PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING FREEPORT

PENYELIDIKAN POTENSI BAHAN GALIAN PADA TAILING
PT FREEPORT INDONESIA
DI KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA
Mangara P. Pohan1
1

Kelompok Program Peneliti Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi
ABSTRAK

Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang, kehadirannya dalam dunia
pertambangan tidak bisa dihindari, dan sudah dianggap tidak berpotensi lagi untuk di manfaatkan. Akan
tetapi dengan kemanjuan teknologi saat ini, kemungkinan dari tailing tersebut masih dapat diperoleh
bahan-bahan atau mineral yang dapat dimanfaatkan
Daerah penyelidikan termasuk dalam wilayah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia, dikenal dengan Mod
ADA ( Modified Ajkwa Deposition Area), secara geografis terletak pada 136o 55’ - 136o 58’ Bujur Timur
dan 4º32’ – 4o40’ Lintang Selatan, dan secara administrasi termasuk Distrik Mimika Baru, Kota Timika,
Provinsi Papua. Penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan tailing hasil pengolahan PT
Freeport Indonesia masih mengandung bahan-bahan atau mineral yang dapat dimanfaatkan,
Pemercontohan tailing dilakukan dengan menggunakan bor Bangka 4” pada 13 lokasi secara acak (scout
drill), dan pendulangan pada 3 lokasi, dengan jumlah contoh, 63 contoh pasir, 66 contoh konsentrat
dulang. Analisis contoh dilakukan secara kimia dan fisika.

Hasil analisis terhadap 63 contoh pasir tailing PT Freepot Indonesia memperlihatkan kandungan kadar Cu
0,16 % - 0,25 %, Pb 65 ppm - 103 ppm, Zn 0.015 – 0.05 %, Fe 6,14 % - 8,88 %, As 2 ppm – 28 ppm, Ag
2,00 ppm - 3,66 ppm, Sb < 2ppm – 5 ppm, Au 22 ppb - 355 ppb, dan Hg 0.2ppb – 57 ppb. Hasil analisis
major elemen, memperlihatkan tingginya kadar rata-rata beberapa elemen terutama SiO2, Al2O3, dan
Fe2O3. Kandungani mineral magnetit bervariasi baik secara horizontal maupun vertikal, dengan nilai
tertinggi 84,97 % dan nilai terendah terendah < 16 %. Hasil analisis cemaran radiasi terhadap 2 (dua)
conto terpilih pada tailing PT.Freeport menunjukkan kadar dibawah batas deteksi pada unsur Uranium
(238U).
Evaluasi sumberdaya, diperoleh sumber daya hipotetik Cu 993.798 ton, Zn 140.660,64 ton, Au
12.4861.800 gr (± 12.4 ton), dan sumber daya hipotetik magnetit 1.659.120.000 kg (1.659.120 ton).

PENDAHULUAN
Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan tambang, dan kehadirannya dalam
dunia pertambangan tidak bisa dihindari. Sebagai
limbah sisa pengolahan batu-batuan, tailing
umumnya masih mengandung mineral-mineral
berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut
tidak bisa dihindari, dikarenakan pengolahan bijih
untuk memperoleh mineral yang dapat dimanfaatkan

pada industri pertambangan tidak akan mencapai
perolehan (recovery) 100%.
Hal ini dapat
disebabkan oleh kekerasan batuan dan bijih yang
menyebabkan hasil giling cenderung lebih kasar, dan
mengakibatkan perolehan (recovery)
menurun
disertai semakin rendahnya kandungan mineral
didalam konsentrat.
Kehalusan ukuran butiran
mineral juga dapat menyebabkan sulitnya tercapai
liberasi (liberation).

Semenjak PT Freeport Indonesia melakukan
penambangan, sampai saat ini jutaan ton
tailing hasil pengolahaan telah dibuang, dari
7.275 ton/hari di tahun 1973, meningkat
menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988 dan
saat ini menjadi 223.100 ton/hari
(www.weamaster@jatam.org)

Untuk mengetahui kemungkinan tailing
hasil pengolahan PT Freeport Indonesia
masih mengandung
bahan-bahan atau
mineral
yang
dapat
dimanfaatkan,
Kelompok Program Penelitian Konservasi
telah melakukan pemercontohan dengan
menggunakan bor Bangka 4”, dengan tujuan
pemanfaatan bahan galian secara maksimal
sesuai dengan azas konservasi.

