Strategi Partai Keadilan Sejahtera dalam meraih simpati publik : Studi kasus pemilihan umum 1999 dan 2004

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sigmund Neumann dalam bukunya yang berjudul Modern Political Parties, ia mendefinisikan bahwa,

“Partai politik adalah organisasi dari aktifvis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atau menarik simpati rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan yang lain yang mempunyai pandangan yang berbeda”.1

Wacana partai politik di Indonesia itu di dasari oleh tiga ideologi dasar diantaranya yang memiliki ideologi agama ( Islam dan Nasrani, Kristen dan Katolik ), Sosialis ( kemudian berkembang menjadi komunis), dan Nasionalis. Ketiga golongan ini sangat mewarnai kehidupan partai politik di Indonesia.2

Aktualisasi ideologi Islam muncul pertama kali dalam Sarekat Islam (SI) sebagai partai politik pertama dalam sejarah Indonesia yang bercorak nasional, partai ini berdiri dengan sebab beberapa hal. Pertama, kompetisi yang meningkat dalam perdagangan batik terutama dengan golongan Cina. Serta sebagai bentuk perlawanan terhadap penghinaan rakyat Cina kepada rakyat Bumi Putera. Kedua, dirasakan oleh masyarakat Indonesia di Solo ketika itu dari kalangan bangsawan

1

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik ,(Jakarta: PT. Gramedia pustaka Utama, 2003), cet. Ke-10, h.160-162

2

M.Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia,( Jakarta: C.V.Rajawali, 1983), cet. Ke-1, h. 53


(2)

mereka sendiri. 3 Ketiga, sebagai sebuah reaksi terhadap pengkristenan kaum Zending. Partai ini berada dibawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.

Sedangkan aktualisasi dari ideologi komunis adalah partai komunis Indonesia yang timbul dari ideologi komunis barat. Partai ini lahir pada tahun 1920. Tidak lama kemudian partai ini pun menghilang. Kemudian pada tahun 1927 lahirlah sebuah partai yang didirikan oleh Ir. Soekarno dan kawan-kawannya yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang memiliki aktualisasi aliran Nasionalisme.4

Di Indonesia wacana perpolitikan sangatlah sering dibicarakan terlebih wacana partai politik menjelang pemilu. Pemahaman masyarakat Indonesia tentang partai politik dan pemilu itu berawal dari tahun 1955 dimana keadaan pada waktu itu memungkinkan harus diadakannya pemilu pertama, karena pemilu merupakan sebuah pilar bagi negara yang menganut sistem demokrasi, serta dikarenakan keadaan negara yang masih tidak stabil setelah kolonial Belanda menyatakan menyerahkan Indonesia secara sepenuhnya kepada rakyat Indonesia.

Masyumi merupakan partai politik Islam yang ikut serta pada pemilu pertama di tahun 1955, ketika itu partai ini memperoleh suara terbanyak, walaupun ada partai politik Islam seperti NU pada urutan kedua dalam pemilu 1955. Partai Masyumi didirikan pada tanggal 7 November berdasarkan muktamar

3

DRS. Mansur. M.A., Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa,(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004), h.10

4


(3)

Islam Indonesia di Yogyakarta, yang dihadiri oleh hampir semua tokoh berbagai organisasi Islam.

Pada saat itu boleh dikatakan sebagian besar ormas Islam memberikan dukungan terhadap masyumi, tetapi pemberian dukungan tidak berjalan serempak.

Pada mulanya ada empat ormas Islam yang tegas menyatakan mendukung Masyumi yaitu Muhammadiyah, NU, Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam dan ormas-ormas yang lain.

Namun pada tahun 1952 NU memisahkan diri dari Masyumi dan membentuk partai politik Islam yang berdiri sendiri.

Dua partai ini Masyumi dan NU masuk kedalam urutan empat partai besar dalam pemilu 1955 dua partai selebihnya PNI dan PKI.5 Dengan perolehan suara beserta kursi masing-masing, Masyumi memperoleh suara sebanyak 7.903.886 suara (20,9%,57 kursi), NU memperoleh 6.955.141 suara (18,4%, 45 kursi), PKI memperoleh 6.176. 913 suara (16,4%, 39 kursi), PNI memperoleh 8.434.653 suara (22,3%, 57 kursi).6

Setelah Presiden Soekarno menjabat menjadi presiden RI yang pertama, partai Masyumi menjadi partai yang membahayakan rezim Soekarno, hingga lahirlah dekrit presiden 5 Juli 1959 yang diputuskan oleh Soekarno yang

5

Sudirman Tebba, Islam Menuju Era Reformasi, (Yogyakrta: Tiara Wacana, 2001), cet. Ke-1 h. 20-21

6

Kamaruddin, Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Pustaka Nauka, 2004), cet. Ke- 1, h. 66


(4)

menjadikan partai Masyumi mengalami pembubaran total serta para elite partai politik tersebut banyak yang ditahan.

Namun keadaan pun berubah setelah runtuhnya rezim Soekarno (Orde Lama) yang kemudian digantikan oleh rezim Soeharto (Orde Baru).

Pada era rezim Orde Baru banyak para tahanan politik yang ditahan oleh Soekarno dibebaskan. Rata-rata kebanyakan dari mereka aktif di partai Masyumi. Maksud dari pembebasan itu adalah sebagai sebuah “penjinakan” agar mereka tidak menjadi “duri dalam daging”. Namun pada awal era rezim orde baru ini mereka masih tetap tidak mau tunduk, bahkan mereka mencoba meminta untuk merehabilitasi kembali partai Masyumi kepada pemerintahan. Namun permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Soeharto.7 Hingga akhirnya mereka para pendiri partai Masyumi mencoba membentuk wadah aspirasi rakyat yang baru yaitu dengan didirikannya Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) pada tanggal 20 Pebruari 1968, yang kemudian partai ini masuk pada pemilu 1971 pada masa Orde Baru.

Tak lama kemudian pada tanggal 20 tahun 1971 pemilu pun dilaksanakan dan terdapat empat partai Islam yang menjadi peserta pemilu diantaranya: NU, Parmusi, PSII, dan Perti. Masing-masing dari partai ini NU berhasil mengantongi 18,67% suara, Parmusi hanya memperoleh 5,36% suara, PSII memperoleh 2,9% suara, dan Perti memperoleh 1,3% suara. Dari hasil pemilu 1971 inilah terlihat

7


(5)

mulai menurunnya simpati publik kepada partai politik Islam. Bahkan pada pemilu 1955 pun sudah tergambar bahwa partai-partai Islam telah gagal meraih simpati publik.

Kemudian pada bulan Januari 1973 pemerintahan orde baru mengeluarkan keputusan untuk merestrukturisasi sistem kepartaian. Dengan pengecualian GOLKAR .

Pemerintah mengharuskan kesembilan partai yang ada bergabung ke dalam dua partai politik baru. Dalam kerangka ini, keempat partai Islam bergabung ke dalam PPP, lima yang lainnya yang pada dasarnya terdiri dari partai-partai Nasionalis dan Kristen, digabung kedalam PDI.8 Difusikannya partai Islam ke dalam PPP dan partai Nasionalis ke dalam PDI itu agar rezim Orde Baru ini dapat mengontrol dengan mudah situasi politik di dalam partai-partai tersebut. Serta adanya penggabungan partai-partai tersebut merupakan sebuah taktik rezim Orde Baru menjadikan ketiga partai ini PPP, PDI, dan GOLKAR untuk dijadikan sebagai kendaraan politik yang berfungsi untuk memperkokoh kekuasaannya serta untuk menarik simpati massa. Tidak sampai di situ saja setelah rezim Orde Baru mengganti asas Islam yang ada di dalam PPP dengan asas pancasila pada tahun 1984 dalam muktamar pertama, maka boleh dikatakan kekuatan politik Islam secara formal sudah habis.9 Hingga sampai pemilu 1997 dukungan terhadap

8Ibid..,

h. 118 9


(6)

partai politik Islam di Indonesia merosot tajam. Apakah itu dikarenakan semakin berkurangnya simpati publik terhadap partai Islam.

Pada tanggal 21 Mei 1998 telah terjadi sebuah pengerahan massa besar-besaran yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa hingga menyebabkan adanya sebuah peralihan kekuasaan dari era Orde Baru beralih ke Era Reformasi.

Mundurnya Soeharto dari posisinya sebagai Presiden RI menandakan berakhirnya rezim yang ia kuasai walaupun pada kenyataannya rezim itu masih tetap berkuasa hingga sekarang ini.

Alam Reformasi ini telah melahirkan banyak partai-partai politik, baik yang berlabel agama seperti partai Kristen dan partai Islam (PI), sedangkan partai politik non agama berlabel Sosialisme, Nasionalisme dengan berbagai variannya. Oleh sebab itu alam reformasi ini menjadi sebuah era untuk menuju ke arah yang lebih demokratis.

Telah dinyatakan bahwa keberadaan partai politik dalam suatu Negara, dianggap sebagai salah satu perangkat institusi demokrasi karena fungsi Partai politik diantaranya: (1) Menyerap dan mengartikulasikan aspirasi atau kepentingan rakyat. (2) Sebagai sarana sosialisasi dan komunikasi politik (3) media penyaluran perbedaan pendapat yang terjadi dimasyarakat maka keberadaan partai politik yang kuat menjadi factor penting dalam kehidupan berbangsa.10 Tidak hanya itu saja alam reformasi ini pun memberikan kebebasan

10


(7)

bagi lahirnya berbagai partai terlebih ketika Presiden B.J Habibie menjabat sebagai Presiden dan ia pun mengeluarkan keputusan untuk meninggalkan sistem tri-partai (GOLKAR, PPP, PDI) momentum ini menjadikan begitu banyaknya atau bermunculannya partai-partai Islam hingga pada akhirnya kebebasan mendirikan partai politik mendorong umat Islam untuk mendirikan partai. Kebebasan di bidang politik ini terlihat pada lahirnya partai-partai politik yang jumlahnya lebih dari seratus, tetapi kemudian yang memenuhi syarat untuk mengikuti pada Pemilihan Umum ( Pemilu) 1999 hanya berjumlah 48 partai politik. Diantara 48 partai politik ini 19 partai politik dapat dikategorikan sebagai partai politik Islam.11

Partai Keadilan (PK) merupakan salah satu partai yang termasuk ke dalam kategori partai Islam, partai ini merupakan partai politik termuda yang penuh dengan kaum intelektual muda, partai ini pun hampir serupa dengan partai Masyumi dalam langkah-langkah politiknya walaupun partai ini bukan reinkarnasi dari Masyumi ataupun bukan turunan dari Masyumi.

