Teori Keadilan Menurut John Rawls

DISCLAIMER : Tulisan ini diperuntukan Penulis untuk kepentingan tugas
perkuliahan sehingga apabila terdapat kekeliruan mohon dikoreksi. Sebagai insan
akademis yang taat. jika ingin men Copy-Paste harap izin ke nomor berikut
082114497494

TOKOH JOHN RAWLS
Salah satu tokoh yang membahas secara komprehensif tentang konsep
keadilan adalah John Rawls. Tokoh ini memiliki nama lengkap John Borden
(Bordley) Rawls, akan tetapi awam lebih mengenalnya sebagai Rawls. Beliau
dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Februari 1921 silam.
Ayahnya adalah William Lee Rawls yang merupakan seorang ahli hukum
perpajakan dan pakar konstitusi, sedangkan ibunya adalah Anna Abel Stump yang
memiliki status sebagai bangsawan Jerman dan aktif mendukung gerakan
feminisme. Masa remaja Rawls dihabiskan dengan belajar di sekolah formal
Baltimore dan Connecticut. Semasa di Connecticut Rawls memasuki fase religius
dalam hidupnya, hal tersebut dibuktikan dengan kepekaan religius Rawls yang
relatif lebih tinggi jika di komparasikan dengan teman-teman sebayanya yang
berpaham liberal.
Ketika muda Rawls telah menemukan passion nya di bidang ilmu filsafat,
sehingga ia memutuskan untuk melanjutkan studinya di Princeton University pada
1939. Pada saat kuliah, Rawls aktif bergabung dalam The Ivy Club yang merupakan

sebuah kelompok diskusi akademis, hal inilah yang menyebabkan kreatifitas dan
gagasan Rawls berkembang pesat.
Setelah lulus pada 1943 dengan predikat Bachelor of Arts (B.A), Rawls
kemudian terpaksa bergabung menjadi anggota tentara. Ketika Perang Dunia ke II,
beliau juga sempat ditugaskan di kawasan negara Asia Pasifik, seperti Papua
Nugini, Filipina, dan Jepang. Akan tetapi Rawls akhirnya memilih untuk
mengundurkan diri dari karir militernya karena trauma dengan tragedi bom
Hiroshima.
Beliau akhirnya memutuskan kembali ke kampus yang telah membesarkan
namanya di Princeton University dengan tujuan untuk menyelesaikan disertasi
doktoralnya. Kemudian Rawls kembali ke Amerika Serikat dan berkarir di Cornell
University hingga di angkat menjadi Guru Besar Penuh pada 1962. Di akhir

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 1

hayatnya Rawls memilih fokus untuk mengajar di Harvard University, yang dikenal
sebagai salah satu kampus terbaik di dunia saat ini.
Semasa hidupnya, Rawls beberapa kali di percaya memegang jabatan

stuktural yang penting, diantaranya adalah Presiden American Association of
Political and Legal Philisopher, Presiden the Eastern Division of the American
Philosophical Association (1974), dan Professor Emeritus di James Bryant Conant
University, Harvard (1979). Selain itu, dirinya juga terlibat aktif dalam the American
Philosophical Society, the British Academy, dan the Norwergian Academy of
Science.
Selain itu terdapat pula beberapa mahakarya nya yang menjadi rekomendasi
utama dalam membicarakan filsafat hukum, diantaranya adalah “A Theory of
Justice” (1971). Buku yang diterbitkan oleh Belkap Press (Cambridge) ini, telah
dicetak kembali pada 1991 dengan beberapa penyempurnaan di dalamnya. Hingga
kini, buku yang yang dikenal dengan sebutan populer “TJ” tersebut telah
diterjemahkan setidaknya ke dalam 27 bahasa berbeda. Kedua, “Political
Liberalism” (1993). Buku yang diterbitkan oleh Columbia University Press ini dikenal
dengan sebutan popular “PL”. Setelah dicetak kembali pada 1996, buku tersebut
kian syarat isinya dengan adanya penambahan tulisan yang berjudul “Reply to
Habermas”. Ketiga, “The Law of Peoples” (1999) yang diterbitkan oleh Harvard
University Press. Buku ini merupakan perpaduan dari dua karya Rawls yang cukup
terkenal, yaitu “The Law of Peoples” dan “Public Reason Revisited”. Kemudian,
keempat, “Collected Papers” (1999). Buku yang juga diterbitkan oleh Harvard
University Press ini merupakan kompilasi dari karya-karya singkatnya yang telah

disunting secara baik oleh Samuel Freeman.1 Selain itu, masih terdapat banyak
karya-karya nya yang lain seperti Artikel Ilmiah, hingga rangkuman perkuliahnnya di
Harvard yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Saat ini Rawls juga dinobatkan sebagai salah satu tokoh liberal paling
berpengaruh di dunia. Karya-karyanya tentang filsafat keadilan telah banyak
mengubah tatanan sosial yang ada di masyarakat, khususnya dalam memandang
keadilan. Tidak jarang pula gagasan yang dikemukakan oleh Rawls kini menjadi
denyut

nadi

dalam

membuat

kebijakan

di

negara-negara


maju

dan

1

Pan Mohamad Faiz, “ Teori Keadilan John Rawls,” Jurnal Konstitusi. (April – Mei
2009), hlm. 138

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 2

berkembang.Tidak hanya itu, Rawls juga kini di asosiasikan sebagai filsuf modern
yang menelaah hukum, keadilan dari kacamata liberal.

METODOLOGI DISKUSI
Untuk membahas teori keadilan dari Rawls secara komprehensif, penulis
melakukan metodologi Focus Group Discussion bersama rekan-rekan penulis di

kelompok 10 kelas Tanggung Jawab Profesi – C Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Diskusi kualitatif tersebut dilakukan secara bertahap pada tanggal 13 dan
19 Maret 2015 di ruang F104. Tujuan dipilihnya metode Focus Group Discussion
adalah agar masing-masing anggota kelompok dapat aktif berdiskusi dan
memberikan pandangannya tentang isu yang sedang di angkat. Seperti diketahui
bahwa Focus Group Discussion adalah bentuk diskusi yang didesain untuk
memunculkan

informasi

mengenai

keinginan,

kebutuhan,

sudut

padang,


kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki oleh peserta.2 Dalam diskusi
tersebut masing-masing anggota bertindak sebagai narasumber dengan materi
yang telah di bagi-bagi sebelumnya.
Dengan metode tersebut diharapkan semakin banyak pandanganpandangan yang di paparkan oleh masing-masing anggota, sehingga pembahasan
tidak berputar di ruang diskusi yang sama. Objek utama dari pembahasan tersebut
adalah gagasan Rawls yang dikritisi oleh Samuel Freeman terkait Fair Equality of
Opportunity dan Difference Principle.