MAKSUD DAN TUJUAN

khusus dibuat oleh PT Freeport Indonesia di
atas tanggul barat dan tanggul timur.

Maksud kegiatan adalah untuk memperoleh data

mengenai kandungan bahan galian atau mineral pada
tailing PT Freeport Indonesia, dan sebagai
pembanding hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh PT Freeport Indonesia (PT Freeport Indonesia,
Presentasi Tailing Bukan Limbah)
Tujuannya untuk melakukan penerapan azas
konservasi sumberdaya bahan galian,
dan
memberikan informasi mineral dan bahan galian
yang mungkin masih dapat dimanfaatkan dari tailing
secara ekonomis.
LOKASI, DAN KESAMPAIAN DAERAH
Lokasi kegiatan termasuk wilayah Kontrak Karya
PT Freeport Indonesia, dikenal dengan Mod ADA (
Modified Ajkwa Deposition Area), dibatasi oleh
West Levee (tanggul barat) dan East Levee (tanggul
timur). Secara geografis lokasi kegiatan terletak
pada 136o 55’ - 136o 58’ Bujur Timur dan 4º 32’ –
4o40’ Lintang Selatan (gambar 1, dan 2), dan secara
administrasi termasuk Distrik Mimika Baru, Kota

Timika, Provinsi Papua.

Gambar 1. Wilayah Kontrak Karya Blok A dan
daerah pembuangan tailing PT Freeport Indonesia
Daerah kegiatan dapat dicapai dengan kendaraan
roda empat dari Kota Timika, melalui jalan yang

Gambar 2. Lokasi pembuangan tailing PT
Freeport Indonesia
(sumber PT Freeport Indonesia)

GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN
1. Geologi Regional
Morfologi Kabupaten Mimika dapat dibagi
menjadi 6 satuan morfologi, yaitu :
morfologi dataran pantai, morfologi rawa
bakau estuarium, morfologi dataran rendah
rawa, morfologi dataran kipas aluvial,
morfologi kipas aluvial, dan morfologi
pegunungan (Pusdatin KAPET Biak, 2008).

Pembuangan tailing PT Freeport Indonesia
secara morfologi melalui satuan-satuan
morfologi tersebut, dan dialirkan melalui
aliran Sungai Otomano yang termasuk DAS
Ajkwa.
Secara geologi daerah pengendapan tailing
pada dataran Kabupaten Mimika didasari
oleh fanglomerat, aluvium, dan Rawa Bakau
estuarin berumur Kuarter (Rusmana, E.,
dkk, 1995), endapan ini tersebar dari
pegunungan sampai ke daerah pantai.
Komposisi material tailing umumnya
dibentuk oleh batuan metamorf, batuan
beku, dan pasir kuarsa, dengan kandungan
mineral yang dapat diamati secara
megaskopis diantaranya mineral hitam dan
pirit. Selain mineral tersebut kemungkinan
tailing masih mengandung mineral lainnya,

yang secara langsung tergantung pada komposisi

bijih yang diolah.
2. Pertambangan
Kegiatan penambangan PT Freeport Indonesia
dimulai tahun 1972, dilakukan pada bijih Ertsberg
tipe Skarn Cu–Au, cadangan 33 juta ton, kadar Cu
2,27 % , Au 0,47 g/t dengan tambang terbuka, dan
ditutup tahun 1988. Saat ini produksi penambangan
dilakukan pada Tambang Terbuka Grasberg (foto 1)
dan tambang dalam Deep Ore Zone. Bijih Grasberg
merupakan tipe Porfiri Cu–Au, cadangan bijih 638
juta ton metrik, dan kadar Cu 1,09 %, Au 1,21 g/t;
Ag 2.56 g/t, dan bijih Deep Ore Zone tipe Skarn Cu–
Au, cadangan bijih 163 juta ton metrik serta kadar
Cu 0.87 % ; Au 0,60 g/t serta Ag 4.91 g/t (PT
Freeport Indonesia, 2006)

terjadi sesudah itu, dikarenakan karakter
bijih setiap lokasi akan berbeda, dan dapat
menyebabkan kandungan mineral pada
tailing akan bervariasi.

3. Tailing
Pembuangan tailing pada awalnya dilakukan
pada aliran S. Ajkwa, dan dapat dikatakan
era Tambang Ertsberg. Daerah ini telah
direhabilitasi, dan pembuangan tailing saat
ini dialihkan ke aliran S. Otomano, dan
pengendapannya dilakukan pada sisi timur
aliran S. Ajkwa. Diperkirakan daerah
pengendapan tailing telah mencapai luas
230 km² (foto 2).

