silikat, pecahan batu karang atau batu bata, potongan kayu, dan busa (Siswadi dan Teguh, 2010).

  Saat ini, telah dikembangkan berbagai macam sistem dalam hidro- ponik, misalnya metode non-substrat atau yang lebih dikenal dengan kultur air. Menurut Herwibowo dan Budiana (2014), hidroponik dengan metode tersebut memiliki kelebihan yaitu larutan menjadi kaya akan oksigen akibat larutan yang bersirkulasi. Jadi, pada metode kultur air tersebut, larutan hara dialirkan secara terus-menerus sehingga hara ter- campur dengan baik atau memungkinkan larutan hara tidak mengendap, sehingga setiap tanaman dapat memperoleh nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut. Adapun contoh dari metode hidroponik tersebut yaitu NFT (Nutrient Film

  Technique ).

  Nutrient Film Technique (NFT) merupakan model budidaya dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Pada sistem NFT yang nutrisinya hanya selapis menyebabkan ketersediaan nutrisi dan oksigen pada akar selalu berlimpah (Herwibowo dan Budiana, 2014). Adapun modifikasi hidroponik sistem NFT yang telah dikembangkan yaitu hidroponik mini dengan me- manfaatkan botol plastik bekas ber- ukuran 2 L yang dilakukan oleh Sari (2014) yang digunakan sebagai media praktikum. Hidroponik yang dikembang- kan tersebut merupakan jenis hidroponik sistem NFT yang merupakan metode kultur air dengan aliran bersambung. Pengembangan yang dilakukan masih memiliki kendala yaitu tidak mampu

  menopang perumbuhan tumbuhan yang lebih besar, tidak dapat mengukur tinggi tumbuhan, selain itu juga memerlukan ruang yang relatif besar, serta waktu yang dibutuhkan untuk pengukuran pertumbuhan cukup lama yaitu ±10 minggu.

  Dari beberapa kendala di atas, sehingga dikembangkan hidroponik super mini sebagai dengan memanfaat- kan botol plastik bekas yang lebih kecil dengan ukuran 0,5 L. Dengan modifikasi hidroponik ini, pertumbuhan tumbuhan dapat diamati dengan jelas seperti panjang akar, tinggi batang, jumlah daun, waktu yang dibutuhkan juga relatif singkat, dan tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal dalam pembuatannya.

  Dalam hidroponik, nutrisi yang dipakai pada umumnya menggunakan larutan AB mix. Menurut Sutiyoso (2004), larutan AB mix terdiri dari pekatan A (kalsium nitrat, kalium nitrat, Fe) dan pekatan B (kalium di-hidro fosfat, kalium sulfat, magnesium sulfat dan campuran unsur mikro) yang di gabungkan.

  Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang ditanam pada hidroponik tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal yaitu unsur hara yang merupakan sumber nutrisi utama bagi tumbuhan. Tumbuhan secara umum me- merlukan unsur hara makro dan mikro. Namun, unsur makro diperlukan tumbuh- an dalam jumlah besar sehingga dosisnya dapat di kontrol. Unsur hara makro yang berpengaruh langsung terhadap pusat pertumbuhan contohnya fosfor (P). Menurut Embleton (dalam Liferdi, 2010), fosfor merupakan unsur hara makro yang berperan dalam pertumbuhan tanaman khususnya pada daerah pusat pertumbuhan seperti akar, batang, dan daun. Oleh karena itu, peran fosfor cukup penting bagi pertumbuhan dan per- kembangan tanaman. Unsur hara fosfor bersifat mobile dalam jaringan tumbuhan dan dapat terlihat pada masa vegetatif pada pusat- pusat pertumbuhan sehingga bila kekurangan fosfor, maka unsur hara langsung di translokasikan pada bagian daun muda, sedangkan pada masa generatif unsur hara fosfor banyak dialokasikan pada proses pembentukan biji atau buah tanaman (Novriani, 2010). Menurut Arifin, dkk., (2010), kekurangan unsur fosfor dapat menyebabkan pertumbuhan yang lambat, daun berwama hijau tua, daun-daun tua mengalami pigmentasi ungu. Berdasarkan hasil penelitian ter- hadap tanaman jagung yang dilakukan oleh Novriani (2010), diketahui bahwa dari hasil penelitian kecambah tanaman jagung menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam pada lingkungan cukup fosfor mempunyai distribusi perakaran yang baik dibandingkan dengan tanaman yang kurang fosfor. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pertumbuhan kangkung darat pada hidroponik super mini dengan penambahan konsentrasi fosfor yang berbeda.