KEADILAN MENURUT RAWLS
Banyak orang yang sulit mendefinisikan konsep keadilan secara metodologis
dikarenakan keadilan itu sifatnya sangatlah relatif. Tetapi hal ini tidak buat John
Rawls. Menurut beliau keadilan dapat dilihat dari dua spektrum, spektrum yang
pertama adalah kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle of greatest
equal liberty), kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dalam berpolitik,
berbicara, dan berkeyakinan. Sedangkan spektrum yang kedua terdiri dari dua
2

Astridya Paramita dan Lusi Kristiana, “Teknik Focus Group Discussion Dalam
Penelitian Kualitatif,” Buletin Penelitian Sistem Kesehatan-Vol 16. (April – Mei 2013), hlm.
119


Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 3

bagian yaitu prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip persamaan
yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity). Secara
umum, Rawls melihat keadilan sebagai stabilitas hidup manusia, dan keseimbangan
antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.

Dalam artikel ini penulis lebih menekankan pada prinsip yang kedua yaitu
prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas
kesempatan (the principle of fair equality of opportunity). Hal tersebut dikarenakan
bahan yang diterima oleh penulis bersinggungan langsung dengan kedua prinsip
tersebut. Prinsip perbedaan (the difference principle) memiliki makna definitif bahwa
perbedaan sosial dan ekonomi harus dapat diukur secara rasional, sehingga dapat
memberikan manfaat yang paling besar bagi kaum marjinal yang kurang beruntung
sejak kelahirannya. Teori keadilan eknomi ini menurut Rawls adalah teori secara
holistik, bukan bagi individu saja. Teori ini kemudian diterapkan Rawls sebagai
struktur dasar dari sebuah masyarakat. Struktur dasar dari sebuah masyarakat

adalah sebuah desain dari institusi sosial dan politik dasar yang menyusun
kehidupan sehari-hari dan tingkah laku dari setiap individu, mendistribusikan hakhak pokok dan tugas-tugas pokok, serta menentukan pembagian keuntungan dari
kerja sama sosial. Institusi sosial menurut Rawls adalah Konstitusi, sistem,
peradilan, kebedaan dan kontrak, sistem pasar, serta keluarga. Penerapan teori ini

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 4

di dalam masyarakat dilakukan dengan cara membuat peraturan yang dikeluarkan
oleh pemerintah yang berwenangn untuk mengatur mengenai mekanisme pasar,
kontrak, pajak, dan keamanan. Jadi intinya terdapat peran serta pemerintah dalam
menciptakan keadilan ekonomi. Kriteria kesuksesan menurut Rawls ketika
pendapatan dan kekayaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat berpenghasilan
terendah dan keahlian terendah mencapai titik tertingginya. Berikut adalah
visualisasinya dalam grafik :

Di dalam grafik ini, sumbu y adalah menggambarkan pendapatan dan
kekayaan dari anggota masyarakat yang memiliki pendapatan terendah dan
keahlian terendah. Sedangkan sumbu x adalah menggambarkan pendapatan dan

kekayaan dari anggota masyarakat yang memiliki pendapatan tertinggi dan keahlian
tertinggi. Kondisi ideal menurut teori keadilan ekonomi Rawls tercapai di titik D yang
merupakan titik tertinggi dari sumbu y dalam kurva OP tersebut. Menurut penulis
kondisi ideal tersebut ketika orang-orang yang kurang beruntung tersebut diberikan
perlindungan dalam pendistribusian pendapatan, kekayaan, kekuasaan, dan jabatan
agar dapat dimaksimalkan perolehan dari anggota masyarakat yang memiliki
pendapatan dan keahlian terendah.
Tolak ukur pertama dalam prinsip ini adalah “memandang perbedaan
sosial ekonomi” sebagai bentuk ketidaksamaan prospek seseorang untuk
mendapatkan akses kesejahteraan, pendapatan, dan wewenang. Kemudian istilah
“kurang beruntung” ditujukan kepada mereka yang paling kurang mempunyai
peluang, kesempatan, dan wewenang untuk mendapatkan akses. Tokoh-tokoh
liberal seperti Locke, Adam Smith, Kant dan Stuart Mill setuju bahwa salah satu
peran pemerintah adlah melayani mereka yang paling tidak beruntung disaat si
paling tidak beruntung tersebut tidak dapat melayani diri mereka sendiri. Tetapi

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 5


kenyataanya tidak banyak pihak yang sadar bahwa keadilan bagi orang-orang yang
tidak beruntung tersebut dapat dituntut kepada pemerintah.
Sedangkan Prinsip Persamaan yang Adil atas Kesempatan (the principle of
fair equality of opportunity) diartikan sebagai ketidaksamaan dan ketidakmerataan
sosial ekonomi harus diatur bagaimanapun caranya agar dapat membuka jembatan
dan akses kedudukan sosial yang sama bagi semua orang dengan kondisi
persamaan kesempatan. Itu artinya, orang-orang yang memiliki kompetensi,
kualitas, dan motivasi yang sama dapat menikmati kesempatan yang sama pula,
tidak boleh ada sistem yang mendiskriminasi seseorang untuk mendapatkan
kesempatan yang sama. Intinya teori ini, melekat pada profesi-profesi dan posisi –
posisi yang terbuka bagi semua orang dan menjamin persamaan peluang yang adil.
Ide tersebut berawal dari bantahan bahwa keturunan menentukan posisi seseorang
secara turun temurun. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Immanuel
Kant bahwa semua orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai
status yang diinginkan, karena ia memiliki suatu bakat, kemampuan industri, dan
anugrah, maka dari itu orang lain tidak berhak menghalanginya dengan dalih hak
istimewa karena faktor keturunan.
Menurut Rawls apabila dalam prakteknya ke dua prinsip tersebut
berbenturan, maka Prinsip Persamaan yang Adil atas Kesempatan (the principle of
fair equality of opportunity) harus lebih di prioritaskan ketimbang prinsip perbedaan

(the difference principle). Alasannya adalah, pertama fair equality of opportunity
membatasi tingkat ketidaksetaraan pendapatan, kekayaan, dan hal lainnya yang
dibolehkan

oleh

difference

principle.

Difference

principle

membolehkan

ketidaksamaan pendapatan dan kekayaan selama ketidaksetaraan tersebut
memaksimalkan keuntungan bagi mereka yang paling tidak beruntung di
masyarakat. Yang kedua kesempatan pendidikan yang adil tidak dapat dibatasi
karena pendapatan dan kekayaan. Dalam hal ini fair equality of opportunity
membenarkan bahwa ketidaksetaraan kesempatan pendidikan karena kelas sosial,
tetapi tidak benar terhadap ketidaksetaraan alamiah. Secara tegas fair equality of
opportunity mengurangi adanya ketidaksetaraan posisi dalam bersaing untuk
menduduki suatu jabatan. Jadi jelaslah sekarang bawah lebih prioritas fair equality
of opportunity daripada difference principle karena berimplikasi pada kesempatan
atau keuntungan untuk si tidak beruntung dapat ditukarkan dengan kesempatan
pendidikan atau ekonomi yang lebih baik untuk yang berbakat secara alamiah.