Foto 2. Hamparan tailing
(foto : MP Pohan, 2007)
Foto 1. Tambang Grasberg (foto : MP.Pohan, 2007)

METODOLOGI
PT Freeport Indonesia melakukan pengolahan bijih
melalui 4 tahapan utama (Kuswandani RA, dkk,
1995) yaitu :






Proses crusing atau peremukan;
Proses grinding (penggilingan);
Proses pemisahan;
Proses paska pemisahan.

Semenjak dilakukannya produksi I tahun 1972,
pernah terjadi perubahan dalam aktivitas konsentrat
tembaga, hasil penggilingan cenderung lebih kasar
dan mengakibatkan perolehan (recovery) menurun
disertai semakin rendahnya kandungan logam
tembaga didalam konsentrat. Hal ini diakibatkan
adanya beberapa perubahan pada bahan baku antara
lain kekerasan bijih, kandungan logam tembaga serta
ukuran butir mineral (Kamarijanto, 1994).
Kemungkinan saja kejadian di atas tersebut dapat


Metode penyelidikan meliputi :
1. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan dan evaluasi data sekunder
diperoleh dari berbagai sumber, khususnya
hasil laporan atau penelitian mengenai
tailing PT. Freeport Indonesia, meliputi;
mineral ikutan yang terdapat pada bijih, cara
pengolahan, produksi, tailing yang dibuang
dan penanganannya.
2. Pengumpulan
Data
Primer
dan
Pemercontoan
Kegiatan
dilakukan
pada
daerah
pembuangan tailing PT. Freeport Indonesia.
a. Pemercontoan

dilakukan
dengan
menggunakan bor Bangka 4” pada
pembuangan endapan tailing aktif di 13
lokasi; ( foto 3 dan gambar 3);

Foto 3. Kegiatan Pemboran Bangka
(foto : MP Pohan, 2007)

c. Pemercontoh dilakukan pada setiap
kedalaman 1 m, dan volume contoh
dihitung dengan menggunakan takaran
bersekala;
d. Contoh yang diperoleh sebanyak 63
contoh pasir, 63 contoh konsentrat
dulang ;
e. Dua (2) contoh khusus diambil pada
beberapa titik bor dengan kedalaman
tertentu sebanyak 1,5 liter;
f. Pemercontoh juga dilakukan pada
permukaan tailing di 3 lokasi, dimana
pemboran tidak mungkin dilakukan
karena tebalnya lapisan kerakal dan
kerikil. Pengambilan contoh dilakukan
dengan menggunakan skop, volumenya
diukur, dan kemudian di dulang.
3. Analisis contoh
Analisis contoh dilakukan dengan cara :
a. analisis kimia (AAS ) untuk mengetahui
kandungan unsur Cu, Pb, Zn, As, Au,
Ag, Fe, Hg, Sb dalam tailing, sebanyak
63 contoh;
b. analisis major elemen, sebanyak 63
contoh;
c. mineral butir untuk mengetahui mineral
berat yang terkandung dalam tailing,
sebanyak 66 contoh;
d. analisis untuk mengetahui kandungan
uranium, sebanyak 3 contoh.
HASIL ANALISIS CONTOH

Gambar 3. Lokasi Pemboran di daerah pembuangan
tailing PT.Freeport Indonesia (sumber : PT Freeport
Indonesia, di edit oleh Sutrisno, MSc)
b. Pola pemboran dilakukan secara acak (scout
drill), beberapa titik bor ditentukan berdasarkan
pada anomali magnet tinggi hasil penyelidikan
PT Freeport Indonesia. Pemboran hanya dapat
dilakukan pada daerah hilir, dimana ke arah
hulu bor tidak dapat menembus lebih dalam
dikarenakan ukuran material yang semakin
membesar;