  METODE

  Keterangan: 1.

  Data yang diperoleh berupa jumlah daun, tinggi tanaman, panjang akar, kadar klorofil, berat basah dan berat kering, kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis of Varians (ANOVA) model RAL. Apabila dalam ANOVA diperoleh hasil yang berpengaruh nyata, maka pengujian statistik menggunakan SAS versi 6.12 dengan model RAL diikuti oleh uji beda nyata Duncan’s pada α = 5%.

  Pompa air Parameter pertumbuhan yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar klorofil, jumlah daun, tinggi tanaman, dan panjang akar yang dilakukan dengan metode non destruktif, serta berat basah dan berat kering yang dilakukan dengn metode destruktif diakhir penelitian. Pada penelitian ini juga diukur pH, EC (kepekatan larutan), suhu larutan dan suhu lingkungan yang diukur setiap hari sebagai data pendukung. Pengukuran pertumbuhan kangkung darat dilakukan setiap 3 hari sekali selama 2 minggu.

  7. Wadah penampungan larutan hara 8.

  Penyangga sistem 6. Paralon untuk mengalirkan hara dari botol

  4. Penyangga botol 5.

  Paralon penghubung antar tingkatan botol

  Selang untuk mengalirkan hara dari wadah penampungan ke botol

  

Gambar 1. Rancangan Hidroponik Super Mini

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2016 di green

  fosfor), dan hara III (AB mix + 16,2 g fosfor). Masing-masing perlakuan di- ulangi sebanyak 10 kali ditambah 10 tanaman cadangan untuk masing-masing perlakuan sehingga total kangkung darat yang ditanam sebanyak 60 tanaman. Adapun rancangan hidroponik super mini dengan menggunakan sistem NFT dapat di lihat pada Gambar 1.

  mix murni), hara II (AB mix + 12,6 g

  (KOH 10%). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan larutan ABmix dengan 3 perlakuan yang berbeda yaitu hara I (AB

  SPAD, neraca digital. Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih kangkung darat (Ipomoea reptans) ABmix, SP-36, aquades, air dan larutan standarisasi pH

  Conductivity ), oven, klorofil meter model

  penelitian ini adalah termometer, pH meter, penggaris, EC (Electro

  house . Alat yang digunakan pada

2. Botol plastik ukuran 0,5 L 3.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Daun Hasil uji ANOVA menunjukkan

  8

  16 ra ta -ra ta j um la h da un

  13

  10

  7

  4

  10

  6

  adanya perbedaan nyata pada jumlah daun diantara ketiga perlakuan yang diberikan. Nilai P<0,05 menunjukkan

  4

  2

  Pada penelitian yang telah dilaku- kan, menunjukkan adanya perbedaan nyata terhadap perlakuan yang diberikan. Konsentrasi larutan yang digunakan merujuk dari penelitian Mas’ud (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara I (AB mix murni) lebih baik dibandingkan dengan hara II (12.6 g), dan hara III (16,2 g). Hal ini menunjuk- kan bahwa, komposisi ABmix murni sendiri merupakan komposisi unsur hara lengkap yang mengandung 16 unsur makro dan mikro. Menurut Agustina (dalam Rizka dan Sismanto, 2016), nutrisi ABmix mengandung 16 unsur hara esensial yang diperlukan tanaman. Dari 16 unsur tersebut terdapat unsur makro dan mikro, adapun unsur makro yang dimaksud yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, sedangkan unsur mikro yang terkandung yaitu Fe, Mn, Bo, Cu, Zn, Mo, Cl, Si, Na, Co. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa hara I yaitu ABmix murni mengandung fosfor yang cukup sehingga pertumbuhan daun kangkung darat optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Fisher (dalam Faranso, 2004) yang menyatakan bahwa ketersediaan P yang cukup selama masa pertumbuhan vegetatif tanaman dapat meningkatkan jumlah daun. Sedangkan penambahan fosfor seperti pada hara II (12,6 g) dan hara III (16,2g) menyebabkan per- tumbuhan daun kurang optimal. Hal ini mengindikasikan adanya kelebihan unsur P. Menurut Liferdi (2010), Kelebihan pupuk P pada tanaman dapat meng- akibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, bahkan pada dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan tanaman mati. Menurut Lingga (2007), daun merupakan organ penting bagi tanaman sebagai tempat untuk fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, maka akan terjadi pembentukan karbohidrat. Peningkatan jumlah daun menunjukkan peningkatan secara kuantitatif seiring dengan meningkatnya umur tanaman yang berhubungan dengan perkembangan sel. Semakin besar dan banyak jumlah daun maka jumlah karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis semakin banyak. Karbohidrat diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga dengan tersedianya karbohidrat yang cukup, maka pembentukan daun berjalan lebih

