PERDA KOTA BIMA NO 8 TAHUN 2005

J A L A B O
M A

DA H U

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA
NOMOR 8 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BIMA
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang – undang Nomor 13 Tahun
2002 tentang pembentukan kota bima, pemerintah kota adminitrasi
bima meningkat statusnya menjadi daerah otonom dengan segala
kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya yang dalam
penyelenggaraannya perlu dilakukan prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, akuntabilitas
serta kondisi obyektif daerah;
b. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pembangunan, pemerintah
dan peninkatan pelayanan terhadap masyarakat perlu digali
sumber-sumber pendapatan yang berasal dari retribusi derah yang

menjadi kewenangan daerah Kota Bima;
c. bahwa dengan berklakunya undang-undang nomor 32 tahun 2004
tentang pemerintah daerah dan undang-undang nomor 33 tahun
2004 tentang perimbangan keunagan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah maka peraturan daerah yang mengatur
mengenai pendapatan asli daerah perlu disesuaikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, b dan c
diatas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah Tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan.
Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok-pokok agraria ( Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043 ):
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 186);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209 ):

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3501 ):
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
6. Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubarang atas
Undang – undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2000 );
7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kota Bima di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4188);

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
9. Undang – undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional ( Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421 );
10. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1983, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 119 Tahun

2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4139);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
16. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 6 Tahun 2003 tentang
Kewenangan Daerah Kota Bima (Lembaran Daerah Kota Bima
Tahun 2003 Nomor 6);
17. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 11 Tahun 2003 tentang
Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah
Kota Bima Tahun 2003 Nomor 11).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Dan
[[
[[[

WALIKOTA BIMA
M E M U T U S K A N

MENETAPKAN : PERATURAN DAERAH KOTA BIMA TENTANG RETRIBUSI IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
BAB I

KETENTUAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kota Bima;
b. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah;
c. Walikota adalah Walikota Bima;
d. Wakil Walikota adalah Wakil Walikot Bima;
e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota

Bima ;
f. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut Peraturan Daerah ini wajib
membayar, retribusi termasuk pemungut atau badan pemungut;
g. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara dan Daerah
dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan firma, kongsi,
koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis.lembaga danah pensiun, bentuk
usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
i. Retribusi izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pelayanan atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan atau/diberikan untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
j. Koefisien adalah standar perhitungan tarif rertibusi izin membangun bangunan
sesuai dengan letak bangunan;
k. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai
wadah kegiatan manusia;
l. Mendirikan bangunan adalah setiap kegiatan mendirikan, memperbaharui,
mengganti seluruh atau sebagian, memperluas bangunan atau menambah
bangunan;

m. Bangunan permanen adalah bangunan yang ditinjau dari konstruksi dan umur
bangunan dinyatakan lebih dari 15 (lima belas) tahun;
n. Bagunan semi permanen adala bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan
umur bangunan dinyatakan dengan 5 (lima) sampai dengan 15 (lima belas) tahun;
o. Bangunan temporer adalah bangunan yang ditinjau dari segi tegak lurus
konstruksi dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 (lima) tahun;
p. Garis sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada jarak tertentu sejajar
dengan as jalan, as sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian
kapling atau pekarangan yang boleh ada garing tidak boleh dibangun bangunanbangunan.
q. Jalan artri primer adalah jalan dengan lebar badan jalan 20 (dua puluh) meter
keatas.
r. Jalan kolektor primer adalah jalan dengan lebar badan jalan 15 (lima belas) meter
keatas dan kurang dari 20 (lima belas) meter.
s. Jalan kolektor skunder adalah jalan dengan lebar badan jalan 12 (dua belas)
meter keatas dan kurang dari 15 (lima belas) meter’
t. Jalan lokal primer adalah jalan dengan lebar badan jalan 9 (sembilan) meter
keatas dan kurang ari 12 (dua belas) meter.
u. Jalan lokal sekunder adalah jalan engan lebar badan jalan 6 (enam) meter keatas
dan kurang dari 6 (enam) meter.
v. Jalan setapak adalah jalan dengan lebar badan jalan 3 (tiga) meter keatas dan

kurang dari 6 (enam) meter.
w. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
maksudnya untuk pembinaan, pengaturan, pemanfatan ruang/penggunaan

sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu yang
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
x. Surat pemberitahuan retribusi daerah yang selanjutnya disangkat SPTRD adalah
surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan retribusi.
y. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan daerah ini
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
badan pemungut.
z. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu yang merupakan batas waktu bagi wajib
retribusi utnuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah.
aa. Surat ketetapan retribusi daerah yang disngkat SKRD adalah surat keputusan
yang menetukan besarnya retribusi yang terutang.
bb. Surat tagihan retribusi daerah yang disngkat STRD adalah surat untuk melakukan
tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
cc. Pendaftaran dan pendataan adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh