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 6

Prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip persamaan yang
adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity) lebih menekankan
bahwa keadilan dapat dicapai dengan cara mengontrol perbedaan sosial, maka dari
itu kesenjangan sosial dan kegiatan ekonomi harus diatur oleh pemegang kebijakan
agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kaum marginal yang
kurang beruntung. Dengan adanya prinsip tersebut diharapkan memberikan
keuntungan kepada orang-orang yang terlahir sebagai orang miskin dengan cara
memberikan-nya kondisi, kesempatan, dan akses yang sama bagi semua posisi dan
jabatan. Itu artinya Rawls lebih menekankan pada terwujudnya proporsionalitas
antara hak dan kewajiban para pihak dengan syarat-syarat tertentu. Adapun
syaratnya adalah good faith and fairness. Syarat pertama adalah kemungkinan
keuntungan yang paling tinggi harus diperuntukan bagi golongan orang-orang kecil
yang kurang beruntung. Syarat kedua adalah perbedaan objektif tidak boleh
mendiskriminasi peluang mengisi jabatan yang ada. Perbedaan-perbedaan yang
bersifat primordial seperti ras, warna kulit, suku, agama, etnis, dan bangsa harus
ditolak.
Menurut penulis, kedua prinsip tersebut seperti dua mata koin yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Peran dari Difference Principle pada
Fair Equality of Opportunity adalah untuk menjamin bahwa sistem kerja sama
adalah salah satu keadilan prosedural murni untuk membangun distribusi
pendapatan dan kekayaan yang adil. Kedua prinsip tersebut bermutualisme dan
saling mengisi kekurangannya. Dimana Rawls mencoba menjadi mediator antara
golongan kiri dan kanan, beliau tidak ingin keadilan di dominasi secara ekstrim oleh
kapitalisme, tapi tidak juga mau memberikanya begitu saja kepada sosialisme.
Sebagai tokoh kiblat aliran liberal, beliau cukup cerdas dalam memandang keadilan
sebagai fairness.
Bahwa tidak hanya mereka yang memiliki bakat dan kemampuan luar biasa
yang berhak untuk menikmati berbagai macam manfaat sosial, akan tetapi peluang
manfaat sosial itu juga harus di berikan kepada orang yang kurang beruntung .
Tujuannya adalah setiap orang berhak untuk meningkatkan prospek kehidupannya.
Konkretnya, profesi yang memiliki keterampilan dan pendidikan hingga jenjang S-2
tentunya akan lebih dihargai, ketimbang profesi yang tidak terampil dan hanya lulus
SMP saja, akan tetapi baik lulusan S-2 dan SMP tetap memiliki kesempatan yang
sama untuk memperoleh akses pekerjaan yang sama. Lulusan SMP ini lah yang

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 7

harus diberikan perlindungan khusus oleh negara. Disini keadilan lebih ditekankan
sebagai asas resiprositas yang mempertimbangkan distribusi kekayaan, hal itu
dilakukan tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang objektif antar anggota
masyarakat.
Rawls juga menjelaskan mengenai Distributive Justice. Menurutnya keadilan
harus dapat disalurkan dalam bentuk pendapatan dan kekayaan, serta bukan
merupakan

target

individual.

Masyarakatlah

yang

memiliki

tugas

untuk

mendistribusikan pendapatan dan kekayaan mereka kepada orang-orang yang
terikat kerjasama dengan mereka tanpa memperhatikan mereka miskin atau tidak.
Ide awal Distributive Justice berangkat dari kondisi kesenjangan sosial yang sang
sangat tinggi antara pekerja dan majikan. Kaum-kaum sosialis menyatakan bahwa
kesenjangan sosial tersebut berawal karena pekerja telah memiliki peranan yang
sangat besar sebagai faktor produksi, sehingga mereka memiliki hak atas hasil
produksi dan bukannya upah yang rendah.
Selain itu juga Rawls memperkenalkan prinsip Utilitiarisme. Utilitiarisme
adalah suatu paham yang memandang bahwa kegunaan suatu hal bisa
dimaksimalkan bukan hanya pada saat ini, tetapi juga buat masa yang akan datang.
Teori ini adalah bentuk etika normatif yang memaksimalkan kebahagiaan dan
mengurangi penderitaan, serta mengupayakan kebaikan terbesar dalam jumlah
terbesar. Untuk menilai baik-buruknya, adil atau tidaknya hukum tergantung apakah
hukum mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Untuk menciptakan utilitas yang lebih besar skalanya, maka diperlukan
pengorbanan kebahagiaan dari generasi yang sekarang untuk menciptakan
kebahagiaan yang lebih besar untuk generasi mendatang. Sangatlah tidak elok
menguras sumber daya yang ada saat ini secara berlebihan, dan meninggalkan
hutang-hutang yang menumpuk kepada generasi yang akan datang. Menurut Rawls
untuk menciptakan agregat utilitarisme yang maksimal diperlukan penghematan dari
generasi saat ini. Menurutnya situasi yang nyaman sekarang merupakan bentuk
jerih payah dari generasi yang pernah ada sebelumnya (para leluhur) dengan cara
berusaha, berinvestasi, menabung, dan mengorbankan kebahagiaan generasinya.
Maka dari itu, disarankan kepada para legislator untuk memperhitungkan dan
mempertimbangkan kebutuhan dari generasi yang akan datang dalam produk
undang-undang yang akan mereka buat.

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 8

Untuk mendapatkan keadilan terkadang harus ada kepentingan umum yang
dikorbankan, akan tetapi pengorbanan tersebut tidak boleh berasal dari orang-orang
yang kurang beruntung dalam masyarakat, alih alih menciptkan keadilan, justru
sangat tidak adil bagi mereka yang kurang beruntung untuk mengorbankan
kesejahteraan mereka demi mayoritas.
Kesimpulan menurut Rawls bahwa dalam menegakan keadilan haruslah
berdimensi kerakyatan. Hal itu dapat diwujudkan dengan memberikan hak dan
kesempatan yang sama bagi setiap orang. Selain itu juga harus mampu mengatur
kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang
bersifat timbal balik bagi setiap orang, baik bagi mereka yang yang berasal dari
kelompok beruntung ataupun tidak.