  Grafik 1. Jumlah Daun Kangkung Darat

  (Grafik 1).

  adanya perbedaan nyata diantara perlakuan saat diuji pada α = 5%

  

Hari setelah transfer Hara I (ABmix murni) Hara II (ABmix+12,6 g fosfor) Hara III (ABmix+16,2 g fosfor) P= 0.0008 P= 0.0001 P= 0.0005 P= 0.0001 P= 0.0001 a a a a a b c b b b c b c b c 3 9 8 6 5 6 7 4 5 6 3 4 4 2 2 cepat dan berpengaruh terhadap jumlah daun serta kualitas produksi suatu tanaman.

  Tinggi Tanaman

  30

  Hara I (ABmix) Hara I (ABmix+12,6 g fosfor) Hara III (ABmix +16,2 g fosfor) b a b c a b a a c

  16 ra ta -ra ta t ing g i ta na m a n (cm ) Hari setelah transfer

  13

  10

  7

  4

  40

  20

  Pengaruh perbedaan konsentrasi fosfor terhadap perubahan tinggi tanaman kangkung darat menunjukkan adanya perbedaan nyata.

  10

  menunjukkan adanya perbedaan nyata diantara perlakuan saat diuji pada α = 5% (Grafik 3).

  Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa perbedaan konsentrasi fosfor berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Nilai P<0,05

  Panjang Akar

  ’s, diketahui bahwa dengan hara I (ABmix kontrol) pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik dibandingkan dengan hara II (12,6 g) dan hara III (16,2 g). Pada hara II dan III pertumbuhan kurang optimal yang disebabkan karena adanya indikasi keracunan unsur P atau bersifat toxic, sehingga pertumbuhan pada pusat-pusat perkembangan menjadi terhambat. Oleh karena itu, pada tinggi kangkung darat pada hara I dan II lebih kecil karena pertumbuhannya terhambat. Menurut Sutejo (dalam Syafrudin, dkk., 2012), unsur P secara umum merupakan unsur hara esensial di mana unsur hara ini sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman secara umum pada fase vegetatif. Namun, apabila keberadaan suatu unsur terlalu sedikit ataupun terlalu berlebihan maka dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmawan dan Baharsyah (dalam Syafrudin, dkk., 2012) yang menyatakan bahwa ketersediaan hara yang cukup dan seimbang akan mempengaruhi proses metabolisme pada jaringan tanaman. Proses metabolisme merupakan pembentukan dan perombakan unsur- unsur hara dan senyawa organik dalam tanaman. Lebih lanjut Rinsema (dalam Syafrudin, dkk., 2012) menyatakan bahwa unsur hara yang terlalu berlebihan dapat merusak pertumbuhan tanaman itu sendiri.

  Data tinggi tanaman yang diuji menggunakan ANOVA menunjukkan adanya perbedaan secara nyata disetiap pengukuran. Dengan uji Duncan

  Grafik 2. Tinggi Tanaman Kangkung Darat

  Nilai P<0,05 me- nunjukkan adanya perbedaan nyata diantara perlakuan saat diuji pada α = 5% (Grafik 2).

  P= 0.0001 P= 0.0001 P= 0.0001 P= 0.0001 P= 0.0001 b c c b c a 10,1 36,7 26 28,6 23 25,6 20,8 29 19,1 23,9 13,7 14,9 16,9 8,1 8,6

  Grafik 3. Panjang Akar Kangkung Darat

  Adapun perbedaan panjang akar kangkung darat dengan tiga perlakuan berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.

