this file 662 1196 1 SM

Abstrak

!
"
!

SAWWA –

!"

!

"

!$

#
%

&
!

!' (
&

*

)

%!+! !,!
"

#
) - .
0
!

*

'$! %
/


1

!2
______________
1 Perkawinan adalah merupakan satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua
makhluk ciptaan Allah SWT, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dengan
perkawinan tersebut makhluk hidup dapat berkembang biak untuk mengembangkan
keturunannya sehingga dapat mempertahankan eksistesi kehidupannya di alam ini.
Perkawinan, bagi manusia, sebagaimana makhluk-makhluk hidup yang lain, adalah
suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT. sebagai jalan untuk berkembang biak untuk
kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan melakukan peranan yang positif
dalam mewujudkan tujuan perkawinan. (Sayyid Sabiq, Fiqhu al-Sunnah, (Beirut: Dar AlFikr, tt.), II: hlm. 5).
2 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempaun dalam Islam, terjemahan Farid Wajidi,
(Bandung, LSPPA, 1994), hlm. 138. Lihat juga KHI, pasal 45 sebagai berikut: Kedua calon
mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk:1. Taklik talak dan 2.
Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3 Rustam Dahar Karnadi Apollo Harahap, “Pola Emansipasi Wanita di Mesir
(Pemikiran Qasim Amin)”, dalam Bias Jender dalam Pemahaman Islam, ed. Sri Suhandjati
Sukri, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 199.
4 Dalam KHI, defenisi perkawinan menurut hukun Islam, pernikahan adalah akad

yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. (KHI, Pasal 2 dan 3).

SAWWA –

!"

!
"

#! %
!+
3

& 4! %

3

& 4


&
"

#

!
!

#

$
%

5

%

!

3


4
!

6

&!7

&

.
3
!48

______________
5 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid II, terjemahan Imam Ghazali Said & Ahmad
Zaidun, (Jakarta Pustaka Amani, 2007), hlm. 409.
6 Lihat KHI, Pasal 19.

SAWWA –


!"

,

&

9 &

9
#!:

& "
;

&

3

,


&

<

-

!

3

!

/
!
&-

/
"


#

!=

&!>

______________
Ibnu Rusyd, loc.cit.
Muhammad al-Syarbini, al-Iqna’, (Surabaya: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah,
t.th.), hlm. 168.
7

8

SAWWA –

!"

;


0
< -

! !

!

*

*
!?

;
!$@
) !$$
%

)
16


-

/

.

&
#$!()

!"

#$!"

%

&
'
%
*+ , -./ !+ *+ ,
'

:
:
: 4!56
=;@

8 +,

&
!

"

#!

!
!
!
!%
&

!
;

&
&
!
!

7
&
!%

0

______________
20 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an, (Jakarta,
Paramadina, 1999), hlm. xxxiv-xxxv.

SAWWA –

!"

G

G
0

0

0

!'$

$

( %

)

%
!
!

&

!
"
#!

- H&

&! +
!

;
!

& +
!,

______________
21 Ken Suratiyah menggambarkan problematika perempuan pekerja sebagai
berikut: Bagaimana pun juga, bekerja tidaklah merubah status wanita dan tidak berarti
mengurangi tanggung jawab istri terhadap pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Ketika
ibu sedang mencari nafkah, tidak ada anggota keluarga yang bisa menggantikan tugastugas kerumah tanggaannya walau pun ada suami. Ibu akan menunda dulu kegiatan
kerumahtanggaannya sampai usai mencari nafkah. Atau sebaliknya kegiatan rumah
tangga harus dia selesaikan sebelum kegiatan mencari nafkah dimulai, sehingga ibu harus
bangun lebih pagi. Padatnya kegiatan-kegiatan itu membuat wanita mengorbankan
waktu untuk kegiatan individual dan istirahatnya. Mereka mengabaikan kesehatannya,
tidak mempunyai waktu untuk meningkatkan kemampuan diri, sehingga wanita
semakin jauh tertinggal. Ken Suratiyah, “Pengorbanan Wanita Pekerja Industri”, dalam
Irwan Abdullah (Ed), Sangkan Paran Gender, (Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan
UGM, 1997), hlm. 231.

SAWWA –

!"

I
I
%
!J
&

K
"

"

#

#
!%

! %
!
&

"

#
!
%

!''
;
!

!,
______________
22 Lihat Husein Muhammad, Pandangan Islam tentang seksualitas, dikutip dari
Abdurrahman al-Jazairi, al-Fiqh ‘alâ Mazâhib al-Arba’ah, IV, (Istanbul: Dar ad-Da’wah, t.th.),
hlm. 1-3.

SAWWA –

!"

&K
!
(

(
0

"

#! ,
;

"

#! %
!L
K

"

# *

.

!
%

3

4

!'1
*

%/

&
K
!%

&K

*
!