PRAKTEK PERSAMAAN YANG ADIL ATAS
KESEMPATAN (Principle of Fair Equality of
Opportunity) DI INDONESIA
Di Indonesia praktek atas teori persamaan yang adil atas kesempatan sudah
cukup baik di beberapa sektor pekerjaan. Salah satunya adalah pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil. Menurut Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2002, seseorang yang
ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :3
1. Warga Negara Indonesia;
2. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggitingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;
3. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena
melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
4. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
5. Tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri;
6. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang
diperlukan;
3

Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pengadaan PNS , PP No.11 Tahun
2002 , LN No.31 tahun 2002, TLN. 4192, psl.6

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 9

7. Berkelakuan baik;
8. Sehat jasmani dan rohani;
9. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia
atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah; dan
10. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.
Dari

ketentuan

normatif

yang

disebutkan

di

atas,

sudah

cukup

menggambarkan bahwa terdapat akses kesempatan yang adil (principle of fair
equality of opportunity ) bagi setiap anggota masyarakat yang ingin menjadi
Pegawai Negeri Sipil. Penulis berpendapat demikian karena ketentuan-ketentuan
diatas tidak bersifat diskriminatif dan tidak menjunjung tinggi primordialisme seperti
Suku, Agama, Ras, Gender. Syarat-syarat yang tercantum di atas masih dalam
batas kewajaran kompetensi seseorang untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil, kecuali
di dalam ketentuan tersebut terdapat syarat khusus yang berbunyi “1. Calon
Pegawai Negeri Sipil haruslah orang kaya” atau “1. Calon Pegawai Negeri Sipil
harus berasal dari Suku Batak” barulah dapat dinyatakan bahwa ketentuan tersebut
tidak adil bagi anggota masyarakat yang ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil. Intinya
adalah setiap orang berhak mencapai suatu kedudukan yang sama.
Syarat-syarat tersebut tidak jauh berbeda dengan syarat

untuk menjadi

Advokat, hanya saja terdapat perbedaan berupa pelatihan khusus untuk menjadi
Advokat. Ketentuan untuk menjadi Advokat di atur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.18
Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa syarat utamanya adalah berlatar pendidikan
tinggi hukum berupa lulusan fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi
hukum militer, atau perguruan tinggi ilmu hukum. Adapun syarat lebih lanjut untuk
menjadi Advokat diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU Advokat yaitu :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertempat tinggal di Indonesia;
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e..berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
__.dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g. Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor
__.Advokat;

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 10

h. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
_.=diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas
_ yang tinggi
Dari jabaran ketentuan untuk menjadi Advokat di atas, poin utama Fair
Equality of Opportunity yang di gagas oleh Rawls ada pada poin E dan F.
Seseorang yang kurang beruntung untuk menempuh pendidikan tinggi hukum harus
di permudah oleh Negara. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan
akses informasi, beasiswa, keringanan biaya, dan bentuk lainnya agar orang-orang
yang kurang beruntung tersebut dapat mendapatkan akses yang sama untuk
menjadi juris. Selain itu, ketidakmampuan finansial untuk mengikuti ujian yang
diadakan oleh Organisasi Advokat harus diminimalisir agar orang-orang yang
kurang beruntung tersebut tetap dapat menjadi Advokat. Karena jika tidak begitu,
Advokat hanyalah orang-orang yang terdiri dari pemilik modal besar, padahal
pemilik modal besar tersebut belum tentu lebih kompeten ketimbang pemiliki modal
kecil.
Misalkan Akbar dan Budi sama-sama ingin mencapai suatu posisi Partner di
suatu firma hukum. Dimana untuk meraih posisi tersebut dibutuhkan pendidikan
khusus di luar negeri. Akan tetapi kenyataanya keluarga Akbar sangat miskin dan
tidak mampu membiayai secara sendiri pendidikan khusus tersebut. Sedangkan si
Budi terlahir sebagai keluarga kaya raya dan mampu membiayai pelatihan itu.
Berdasarkan teori Fair Equality of Opportunity yang di gagas oleh Rawls maka
Akbar yang lahir sebagai keluarga miskin haruslah dijamin oleh institusi negara agar
tidak kehilangan kesempatan yang sama seperti Budi untuk mencapai kedudukan
sebagai Partner di Law Firm tersebut.
Bentuk nyata Fair Equality of Opportunity juga dapat kita lihat dalam kasus
yang menimpa Putri Joko Widodo yaitu Kahiyang Ayu. Dimana Ayu tidak lulus ujian
CPNS Pemerintah Kota Surakarta, karena nilainya tidak memenuhi standar kriteria
yang telah di buat oleh pemerintah.4 Dari kasus tersebut dapat kita simpulkan
bahwa status sebagai anak Presiden bukanlah hak istimewa dalam mendapatkan
suatu pekerjaan. Karena yang dinilai dalam kelulusan CPNS bukanlah statusnya dia
4

Erik Purnama Putra, “ Tak Lulus CPNS, Ini Nilai Putri Presiden Jokowi”
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/12/22/ngxv18-tak-lulus-cpns-ini-nilaiputri-presiden-jokowi , diunduh pada 21 Maret 2015

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 11

sebagai anak siapa, dan berapa harta orang tuanya, akan tetapi hal yang lebih
penting adalah apakah dia qualified untuk memegang jabatan tersebut atau tidak.
Buktinya Ayu telah kalah bersaing dengan pendaftar-pendaftar lain yang dinilai lebih
mumpuni ketimbang Ayu. Padahal jika diasumsikan tentunya Ayu lebih memiliki
kesempatan yang lebih besar ketimbang peserta lainnya, mengingat statusnya
sebagai puteri dari Presiden, sedangkan peserta yang lain boleh dibilang adalah
manusia biasa saja tapa keistimewaan apapun. Kasus ini merupakan role model
dari praktek Fair Equality of Opportunity di Indonesia yang saat ini sedang di
tegakan.
Akan tetapi tidak semua cerita seperti itu, banyak juga kejadian-kejadian
yang tidak mencerminkan Fair Equality of Opportunity di Indonesia. Salah satunya
adalah cerita yang penulis dapatkan dari salah satu Senior (Nama disamarkan)
yang pernah menjabat sebagai tim pengawas seleksi masuk perguruan tinggi negeri
untuk program Magister. Banyak juga kepentingan-kepentingan transaksional yang
bergulir sesaat pengumuman penerimaan program Magister, dan syarat di terima
atau tidaknya seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu
kekuatan finansial calon, kedekatan personal dengan pengawas, satu almamater
dan sebagai politik balas budi. Misalkan kuota penerimaan mahasiswa magister
adalah 10 orang, dan 10 orang tersebut dipilih sesuai dengan kapabiltasnya dalam
menjawab soal-soal ujian. Akan tetapi kenyataanya, masih terdapat dari 10 orang
tersebut yang terpilih bukan berasal dari kemampuannya, akan tetapi karena hal-hal
lain yang bersifat ilegal, seperti gratifikasi, korupsi, dan nepotisme.
Itu artinya penerapan konsep Fair Equality of Opportunity

tidak mutlak

berlaku di Indonesia. Dalam beberapa kasus orang-orang yang memiliki
kompetensi, kualitas, dan motivasi yang mumpuni, justru tidak dapat menikmati
kesempatan yang sama. Meskipun di dalam undang-undang tidak secara implisit
menyatakan adanya hukum yang diskriminatif, akan tetapi prakteknya dilapangan
justru berbeda. Tidak semua orang mendapatkan persamaan akses yang adil untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak seperti apa yang telah di gagas oleh Rawls
dalam teorinya Fair Equality of Opportunity.