  Hara I (ABmix) Hara I (ABmix+12,6 g fosfor) Hara II (ABmix+16,2 g fosfor)

  Gambar 2. Perbedaan panjang kangkung darat

  Uji beda nyata Duncan’s menunjuk- kan bahwa akar tanaman pada hara I yaitu kontrol lebih baik jika dibanding- kan dengan panjang akar tanaman yang diberi hara II (12,6) dan hara III (16,2). Seperti yang diketahui bahwa akar menyerap air dan unsur hara disamping menopang berdirinya tanaman ditanah. Oleh karena itu kedua unsur tersebut sangat berpengaruh bagi perumbuhan tanaman. Fosfor merupakan unsur hara yang bersifat mobile dalam jaringan tumbuhan dan dapat terlihat pada masa vegetatif. Apabila kelebihan fosfor maka akan menyebabkan penyerapan unsur mikro terganggu sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kurang optimal (Herwibowo dan Budiana, 2014). Rinsema (dalam Syafrudin, dkk., 2012) menyatakan bahwa apabila unsur hara terlalu berlebihan dapat merusak pertumbuhan tanaman itu sendiri.

  Menurut Liferdi (2010), Kelebihan pupuk P pada tanaman dapat meng- akibatkan pertumbuhan tanaman terhambat, bahkan pada dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan tanaman mati. Liferdi (2010) juga melaporkan bahwa kelebihan P pada manggis mengakibatkan akar tanaman rusak. Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa penambahan fosfor seperti pada hara II dan hara III mengindikasikan adanya keracunan yang terjadi akibat kelebihan unsur P tersebut yang menyebabkan pertumbuhan akar lebih pendek (Gambar 5). Menurut Hairiah (dalam desi, 2014) dangkalnya sistem perakaran tanaman terjadi karena adanya respon lokal dari akar tanaman yang memilih tempat tumbuh yang menguntungkan atau sebagai upaya menghindari tempat yang beracun di lapisan bawahnya.

  2

  4

  6

  8

  10

  4 7 10 13 16 ra ta -ra ta pa nja ng a k a r (cm ) Hari setelah transfer

Hara I (ABmix) Hara II (ABmix+12,6 g fosfor) Hara III (ABmix+16,2 g fosfor)

b a b c a b a a c b P= 0.0001 P= 0.0001 P= 0.0001 P= 0.0001 P= 0.0001 c c b c

  1,7

a

2,5 7,5 8,6 5,3 6,1 6,9 4,2 4,8

5,6

3,2 3,8 4,4 1,6 6,3

  Kadar Klorofil

  4

  

16

ra ta -ra ta bera t ba sa h ( g ) Hari setelah transfer

  8

  6

  4

  2

  Hara I (ABmix) Hara II (ABmix+12,6 g fosfor) Hara III (ABmix+16,2 g fosfor) P= 0.0357 P= 0.0602 P= 0.6195 2,5 4,2 4,8 5,6 3,2 3,8 4,4 1,6 1,7

  10 13 16 ra ta -ra ta k a da r k lo ro fil Hari setelah transfer

  6

  2

  Berdasarkan uji ANOVA diketahui bahwa perbedaan konsentrasi fosfor tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar klorofil pada minggu ke-10 sampai minggu ke-16. Nilai P>0,05

  Grafik 5. Berat Basah Batang dan Daun Kangkung Darat

  menunjukkan adanya perbedaan nyata diantara perlakuan saat diuji pada α = 5%.

  Berdasarkan hasil penelitian, adapun pengaruh fosfor terhadap berat basah kangkung darat dapat dilihat pada (Grafik 5 dan Grafik 6). Nilai P<0,05

  Berat Basah dan Berat Kering

  g). Menurut Sutiyoso (2004), cahaya matahari sendiri berkaitan erat dengan proses fotosintesis yang terjadi di bagian daun tumbuhan. Hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat merupakan bahan utama pembentukan protein yang akan digunakan untuk membuat sel, jaringan dan organ pada tumbuhan itu sendiri. Hal ini juga didukung oleh Salisbury dan Ross (l995) yaitu intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan rusaknya struktur kloroplas yang membantu proses metabolisme tanaman, sehingga menyebabkan produktifitas tanaman menurun. Berdasarkan data klorofil yang diuji menggunakan Duncan, diketahui bahwa dari semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun, secara keseluruhan kadar klorofil tertinggi yaitu pada hara III (16,2 g) sedangkan pada hara II merupakan kadar klorofil paling rendah. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut terdapat naungan karna letaknya dekat dengan bangunan rumah sehingga mengurangi intensitas cahaya yang masuk. Menurut Dwijoseputro (1994), pembentukan klorofil dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik tanaman, intensitas cahaya, oksigen, karbohidrat, unsur hara, air, dan temperatur.