1. Analisis kimia
Analisis kimia dilakukan, karena
material tailing yang merupakan hasil proses
penggilingan batuan diperkirakan tidak
terhancurkan secara baik dan masih
mengandung mineral sehingga diperlakukan
seperti bijih. Analisis contoh bor dilakukan
pada setiap interval 1 m, dan harga rata-rata
unsur pada setiap lobag bor :
ƒ TF 1, kadar rata-rata Cu 0,24 %, Pb
99,57 ppm, Zn 0.02 %, Fe 8,26 %, Ag 3
ppm, As 18,57 ppm, Sb 2,57 ppm, Au
325 ppb, Hg 0,25 ppb;
ƒ TF 2, kadar Cu 0,17 %, Pb 85,75 ppm,
Zn 0,03 %, Fe 7,95 %, Ag 2,62 ppm, As
15,37 ppm, Sb 1,9 ppm, Au 215 ppb, Hg
16,18 ppb;
ƒ TF 3, kadar Cu 0,25 %, Pb 0,5 ppm, Zn
0,03 %, Fe 8,72 %, Ag 3 ppm, As 10,5

ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ

ppm, Sb 2,25 ppm, Au 319 ppb, Hg 10,95 ppb;
TF 4, kadar Cu 0,17 %, Pb 103 ppm, Zn 0,03 %,
Fe 7,41 %, Ag 2,5 ppm, As 23,25 ppm, Sb 2
ppm, Au 151 ppb, Hg 15,75 ppb;
TF 5, kadar Cu 0,18 %, Pb 80,8 ppm, Zn 0,03
%, Fe 6,41 %, Ag 2,75 ppm, As 8,6 ppm, Sb 3,5
ppm, Au 303 ppb, Hg 6,98 ppb;
TF 6, kadar Cu 0,17 %, Pb 89,4 ppm, Zn 0,03
%, Fe 8,07 %, Ag 2 ppm, As 11,2 ppm, Sb 2
ppm, Au 226 ppb, Hg 2,72 ppb;
TF 7, kadar Cu 0,19 %, Pb 93,25 ppm, Zn 0,03
%, Fe 7,86 %, Ag 2 ppm, As 14,5 ppm, Sb 2,25
ppm, Au 214 ppb, Hg 11,07 ppb;
TF 8, kadar Cu 0,21 %, Pb 96,75 ppm, Zn 0,04
%, Fe 8,8 %, Ag 2,5 ppm, As 11 ppm, Sb 2,5
ppm, Au 219 ppb, Hg 15 ppb;
TF 9, kadar Cu 0,21 %, Pb 94,66 ppm, Zn 0,03
%, Fe 8,46 %, Ag 3,66 ppm, As 15,33 ppm, Sb 3
ppm, Au 270 ppb, Hg 6,37 ppb;
TF 10, kadar Cu 0,21 %, Pb 90,33 ppm, Zn 0,03
%, Fe 7,27 %, Ag 2,16 ppm, As 10,17 ppm, Sb
2,17 ppm, Au 182 ppb, Hg 9,7 ppb;
TF 11, kadar Cu 0,19 %, Pb 82,5 ppm, Zn 0,03
%, Fe 7,04 %, Ag 2 ppm, As 13 ppm, Sb 2 ppm,
Au 194 ppb, Hg 8,12 ppb;
TF 12, kadar Cu 0.16 %, Pb 65 ppm, Zn 0.02
%, Fe 6.14 %, Ag 2 ppm, As 20 ppm, Sb 2 pm,
Au 22 ppb, Hg 40 ppb;
TF 13, kadar Cu 0,19 %, Pb 84,33 ppm, Zn 0,03
%, Fe 7,17 %, Ag 2 ppm, As 7 ppm, Sb 2 ppm,
Au 355 ppb, Hg 26,67 ppb.

Hasil analisis major elemen, menunjukan SiO2
merupakan elemen dengan kadar tertinggi pada
setiap lapisan lobang bor, dengan nilai umumnya >
57 % diikuti oleh elemen Al2O3 > 8 %, dan Fe2O3 > 8
%. Kadar rata-rata elemen setiap lobang bor
menunjukan, kadar SiO2 > 58%, Al2O3 > 7.92 %,
dan Fe2O3 > 7.12 %.
Hasil analisis mineral butir pada 63 (enam puluh
tiga) conto konsentrat dulang setiap lapisan hasil
pemboran, magnetit merupakan mineral dominan
dengan kandungan 7.90-84.96 %, kemudian pirit
2.22-54.13 %, dan kuarsa 0.41-82.08 %. Dari 3
(tiga) conto konsentrat dulang permukaan, kadar
magnaetit 73.81 %, 70.87 %, dan 60.64 %.
Kekayaan setiap lobang bor untuk mineral magnetit :
TF1 9,6 kg/m³, TF2 10,8 kg/m³, TF3 10,32 kg/m³,
TF4 4,8 kg/m³, TF5 4,53 kg/m³, TF6 10,1 kg/m³,
TF7 6,22 kg/m³, TF8 17,20 kg/m³, TF9 10,85 kg/m³,
TF10 6,28 kg/m³, TF11 6,6 kg/m³, TF12 5,78 kg/m³,
TF13 12,98 kg/m³.