*
!+
& &
&

!'2

______________
Masdar Farid Mas’udi, op. cit., hlm. 107 dan 203.
Siti Ruhaini Dzuhayatin, “Marital Rape, Bahasan Awal dari Perspektif Islam,dalam
Eko Prasetyo & Suparman Marzuki (Ed.), Perempuan dalam Wacana Perkosaan, (Yogyakarta:
PKBI Yogyakarta, 1997), hlm. 93.
23

24

SAWWA –

!"

&
!;
"

&K #

!;
) -

!%

/
!
%
!'6 J

!
"

#

!
0
'8

! 7
G
G
!
&

&

"
#

&

"
#!

&
"

(
&

" &

#

______________
25
26

al-Syirazi, al-Muhazzab, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), II, hlm. 65
Siti Ruhaini Dzuhayatin, op. cit., hlm. 86.

SAWWA –

!"

#

!

!':
+

5

( ! 5

( !7
!(
7
+

(
5
5

( -

!
.M

N
!

"

#

'>

!

*

$

+

,

(
&
!
!7
/
"

J
#
) -

-

. 16!

______________
27 Menurut Ahmad bin Hanbal bahwa batas maksimal pemenuhan hasrat itu empat
bulan. Jika tidak ada halangan serius, minimal setiap empat bulan satu kali hubungan
dengan istri harus dilakukan. Sementara menurut sebuah riwayat dari ‘Umar Ibn Khattab,
batas maksimal adalah emam bulan. Akan tetapi batasan-batasan yang dilakukan baik
oleh Ahmad bin Hanbal maupun dalam riwayat ‘Umar, sebaiknya batasan tersebut lebih
fleksibel. Akan lebih baik jika ukuran batasannya adalah ketika istri sudah tidak mampu
menahan hasratnya, bisa empat bulan atau bisa lebih kurang dari itu. Sangat tergantung
dengan kondisi masing-masing istri. Masdar Farid Mas’udi, op. cit., hlm. 115-116.
28 A. Rahmat Rosyadi, Islam Problem Sex Kehamilan dan Melahirkan, (Bandung,
Angkasa, 1993), hlm. 21.

SAWWA –

!"

D

!C
"

#! %
"

#

"
(

(

#!

H

!"
/

O /
&" #

D

!

!+
) !

'11

7 K
.

> ?2 @! - A 3 B3 #
CD EF #G H 3 # @!A I E
V O PK H Q ! " #.RE S #. TB U E E
B JK H . L H M5N
:
V
V
#W H + B3 X+ Y Z [9 \B E > ]IE" U E EC H GIE" 4I
-c H 3 E @d ` 3 -R B3 e
7 3E 2 7 E R Q!

.1 2 f / ^+ Bb _`

. ab !K

" - gKh - L Z -P1 2 f / ^+
V " E R "
=i;;0 8

#

!%
G

G
&
!+
!

&
&

SAWWA –

!"

!7
!
&
&
!

! +
!%
!J
!%
") !

(
7K

!
A'B. '11#

,

$

&

!%
!
0

!,

*

!%
!
$
D
! +

,
!

&-

!
$
D

!
D

SAWWA –

!"

!'?
7
0
%
"

!

#
!

'

%
F
I

"

#

F
"

#

&

) -

F
&

!

"
&

"

#

#!
!

(

/

,

&

&- ,

(
&

"

#! +
!1@

+

&

&K

3

-

!
______________
Masdar Farid Mas’udi, op. cit., hlm. 124-125.
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmy wa Adilatuhu, (Damaskus: Dar al- Fikr, 1989),
hlm. 699.
29

30

SAWWA –

!"

!=
&

! J
!

! J
!1$
%

"

#

!;

!;

“%

+,
." #
$'

%

.
F" #

%
!1'

F" #

%
!
______________
31 Bandingkan dengan pendapat Amina Wadud Muhsin: Dalam keluarga yang
suami dan istri keduanya sama-sama menanggung beban mencari nafkah guna
mencukupi kebutuhan keluarga, adalah tidak adil jika hanya wanita saja yang harus
mengurus semua pekerjaan rumah. Jika wanita berusaha meningkatkan amal salehnya,
maka terdapat kesempatan serupa bagi kaum pria untuk meningkatkan partisipasinya
lebih banyak lewat pekerjaan rumah dan mengasuh anak. Di samping itu sistem penilaian
al-Qur’an terhadap amal saleh tidak memandang apakah laki-laki atau perempuan yang
melakukannya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik ia laki-laki atau perempuan sedang ia orang beriman, maka mereka itu masuk surga (QS. 44: 124) Sistem
kerjasama yang fleksibel, terpadu dan dinamis dari kerjasama saling menguntungkan
seperti itu amat sangat bermanfaat dalam berbagai ragam masyarakat dan keluarga.
Amina W.Muhsin, Wanita di dalam al-Qur’an, Terjemahan, Yaziar Radianti, (Bandung,
Pustaka,1994), hlm. 121-122
32 KHI, Pasal 105.