Pada bulan Agustus 1999 pesta demokrasi pun digelar dan Partai Keadilan (PK) merupakan salah satu peserta Pemilihan Umum saat itu. Pada tanggal 2 Agustus 1999 Partai Keadilan menandatangani hasil penghitungan suara Pemilu. Hasil perolehan suara pada saat itu cukup membuat banyak kalangan berdecak kagum. PK masuk ke dalam urutan ketujuh besar partai pemenang Pemilu. PK

11


(8)

meraih 1.436. 565 suara atau 1,36% dari total suara dan berhasil menempatkan tujuh wakilnya di DPR RI (7 kursi DPR, 26 kursi DPRD Provinsi, dan 163 kursi DPRD Kota /Kabupaten). 12 Bahkan untuk daerah khusus Ibu Kota Jakarta, perolehan suara Partai Keadilan melebihi suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang memiliki hubungan histories dengan Masyumi.13

Kemudian disusul pada tahun 2003. pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan baru, peraturan itu tercantum di dalam undang-undang pasal 143 yang berbunyi:” Partai politik peserta Pemilu tahun 1999 yang memperoleh kurang dari 2% (dua persen) jumlah kursi DPR atau memperoleh kurang dari 3% (tiga persen) jumlah kursi DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten /Kota. Yang tersebar sekurang-kurangnya ½ (satu perdua) jumlah Provinsi dan di ½ (satu perdua) Kabupaten Kota seluruh Indonesia, tidak boleh ikut dalam Pemilihan Umum berikutnya, kecuali bergabung dengan partai politik lainnya.14

Barulah pada tanggal 17 April 2003 PK mengadakan Musyawarah Majelis Syura XIII (Musyawarah Nasional Istimewa) yang diadakan di Asrama Haji Pondok Gede Bekasi, dan menghasilkan sebuah keputusan yang

12

“Sejarah PK-Sejahtera” diakses pada 14 Juni 2008 http// www. PK-sejahtera.org 2006/main.php?op=isi&id=111.

13

Nandang Burhanuddin, Penegakkan Syariat Islammenurut PK, (Jakarta: Pustaka Al-Jannah , 2004), h.25

14

H. Mutammimul ‘Ula, Risalah Perjuangan Dakwah Parlemen, (Jakarta, Solo: PT.Era Adi Citra Intermedia,2004), h.112


(9)

merekomendasikan Partai Keadilan untuk bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berdiri di Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 20 April 2002 M atau bertepatan dengan 7 Shafar 1423 H. Selanjutnya PKS di deklarasikan pada tanggal 20 April 2003 di Silang Monas Jakarta dengan dihadiri oleh 40.000 massanya.15

Sesuai hasil Musyawarah Nasional Istimewa Partai Keadilan yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Bekasi, yang merekomendasikan penggabungan Partai Keadilan (PK) dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dikarenakan memiliki kesamaan tujuan dan cita-cita. Maka mereka menandatangani kesepakatan dihadapan notaris pada tanggal 3 Juli 2003 untuk menggabungkan diri dalam sebuah partai yang disepakati bernama Partai Keadilan Sejahtera .

Sampai saat ini PKS memiliki pengurus di 30 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW= setingkat Provinsi), 312 Dewan Pimpinan Daerah (DPD= setingkat Kecamatan) diseluruh Indonesia. Selain itu, PKS juga memiliki 13 perwakilan di luar negeri yang disebut dengan Pusat Informasi Partai Keadilan Sejahtera (PI-PKS). Dan PKS pun merupakan partai politik modern yang memiliki sistem yang terorganisir secara rapi. Hal ini tercapai berkat manajemen yang baik dan kontribusi dari para kader-kadernya, hingga tercatat sebanyak 300.000 kader yang tersebar di dalam maupun luar negeri. Namun itupun tidak menutup kemungkinan

15


(10)

pada Pemilu tahun 2009 kedepan PKS akan menargetkan menjadi sebuah partai yang masuk kedalam peringkat ke-3. sebagaimana ketua lembaga pemenangan Pemilu PKS Muhammad Razikun ia mengatakan :” Bagi PKS target itu tidak terlalu ambisius. Sebab dalam Pemilu sebelumnya PKS sudah masuk dalam peringkat ke-4 besar. Masih ada sisa waktu 3,5 tahun lagi untuk mengejar sasaran. Tidak hanya itu saja PKS juga memiliki target kursi dan suara untuk tahun 2009. yakni, 20% kursi di DPR. 16

Atas dasar deskripsi di atas penulis mencoba untuk lebih dalam lagi mengenal seluk-beluk PKS, penulis meneliti seperti apakah strategi yang digunakan PKS sampai saat ini dalam pemenangan pemilu pada tahun 1999 maupun 2004. Dari hal tersebut di atas penulis tertarik untuk menulis kedalam sebuah skripsi dengan judul: "STRATEGI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DALAM MERAIH SIMPATI PUBLIK (STUDI KASUS PEMILIHAN UMUM 1999 DAN 2004)".

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, yang menjadi permasalahan terkait dengan kajian tentang Strategi Partai Keadilan Sejahtera Dalam Meraih Simpati Publik (Studi Kasus Pemilu 1999 dan 2004)

sebagai berikut:

16

Diakses pada 14 Juni 2008 dari http:// www.pk-Sejahtera.org/2006/main.php?op


(11)

1. Bahwa strategi yang digunakan oleh parpol yang ada di Indonesia saat ini tidak ada perubahan strategi yang berarti sama sekali.

2. Banyaknya masyarakat yang memiliki sifat apatis terhadap partai, dan masyarakat lebih memilih golput karena tidak percaya dengan partai politik. 3. Banyak partai politik yang tidak punya strategi politik yang baik dalam

meraih simpati publik.

4. Banyak partai politik yang tidak memperhatikan peran pentingnya simpati publik terhadap menangnya sebuah partai politik dalam Pemilu.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang baru lahir pada era reformasi atau bisa di katakan partai yang belum begitu memiliki pengalaman luas dalam berpolitik.

Namun demikian secara tiba-tiba saja pada Pemilu 1999 partai yang berlambang padi dan kapas yang diapit oleh dua buah bulan sabit ini menjadi partai yang dikenal oleh kalangan masyarakat bawah dengan menempati urutan ke-7 dalam skala nasional kemudian disusul pada pemilu 2004 partai ini semakin menampakan keeleganannya sebagai partai yang memiliki penampilan yang berbeda dengan partai-partai yang lain yaitu dengan terpampang pada urutan ke-6. Tidak hanya itu saja partai ini pun telah terbukti mendapatkan perolehan suara terbanyak di pusat kota, walaupun di pedesaan partai ini belum memiliki nama.


(12)

Dan yang lebih mengagumkan lagi partai ini memperoleh kursi di parlemen sebanyak 5%.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah seperti apa ragam kepartaian di Indonesia, sejarah, sistem, dan fungsinya. Sebenarnya strategi seperti apakah yang digunakan PKS di dalam meraih simpati publik, dan apakah ideologi serta visi, misi, dan platform yang digunakan PKS, kemudian apakah ada relasi antara simpati publik dengan pemilu.

1. Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil penelitian mengenai Strategi Partai Keadilan Sejahtera Dalam Meraih Simpati Publik (Studi Kasus Pemilu 1999 dan 2004) perlu diberikan beberapa batasan terhadap masalah yang akan dibahas sebagai berikut:

a. Sejarah , Visi, Misi, dan Platform PKS.

b. Strategi yang digunakan PKS untuk meraih Simpati Publik.

c. Relasi antara simpati publik dengan keberhasilan PKS dalam pemilu

2. Perumusan Masalah

Dari pokok masalah di atas dapat dibuat sebuah pertanyaan yang menjadi fokus dalam skripsi ini:

a. Bagaimanakah sebenarnya wujud Partai Keadilan Sejahtera?

b. Strategi apa yang digunakan Partai Keadilan Sejahtera dalam meraih simpati publik pada Pemilu 1999 dan 2004?


(13)

c. Adakah relasi antara simpati publik dengan keberhasilan Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilu 1999 dan 2004?

D. Tujuan dan kegunaan Penelitian 1. Tujuan

a. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang wujud sebenarnya Partai Keadilan Sejahteradari sisi sejarahnya

b. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang strategi yang digunakan Partai Keadilan Sejahtera dalam meraih simpati publik pada pemilu 1999 dan 2004

c. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang relasi antara simpati publik dengan Pemilu

2. Manfaat atau Kegunaan

a. Secara akademik, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang strategi PKS di dalam meraih simpati publik di saat pemilu nasional diadakan.

b. Secara praktek penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada para pembaca khususnya mahasiswa/mahasiswi jurusan ilmu politik Islam tentang strateginya PKS di dalam meraih simpati publik di saat pemilu nasional diadakan.

c. Agar parpol-parpol Islam dapat mengetahui seperti apakah Strategi Partai Keadilan Sejahtera itu?


(14)

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Pada penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti tanpa menggunakan penghitungan statistik.17 Dalam hal ini melakukan pengkajian ulang terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan PKS baik berupa AD/ART, strategi pemenangan Pemilu, dan buku-buku yang membahas sejarah PKS, visi, misi, platform partai politik tersebut.

2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah DPP Bapilu PKS beserta jajarannya yang bertempat di Jalan Mampang Prapatan Raya (sekarang pindah ke Jalam T.B. Simatupang No.43 dekat pintu perlintasan kereta api), Dosen Ilmu Politik Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pengamat politik sekaligus Dosen FISIP UNISMA Bekasi.

3. Jenis Data

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

17

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal ( Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 26 cet. VIII


(15)

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa dokumen yang membahas langkah strategi PK-Sejahtera dalam pemenangan Pemilu.

4. Sumber Data

Data primer diambil dari kantor DPP Badan Pemenangan Pemilu PK-Sejahtera dengan melakukan wawancara langsung serta meminta dokumen mengenai strategi pemenangan Pemilu Sejahtera kepada staf Bapilu PK-Sejahtera Pusat. Yakni dengan Bapak Heri Muradi

Data sekunder diambil dari buku dan literatur lain terdiri dari : a. Buku-buku yang berkaitan langsung tentang PKS

b. Koran dan majalah yang membahas tentang PKS

c. Website atau situs yang membahas tentang PKS ataupun website PKS itu sendiri.

5. Tehnik Pengumpulan Data

a. Penelitian lapangan

Dalam penelitian lapangan ini, penulis melakukan wawancara dengan staf Bapilu PKS Pusat

b. Penelitian Pustaka/studi pustaka

Dalam penelitian pustaka ini penulis mencoba mengkaji berbagai literatur seperti buku, majalah, dan jurnal untuk mendapatkan teori, konsep dan data-data yang relevan dengan topik penelitian untuk mendukung penganalisaan dokumen.