Hasil analisis cemaran radiasi terhadap 2
(dua) contoh terpilih pada tailing
PT.Freeport menunjukkan kadar dibawah
batas deteksi pada unsur Uranium (238U),
tabel 1.
Untuk mengetahui “specific gravity” tailing
dilakukan analisis terhadap 5 contoh tailing
yang diambil dari 5 lobang bor berbeda, dan
diperoleh “specific gravity” rata-rata tailing
2,74.
PEMBAHASAN
1. Hasil analisis contoh
Hasil analisis kimia menunjukkan kadar
rata-rata unsur Cu (tembaga) setiap lobang
bor relatif tinggi (0,16 % s/d 0,25 %),
diperkirakan erat dengan kehadiran mineralmineral yang mengandung unsur tembaga
pada tailing seperti kalkopirit, kalkosit,
kovelit, dan bornit.
Tabel 1. Hasil analisis cemaran radiasi
No
1
2
3
4

Parameter
Uranium
(238U)
Thorium
(228Th)
Radium
(226Ra)
Kalium
(40K)

Aktivitas (Bq/Kg)
X03TF05

X04TFF11

< 8,0

< 8,0

24±1

21±2

29±1

36±1

867±15

879±15

Batas
Deteksi
(Bq/Kg)
238
U=
8,0

Nillai kadar rata-rata unsur Pb (timah hitam)
antara 65 ppm s/d 103 ppm, menunjukkan
pada tailing terdapat mineral-mineral yang
mengandung unsur timah hitam seperti
galena. Sedangkan kadar rata-rata unsur Fe
(besi) yang relatif tinggi (6,14 % s/d 8,88
%), dapat disebabkan oleh hadirnya mineralmineral yang mengandung unsur besi seperti
kalkopirit (CuFeS), pirit (FeS), magnetit
(Fe2Fe3O2), ilmenit (FeTiO2).
Untuk Au yang merupakan unsur ikutan
utama dari bijih, kadar rata-ratanya relatif
tinggi (22 ppb s/d 355 ppb), sementara
kadar rata-rata unsur Ag (perak) antara (2,00
ppm s/d 3,66 ppm). Au terdapat sebagai
inklusi di dalam mineral sulfida tembaga,
sedangkan di beberapa tubuh bijih
konsentrasi emas terdapat bersamaan dengan
kehadiran mineral pirit. Adanya Ag

diperkirakan berhubungan dengan terdapat mineralmineral yang mengandung unsur perak seperti
argentit dll
Hadirnya SiO2
dengan nilai cukup tinggi
diperkirakan berasal dari quartz-rich stockwork
zone, merupakan zone tersilisifikasi kuat, dan atau
berasal dari batuan-batuan vulkanik. Elemen Al2O3
dan Fe2O3 diperkirakan juga berasal dari batuanbatuan vulkanik dan batuan andesitik, yang
umumnya merupakan batuan induk dari zona
mineralisasi.
Hasil analisis fisika, menunjukan mineral magnetit
merupakan mineral yang paling dominan dan
mempunyai nilai ekonomis untuk diusahakan.
Kandungani mineral magnetit bervariasi baik secara
horizontal maupun vertikal, dengan nilai tertinggi
84,97 %, dan nilai terendah terendah < 16%.
Hasil analisis konsentrat dulang pemboran, tidak
menunjukan adanya butiran emas, hal ini disebabkan
butiran emas di daerah kegiatan berbentuk pasir
sangat halus, sehingga sewaktu pendulangan
kemungkinan terbuang dengan material lainnya.
Butiran emas diperoleh dari pendulangan yang
dilakukan di bagian hulu kegiatan (lokasi kegiatan
PETI) dimana pemboran tidak dapat dilakukan,
dikarenakan daerah ini sebagian besar ditutupi oleh
batuan berukuran kerakal. Pada lokasi 1 diperoleh 1
butir ukuran coarse colors (CC), lokasi 2 sebanyak
16 butir dari ukuran 1 coarse colors (CC), 2
medium colors (MC), 10 fine colors (FC), dan 3 veri
fine colors (VFC). Bentuk butiran emas tidak
beraturan, memanjang, permukaan tidak rata, dan
pipih.
2. Potensi sumberdaya
Dengan memperkirakan lokasi penyelidikan
mencakup luas 31 km2 dengan kedalaman rata-rata
pemboran 6 m, diperoleh volume tailing di daerah
penyelidikan 31.000.000 m2 x 6 m = 186.000.000
m3 , dengan specifik gravity 2,74, maka berat tailing
186.000.000 m3 x 2,74 = 509.640.000 ton.
Kadar rata-rata Cu, Au dan Zn, pada daerah
penyelidikan dapat dihitung, dari kadar rata-rata
setiap lobang bor, yaitu : Cu 0.195 %, Au 245,60
ppb, dan Zn 0,0276 %. Maka sumber daya hipotetik
Cu : 509.640.000 ton x 0,195 % = 993.798 ton, Au
509.640.000 ton x 245,60 ppb = 12.4861.800 gr (±
12.4 ton), dan Zn 509.640.000 ton x 0,0276 % =
140.660,64 ton. Hasil penelitian PT Freeport
Indonesia diperkirakan semakin ke hulu kandungan
Cu meningkat 0.2 %, Au meningkat 0.52 g/ton, dan
pirit 5 % (Clyde Leys, 2007).
Dengan kekayaan rata-rata magnetit pada tailing
8.92 kg/m3 (kekayaan rata-rata dari 13 bor), dan