data/informasi serta penata usahaan yang dilakukan oleh petugas retribusi dengan
cara penyampaian STRD kepada wajib retribusi untuk diisi secara lengkap dan
benar.
dd. Nomor wajib pajak retribusi daerah (NWPRD) adalah nomor wajib retribusi yang
didaftar dan menjadi identitas bagi setiap wajib retribusi.
ee. Perhitungan retribusi daerah adalah rincian besarnya retribusi yang harus dibayra
oleh wajib retribsui bagi pokok retribusi, bunga, kekurangan pembayaran retribusi,
kelebihan pembayaran retribusi, maupun sanksi adminstrasi.
ff. Surat ketepan retribusi daerah lebih bayar yang disngkat SKRDLB, adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi lebih besar
dari pada retribusi yang terutang dan tidak seharusnya terutang.
gg. Surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar, yang disingkat SKRDKB, adalah
surat keputusan yang menentukan besarnya retribusi daerah yang terutang.
hh. Surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar tambahan, yang disingkat
SKRDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah
retribusi daerah yang sudah ditetapkan.
ii. Pembayaran retribusi daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi
oleh wajib retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke kas daearh atau tempat
lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan.
jj. Kas daearah adalah ka daerah kota bima.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan bangunan harus
mendapatkan izin mendirikan bangunan dari pemerintah daerah.
(2) Pemberian izin mendirikan bangunan dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oeleh orang
pribadi atau badan.
(3) Tujuan pemberian izin mendirikan bangunan adalah untuk melindungi kepentingan
umum dan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut
retribusi sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD)’
BAB III
NAMA SUBYAK DAN OBYEK RETRIBUSI
Pasal 3
(1) Dengan nama retribusi izin mendirikan bangunan dipungut retribusi bagi setiap
orang pribadi atau badan yang menggunakan pelayanan dalam mendirikan
bangunan.

(2) Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang diberikan izin mendirikan
bangunan.

(3) Obyek retribusi adalah pemberian izin mendirikan bangunan pada orang pribadi
atau badan, kecuali :
a. Bangunan-bangunan yang berfungsi sosial (panti asuhan, panti jompo, panti
rehabilitasi, dan bangunan sosial lainnya);
b. Bangunan tempat-tempat peribadatan;
BAB IV
GOLONGAN RETRIBUSI DAN WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 4
Retribusi izin mendirikan bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
Pasal 5
Retribusi dipungut dalam wilayah daerah kota bima.
BAB V
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
1) Tingkat penggunaan jasa izin mendirikan bangunan diukur dengan rumus yang
didasarkan atas faktor koefisien kelas jalan, koefisien guna bangunan, koefisien
kelas bangunan, koefisien status bangunan, koefien luas bangunan dan koefisien
tingkat bangunan.
2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bobot koefisien.
3) Besarnya koefisien sebagaiman dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai
berikut :
a. Koefisien kelas jalan
NO
1
2
3
4
5
6

KELAS JALAN
Bangunan Dipinggir Jalan Arteri Primer
Bangunan Dipinggir Jalan Kolektor Primer
Bangunan Dipinggir Jalan Kolektor sekunder
Bangunan Dipinggir Jalan Lokal Primer
Bangunan Dipinggir Jalan Lokal Sekunder
Bangunan Dipinggir Jalan Setapak

KOEFISIEN
1,00
0,95
0,90
0,85
0.80
0,75

b. Koefisien Guna Bangunan
NO
1
2
3
4
5

GUNA BANGUNAN
Bangunan Perumahan, Fasilitas Umum dan Pendidikan
Bangunan–Bangunan Kelembagaan/Kantor
Bangunan Perdagangan, Jasa, Perindustrian
Bangunan Khusus
Bangunan Campuran

KOEFISIEN
1,00
0,85
1,25
1,50
1,5 Kali
Koefisien
Bangunan
Induk

c. Koefisien Kelas Bangunan
NO
1
2
3
4

KELAS BANGUNAN

KOEFISIEN

Permanen dengan dinding batu bata, Konstruksi Beto Baja
Permanen dengan dinding batu biasa
Semi Permanen dengan dinding
Temporer dengan dinding Papan/bambu

1,00
0,75
0,50
0,25

d. Koefisien Satuan Bangunan
NO
1
2

STATUS BANGUNAN

KOEFISIEN

Bangunan Pemerintah
Bangunan Swasta

0,85
1,00

e. Koefisien Luas Bangunan
NO
1
2
3
4

e.