  Berdasarkan data yang didapat di lapangan, intensitas cahaya matahari pada hara II (16,2 g) cukup tinggi sehingga membuat temperatur lebih tinggi di- bandingkan hara I dan II (12,6

  Grafik 4. Perubahan Kadar Klorofil Kangkung Darat

  ( Grafik 4 ).

  menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara perlakuan saat diuji pada α = 5%

  

Hara I (ABmix) Hara I (ABmix+12,6 g fosfor) Hara III (ABmix+16,2 g fosfor)

aa c P= 0.0001 b 4,2 6,4

5,1

  Grafik 6. Berat Basah Akar Kangkung Darat

  1.5

  

16

rata -r ata b e rat b asah (g)

  1

  0.8

  0.6

  0.4

  0.2

  

Hari setelah transfer

Hara I (ABmix) Hara II (ABmix+12,6 g sp-36) Hara III (ABmix +16,2 g sp-36) a c P= 0.0001

b

2,5 1,6 1,7

  1 rata -r ata b e rat ke ri n g akar ( g )

  3

  2.5

  2

  1

  Sedangkan pengaruh berat kering tanaman kangkung darat dapat dilihat pada (Grafik 7 dan Grafik 8).

  0.5

  Hara I (ABmix) Hara II (ABmix+12,6 g fosfor) Hara III (ABmix+16,2 g fosfor) a c P= 0.0001 b 0,3 0,34 0,48

  16 ra ta -ra ta bera t k er ing ( g ) Hari setelah transfer

  0.6

  0.4

  0.2

  Menurut Sitompul dan Guritno, (dalam Indri, dkk., 2007), berat basah dapat ditentukan tanpa merusak tanaman

  Pada data berat kering yang juga diuji menggunakan Duncan ’s, diketahui bahwa baik berat kering bagian atas dan bawah juga menunjukkan perbedaan nyata diantara ketiga perlakuan yang diberikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ABmix murni (hara I) memberikan hasil paling baik dibanding- kan ABmix dengan penambahan fosfor 12,6 (hara II) maupun 16,2 g (hara III).

  ’s diketahui baik berat basah bagian atas dan bawah menunjukkan adanya perbedaan nyata diantara ketiga perlakuan yang diberikan. Dari data tersebut diketahui bahwa perlakuan dengan ABmix kontrol hasil berat basahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya.

  Pada pengukuran berat basah dan berat kering, tanaman kangkung dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas (berat basah batang, daun) dan bagian bawah (akar). Berdasarkan data uji Duncan

  Grafik 7. Berat Kering Batang dan Daun Kangkung Darat Grafik 8. Berat Kering Batang dan Daun Kangkung Darat

  

Hari setelah transfer Hara I (ABmix) Hara II (ABmix+12,6 g sp-36) Hara III (ABmix +16,2 g sp-36) a c P= 0.0001

b 0,4

0,6 0,8 dan nilainya dapat bervariasi tergantung kadar air dalam tanaman. Berat kering lebih disukai untuk menaksir pertumbuh- an tanaman, karena mencerminkan akumulasi senyawa organik yang di- sintesis tanaman dari senyawa anorganik.

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN

  Perbedaan konsentrasi fosfor ber- pengaruh nyata terhadap jumlah daun, panjang akar, tinggi tanaman, berat basah maupun berat kering dengan (P=0.0001). Hasil pengukuran yang diuji meng- gunakan Dun can’s menunjukkan bahwa hara I (ABmix murni) cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan hara II (ABmix+12,6 g fosfor) dan hara III (ABmix + 16,2 g fosfor). Hal ini berarti bahwa larutan ABmix murni lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman kangung darat yang ditanam secara hidroponik karena kandungan ABmix telah terdiri dari 16 unsur hara mikro dan makro yang diperlukan tumbuhan sehingga dapat membuat pertumbuhan tanaman menjadi optimal. Sedangkan, pada kadar klorofil tidak menunjukkan perbedaan secara nyata diantara ketiga perlakuan, namun konsentrasi ABmix + 16,2 g fosfor hasil- nya lebih tinggi dibandingkan kedua perlakuan lain, berat basah dan berat kering juga berpengaruh nyata dengan nilai P=0.0001).

  dengan Konsentrasi yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merill). Buletin Anatomi dan Fisiologi. XV(2).