(16)

6. Tehnik Analisis Data

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis mencoba melakukan tehnik analisis data dengan menggunakan tehnik analisis data secara kualitatif yaitu tehnik yang berfungsi untuk menganalisis informasi tanpa menggunakan penghitungan statistik. Dalam hal ini data yang dianalisa pertama, diperoleh dari data sekunder seperti keterangan maupun tulisan dari buku-buku, koran, majalah, dokumen-dokumen dan website/situs yang berhubungan dengan PKS. Kedua, data yang dianalisa yaitu dari data primer seperti melakukan wawancara terhadap orang-orang yang berhubungan langsung dengan PKS dalam hal ini DPP Bapilu PKS beserta jajarannya, dengan pengamat politik dan para akademisi kampus.

7. Tehnik Penulisan

Tehnik penulisan yang digunakan adalah merujuk kepada pedoman penulisan skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mensistematiskan penulisan karya ilmiah ini, maka penulis membaginya menjadi beberapa bab yaitu:

Bab I. Pendahuluan. Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.


(17)

Bab II. Tentang Partai Keadilan Sejahtera; membahas sejarah Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi Partai Keadilan Sejahtera, Visi, Misi, Platform perjuangan Partai Keadilan Sejahtera, struktur internal partai sebagai penarik simpati publik.

Bab III. Tentang Strategi Partai Keadilan Sejahtera dalam pemilu 1999, membahas persiapan menjelang pemilu, sosialisai partai pada publik, kampus sebagai basis kekuatan politik, berpolitik dengan akhlak al-karimah.

Bab IV. Tentang strategi Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilu 2004, membahas persiapan menjelang pemilu, kesolidan internal partai sebagai kekuatan politik, mempertahankan citra Islami, kampanye melalui media cetak dan elektronik, relasi antara simpati publik dengan keberhasilan Partai Keadilan Sejahtera

Bab V. Penutup berupa kesimpulan dari seluruh pembahasan, dan kiranya perlu juga penulis menyumbangkan saran.


(18)

18

A. Pengertian Partai Politik

Dalam kamus politik partai adalah perkumpulan (segolongan orang) yang se-asas, sehaluan dan setujuan terutama di bidang politik.1

Dan dalam kamus yang sama, 1. Politik adalah berasal dari bahasa Yunani dan diambil alih oleh banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Pada zaman klasiik Yunani, negara atau lebih tepat negara-kota disebut ”polis”. Plato menyebut karangannya soal-soal kenegaraan Politicon. Maka ”politik” memperoleh arti seni mengatur dan mengurus negara dan ilmu kenegaraan. Politik mencakup kebijaksanaan/ tindakan yang bermaksud mengambil bagian dalam urusan kenegaraan/ pemerintahan termasuk yang mencakup penetapan bentuk, tugas dan lingkup urusan negara. Mengurus pemerintahan dan negara dapat dijalankan dengan cara, aturan dan hukum yang berbeda-beda, misalnya secara demokratis, liberal, otoriter, diktatorial, machiavelistis atau etis. Menjadi bahan perdebatan apakah politik praktis ini bersifat meta-etis (artinya tidak terikat pada norma-norma etika) atau harus tunduk kepada norma-norma yang lebih luhur daripada keberhasilan dan kekuasaan saja, misalnya pada hukum keadilan, agama atau kepentingan bersama rakyat maupun umat manusia seluruhnya; 2. Pada umumnya politik mencakup beraneka ragam macam kegiatan dalam suatu

1


(19)

sistem masyarakat yang terorganisasikan (terutama negara), yang menyangkut pengambilan keputusan baik mengenai tujuan-tujuan sistem itu sendiri maupun mengenai pelaksanaannya; 3. Kebijakan; cara bertindak; kebijaksanaan; 4. Dalam arti yang lebih luas politik diartikan sebagai cara atau kebijaksanaan (policy) untuk mencapai tujuan tertentu, misal politik pendidikan.2

Jadi partai politik adalah suatu bagian para warga negara yang memperjuangkan kepentingan politik tertentu. Dalam arti modern, partai politik mula-mula timbul dalam parlemen Inggris pada akhir abad ke-17, yakni Tories dan Whings, sebagai pendukung atau pelawan Stuart. Pada abad ke-19 dua partai aristokrat itu lama kelamaan berubah menjadi atau diganti oleh partai ” konservatif” dan ”liberal”. ”Club-club” zaman revolusi Prancis dapat dianggap sebagai pelopor partai-partai yang timbul di negara ini sesudah Napoleon jatuh (1815). Di AS partai-partai sudah berperan sejak permulaan negara demokratis ini: Anti Federalis Party (cikal bakal partai Demokrat) mengadakan opasisi terhadap pembentukan pemerintah pusat yang terlampau kuat pada akhir abad ke-18. lawannya Federalis Party, melalui Wighs (1834) berkembang menjadi partai republik (1854). Di negara-negara lain partai politik didirikan dan mulai menampilkan peranan politik biasanya pada zaman monarki konstitusional abad ke-19. Dalam koloni-koloni, selain partai-partai golongan penjajah, pada permulaan abad ini, beraneka partai yang mmenghimpun, membela dan

2Ibid.,


(20)

menggerakkan kaum pribumi timbul untuk memperjuangkan partisipasi politik dan akhirnya untuk mencapai kemerdekaan.3

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik.

Dalam kamus Dewan, ’Partai politik merupakan satu golongan orang yang bergerak dengan tujuan yang sama dalam politik’.4

Sedangkan Sigmund Neumann dalam bukunya yang berjudul Modern Political Parties, ia mendefinisikan bahwa,

” Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atau menarik simpati rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan yang lain yang mempunyai pandangan yang berbeda”.5

B. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera

Umat Islam sebagai warga mayoritas di negara kesatuan republik Indonesia memiliki tanggung jawab utama untuk mengubah posisi Indonesia

3Ibid., h. 406 4

Sofwan Ahmad, Konsep Dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia dan partai Islam se-Malaysia (PAS) di Malaysian ( Skripsi fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004) h.5

5

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), cet. Ke-10, h. 160-162


(21)

menjadi bangsa yang berwibawa dalam pergaulan antar bangsa. Hal itu hanya bisa dilakukan jika umat melakukan rekonstruksi peradaban secara mendasar.

Sebenarnya di awal abad ke-20, bangsa Indonesia telah memberikan kontribusi bagi peradaban dunia. Perjuangan melawan penjajahan terbukti menggelorakan api kemerdekaan nasional di seantero kawasan dunia ketiga, yang kemudian membentuk ikatan Negara-negara non-blok. Namun fajar kebangkitan itu hanyalah “fajar kadzib”, harapan semu. Setengah abad setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia kembali terpuruk di pojok sejarah dunia.

Patut dibuka kembali catatan sejarah pada tahun 1905, ketika lahir Serikat Dagang Islam (SDI) sebagai organisasi politik pertama yang bercorak nasional, yang kemudian pada tahun 1911 menjadi Sarikat Islam (SI). Lalu pada tahun 1928, tercetusnya sumpah pemuda yang menandai kemunculan bangsa baru bernama Indonesia sebagai salah satu anak peradaban dunia. Pada tahun 1945, proklamasi kemerdekaan dikumandangkan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tragisnya, dari penjajahan eksternal, rakyat Indonesia masuk perangkap penindasan internal. Sampai pada 1965, runtuhnya rezim Orde Lama dengan jargon “politik sebagai panglima”. Akhirnya pada tahun 1998, runtuh pula rezim Orde Baru setelah pembangunan ekonomi basic sebagai legitimasinya ambruk.

Gerakan mahasiswa yang memelopori “Reformasi Mei 1998” merupakan perintis jalan bagi terwujudnya “Orde Reformasi”, orde keterbukaan dalam segala bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan landasan nilai-nilai


(22)

universal : keimanan, moralitas, kemerdekaan, kesetaraan, kedamaian dan keadilan bagi semua orang. Apakah perjuangan menegakkan Orde Reformasi akan menjadi “fajar Kadzib” yang lain, atau justru terbuka kemungkinan merekahnya “Fajar Shodiq”- harapan sejati bagi perbaikan masyarakat dan Negara. Untuk menjamin terwujudnya harapan itu, maka digalanglah kekuatan politik bernama Partai Keadilan.

Untuk melacak secara lebih rinci sejarah kelahiran partai ini bisa dimulai dengan melihat secara cermat ketika dikeluarkannya kebijakan yang berkaitan dengan umat Islam yaitu dengan diberlakukannya UU keormasan No.3 dan 5 tahun 1985. UU tersebut pada dasarnya adalah gagasan yang awalnya dimaksudkan untuk menghapus ciri asas partai politik yang ada ketika itu, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mencantumkan Islam sebagai asasnya, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang berasas Demokrasi Indonesia dan Keadilan Sosial. Hingga pada akhirnya kebijakan tersebut menyentuh ketenangan organisasi-organisasi massa yang ada, termasuk organisasi-organisasi massa Islam. 6

Dengan diberlakukannya UU yang mengatur hal-hal yang paling mendasar, seperti ideologi sebuah ormas keagamaan atau asas sebuah partai politik—apalagi yang berbasis agama – diharapkan mampu meredam semangat perlawanan yang nilai-nilainya memang tumbuh subur dalam ajaran-ajaran

6

Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan Tranformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia, ( Jakarta: Teraju, 2002), cet.II h. 51


(23)

normatif agama. Atau setidaknya, dengan pengaturan pada level struktur kehidupan modern yang bernama negara, kehendak dan pandangan sebagian umat dapat di belokkan sesuai dengan kepentingan dan kehendak penguasa.

Konsepsi pembelokkan atau pengarahan itu bersumber dari penempatan agama sebagai variabel individual dan dianggap tidak berhubungan dengan berbagai permasalahan politik kenegaraan. Di sini lah letak gagasan modernisasi yang dipandang membawa serta di dalamnya sekularisasi, yaitu berusaha menempatkan agama ”hanya” sebagai modal dasar pembangunan dan arah perubahan sosial. 7

Cara pandang semacam ini yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan dalam UU No. 5 tahun 1985. Dikalangan umat Islam Kebijakan tersebut ditanggapi dengan empat sikap. Pertama, menerima tanpa banyak persoalan. Kedua, mau menerimanya tetapi menunggu adanya undang-undang formal yang dibuat oleh pemerintah. Ketiga, bersikap apatis yaitu mereka yang berpendidikan rendah dan selalu mendukung kehendak pemerintah. Keempat, menolak sama sekali kebijakan itu. Penolakan tersebut lazimnya berbasis pada argumen ideologis dan politis. Pelajar Islam Indonesia (PII) dan HMI MPO (Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi), adalah dua organisasi kaum muda Islam yang secara tegas menolak bersikap tunduk terhadap UU itu.