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 12

MANFAAT PERSAMAAN YANG ADIL ATAS
KESEMPATAN DI INDONESIA
Di Indonesia angka kesenjangan sosial masih relatif tinggi ketimbang
negara-negara lain di Asia. Berdasarkan data yang di publikasikan oleh lembaga
Unicef Indonesia pada tahun 2012 silam, dinyatakan bahwa angka kesenjangan
sosial di Indonesia ditinjau dari Prosentase penduduk miskin masing sangat tinggi. 5
Kesenjangan sosial tersebut tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di
masyarakat, mulai dari kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial, dan kesenjangan
pendidikan.

5

Unicef Indonesia, “MDG, Keadilan dan Anak-Anak : Jalan ke depan bagi
Indonesia”,http://www.unicef.org/indonesia/id/A1_-_B_Ringkasan_Kajian_MDG.pdf , diunduh
pada 18 Maret 2015.

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 13

Salah satu contohnya, di Jakarta, gaji seorang guru bisa mencapai nominal
5 juta rupiah per bulannya, sedangkan guru di pedalaman hanya dihargai senilai
500 ribu rupiah perbulannya. Terlebih lagi di Jakarta mendapatkan fasilitas-fasilitas
yang dapat mempermudah kegiatan belajar mengajar, sedangkan di pedalaman
terkadang lantainya saja beralaskan tanah, bahkan atapnya sudah jebol dan tidak
layak pakai. Padahal jika kita perhatikan, guru di daerah pedalaman tidak kalah
berkualitasnya dengan guru-guru yang ada di daerah Jakarta, hanya saja yang
membedakan keduanya adalah kesempatan untuk bekerja. Guru-guru di pedalaman
tentunya juga ingin berdedikasi di kota-kota besar, akan tetapi keterbatasan
informasi, transportasi, dan biaya-lah yang membuat mereka mengurungkan niatnya
untuk bekerja di Jakarta.
Teori yang di gagas oleh Rawls tentang Persamaan yang adil atas
kesempatan di Indonesia dapat di gunakan dalam kasus-kasus seperti ini.
Manfaatnya adalah terciptanya kesempatan yang adil bagi setiap orang untuk
mendapatkan pekerjaan yang di inginkan, tanpa memperdulikan perbedaanperbedaan objektif diantara para pelakunya. Jika kita terapkan teori ini dalam
kasus di atas, maka seharusnya guru di pedalaman juga memiliki akses yang sama
untuk mengajar di kota-kota besar, karena perbedaan strata sosial, indentitas
primordialis, dan kesenjangan ekonomi haruslah di kesampingkan.
Maka dari itu negara memiliki peran utama dalam mewujudkan penyerataan
akses bagi setiap orang dalam mendapatkan pekerjaan. Hal itu dapat dilakukan
dengan membuat aturan-aturan hukum yang menjamin tidak adanya diskriminasi
dalam mengakses suatu pekerjaan, selain itu penegakan dan pengawasan terhadap
aturan-aturan yang telah dibentuk juga harus dilakukan agar tetap sesuai dengan
koridor keadilan menurut Rawls. Karena dia orang miskin maka di tolak menjadi
seorang guru, hal tersebut bukanlah alasan yang relevan dalam konteks keadilan
menurut Rawls. Oleh karena itu, orang-orang miskin yang kurang beruntung harus
ditingkatkan derajatnya oleh negara dengan cara mempermudah akses dalam
mendapatkan suatu pekerjaan.

KEADILAN RAWLS DAN KOMPARASINYA
DENGAN TEORI KEADILAN LAIN
Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 14

Pada kesempatan ini penulis mengkomparasikan teori keadilan Rawls menjadi
beberapa babak besar, yaitu sumber tertulis di Indonesia, aliran klasik, zaman
pertengahan, dan keadilan menurut agama. Untuk aliran klasik di wakili oleh filsuf
ternama dunia yaitu Plato dan Aristotles. Secara garis besar aliran ini masih banyak
di pengaruhi oleh ide-ide yang bernuansa metafisik, karena pada saat itu nalar
manusia masih terbatas pada hal-hal yang bersifat abstrak. Untuk aliran zaman
pertengahan di wakili oleh Thomas Aquinas. Beliau adalah salah satu tokoh yang
disegani oleh Gereja. Dimana pada zaman itu dominasi Gereja sangatlah
menghegemoni masyarakat di dunia, khususnya di Eropa.
Selanjutnya adalah keadilan menurut sumber tertulis di Indonesia, yang terdiri
dari Pancasila dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pancasila adalah landasan
filosofis bangsa Indonesia dalam menjalankan segala aktivitas, dalam ilmu
perundang-undangan Pancasila dikategorikan sebagai grundnorm (norma dasar)
yaitu cita hukum rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang menjadi bintang pemandu dalam memberikan pedoman dan
bimbingan dalam semua kegiatan dan tiap peraturan perundang-undangan yang
ada di Indonesia.6 Sedangkan KBBI adalah salah satu referensi utama bangsa
Indonesia

dalam

mencari

definisi

tentang

sesuatu.