volume tailing pada daerah penyelidikan
186.000.000 m3, maka sumber daya
hipotetik magnetit pada tailing di daerah
penyelidikan 186.000.000 m3 x 8,92 kg =
1.659.120.000 kg (1.659.120 ton).
KESIMPULAN
1. Semenjak dilakukan
penambangan
sampai saat ini jutaan ton tailing hasil
pengolahaan telah dibuang, dari 7.275
ton/hari di tahun 1973, meningkat
menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988
dan saat ini menjadi 223.100 ton/hari;
2. Bor Bangka merupakan alat yang
effektif untuk pemercontoh didaerah
tailing;
3. Sumber daya hipotetik Cu 993.798 ton,
Zn 140.660,64 ton, Au ± 12.4 ton, dan
magnetit 1.659.120 ton;
4. Kandungan Cu meningkat 0.2 %, Au
meningkat 0.52 g/ton, dan pirit 5 % ke
arah hulu;
5. Kandungan Cu, Au, magnetit, dan unsur
atau mineral lainnya dalam tailing
menarik diteliti lebih rinci nilai
ekonomisnya untuk diuasahakan dalam
sekala tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Clyde Leys, 2007, Tailings Magnetite
Evaluation Update, Freeport Exploration,
Bahan Presentasi, PT Freeport Indonesia

Kamarijanto, 1994, Tinjauan Atas
Beberapa Perubahan Dalam Produksi
Konsentrat Tembaga PT Freeport
Indonesia, Prosiding Temu Profesi
Tahunan 1994 Yogyakarta, PERHAPI.
Kuswandani RA, dkk, 1995, Pertambangan
Bijih Tembaga PT Freeport Indonesia
Company, Tembagapura, Irian Jaya, Buku
Teknologi Pertambangan Di Indonesia,
Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Teknologi Mineral, Direktorat Jenderal
Pertambangan
Umum,
Departemen
Pertambangan dan Energi, Bandung.
PT Freeport Indonesia, Presentasi Tailing
Bukan
Limbah,
Tailing
Adalah
Sumberdaya, Tailing Dapat Menjadi
Bahan Konstruksi.
PT Freeport Indonesia, Grasberg, Buku
Pendamping Tur 2005, Desember 2006

Pusdatin KAPET Biak, 2008, Profil Kabupaten
Mimika, Kantor BP KAPET Biak, Biak – Papua;
Rusmana, E., dkk, 1995, Peta Geologi Lembar Timika,
Irian Jaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Suyono Dirjosuwondo, 1994, Kegiatan Dalam IOZ
Dengan Sistem Ambrukan (Block Caving) dan
Tahap Persiapan Penambangannya di PT Freeport
Indonesia, Prosiding Temu Profesi Tahunan 1994
Yogyakarta, PERHAPI.
www.weamaster@jatam.org., Mengenali Limbah
Tailing, Jatam Org, 27 Juli 2004.