7Ibid., h. 52


(24)

Tersebab faktor kedua organisasi kaum muda Islam inilah—yaitu PII dan HMI MPO—yang menolak asas tunggal tersebut sampai pada akhirnya memainkan peran yang cukup signifikan bagi lahirnya sebuah trend gerakan di kampus-kampus. Hingga akhirnya organisasi-organisasi ini dibubarkan melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 120 Tahun 1987. karena dianggap terlarang.

Akan tetapi walaupun organisasi-organisasi ini dilarang, namun gerak mereka tidak pernah surut, mereka mencoba melakukan “gerakan bawah tanah”. Seperti melakukan training dan pembinaan-pembinaan serta pengkaderan bagi pemuda-pemuda Islam. 8entah itu di masjid-masjid kampus atau di luar kampus.

Setelah sekian lama organisasi ini melakukan pengkaderan dan menyebar luas keseluruh pelosok kampus di Indonesia. Maka organisasi ini mulai melakukan aksi-aksinya terutama pada peristiwa Malari 1974. hingga pada puncaknya pemerintah Orde Baru melakukan tekanan-tekanan melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan denga mengeluarkan SK No. 028/ 1974 dikarenakan terjadinya perseteruan oleh kalangan elite.

Dengan dikeluarkannya SK ini ruang gerak mahasiswa dipersempit dalam menjalankan aktivitasnya. Kegiatan-kegiatan mahasiswa mulai diawasi dan harus melapor kepada pejabat kampus. 9

8Ibid., h. 54 9Ibid.,


(25)

Ketika menjelang tahun 1977 dan 1978, mahasiswa kembali bergerak dan membuat suhu politik memanas. Aksi-aksi mahasiswa kala itu dipandang radikal dan harus dihadapi secara tegas oleh penguasa. Dalam konteks seperti itulah Soedomo—yang ketika itu menjabat sebagai Pangkop Kamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) membubarkan Student Government melalui SKEP No: 02/KOPKAM/1978. Alasan resmi pembubaran itu adalah untuk menyelamatkan mahasiswa seluruhnya dari kepemimpinan yang salah, yang menyalah gunakan kepercayaan mahasiswa dan mengatas namakan mahasiswa. Bagi Soedomo dan penguasa Orde Baru ketika itu, kegiatan dan aksi-aksi mahasiswa sudah tidak lagi murni dan telah dimanfaatkan secara sistematis oleh ormas-ormas di luar kampus.

Tidak lama setelah itu, keluarlah SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), yang secara resmi pada 19 April 1978, SK tersebut secara garis besar mengatur kehidupan kampus secara mendasar, fungsional, dan bertahap. Satu bulan berikutnya, yakni pada tanggal 17 Mei 1978, giliran konsep Badan Koordinasi Kampus (BKK) dikeluarkan oleh Dirjen Dikti No. 002/ Dj/ Inst/ 1978. konsep tersebut merupakan petunjuk teknis dari NKK yang telah diberlakukan sebelumnya. Konsep tersebut kemudian dibakukan dalam SK Menteri P&K No. 037/ U/ 1979 yang dikeluarkan pada tanggal 2 Februari 1979, tentang “Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen P&K”.


(26)

Setelah diberlakukannya NKK/BKK, pengaruhnya mulai terasakan pada dinamika kehidupan kemahasiswaan. Hal ini menjadikan lembaga-lembaga formal kemahasiswaan dikontrol sepenuhnya oleh birokrasi kampus. Dalam hal ini pihak rektorat dan dekanat. 10

Akan tetapi bukanlah mahasiswa kalau harus menyerah terhadap situasi semacam itu. Model perlawanan yang cenderung kreatif misalnya dengan menumbuhkan sebanyak mungkin kelompok-kelompok studi di luar kampus, menjadi sebentuk respon yang sangat populer ketika itu. Ada beberapa alasan kenapa dalam periode pasca NKK/BKK kelompok-kelompok diskusi menjadi pilihan aktivitas yang seperti cendawan di musim hujan. Pertama, jaring kekuasaan lewat birokrasi kampus tidak dapat menjangkau aktivitas mereka di luar. Kedua, unsur kontemplatif dalam gerakan intelektualitas dengan diskusi-diskusi tersebut membuat mereka mempunyai cukup waktu untuk merencanaka berbagai aksi-aksi berikutnya. Lebih dari sekedar berdiskusi, kelompok-kelompok kecil itu kemudian meng-organisasi dirinya sendiri dan membangun jaringan dalam sistem yang relatif cair, tidak terikat dalam struktur organisasi formal.

Dalam kaitan tersebut, gerakan-gerakan pengkajian yang dilakukan oleh para mahasiswa Islam, adalah salah satu bentuk aktivitas yang relatif aman dari jerat kekuasaan ketika itu kelompok ini mengambil basis-basis kegiatannya di masjid-masjid kampus yang pada masa itu cenderung tidak dianggap sebagai

10Ibid., h. 59


(27)

wilayah politik yang “duniawi”, melainkan wilayah yang lebih berorientasi “ukhrowi” (akhirat).

Dengan semakin membesarnya gerakan mahasiswa Islam ini disetiap kampus maka sebagai wadah komunikasi antar para aktivis dakwah kampus dibuatlah wadah yang bernama Lembaga Dakwah Kampus (LDK).11

Pada akhirnya Lembaga Dakwah Kampus itu kian melebar dan berkembang dari tahun-ketahun. Basis operasionalnya pun terus bergeser tidak hanya di kampus tetapi juga memasuki wilayah yang lebih luas, yaitu masyarakat. Masalah yang dibahas pun tidak hanya semata perkara salat, puasa, dan zakat tetapi juga meluas kedalam setiap aspek kehidupan. Pendeknya, Islam dilihat dan dibahas secara utuh atau kaffah. Ketika situasi politik mengubah semua keadaan, mereka menemukan sebuah medan gerak baru, yaitu politik. Bagi mereka, gerakan politik merupakan kelanjutan dari gerakan dakwah yang selama ini digeluti sekaligus sebagai sarana alternatif bagi langkah-langkah perjuangan politik umat.

Dengan medan gerak baru itu, cita-cita politik umat menjadi lebih dapat diaktualisasikan. Kepentingan-kepentingan dakwah akan dengan mudah dioptimalkan. Di sisi lain, dapat menghindari kemungkinan terjadinya ekstremitas

11

Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Kontemporer, (Jakarta, Teraju, 2004) h. 141


(28)

sebagai akibat dari pengekangan terhadap aktivitas politik umat.12 Disamping itu, terbentuknya wadah ekspresi politik yang khas bagi anak muda ini sedikit banyak didorong oleh ketidak percayaan mereka terhadap institusi politik yang ada, terutama tiga institusi politik pada masa sebelumnya. Terhadap partai-partai yang baru lahir pun mereka terlihat ragu bahkan cenderung tidak percaya.13 Tidaklah mengherankan jika mayoritas kader dan anggota partai ini kebanyakan dari kalangan muda.14 Di Yogyakarta, seperti yang dilansir Far Eastern Economic Review (FEER), “60 persen pendukungnya adalah kalangan wanita dan mahasiswi perguruan tinggi ternama”.15

Kalau masih ada orang yang meragukan keberadaan dan masa depan partai ini karena ketiadaan tokoh populer, hal ini bisa dipahami sebab sejumlah bidan yang menangani kelahirannya adalah mereka yang selama ini jauh dari hingar- bingar politik. Mereka merajut kekuatannya lewat galangan pengajian atau aktif di dunia pendidikan dan perekonomian. Namun ketiadaan tokoh bukanlah sesuatu yang memberatkan mereka. Mereka berusaha menjadi tokoh bagi diri mereka sendiri. Tidaklah mengherankan bila di setiap acara partai mereka memulai dan mengakhirinya dengan sangat baik dan terorganisir. Tanpa

12

Dr.Ir.Nur Mahmudi Ismail, “Jati diri Partai Keadilan”, dalam Memilih Partai Islam: Visi, Misi, dan Persepsi, dalam Sahar. L. Hasan ., dkk. ( Jakarta,Gema Insani Press, ) h. 35

13

Tabloid Megapos, Th. 1 No.4 Edisi 13-19 Agustus 1998. 14

Suara Indonesia, 21 September 1998 15Far Eastern Economic Review,

28 Januari 1999, h. 23


(29)

harus ada yang mengomandoinya “Semua aktivis yang terlibat dalam Partai adalah tokoh di bidangnya masing-masing”, demikian penegasan presiden partai ketika menanggapi keraguan itu.16

Partai Keadilan (PK) adalah salah satu partai politik yang berada ditengah iklim demokratis yang peluangnya dibuka oleh reformasi di Indonesia. Partai ini dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di lapangan masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan jumlah massa yang hadir pada saat itu lebih dari 50 ribu orang.17

Kehadiran PK dalam pentas perpolitikan Indonesia pasca jatuhnya Soeharto merupakan sebuah fenomena yang sungguh menakjubkan banyak pihak. Betapa tidak, di awal kemunculannya mengikuti pemilu pertama pada tahun 1999 PK telah menempatkan tujuh kadernya sebagai anggota DPR/MPR. Padahal PK tidak memiliki tokoh populer dan belum terkenal dikalangan masyarakat.18

Dari segi kelahirannya, latar belakang sejarah PK pun tidak lepas pula dari kondisi riil sejarah umat Islam Indonesia pada umumnya serta dibarengi berkembangnya gerakan tarbiyah di Indonesia. Hal itu dikarenakan sikap antipatinya pemerintahan Orde Baru terhadap gerakan politik Islam yang dapat merongrong pemerintahan Orde Baru. Terutama kalangan kampus. Namun pada

16

Tim LKIS, Tujuh Mesin Pendulang Suara ( Yogyakarta: LKIS, 1999), h. 166-167 17

Sekretariat DPP Partai Keadilan, Sekilas Partai Keadilan (Jakarta: Sekretariat DPP Partai Keadilan, 1998), h. 6

18

H. Nandang Burhanuddin, Menegakkan Syari’at Islam menurut Partai Keadilan, (Jakarta: Pustaka Al-Jannah, 2004), h.24


(30)

kenyataannya sikap antipati Orde Baru ini dapat mematikan perkembangan politik Islam dikalangan muda Islam. Sebab di luar dugaan pemerintah, ternyata lahir entitas cultural baru dikalangan anak muda yang aktif di masjid kampus. Generasi inilah yang menjadi kepanjangan tangan dari berdirinya Partai Keadilan (PK).19

Tumbangnya Soeharto, membuka babak baru kehidupan politik di Indonesia meski banyak yang meyakini lengsernya Soeharto dari kekuasaan Orde Baru bukan berarti hilangnya pengaruh rezim otoriter tersebut, dengan masih adanya para pendukung yang loyal kepadanya masih menduduki tempat-tempat strategis di pemerintahan.