Terakhir

adalah

mengkomparasikan teori keadilan menurut agama dengan teori keadilan dari Rawls,
adapun agama yang menjadi objek studi kali ini adalah agama Islam dan agama
Kong Hu Cu.
1. Keadilan menurut Pancasila
Di dalam Pancasila terdapat dua sila yang menyebutkan kata “adil” dan
“keadilan”. Kata adil tercantum pada sila ke-2 yang berbunyi kemanusiaan yang
adil dan beradab, sedangkan kata keadilan tercantum pada sila ke-5 yang berbunyi
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari sila-sila tersebut, Indonesia
secara tegas memilih keadilan sosial sebagai salah satu falsafah bangsanya, itu
artinya Indonesia memegang teguh prinsip bahwa manusia diakui dan diperlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan
suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit,

6

Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang Undangan, (Yogyakarta : Kanisius, 2007).

hlm.59

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 15

dan sebagainya.7 Jadi keadilan sosial tidak hanya bicara untuk menuntut hak-nya
melulu, tetapi juga sadar akan kewajibannya sebagai seorang warga negara.
Jika di kaitkan dengan prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip
persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity)
maka Pancasila merupakan wujud konkret dari kedua prinsip tersebut. Pancasila
hadir untuk menjamin warganya mendapatkan akses kesejahteraan, pendapatan,
dan perlakuan yang sama oleh negara, akan tetapi pada dasarnya Pancasila tidak
secara tegas menyatakan bahwa keadilan itu dikhususkan untuk kaum-kaum
marjinal seperti Rawls . Sehingga yang menjadi pertanyaan besar adalah, keadilan
yang dimaksud oleh Pancasila itu diperuntukan bagi siapa? Apa bagi “sosial”?
“Sosial” yang mana?.
Hal ini tentunya bertentangan dengan gagasan yang di kemukakan oleh Rawls.
Menurutnya, keadilan itu dikhususkan bagi mereka kaum yang kurang berutung
agar dapat memberikan peluang, kesempatan, dan wewenang yang sama untuk
mendapatkan akses.
2. Keadilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan salah satu referensi yang dapat
dipercaya untuk mencari definisi dan makna tentang sesuatu. KBBI dibuat oleh
instansi pemerintah yang di delegasikan kepada Pusat Bahasa di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut KBBI adil adalah suatu sikap yang berpihak
pada yang benar, tidak memihak salah satunya, atau tidak berat sebelah.
Sedangkan keadilan didefinisikan sebagai suatu tuntutan sikap dan sifat yang
seimbang antara hak dan kewajiban.8
Itu artinya keadilan merupakan sebuah tindakan yang memberikan
perlakuan yang sama kepada setiap orang dalam situasi yang sama. Hal ini
dikarenakan bahwa pada hakikatnya, setiap manusia itu mempunyai nilai yang
sama sebagai manusia. Namun, pada kasus-kasus atau situasi tertentu, perlu suatu
perlakuan yang tidak sama untuk mencapai apa yang dikatakan sebagai keadilan.9
7

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketetapan MPR tentang Pedoman Penghayatan
Dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) , TAP MPR Nomor : II/MPR/197 ,
Naskah.
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1976). hlm.16
9

Gilang Ramadhan, “Konsep Keadilan Dalam Pandangan M.H. Kamali : Suatu
Tinjauan Filsafat Hukum Islam” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2011),
hlm.42

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 16

Jika penulis kaitkan makna yang ada di dalam KBBI dengan teori Fair
Equality of Opportunity milik Rawls, maka kedua teori tersebut saling mendukung
satu dengan yang lain. Karena menurut Fair Equality of Opportunity seorang yang
memiliki motivasi, kapabilitas, dan kompetensi yang sama juga berhak untuk
mendapatkan peluang yang sama, tidak peduli apakah terdapat perbedaan objektif
seperti warna kulit, gender, suku, bangsa, ataupun ras. Keadilan adalah milik semua
orang, akan tetapi lebih diperuntukan bagi kalangan manusia yang kurang
beruntung. Tujuannya adalah agar terciptanya tatanan masyarakat yang adil bagi
semua orang, sehingga yang kaya tidak menjadi lebih kaya, dan yang miskin tidak
terus terjerat dalam pedihnya kemiskinan.
3. Teori Keadilan Aristotles
Aristotles mendefinisikan teori keadilan berdasarkan prinsip-prinsip rasional yang
dilandasi oleh masyarakat politik dan undang-undang yang telah ada. Hal tersebut
telah ia tuangkan dalam Magnum Opus-nya yang ke 5 berjudul Nicomachean
Ethics. Menurutnya keadilan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu keadilan distributif
dan keadilan korektif.10 Keadilan distributif diterapkan pada hukum publik sehingga
yang lebih ditekankan adalah kausalitas yang sama rata atas pencapaian yang
sama rata pula, hal ini mengacu pada pembagian barang dan jasa kepada setiap
orang sesuai kedudukannya dalam masyarakat dan perlakuan yang sama

di

hadapan hukum, sedangkan keadilan korektif di implementasikan kepada hukum
perdata dan pidana yang berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Dalam
prakteknya apabila terjadi pelanggaran atas suatu kesalahan, maka keadilan
korektif bertugas untuk memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang
dirugikan. Itu artinya keadilan distributif diperankan oleh pemerintah, sedangkan
keadilan korektif adalah tugas dari pengadilan.
Konsep keadilan yang kedua menurut Aristotles adalah membedakan antara
keadilan positif dan keadilan hukum alam. Menurutnya keadilan dari hukum positif
mendapat kekuasaanya dari apa yang ditetapkan sebagai hukum, apakah sesuatu
hal itu adil atau tidak. Sedangkan keadilan hukum alam mendapatkan kekuasaan
dari apa yang menjadi sifat dasar manusia yang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan
waktu. Intinya Aristotles berpandangan bahwa keadilan haruslah dipahami sebagi
suatu kesetaraan dalam kelayakan dan tindakan manusia.

10

Aristotle Translated by W.D.Ross, Nicomachean Ethics : Book V (Kitchener 1999),
hlm. 77-80

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 17

Penulis menyatakan bahwa Aristotles adalah filsuf yang sangat cerdas
dalam menggali nilai-nilai yang ada di masyarakat dan dirumuskan menjadi suatu
definisi. Hal tersebut tentunya tidaklah mudah, karena melalui banyak proses
berpikir yang telah di telaah. Konsep keadilan menurut Aristotles tergolong sangat
jenius, beliau mensegmentasikan keadilan menjadi beberapa kuadran yang relevan.
Bahkan menurut saya prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip
persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity)
yang dikemukakan oleh Rawls adalah tindak lanjut dari keadilan distributif milik
Aristotles, hanya saja Aristotles lebih menekankan pada akses barang dan jasa
dalam ruang lingkup ekonomi, sedangkan Rawls lebih menekankan kepada segala
aspek. Baik Aristotles dan Rawls memiliki tujuan mulia agar keadilan dapat diakses
oleh semua orang, dan bukan oleh segelintir orang saja.