  Unsur Hara P (Fosfor) pada Budidaya Jagung. Jurnal

  ac.id/jurnal/index.php/MLS/ article / view/59, diakses Oktober 2016). Novriani. (2010). Alternatif Pengelolaan

  Jurnal Litbang Sulteng . 2 (2): 131- 136. (Online). http://jurnal.untad.

  Mas’ud, Hidayati. (2009). Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada.

  tanah. Edisi revisi . Jakarta: Penebar Swadaya.

  litbang.pertanian.go.id/index.php/j hort/ article/download/747/572). Lingga, P. (2007). Bercocok tanam tanpa

  Hort. 20 (1). (http://www.ejurnal.

  Liferdi, L. (2010). Efek Pemberian Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Status Hara pada Bibit Manggis. J.

  crassifolium

  SARAN

  Pengaruh Perasan Sargassum

  Indri, K., Rini, B.H, Sri, H. (2007).

  (2014). Hidroponik Sayuran . Jakarta: Penebar Swadaya.

  (Brassica Rapa L. Cv. Caisin) di Tanah Andisol. Herwibowo, K., dan Budiana, N.S.

  Pemupukan Fosfor Pada Caisin

  Faranso, Donatila. (2004). Optimasi

  Fisiologi Tumbuhan . Jakarta: Gramedia.

  Dwidjoseputro, D. (1994). Pengantar

  Arifin F., Yamsudin, Utama, S.N.H., dan Radjagukguk, B. (2010). Pengaruh Interaksi Hara Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) pada Tanah Regosol dan Latosol. Berita Biologi . (Online). (http:// faperta. ugm.ac.id/download/publikasi_dos en/sri_nuryani/pdf/Berita%20Biol ogi%202010%20(Bb13).pdf -304, Februari 2016).

  Perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nutrisi yang dapat dijadikan alternatif untuk penanaman kangkung darat pada hidroponik super mini.

DAFTAR PUSTAKA

  Agrobisnis . (Online). (https://agro nobisunbara. files. wordpress.

  Jakarta: Penebar Swadaya. Syariefa, E.,dkk. (2014). Hidroponik Praktis . Jakarta: Trubus Swadaya.

  Sistem Hidroponik untuk pertumbuhan Selada (Lactuca sativa) serta Implementasinya dalam Pembuatan Multimedia Powerpoint Interaktif pada Submateri Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Per tumbuhan Tumbuhan di Kelas XII SMA .

  Pontianak: Wanda Putra Persada. Winata, R. (2011). Studi Hara dan

  Widi dan Asianto. (2007). Mari Menanam Berbagai Sayuran .

  Jurnal Floratek 7: 107 – 114.

  (2012). Pengaruh Jenis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Jagung Manis.

  Syafruddin, Nurhayati, dan Ratna W.

  Hidroponik. Jurnal Agronomika. 9 (3) : 257-264. Sutiyoso, Y. (2004). Hidroponik Ala Yos.

  com/2012/11/10novriani-hal-42- 49-oke.pdf,Februari 2016). Rizka, N.S. dan Sismanto. (2016).

  Macam Media terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kangkung darat (Lactuca sativa L)

  (Skripsi). Siswadi dan Teguh, Y. (2015). Pengaruh

  Perbedaan Konsentrasi Gandasil B Terhadap Pertumbuhan Selada Pada Hidroponik Mini. Universitas Tanjungpura, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan :Pontianak

  (1995). Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Bandung: ITB Press. Sari, D.N. (2014).

  bangnovdalampung.org/user/files /6734181 922.pdf, Agustus (2016). Salissbury, F.B. dan Ross, C.W. S.

  4 (1) . (Online). http://ejurnal.balit

  Pertumbuhan dan Hasil Pakchoi (Brasicca Rapa L.) pada Dua Sistem Hidroponik dan Empat Jenis Nutrisi. Jurnal Kelitbangan,

  Universitas Tanjungpura, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan: Pontianak (Skripsi).