Di sisi lain kehidupan masyarakat diliputi euphoria. Lebih dari seratus partai politik baru berdiri untuk menyongsong pemilu yang akan diadakan oleh presiden Habibie, pengganti Soeharto. Berbagai kekuatan politik dengan beragam ideologi bermunculan secara terang-terangan, termasuk sejumlah organisasi yang dimasa Soeharto merupakan kategori terlarang dan menjadi musuh Negara.20

Situasi tidak menentu ini menjadikan para aktivis gerakan dakwah berbeda pendapat. Sebagian berpendapat, saat itulah waktunya para aktivis dakwah muncul dalam wadah formal dan terlibat dalam aktifitas dakwah yang menegara. Sebagian yang lain menilai belum saatnya, mengingat situasi dan kondisi yang

19

furqon, Partai Keadilan Sejahtera, h. 150 20

Suhud Alynurdin, Lokomotif Reformasi bernama Partai Keadilan, Saksi,V, 14 (April 2003) h.14


(31)

masih labil.21 Walaupun pada akhirnya mereka memutuskan untuk tampil dalam kancah politik formal.

Melalui survei yang dilakukan kepada aktivis gerakan dakwah dan para penggiat tarbiyah di masjid-masjid kampus di Indonesia, lebih dari 68% menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktifitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang.22 Sehingga tepatnya pada tanggal 9 Agustus 1998, gerakan dakwah ini melakukan langkah yang lebih berani untuk memunculkan dirinya kehadapan publik, dengan mengumumkan secara legal formal sebagai kekuatan politik yang bernama Partai Keadilan. (PK)23

Dalam deklarasi PK pada tanggal 9 Agustus 1998, Nurmahmudi Ismail sebagai ketua pendiri membacakan pernyataan yang dikenal dengan piagam deklarasi, bahwa:

“ Partai keadilan (PK) didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau beberapa orang aktivisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang diambil dari musyawarah yamg aspiratif dan demokratis. Sebah survey yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah,terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. Survey ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menyaakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktifitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. Survei ini mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap dikalangan sebagian besar aktivis dakwah yang dapat menjadi sebuah pola

21Ibid ., h.16 22Ibid

., h. 17 23

Damanik, Fenomena Partai Keadilan, h. 19


(32)

dinamis bagi pengendalian partai dikemudian hari.terbukti setelah tekad mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh menjadi kenyataan”.24

Sejak itu, mulailah publik mengenal secara jelas siapa sesungguhnya gerakan, yang dalam kurun lebih dari satu dasawarsa itu membuat fenomena tersendiri. Apalagi setelah partai ini tampil mengesankan sebagai partai yang termasuk The Big seven partai pemenang pemilu 1999, dan berhasil menempatkan tujuh kadernya di parlemen serta membuat decak kagum masyarakat dengan aksi-aksi simpatiknya.

Namun karena terganjal aturan Electoral Treshold (ketentuan batas minimum perolehan suara) 2%, sesuai ketentuan UU pemilu No.12 tahun 2003, PK merubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebenarnya nama PK masih bias dipertahankan, asalnya PK bisa untuk mengajak beberapa partai Islam kecil di DPR bergabung di bawah benderanya. Namun cara ini tidak ditempuh pengurus PK, mungkin karena khawatir fusi partai potensial bagi timbulnya konflik internal dimasa depan. PK lebih memilih jalan panjang dengan mengganti nama partai menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menembus persyaratan pemilu. Untuk itu PK harus mendaftarkan diri kembali dan siap diverifikasi oleh departemen kehakiman maupun komisi pemilihan umum sesuai UU partai politik No 31 tahun 2002 dan UU pemilu No. 12 tahun 2003, misalnya PKS harus memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya didua pertiga dari jumlah propinsi, kabupaten, dan kota. PKS juga harus memiliki anggota

24


(33)

sekurang-kurangnya 1000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan, serta mempunyai kantor tetap di kabupaten dan kota tersebut.

Adapun dengan berubahnya nama PK menjadi PKS bukan berarti PK sebagai partai telah tiada, karena platform partai, jiwa, raga, keanggotaan, kepemimpinan, manajemen, bahkan perilaku warga partai tetap hidup di dalam PKS. Hal ini terbukti bahwa partai yang di deklarasikan pada tanggal 20 April 2003 di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat tetap dapat mempertahankan rangkingnya sebagai The big seven pada pemilu 2004 yang menempatkan 45 kadernya di parlemen.25

C. Ideologi Partai Keadilan Sejahtera

Bagi kalangan aktivis PKS, mendirikan partai politik sama maknanya dengan upaya memasuki dimensi politik sebagai bagian dari dakwah Islamiyah.26 Tujuan yang lahir dari semua ini adalah aktualisasi universalitas dalam rangka mewujudkan keseimbangan hidup manusia dan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Partai politik dapat berperan sebagai kekuatan alternatif terhadap perjuangan politik kaum muslimin dalam mengemban tugas dakwah. Inilah yang

25

dikutip dari Saksi, V,14, April 2003 26

Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah Konsep dan Praktik Politik Partai Keadilan Sejahtera,(BandunG: Harakatuna Publishing, 2005) h. 384 terdapat di dalam AD/ART pasal 2: Asas dan Jati diri


(34)

dapat dijadikan penjelasan mengapa PKS mendeklarasikan dirinya sebagai partai dakwah.27

Oleh karena itu Partai (hizb) dakwah dalam pandangan PKS adalah manifestasi kejama’ahan, dengan seluruh ciri-ciri khasnya, dan dalam solidaritasnya yang bergerak pada orientasi tertentu. Kata solidaritas di sini ditentukan oleh faktor-faktor ideologi. Oleh sebab itu, wajar jika sebuah partai terdiri dari himpunan orang-orang yang lintas suku, ras, warna kulit maupun bahasa, namun ideologinya satu.28 Dalam konteks inilah PKS memberikan penegasan bahwa Islam merupakan sebuah “kacamata pandang” untuk memahami realitas politik maupun untuk membangun strategi-strategi perjuangan politik. PKS hendak membuktikan kebenaran sebuah aksioma dalam dunia politik bahwa Islam merupakan agama universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan dengan berbagai dimensinya yang kompleks. Diprediksi kesadaran politik akan terus menguat seiring penguatan ideologis dalam tubuh partai-partai politik, maka PKS menetapkan sebuah kebijakan dasar dalam mengantisipasi kemungkinan menguatnya konflik-konflik ideologis di kalangan aktivis partai ini, antara lain:

1. Memproyeksikan Islam sebagai sebuah ideologi umat yang menjadi landasan perjuangan politik menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin.

27

Furqon ,Partai Keadilan Sejahtera, h.24 28


(35)

2. Menjadikan ideologi Islam sebagai sebuah ruh perjuangan pembebasan manusia dari penghambaan hanya kepada Allah SWT; pembebasan manusia dari kefajiran ideologi rekaan manusia menuju keadilan Islam; dan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dan ketenangan hidup.

3. Operasionalisasi ideologi Islam serta cita-cita politiknya terbangun di atas tiga prinsip.

a. Pertama : Sistem Islam yang bersifat menyeluruh dan finalitas b. Kedua : Otoritas Syari’ah yang bersumber dari Al-Quran dan

As-Sunnah

c. Ketiga : Kesesuaian aplikasi sistem dan solusi Islam dengan setiap zaman dan tempat.29

Dalam pandangan PK-Sejahtera, agama Islam menentukan perlakuan terhadap manusia dan pengakuan terhadap keberadaan serta hak-hak politik dan sosialnya berlandaskan pada keadilan persamaan, sebagai nilai moral yang tercantum dalam syari’at dan mempunyai pengaruh yang nyata pada kedudukan individu dan masyarakat. Islam juga dipandang sebagai sebuah agama penyatu yang lengkap (a religion of complete Integration) dan sebagai jalan hidup (the way of life) yang sempurna, memenuhi seluruh aspek dan institusi keberadaan manusia. 30

29

diakses 14 Juni 2008 dari http;// www. PK-Sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110 30


(36)

Dengan demikian, Islam dalam konsepsi para aktifis PK-Sejahtera adalah Islam sebagai sistem hidup yang universal, mencakup seluruh kehidupan. “Islam adalah Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, rahmat dan keadilan, kebudayaan dan perundang-undangan., ilmu dan peradilan, materi, dan sumber daya alam, usaha dan kekayaan, jihad dan dakwah, tentara dan fitrah, akidah yang lurus dan ibadah yang benar”. 31

D. Visi, Misi, dan Platform

Sesuai ideologi PK-Sejahtera yang mengedepankan Islam sebagai sistem hidup yang bersifat universal, PK-Sejahtera memiliki cita-cita menjadikan Indonesia sebagai masyarakat madani atau sering disebut sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun Ghafuur,32 sehingga untuk mewujudkan cita-cita tersebut PK-Sejahtera memiliki visi, misi dan perjuangan kepartaian yang mencerminkan keinginannya untuk tetap eksis.

1. Visi PK-Sejahtera

Visi umum, “sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan umat dan bangsa”.

Adapun visi khusus, “ Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani”. Sehingga, visi ini akan mengarahkan PK-Sejahtera sebagai:

31

DPP PK , Sekilas PartaiKeadilan, h.26 32Ibid,


(37)

a. Unsur perekat dan pengarah kesatuan umat dan bangsa.

b. Wadah pendidikan politik bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya sekaligus tangga menuju kepemimpinan nasional. c. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.

d. Kekuatan transformatif dari nilai-nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.

e. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang memiliki cita-cita yang sama dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

f. Menjadi dinamisator pembelajaran bagi bangsa Indonesia g. Akselerator perwujudan masyarakat madani di Indonesia.

2. Misi PK-Sejahtera

Adapun misi yang dicanangkan guna pencapaian visi tersebut adalah: a. Berjuang mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.

b. Menegakkan eksistensi politik umat Islam di Indonesia

c. Berjuang untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

d. Mengembangkan tradisi profesionalisme pengelolaan dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

e. Menyebar luaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir taghyir (agen perubah).


(38)

f. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.

g. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.

h. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.

i. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam.

j. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturrahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsure atau kalangan umat untuk terwujudnya Ukhuwah Islamiyah dan Wihdatul- Ummat, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperoleh kebersamaan dalam merealisir agenda Reformasi.

k. Ikut memberi kontribusi positif bagi pengembangan dan kemajuan peradaban dunia.

l. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas.33

33

Visi, Misi PK-Sejahtera, diakses pada 14 Juni 2008 dari http:// www. PKS-.org/v2/index.php?op =isi&id=110.