4. Teori Keadilan Plato
Plato adalah filsuf kelas dunia yang memiliki karakterisik idealis dan abstrak
dalam setiap ide-ide yang di gagasnya. Beliau percaya bahwa terdapat kekuatankekuatan

yang

diluar

kemampuan

dan

akal

manusia

(metafisik)

yang

mempengaruhi tatanan sosial masyarakat. Sama halnya ketika Plato mendefinisikan
tentang keadilan, menurutnya keadilan berada dalam tataran diluar kemampuan
manusia biasa yang dapat mempengaruhi orang untuk mengendalikan diri dan
perasaanya dikendalikan oleh akal.11 Sumber ketidakadilan berasal dari perubahan
dalam masyarakat itu sendiri. Maka dari itu untuk mewujudkan keadilan bagi
masyarakat maka harus mempertahankan struktur asli masyarakatnya (status quo),
dan hal tersebut adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan
demikian Plato menekankan bawah keadilan bukanlah hubungan antara individu
dengan individu, akan tetapi antara individu dengan negara.
Selain itu, menurut Plato makna keadilan bersifat metafisik yang menjadi fungsi
super manusia, yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa. Konsekuensinya
adalah makna keadilan menjadi sulit di gapai dan terjadi pergeseran paradigma
dengan menarik keadilan ke dimensi lain yang diluar akal manusia. Akibatnya

11

Plato’s Utopia by Bertrand Rusell, The History of Western Philosophy (New
York : Simon and Schuster), hlm. 108

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 18

adalah keadilan merupakan keputusan-keputusan tuhan yang tidak dapat di duga
dan tidak dapat di ganggu gugat.
Menurut penulis, konsep keadilan Plato dapat dikatakan konsep yang paling
tidak relevan jika di implementasikan dengan makna keadilan saat ini. Hal itu dapat
dimaklumi karena zaman ketika Plato hidup, manusia masih dalam proses bernalar
yang sederhana, dan banyak dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa alam. Jika
dikaitkan dengan teori keadilan Rawls, maka sesungguhnya teori keadilan dari Plato
sangatlah tidak apple to apple. Hal tersebut dikarenakan teori keadilan dari Plato
kental akan nuansa metafisik yang artinya tidak dapat dirasa dengan panca indera
manusia. Padahal sejatinya menurut Rawls keadilan itu dapat ditempuh dengan
cara perlakuan yang serius oleh pemerintah.
Menurut Penulis dengan menggeser paradigma keadilan ke dimensi lain, hal itu
akan membuat keadilan menjadi sangat sulit untuk dijangkau dan rawan untuk di
politisir. Nuansa politisnya terdapat pada orang-orang yang disebut oleh Plato
sebagai manusia super. Alih-alih menggapai keadilan, bisa-bisa keadilan itu justru
di monopoli oleh manusia super tersebut. Tidak heran ketika zaman Plato hidup
terdapat istilah bahwa Raja yang berkuasa haruslah seperti Tuhan karena sebagai
penganut Filsuf Raja, Plato percaya bahwa orang yang mengerti hukum dan
mengerti bagaimana hukum itu adalah raja. Nantinya raja akan menjadikan
negaranya sebagaimana negara yang ideal menurut interpretasinya.

5. Teori Keadilan Thomas Aquinas
Thomas Aquinas adalah salah seorang filsuf bermazhab hukum kodrat yang
sangat terkenal. Popularitasnya bahkan dapat di setarakan dengan Santo Paulus
dan Santo Agustinus yang mendapatkan gelar doctor angelicus dari Gereja Katolik.
Menurutnya nilai yang paling utama dalam hidup adalah keadilan. Ia menyatakan
bahwa keadilan diperlukan untuk mengatur hubungan antar manusia. Menurutnya,
keadilan itu terdiri atas tiga kuadran utama, yaitu keadilan distributif (hal-hal yang
mengatur umum), keadilan komutatif (tindakan tukar-menukar atau balas jasa), dan
keadilan legal (mengatur kedua keadilan sebelumnya dalam suatu produk hukum). 12
Itu artinya Thomas lebih menekankan pada interaksi sesama manusia yang bersifat
12

Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum,
(Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 51

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 19

iustum atau mengenai apa yang sepatutnya bagi orang lain adil berdasarkan
kesamaan proporsional.
Jika dikaitkan dengan teori keadilan Rawls maka secara umum kedua teori ini
dapat dikatakan tidak apple to apple. Karena teori yang digagas oleh Thomas
Aquinas lebih menekankan pada bentuk legal formal dari keadilan itu sendiri,
sedangkan Rawls lebih fokus kepada prinsip-prinsip untuk menjamin persamaan
akses bagi orang yang kurang beruntung. Hanya saja, baik Thomas dan Rawls
percaya bahwa institusi penegak hukum memang memiliki peran yang signifikan
untuk menciptakan keadilan kepada masyarakat dan hal tersebut dapat dituangkan
dalam hukum positif. Selain itu Thomas juga meyakini bahwa keadilan menurut
setiap orang itu berbeda-beda, akan tetapi ada yang dinamakan sebagai kesamaan
proporsional yang merupkaan konsensus kamu mayoritas tentang sesuatu yang adil
atau tidak.

6. Teori Keadilan Adam Smith
Adam Smith adalah filsuf dan ekonom terkenal yang berasal dari Skotlandia.
Beliau lahir pada tahun 1723 dan meninggal pada tahun 1790. Karya-karyanya
membuat beliau di nobatkan sebagai bapak ilmu ekonomi Modern, salah satu
karyanya adalah The Wealth Nations. Meskipun fokusnya ada di bidang ilmu
ekonomi, akan tetapi Adam Smith tidak canggung untuk berbicara tentang konsep
keadilan dalam berbisnis. Menurutnya keadilan adalah keadilan komutatif, yang
menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu
orang dengan pihak lain. Adam Smith berprinsip bahwa keadilan itu dapat dicapai
dengan tiga prinsip, pertama No Harm yaitu tidak merugikan kepentingan orang lain,
kedua Non-Intervention yaitu tidak perlu ikut campur, ketiga Prinsip keadilan tukar
yaitu pertukaran dagang yang fair akan terwujud dan terungkap dalam mekanisme
harga dalam pasar, dimana terdapat harga alamiah dan harga pasar.13
Jika dikaitkan dengan Teori Keadilan Rawls, maka teori Keadilan Adam Smith
bersifat lebih khusus ruang lingkupnya dan lebih spesifik, karena Adam Smith
menitikberatkan pada keadilan dalam dunia bisnis. Akan tetapi prinsip keadilan
tukar yang di gagas oleh Adam Smith telah dikembangkan oleh John Rawls dalam
bukunya a Theory of Justice. Bahwa Keadilan dalam bisnis terdiri menjadi dua
bagian, yaitu harga alamiah dan harga pasar. Harga alamiah adalah harga yang
13

Faturochman, “ Keadilan Sosial : Suatu Tinjauan Psikologi,” Buletin Psikologi,
Tahun VII, No.1 (Juni – Juli 1999), hlm. 14

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 20

mencerminkan biaya produk yang telah dikeluarkan oleh produsen, seperti upah,
laba pemilik, sewa, dan ongkos produksi. Sedangkan Harga Pasar adalah harga
yang sebenarnya ditawarkan, dibara, dan ditransaksikan kepada konsumen dalam
mekanisme

pasar.