SAWWA –

!"

!
$
!$
/
!;

!
%

&
"

#
!
!

"

#

!

,

$

-

./
./

012
012

3

&%
!
!

!11 =

!
!

!

!
J
!
(
!
______________
33

Lihat KHI, Pasal 2 dan 3.

SAWWA –

!"

) -

!12 =
!16
+
/

G

!
.

$!

/

'!

'"

#

/
!
1!

6 "

#
!

2!
!
6!
!
8!
!
:!
>!

!
!18
5
!
0

!7

______________
34 Lihat, al-Qur’an, surat al-Ahzab ayat, 37: “Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada
orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya, dan kamu (juga) telah memberikan nikmat
kepadanya: Pertahankanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah .”
35 Amina W. Muhsin, op. cit., hlm. 106.
36 Lihat KHI, Pasal 116.

SAWWA –

!"

!(

(

( .

"
"

#! +
"

#

& &

!
$

J
!L
!

$

J

) ! J
!

%

$$8 +,

!1:
%
,

&K
&

K
) !

;

!
K

$.

s

t
s
t
.qr A
7 E R 4 E F3 #.K #GE jk l m - n Z op
?b sgu ?_F
5" RvA 3 H #/!w H #.KE1x # #GE/!y H -PzB
b
7 [ {B K H | 5N - } k 7

F

______________
37

Lihat KHI, Pasal 115

SAWWA –

!"

q# 7 FYK
: YZ x\ ~
=•0 !C3

3

;

!;
! J

/
! J

/
!+
! 7
/
! +

!4 ") !

;

K A86B. $#

%

) &K
&K

%

&

!

!
&K
&

&
<
&! 5

&

&K
"

#

!
%
"

#

!

! ,
1>

&

<

-!

______________
38 Tentang tatacara khulu, dijelaskan dalam KHI sebagai berikut: (1) Seorang isteri
yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk, menyanpaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan atau
lasan-alasannya. (2) Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil isteri
dan suaminya untuk didengar keterangannya masing-masing. (3) Dalam persidangan

SAWWA –

!"

!
!,
M

"

#! 3

4!1?
;
! ,

-

!2@
%

K
!5

0

&
"
! %

#
55

$?:2

+,

______________
tersebut Pengadilan Agama memberikan penjelasan tentang akibat khulu’, dan memberikan nasihat-nasihatnya. (4) Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadh
atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami
untuk mengikrarkan talaknya didepan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan
itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi. (Pasal 148, KHI)
39 Lihat KHI, Pasal 114.
40 Asghar kemudian memberi contoh dalam kasus Jamilah, istri Tsabit Ibn Qais.
Jamilah sangat tidak puas dengan perkawinannya walaupun tidak ada perselisihan antara
suami dan istri. Dengan pilu dia menyatakan kepada Nabi bahwa dia tidak menemukan
kesalahan pada diri suaminya dalam hal moral dan agamanya; tetapi sama sekali dia
tidak menyukainya. Nabi mengijinkannya bercerai asalkan dia mengembalikan kepada
suaminya kebun buah-buahan yang telah diberikan kepadanya sebagai mas kawin.
(Asghar Ali Engineer, op. cit., hlm. 195)

SAWWA –

!"

!2$AB

J /

'(

)

*%

'

!

.%

%-

*

7
!! ! %

! !
%
, & '-

*
! !
)
$
%

J

(
)

/
$?::!

!(
7

, %

1

H
.

5
)0

&

/9
'

1

'-

.

! *

(
)'%&

+

+
,

/
& 7

L/

*

$??2!

*

2

"

.3 $

7

*

.

$??1!
/
7
7

C

"

(

*

$
*

#2

%

*! ' 4
J

;
J

.

!

(
! ! *

(
$??8!

O

*
9

2

$??2!
.
.

(
!

,

O /

*
.
/

!

P

'@@:!
/
+

"
$??:!

!

*

L

______________
41Lihat Pasal 39, UU No. 1 tahun 1974: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Lihat juga Pasal 115, KHI: “Perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan gama tersebut
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.

SAWWA –

!"

(

J

(

J
. MQ!

5
,
+

<

K

4

3
" # .
"
5O( $??:

$

/

(

4

(

! ( -

.%

2
!7

"

.

+

"+, #!

'(

(

1
&- ! !

$?>'!

L

5

2

H

!7

*

(

.(/

(

'2

)

! !

/ / +
$??:!

"

.%

!

-

6 7
+

(
R

! !
5
'
$???!
K(
*

.

%/

O

(

!7

9

(

2

.

! !
7
( /

!$;

J

-

.%

&
" # "
$??:!

" !# 4
'@@'!

5

SAWWA –

"

3(
*
P
. +7 L

L

"

5

$

"

2

!%

.%

! L

.

$?:2!
'

!"

4
1

!

SAWWA –

!"