(39)

3. Platform PK-Sejahtera

Merenungkan masalah bangsa memerlukan kearifan dan menghendaki disiplin berfikir yang sistematik (system thinking). Tak ada satupun persoalan bangsa yang terlepas kaitannya dari persoalan lain. Hubungan antar perkara itu dapat bersifat positif (membawa perbaikan) bahkan dapat bersifat negatif (memperparah keadaan).

PK Sejahtera yang mendeklarasikan dirinya sebagai partai dakwah, mengambil inisiatif kecil yang berdaya ungkit besar untuk menyelesaikan masalah kebangsaan, antara lain:

a. Pemantapan Ekonomi Makro

Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat demi meningkatkan pertumbuhan, pemerataan, dan kesejahteraan seluruh rakyat, dengan sasaran utama menekan angka kemiskinan dan pengangguran.

b. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Membangun sektor ril yang kuat dan berdaya demi mengangkat derajat hidup rakyat yang terpinggirkan atau berada di bawah garis kemiskinan. Dengan mengembangkan unit usaha mandiri, balai latihan kerja dan pemantapan lembaga keuangan syari’ah.

c. Perjuangan Petani, Buruh, dan Nelayan

Mengembalikan kedudukan petani sebagai aktor pembangunan, mempelajari kondisi buruh domestik dan migran, serta mendorong pembentukan serikat nelayan yang profesional dan budaya.


(40)

d. Pendidikan Nasional

Menjadikan pendidikan sebagai proses pengembangan potensi manusia yang utuh. Merancang sistem pendidikan nasional yang komprehensif dengan biaya murah tapi berkualitas.

e. Perempuan Indonesia dan Pembinaan keluarga

Mewujudkan Perempuan Indonesia yang bertaqwa, cerdas, berbudaya serta membangun keluarga sejahtera, berkualitas dan berdaya di atas nilai-nilai moral.

f. Dakwah dan Pembinaan Ummat Beragama

Menempatkan dakwah sebagai proses penyucian diri manusia selaku hamba Allah.

g. Penegakkan Hukum dan Perlindungan HAM

Melakukan terobosan baru dalam memerangi korupsi dan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.

h. Pembangunan Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

Mengalokasikan anggaran negara yang memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan berkualitas sebagai wujud kesejahteraan social.

i. Politik Nasional dan Politik Luar Negeri

Memastikan konsolidasi demokrasi dengan kehadiran pemimpin nasional yang amanah dan bersih, serta dapat menegaskan kembali sikap bebas dan aktif dalam mengupayakan perdamaian dunia dengan menggalang


(41)

solidaritas dunia demi mendukung bangsa-bangsa yang tertindas dalam merebut kemerdekaannya.

j. Mensinergikan pengembangan IPTEK, industri, seni, budaya, dan pariwisata sebagai faktor penentu karakter warga bangsa yang tangguh.34

E. Strategi Meraih Simpati

Sudah barang tentu pada masa sekarang ini bagi partai politik ketika masa kampanye tiba begitu banyak partai berlomba-lomba untuk meraih simpati dari khalayak/publik.

Sebagaimana di ungkapkan oleh seorang sosiolog terkemuka Erving Goffman. Menurut Goffman, kehidupan social itu dapat dibagi menjadi “ wilayah depan” (front region) dan wilayah belakang (back region). Wilayah depan adalah tempat atau peristiwa sosial yang memungkinkan individu menampilkan peran formal atau bergaya, bak memainkan suatu peran di atas panggung sandiwara.

Sebaliknya wilayah belakang adalah tempat atau peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah depan ibarat “panggung depan” (front stage) yang di tonton khalayak, sedangkan wilayah belakang ibarat “panggung belakang” (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan.

34

DPP PK Sejahtera, Menyelamatkan bangsa: Platform Kebijakan Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Al-I’tishom, 2004), h.58-63


(42)

Menggunakan pandangan Goffman, kebanyakan atribut, milik (busana, mobil, tempat tinggal, rumah yang dihuni, perabotannya), dan perilaku manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk cara berjalan dan berbicara, pekerjaan dan cara menghabiskan waktu luang, untuk memberitahu orang lain siapa kita dan mengendalikan pengaruh yang aakn ditimbulkan busana, penampilan, dan kebiasaan kita terhadap orang lain supaya orang lain memandang kita sebagai orang yang ingin kita tunjukkan.

Contoh-contoh pengelolaan itu kesan itu dapat kita temukan didalam kehidupan sehari-hari. Pegawai bank misalnya, memakai dasi dan parfum agar ia dan kantornya dipandang bonafid oleh (calon) nasabahnya, meskipun gaji sebenarnya tidak seberapa.35

Dari pandangan Goffman di atas dapat disimpulkan bahwa strategi partai politik di dalam meraih simpati publik haruslah terlihat sebagai partai yang bonafit yang mencoba menyampaikan segala kelebihan yang dimiliki partai tersebut. Sehingga partai politik tesebut menjadi partai pilihan rakyat. Entah kelebihan partai politik tersebut apakah memiliki massa yang banyak dan solid, para kader-kadernya yang loyal, serta tidak memiliki potret buram di dalam menjalankan politiknya. Contoh kasus korupsi yang dilakukan oleh para anggota partai.

35

Deddy Mulyana, Nuansa-nuansa Komunikasi Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer,( Bandung, Remaja Rosda Karya, 1999) h. 87-88


(43)

Selain pandangn Goffman di atas adapula sebuah pandangan yang patutu dicermati oleh setiap partai politik di dalam berkampanye kepada publik agar dapat meraih simpatinya. Pandangan ini di ungkapkan oleh J. Michael Sproule pada tahun 1980:

” Ketika masyarakat tersesat mereka tidak lagi percaya dengan sumber yang menipu mereka. Jika mayoritas sumber informasi masyarakat berperilaku tanpa mengindahkan komunikasi yang jujur, maka semua komunikasi akan melemah. Kepercayaan kepada sumber merupakan syarat yang dibutuhkan untuk komunikasi verbal. Selama kepercayaan itu hilang, maka bahasa itu sendiri menjadi runtuh tanpa keinginan untuk mempercayai dari sisi si penerima, bahasa si sumber kehilangan integritasnya dan masyarakat menjadi tepecah dan terasing.36

Misal ada dua buah partai A dan B. Dalam penyampaian visi dan misinya kepada masyarakat partai A mencoba menyampaikan secara jujur tanpa dibarengi dengan sebuah tindakan yang realistis. Bahkan tujuan partai A hanya untuk memperoleh suara dari masyarakat saja. Sedangkan partai B pun mencoba menceritakan visi dan misinya secara jujur serta dibarengi dengan tindakan yang realistis seperti mengangkat isu pendidikan gratis, isu pemberantasan korupsi, dan kegiatan yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial. Maka dapat di mungkinkan partai B akan mendapatkan sebuah simpati yang besar dari masyarakat dibanding dengan partai A yang tujuannya hanya untuk menipu masyarakat dengan cara untuk memperoleh suara yang banyak.

Maka dapatlah diambil kesimpulan dari dua teori di atas bahwa sebuah partai politik kalau ingin berkampanye maka partai politik itu harus mengerahkan

36


(44)

segala kemampuan yang ada serta menyampaikan segala kelebihan-kelebihannya entah itu dari segi keloyalan kadernya atau pun dari segi banyaknya massa.selain itu juga ada hal yang perlu di cermati oleh partai politik di dalam berkampanye yaitu janganlah menjadi partai politik yang hanya mengobral janji-janji politik karena akan timbullah sesuatu yang dinamakan dengan ”ketidak percayaan publik”.

F. Struktur Internal Partai Keadilan Sejahtera Sebagai Penarik Simpati Publik

Sebelum memasuki pembahasan tentang struktur internal PKS ada baiknya kita terlebih dahulu membahas tentang apa itu simpati publik?

Simpati di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “ialah kata yang berarti rasa kasih, rasa setuju, rasa suka, keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah, dll)”.37

Simpati di dalam Kamus politik ialah “keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah dan sebagainya) orang lain, rasa setuju, rasa suka”.38

Publik di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “orang banyak (umum); semua orang yang datang (menonton, mengunjungi, dan lain-lain)”.39

37

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai pustaka, 2005),cet. III h. 1067 38

Marbun S.H., Kamus Politik, h. 497 39


(45)

Publik di dalam Kamus Politik ialah “orang banyak atau umum, semua orang yang datang menonton, mengunjungi atau mendengar pidato politik dalam masa kampanye”.40

Sedangkan menurut Blumer “publik adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan sekaligus sebagai audien dari media”. 41

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa simpati publik ialah suatu kelompok atau komunitas serta orang banyak yang mengunjungi kegiatan atau acara tertentu dikarenakan memiliki perasaan ikut serta (rasa setuju, rasa suka) di dalam kegiatan atau acara tersebut.

Struktur Internal Partai Keadilan Sejahtera Sebagai Penarik Simpati Publik

Tidak hanya penampilan dari luar saja yang dijadikan PKS sebagai partai yang berlabel Islami tetapi dari para pengurus atau kadernya pun tercermin memiliki jiwa-jiwa yang Islami sehingga menjadikan partai ini benar-benar Islami dan menjadi idaman bagi para pemilihnya.

Sebagaimana dilansir oleh media massa bahwa ciri utama dari partai ini adalah mencoba menerapkan jiwa keIslaman yang kaffah. Diantaranya santun, cendikia, muda, dan profesional. Ciri tersebut barangkali tidak terlalu meleset

40

Marbun S.H., Kamus Politik, h. 460 41

Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi massa (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004), h. 5.7


(46)

untuk mengidentifikasi partai para aktivis dakwah kampus ini, setidaknya kalau dilihat dari beberapa tokoh kunci PK (selanjutnya disebut PKS).

Secara keseluruhan, PKS adalah partai yang memiliki pengurus dan anggota bergelar doctor dan master lebih banyak dibandingkan partai lain. Dikalangan dewan pendirinya saja terdapat tidak kurang dari 8 (delapan) orang yang bergelar doctor (S-3), yang rata-rata menamatkan studinya di Universitas luar negeri, Timur Tengah, maupun Barat. Sementara di komposisi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) pada periode pertama pascaa dideklarasikan, terddapat 11 (sebelas) orang doctor (S-3), dan kurang lebih 18 (delapan belas) orang bergelar master (S-2), sisanya rata-rata sarjana (S-1) dari berbagai disiplin ilmu, baik agama maupun umum.

Tidak hanya di jajaran pimpinan pusatnya saja, ditingkat pimpinan wilayahpun komposisi pengurus PKS di dominasi oleh kalangan terpelajar. Yang menjadikan partai tersebut mendapat julukan sebagai partai kaum intelektual.