Adam

Smith

juga

pernah

menyatakan

bahwa

untuk

mendapatkan efisiensi ekonomi, maka penentuan suatu posisi harus didasarkan
pada bakat dan kemampuan, dengan cara tersebut maka dapat diambil keuntungan
dari bakat seseorang yang menghasilkan produksi maksimum.
Secara Pribadi penulis tidak sepakat dengan prinsip Non-Intervention yang
dikemukakan oleh Adam Smith. Dengan tidak adanya intervensi dari pihak yang
berwenang, maka kehidupan ekonomi di lepaskan seutuhnya pada mekanisme
pasar. Konsekuensinya adalah memberatkan bagi pemodal kaum menengah
kebawah yang akan tergerus oleh pemodal besar, disinilah seharusnya pemerintah
dapat berperan dalam memberikan keseimbangan dan kesetaraan dalam
mekanisme pasar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat regulasi yang
jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan.

7. Teori Keadilan Kong Hu Cu
Di Indonesia Kong Hu Cu diakui sebagai salah satu dari lima agama yang ada
di Indonesia. Agama Kong Hu Cu mengajarkan konfusianisme yang berarti agama
dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar, dan berbudi luhur. Dalam memaknai
keadilan, Kong Hu Cu menyatakan bahwa keadilan dapat terjadi apabila anak
sebagai anak, ayah sebagai ayah, raja sebagai raja, yang mana masing-masing
telah melaksanakan kewajibannya.14 Itu artinya, pendapat ini hanya terbatas pada
nilai-nilai yang telah ajeg, diyakini, dan disepakati.
Jika dikaitkan teori keadilan Kong Hu Cu dengan Rawls, maka kedua teori ini
menekankan pada dua hal yang berbeda. Kong Hu Cu lebih menekankan kepada
kewajiban seseorang sesuai dengan koridornya masing-masing, sedangkan Rawls
lebih menekankan pada hak-hak seseorang sesuai dengan apa yang menjadi
miliknya, mulai dari peluang, kesempatan, dan wewenang untuk mendapatkan
akses.
8. Teori Keadilan Islam
14

Tim
Pengajar
Gunadarma,
“Manusia
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ilmu_budaya_dasar/bab7manusia_dan_keadilan.pdf, diunduh pada 19 Maret 2015

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

dan

Keadilan”

Page 21

Di Indonesia frasa “adil” di serap dari bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu
yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang
tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan
kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukum, dan sebagainya.
Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kata “adil” di dalam Al-Qur’an
digunakan berulang ulang. Kata “al ‘adl” dalam Al qur’an dalam berbagai bentuk
terulang sebanyak 35 kali. Kata “al qisth” terulang sebanyak 24 kali. Kata “al wajnu”
terulang sebanyak kali, dan kata “al wasth” sebanyak 5 kali.15
Salah satu filsuf Islam ternama adalah Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh
al-Farabi, atau lebih dikenal sebagai Al-Farabi. Beliau adalah ilmuwan dan filsuf
islam yang lahir di Farab, Kazakhstan. Menurutnya keadilan adalah kebaikankebaikan tertinggi yang diupayakan manusia untuk diolah dan ditanam di dalam
dirinya dan merupakan fondasi yang diatasnya ditegakan dalam tatanan politik.16
Jika dikaitkan paham keadilan Rawls dengan Al-Farabi maka terdapat unsur
pembeda berupa tatanan politik. Menurut Al-Farabi penegakan keadilan dilakukan
dengan cara masuk ke dalam ranah perpolitikan, sehingga penguasa dapat
menegakan keadilan sesuai dengan apa yang telah diolah dan ditanam oleh dirinya.
Hal ini tentunya berbeda dengan teori keadilan Rawls yang menyatakan bahwa
tanpa masuk ke politik pun keadilan tetap harus di junjung tinggi, terutama bagi
orang-orang yang kurang beruntung. Dengan atau tanpa politik keadilan merupakan
prinsip dan nilai keutamaan dalam hidup yang bertujuan untuk manfaat yang paling
besar bagi kaum marginal menurut Rawls.

DAFTAR PUSTAKA
JURNAL DAN KARYA ILMIAH
Asse, Ambo. “Konsep Adil Dalam Al-Quran.” Al-Risalah. (November–Desember 2010). Hlm.
______275
Dwisvimar, Inge. “Keadilan Dalam Perspektif Filfsafat Ilmu Hukum.” Jurnal Dinamika Hukum,
______Vol. 11. (September-Oktober 2011). Hlm. 504-511
Fadhilah. “Refleksi Terhadap Makna Keadilan Sebagai Fairness Menurut John Rawls Dalam
______Perspektif Ke Indonesia-an.” Jurnal Madani Edisi II. (November-Desember 2007).
______Hlm. 36
15

Ambo Asse, “ Konsep Adil Dalam Al-Quran,” Al-Risalah. (November–Desember
2010), hlm. 275
16
Ramadhan, op.cit., hlm.23

Filsafat Hukum A – Jurisprudence

Page 22

Faiz, Pan Mohamad. “Teori Keadilan John Rawls.” Jurnal Konstitusi. (April – Mei 2009).
____ _Hlm. 138.
Faturochman. “ Keadilan Sosial : Suatu Tinjauan Psikologi.” Buletin Psikologi, Tahun VII,
______No.1 (Juni – Juli 1999). Hlm. 14.
Fauzan. “Pesan Keadilan di Balik Teks Hukum yang Terlupakan (Refleksi atas Kegelisahan
______Prof. Asikin).” Varia Peradilan, No. 299. (Oktober- November 2010). Hlm 48.
Paramita, Astridya dan Lusi Kristiana. “Teknik Focus Group Discussion Dalam Penelitian
______Kualitatif.” Buletin Penelitian Sistem Kesehatan-Vol 16. (April – Mei 2013). Hlm. 119.
Ramadhan, Gilang. “Konsep Keadilan Dalam Pandangan M.H. Kamali : Suatu Tinjauan
____ _Filsafat Hukum Islam.” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2011.
Taufik, Muhammad. “Filsafat John Rawls Tentang Teori Kadilan. “ Jurnal Mukaddimah, Vol
19, No. 1. (Januari-Februari 2013). Hlm 42-62

BUKU
Aristotle Translated by W.D.Ross. Nicomachean Ethics : Book V. Kitchener, 1999.
Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang. Pengantar ke Filsafat Hukum. Jakarta :
______Kencana, 2011.
Campbell, B. H. Edisi VI. Black’s Law Dictionary. St. Paul Minesota: West Publishing, 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :
______Balai Pustaka, 1976.
Indrati, Maria Farida S. Ilmu Perundang Undangan.Yogyakarta : Kanisius, 2007.
Plato’s Utopia by Bertrand Rusell. The Hitory of Western Philosophy . New York : Simon
___