Jenjang pendidikan yang tinggi dikalangan para pengurus dan aktivisnya ini memang menjadi kekuatan PKS. Meski sesungguhnya kondisi tersebut adalah hal yang wajar, mengingat basis mereka sejak semula memang di kampus dan secara sadar membidik kelompok masyarakat yang ada di kampus(baca: mahasiswa)- yang jumlahnya kurang lebih hanya 2% dari keseluruhan jumlah masyarakat Indonesia- dalam kederisasi mereka sejak awal. Akan tetapi dalam logika dan perilaku politik massa di Indonesia, komposisi pengurus yang di


(47)

dominasi oleh kalangan berpendidikan tinggi seperti ini, tidak lantas membantu memberi andil yang signifikan dalam mengumpulkan suara di pemilihan umum.

Selain memiliki ciri berpendidikan tinggi tersebut, ciri berikutnya adalah muda, santun, dan profesional muda. Dengan mengacu pada rata-rata berusia dibawah 40 tahun. Beberapa diantaranya pada tingkat Pimpinan Pusat- bahkan masih berusia kurang dari 30 tahun. Sementara kesantunan adalah refleksi dari komitmen para pengurusnya terhadap moralitas (akhlaq) yang mereka tanamkan sejak lama, dalam kelompok-kelompok pengajian (halaqoh) mereka. Sedangkan profesional adalah produk dari pergumulan aktivitas mereka di tempat-tempat lain-khususnya di kampus- sebelum mereka mendirikan partai politik. Kesantunan dan profesionalisme kemudian menjadi bagian dari karakteristik dasar PK-Sejahtera yang tidak bisa dipisahkan dari jati diri partai ini.42

42


(48)

48

Strategi secara bahasa adalah 1. cetak biru, desain, planing, program, rencana, skema; 2. garis haluan, kebijakan, khittah, pendekatan, politik, prosedur.1

Sedangkan di dalam Kamus Kata-kata Serapan Asing berarti: 1. Ilmu siasat perang; 2. siasat, akal, tipu muslihat yang digunakan untuk mencapai suatu maksud.2

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia strategi adalah 1. siasat perang; 2. ilmu siasat perang; 3. tempat yang baik menurut siasat perang; 4.rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.3

Sedangkan menurut istilah strategi adalah perencanaan (planing) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai suatu tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, tetapi harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.4

1

Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006) h. 613

2

J.S Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia,(Jakarta: Kompas, 2003) h. 333

3

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Depdikbud, 1988) h. 859 4


(49)

A. Persiapan Menjelang Pemilu 1999

Kehadiran PK (sekarang menjadi PKS) dalam kancah politik di Indonesia adalah sebuah fenomena yang mencengangkan. Kehadirannya disebut-sebut seperti banyak yang tahu latar belakang dan tokoh-tokoh partai yang didirikan oleh anak-anak muda ini. Republika menggambarkan tidak ada penelitian siapa anggota atau pengurus PK Tetapi diperkirakan para aktivis muda inilah yang kini hampir mendominasi semua cabang PK. Nyatanya logo dan atribut partai itu ditempel di mobil-mobil hingga pintu rumah mereka.

Dukungan terhadap partai ini, sebagaimana diuraikan di atas adalah dari kalangan muda aktivis Islam kampus. Akan tetapi tidak dari itu saja, PK juga mengumpulkan dukungan dari basis massanya yang ada di tubuh Muhammadiyah, NU, PERSIS, pesantren-pesantren, kalangan profesional, dan sebagainya. Yang lebih penting lagi PK telah melakukan konsolidasi dengan semua kader-kadernya yang berada di berbagai lapisan masyarakat dan berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.

Pada saat pendiriannya, PK mengklaim telah menjaring kader di 21 perwakilan di 21 Provinsi dan 200 cabang ditingkat II. PK juga mengklaim punya kader aktif yang dapat diandalkan secara riil mencapai 200 ribu orang dalam tempo beberapa bulan sudah terbentuk 25 dewan pengurus wilayah (DPW) ditingkat Provinsi selanjutnya di tingkat II sudah berdiri 200 DPD (Dewan Pimpinan Daerah), dan 400 DPC (Dewan Pimpinan Cabang) di tingkat


(50)

kecamatan. Khusus DKI Jakarta di setiap kecamatan yang ada sudah ada pengurusnya.

Dengan jaringan semacam itu sebelum Pemilu, PK menargetkan 10 persen suara di dalam Pemilu 1999 dengan asumsi bahwa sebagai partai kader, jika PK berhasil merekrut 200 ribu kader, lalu dengan sistem pengajian sel sebagaimana yang pernah merreka kembangkan di Kampus-kampus setiap kader berhasil mengajak 10-20 orang berarti ada jutaan suara telah diraih. Dalam kondisi demikian, PK justru kurang mengandalkan kampanye untuk mendulang suara.

Dalam menghadapi masa kampanye pemilihan umum 1999. PK telah menyiapkan beberapa strategi di antaranya:

1. Pembekalan dan pelatihan juru kampanye agar bisa menerjemahkan visi dan program secara jelas. Pelatihan tersebut diadakan di tingkat pusat maupun daerah.

2. Selain melalui kaderisasi seperti pembinaan keagamaan dalam pengajian (Usroh5 atau Tarbiyah) sejak jauh-jauh hari PK juga membidik secara khusus kaum muda terpelajar, PK membuat strategi khusus dengan mendekatkan diri kepada- khususnya- kalangan terpelajar dan mahasiswa. Dalam konteks ini PK misalnya mengadakan try out UMPTN untuk pelajar SLTA.

5

Usrah dalam pandangan Ikhwan al-Muslimun, Mesir yang artinya “perisai perlindungan yang kokoh bagi setiap anggotanya”. Ia juga bisa di artikan sebagai “keluarga dan kerabat”. Usrah juga bisa di artikan sebagai ‘kumpulan orang-orang yang terikat oleh kepentingan yang sama” yakni bekerja, men-tarbiyah (mendidik) dan mempersiapkan untuk Islam.


(51)

3. PK juga membuka dan mengaktifkan cabang di luar negeri. Perwakilan PK di luar negeri itu umumnya adalah mahasiswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa belajar di luar negeri. Jaringan tersebut dibangun dari mahasiswa-mahasiswa di Indonesia berprestasi yang dikirim belajar ke luar negeri.6

B. Sosialisasi Partai Pada Publik

Partai Keadilan (PK) merupakan partai yang baru saja dideklarasikan pada Pemilu 1999, PK tercatat sebagai partai yang diperbolehkan turut serta dalam pemilu, keikut sertaan PK dalam proses demokratisasi ternyata menyumbangkan sebuah kultur baru dalam hal berkampanye, namun dengan semangat juang para kadernya dalam pemilu 1999 PK meraih suara yang cukup signifikan dibanding dengan partai-partai baru lainnya. Ada banyak cara yang dilakukan partai ini untuk mengampanyekannya kepada publik di antaranya dengan cara mencitrakan PK ini sebagai partai yang massif, tertib, dan aman. Untuk mencapai citra tersebut PK membuat fatwa7 yang dituangkan dalam bentuk kebijakan partai. Oleh karena itu kebijakan ini lebih dikenal sebagai etika kampanye, yaitu :

1. Ikhlas dan membebaskan diri dari motivasi rendah.

2. Menampilkan partai dan menyampaikan program-programnya dengan cara yang sebaik-baiknya (ihsan)

6

Ali Said Damanik, Fenomena PartaiKeadilan Transformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia,(Jakarta: Teraju, 2003) h. 265-266

7

Karena kebijakan ini dibuat oleh dewan Syari’ah yang mengandung arti, kebijakan ini bukan kebijakan politik praktis semata, akan tetapi mempunyai bobot setaraf dengan fatwa.


(52)

3. Tidak memaksa

4. Tidak jatuh pada dusta/ bohong

5. Tidak mengucapkan janji secara berlebihan 6. Tidak jatuh pada Ghibah, caci maki dan cemooh 7. Tetap menjaga Ukhuwah Islamiyah

8. Tidak memuji-muji diri sendiri 9. Memberi kemaslahatan bagi bangsa

10.Dilakukan secara tertib dan tidak mengganggu pihak lain 11.Selalu ingat akan kewajiban utama, dan

12.Memberi keteladanan yang baik (uswah hasanah).8

Massif, dalam artian Parai Keadilan yang didukung masyarakat terdidik perkotaan ketika musim kampanye khususnya di kota-kota besar jumlah peserta kampanye tidak dalam jumlah ratusan, ribuan tapi puluhan ribu khususnya di Jakarta. Yang menarik untuk dicermati adalah peserta kampanye ini bukan Floating mass atau massa yang hanya ikut-ikutan, tetapi massa yang konkret.

Tertib, sebagai masyarakat terpelajar para pendukung PK dalam aksi kampanye sangat terlihat dengan jelas yaitu sangat tertib. Kumpulan massa partai keadilan dalam sebuah kampanye selalu terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian perempuan dan laki-laki. Terkadang barisan depan kalangan pria dan barisan belakang kaum wanita atau sebelah kiri kalangan laki-laki dan sebelah kanannya

8 Sikap Kami, Kumpulan Seruan, Pernyataan Politik, Bayanat dan Pidato Politik dewan


(53)

kalangan wanita di antara keduanya jarang terjadi percampuran (ikhtilath). Kendaraan yang dipakai pun sangat tertib misalnya kendaraan umum yang dipakai pun tidak sampai memenuhi kapasitas angkutan umum tersebut apalagi sampai naik di atas bus tersebut, tapi cukup memenuhi bagian dalam saja. Demikian juga dengan kendaraan bermotor, tidak menimbulkan suara bising yang memekakan telinga, karena knalpotnya dicopot.

Aman, kondisi aman yang tercipta saat kampanye para pendukung partai keadilan merupakan konsekuensi dari ketertiban yang dikelola. Sepanjang kampanye PK tidak ada jatuh korban kecelakaan dalam berkendaraan atau akibat bentrokan dengan pihak lain. Jaminan amannya kampanye PK dapat dilihat dari peserta yang dihadiri anak-anak, bahkan balita dalam kampanye tersebut. 9

C. Kampus Sebagai Basis Kekuatan Politik

Pertumbuhan aktivitas dakwah kampus sepanjang tahun 1990-an ini digambarkan oleh salah seorang aktivisnya di UGM (Universitas Gajah Mada) luar biasa. Keberhasilan yang diraihnya tidak pernah dibayangkan sebelumnya, bahkan oleh orang-orang yang pertama merintisnya. Tumbuhnya kultur-kultur ke-islaman di kampus-kampus adalah salah satu buah yang saat sekarang marak dimana-mana. Misalnya dalam pemakaian busana muslimah (jilbab), hal serupa pun terjadi di universitas. Seperti diungkapkan salah seorang aktivis SALAM UI

9

Aay Muhammad Furqon., Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Kontemporer, (Jakarta: Teraju, 2004) h.161-163


(54)

(Nuansa Islam Kampus Universitas Indonesia)- institusi formal ditingkat universitas yang menjadi payung lembaga-lembaga dakwah kampus se- UI.10

Meski awalnya tumbuh secara cultural lama kelamaan aktivis dakwah ini mulai memperlihatkan pengaruhnya yang lebih luas. Dengan ukuran-ukuran simbolik, eskalasi pertumbuhannya terjadi secara cepat. Secara statistik menurut salah seorang aktivis dakwah kampus di UI pada penghujung tahun 90-an, ada 10% dari 2000-an mahasiswa UI yang terlibat aktif dalam dakwah, baik secara struktural maupun pendekatan pribadi. Itu artinya sudah ada 2000 orang mahasiswa yang “terlibat” dalam aktivitas dakwah kampus.2000 orang ini yang dikategorikan sebagai “aktivis”.11

Demikian pula yang terjadi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sudah menjadi hal yang biasa, kalau dalam setiap pemilihan ketua-ketua resmi lembaga kemahasiswaan di sana selalu dimenangkan oleh para aktivis dakwah kampus. Apalagi, dalam kasus IPB, pengaruh dakwah kampus itu sudah terlembagakan dalam institusi mentoring keagamaan yang masuk dalam kurikulum pelajaran agama Islam yang berbobot 2 SKS. Fenomena serupa terjadi hampir di seluruh kampus perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Saat ini bisa dikatakan, tidak ada kekuatan politik mahasiswa yang lebih besar dari apa yang dimiliki oleh jaringan aktivis dakwah kampus. Kekuatan tersebut disadari dengan baik oleh penggiatnya. Dan dengan kesadaran itu, lalu dibuatlah jaringan yang tertata rapi

10

Damanik, Fenomena partai Keadilan Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah:h. 178 11Ibid.,


(55)

di kemudian hari, yang membuat kekuatan politik mereka semakin menonjol, khususnya dalam momentum gerakan Reformasi 1998 lalu, melalui apa yang kemudian dikenal sebagai KAMMI.12

Kelahiran KAMMI ini pada awalnya dibidani dari Forum Silaturrhmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) se-Indonesia ke-10, yang diadakan di Universitas Muhammadiyah Malang, pada tanggal 25-29 Maret 1998. Acara tahunan para aktivis dakwah kampus seluruh Indonesia itu dihadiri oleh kurang lebih 64 perwakilan kampus di seluruh Indonesia dengan 200 orang peserta. Mereka datang dari berbagai kampus di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Forum Silaturrahmi Lembaga dakwah Kampus (FS-LDK) itu sendiri adalah kegiatan rutin tahunan yang kerap diselenggarakan sebagai ajang silaturrahmi diantara berbagai komponen lembaga dakwah kampus di seluruh Indonesia. Akan tetapi ajang silaturrahmi pada FS-LDK X di Malang itu menjadi lain, karena beberapa alasan. Pertama, keprihatinan mendalam terhadap krisis nasional yang melanda Indonesia dan didorong oleh tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat, serta I’tikad baik untuk berperan aktif dalam proses perubahan kearah yang lebih baik. Kedua lahirnya kesepakatan dalam sidang-sidang pada FS-LDK itu untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi antar kampus, khususnya LDK, guna membangun kekuatan yang dapat berfungsi sebagai peace power untuk melakukan tekanan moral terhadap pemerintah. Kemudian pada rapat pleno FS-LDK X nasional juga disepakati terbentuknya

12Ibid., h. 182


(1)

a. Ketika PKS menjalankan misinya yaitu yang bertujuan untuk kemaslahatan bersama.

b. Menampilkan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan masyarakat seperti kegiatan bakti sosial dan lain-lain.

c. Menjalankan kegiatan-kegiatan pemenangan pemilu atau yang disebut dengan “logika pemenangan pemilu” diantaranya:

1) Logika agama;

2) Logika suku dan kedaerahan; 3) Logika ketokohan;

4) Logika jaringan;

5) Logika ekspos dan isu media; 6) Logika pragmatisme;

7) Logika perubahan historis; 8) Logika kampanye;

4. Adanya keterkaitan antara simpati publik dengan menangnya sebuah partai dalam pemilu. Selain peran dari simpati publik, peran media massa dan media elektronik pun ikut pula mendukung untuk menangnya sebuah partai.

B. Saran

Pada kesempatan kali ini penulis menampilkan beberapa saran yang menurut penulis sendiri cukup relevan untuk memberikan wawasan dan pengembangan selanjutnya, diantaranya:


(2)

dikembangkan lebih jauh lagi dari program-program dan aktivitas yang telah dilaksanakan sehingga kontribusinya benar-benar dapat dinikmati tidak hanya sebagai partisipasi umat dalam bidang politik, tetapi bisa juga menjadi problem solving terhadap persoalan/ problematika yang dihadapi umat seperti pembelaan terhadap kaum dhu’afa, menentang bahkan menghapuskan kebijaksanaan yang bisa mendiskreditkan umat serta mengupayakan kemudahan-kemudahan birokrasi serta segala hal yang akan membawa kepada kemaslahatan umat.

2. Mengembangkan budaya politik yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dengan fatson politiknya, kesatuan dalam berpolitik dan menghindari konflik-konflik yang bisa menimbulkan perpecahan dan pengkotak-kotakan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

3. PKS harus tetap menjaga eksistensinya sehingga layak untuk dijadikan contoh yang baik bagi parpol yang lainnya.

4. “Ingatlah” ketika sebuah partai politik itu nantinya menjadi parpol yang berkuasa maak janganlah “ takabbur” karena itu akan menhancurkan semuanya yang ada di dalam diri partai itu sendiri.

Akhirnya semua kembali kepada apa yang telah di usahakan demi tegaknya nilai-nilai Islam tanpa mengurangi esensi yang terkandung dalam ajaran Islam sehingga nilai-nilai Islam menjadi ajaran yang selalu dilaksanakan dalam setiap aspek kehidupan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amin,Ahmad, Ilmu akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Al-Ghazali,Muhammad Ihya ‘Ulum Al-Din, jilid III. Beirut: Dar-Al-Fikr.1980

Ahmad Jad Maula Bey,Muhammad, Al-Khuluq ul Kamil. Mesir: Mathba’ah Hijazi, 1932.

Ahmad,Sofwan, “Konsep Dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia dan Partai Islam se-Malaysia (PAS) di Malaysian” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2004. Ahmad, Zainal Abidin, Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam Al Ghazali.

Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Alynurdin, Suhud, Lokomotif Reformasi Bernama Partai Keadilan, Saksi,V,14. April, 2003.

Badudu,J.S, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Kompas, 2003

Burhanuddin, Nandang, Penegakkan Syariat Islam menurut PK. Jakarta: Al-Jannah, Pustaka, 2004.

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia pustaka Utama, 2003.

Damanik, Ali Said, Fenomena Partai Keadilan Tranformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Jakarta: Teraju, 2002.

DPP PK, Jati Diri Partai Keadilan. Jakarta: PT Dian Fanny Tama, tanpa tahun DPP Partai Keadilan, Bayan Partai Keadilan. Jakarta: DPP Partai Keadilan, 1999. DPP PK Sejahtera, Menyelamatkan Bangsa: Platform Kebijakan Partai Keadilan

Sejahtera. Jakarta: Al-I’tishom, 2004.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud, 1988 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai pustaka, 2005


(4)

2006.

Effendi, Bahtiar, Islam dan Negara. Jakarta: Paramadina, 1998.

Endarmoko, Eko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006) h. 613

Fatwa, A.M., Satu Islam Multi Partai. Bandung: Mizan, 2000.

Gerungan,W.A., Psikologi Sosial. Bandung: PT.Refika Aditama, 2004

Ismail, Nur Mahmudi, “Jati diri Partai Keadilan”, dalam Memilih Partai Islam: Visi, Misi, dan Persepsi, Sahar. L. Hasan ., dkk. Jakarta: Gema Insani Press,2000.

Kamaruddin, Ada Apa Dengan Partai Keadilan Sejahtera. Jakarta: Pustaka Nauka, 2004.

Karim, M.Rusli, Perjalanan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: C.V.Rajawali, 1983. L. Johannesen,Richard, Etika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996 Marbun, B.N., Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Muhammad Furqon, Aay, Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Kontemporer. Jakarta: Teraju, 2004.

Mansur, Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004.

Munawwir, K.H. A.Warson, Kamus Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Mulyana,Deddy, Nuansa-nuansa Komunikasi Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung, Remaja Rosda Karya, 1999.

Ridho, Abu, dkk. Politik Da’wah Partai Keadilan. Jakarta: DPP PK, 2000.

Sekretariat DPP Partai Keadilan, Sekilas Partai Keadilan. Jakarta: Sekretariat DPP Partai Keadilan, 1998.


(5)

Tebba, Sudirman, Islam Menuju Era Reformasi. Yogyakrta: Tiara Wacana, 2001. Tim LKIS, Tujuh Mesin Pendulang Suara.Yogyakarta: LKIS,1999.

‘Ula, H. Mutammimul, Risalah Perjuangan Dakwah Parlemen. Jakarta: Solo, PT. Era Adi Citra Intermedia,2004.

Uchjana Efendy,Onong, Dinamika Komunikasi,(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992) h.29

.

Waluyo,Sapto, Kebangkitan Politik Dakwah Konsep dan Praktik Politik Partai Keadilan Sejahtera.Bandung: Harakatuna Publishing, 2005.

Diakses 14 Juni 2008 dari http;// www. PK-Sejahtera.org/v2/index.php?op=isi& id=110

Diakses pada 14 Juni 2008 dari http://www.PKSejahtera.org/2006/main.php?op= isi&id=111

“Kebijakan dasar PK-Sejahtera”. diakses pada 16 Juni 2008 dari http://www.PK-Sejahtera. Sulsel. Or.id /08/kebijakan dasar PK-http://www.PK-Sejahtera.html.

“Sejarah PK-Sejahtera” diakses pada 14 Juni 2008 http// www. PK-sejahtera.org 2006/main.php?op=isi&id=111.

“Visi,Misi PK-sejahtera”. Di akses pada 14 Juni 2008 dari http://www.PK-Sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110

Far Eastern Economic Review, 28 Januari 1999. Media Indonesia, 8 Mei 2003.

Republika, 25 Februari 2003. . Suara Indonesia, 21 September 1998

Tabloid Megapos, Th. 1 No.4 Edisi 13-19 Agustus 1998 SAKSI, No. 8 Tahun VI 18 Februari, 2004.


(6)