LUAS BANGUNAN

KOEFISIEN

Banguna dengan luas s/d 70 M2
Banguna dengan luas 71 M2 s/d 120 M2
Banguna dengan luas 120 M2 s/d 250 M2
Banguna dengan luas > 250 M2

0,100
0,105
0,110
0,115

f. Koefisien Tingkat Bangunan
NO
1
2
3

TINGKAT BANGUNAN

KOEFISIEN

Bangunan 1I Lantai
Bangunan 2 Lantai
Bangunan 3I Lantai

0,105
0,185
0,265

4) Tingkat penggunan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sebagai
perkalian koefisien sebagaimana tercantum pada ayat (3) huruf a samapai dengan
huruf f.
BAB VI
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
Pasal 7
1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi peizinan tertentu didasarkan
pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan
pemberian izin mendirikan bangunan.
2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputu biaya pengecekan, biaya
pengukuran lokasi, biaya pemetaan dan biaya transportasi dalam rangka
pengawasan.

BAB VII
CARA PENGHITUNGAN TARIFF RETRIBUSI
Pasal 8

(1) Besarnya tarif retribusi dihitung berdasarkan perkalian antara faktor Koefisien
sebagaiman dimaksud dalam pasal 6 dengan harga per m 2 bangunan;
(2) Pedoman harga per m2 bangunan dan tata cara perhitungan retribusi ditetapkan
dengan keputusan Walikota Bima;
BAB VIII
PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN RETRIBUSI
Pasal 9
Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan
Pasal 10
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD;
(2) Bentuk dan isi SKRD sebagimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan keputusan Walikota Bima.
Pasal 11
(1) Retribusi dipungut pada saat diberikannya izin mendirikan bangunan;
(2) Hasil pemungutan retibusi disetor seleruhnya ke Kas Daerah;
(3) Kepada instansi pemungut diberikan upah pungut sebesar 5% (lima Persen) dari
realisasi penerimaan;
(4) Tata Cara penyetoran ke Kas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Walikota Bima.
BAB IX
KETENTUAN MENDIRIKAN/MERUBAH/MEROBOHKAN BANGUNAN
Pasal 12
(1) Setiap orang atau badan hukum yang akan mendirikan/merubah/merobohkan
bangunan harus terlebih dahulu mendapatkan izin mendirikan bangunan;
(2) Tata cata permohonan izin mendirikan bangunan sebagaiman dimaksud pada ayat
(1) pasal ini ditetapkan dengan keputusan Walikota;
(3) Bagi bangunan yang mempunyai nilai nasional dan menyangkut bidang keamanan
terlebih dahulu harus mendapat rekomendasi dari gubernur.
BAB X
KETENTUAN DAN TATA CARA PERIZINAN
Pasal 13
(1) Surat permohonan izin mendirikan bangunan (SPIMB) harus dilampiri dengan:
a. Izin yang dibutuhkan (Izin lokasi dan izin lain yang berhubungan dengan hal
tersebut) bagi bangunan yang menggunakan fasilitas penanaman modal;
b. Surat ketrangan tentang pemilikan tanahnya yang ditanda tangani oleh pejabat
yang berwenang/sertifikatnya
c. Surat kuasa yang sah, apabila pemohon diwakili;

d. Gambar/desain dan RAB bangunan yang disahkan oleh pejabat yang ditunjuk;
e. Khusus untuk bangunan dilengakpi dengan perhgitungan kekuatan konstruksi.
(2) Pad gambar yang dimaksud pada ayat (1) huruf d pasal ini harus dicantumkan
nama perencana dan atau konstruksi bangunan;
(3) Dalam hal permohonan izin mengadakan perubahan/merobohkan bangunan yang
sudah ada, berlaku ketentuan ayat (1), (2) dan (3) pasal ini;
Pasal 14
Pemohonan izin mendirikan bangunan dapat berlaku untuklebih dari satu bangunan,
jika bangunan yang dimaksud terletak dalam satu pekarangan atau terletak dalam
petak-petak tanah yang berhubungan satu sama lain.
Pasal 15
Izin mendirikan bangunan tidak diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan sebagaimana
tersebut dibawah ini :
a. Mendirikan bedek;
b. Memplester;
c. Memperbaiki Letak Bangunan;
d. Memperbaiki Ubin Bangunan;
e. Memperbaiki daun pintu dan atau dau jendela;
f. Memperbaiki penutup atap tampa merubah konstruksi;
g. Memperbaiki lubang cahaya/Uadara tida melebihi 1 m 2;
h. Membuat pemisah halaman tanpa konstruksi;
i. Memperbaiki langit-langit tanpa merubah jaringan utilitas;
j. Memperbaiki bangunan-bangunan yang rusak akibat bencana alam atau musibah
atau bencana alam sepanjang tidak menyimpang dari izin mendirikan bangunan
yang telah dimiliki;
Pasal 16
Untuk bangunan-bangunan pemerintah yang dilaksanakan oleh instansi pemeritah
pusat maupun pemerintah daerah, ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini
tetap berlaku.
Pasal 17
(1)

Keputusan terhadap permohonan izin mendirikan bangunan diberikan selambatlambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penerimaan
permohonan.
(2) Jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dapat diperpanjang
sampai dengan 60 (enam puluh ) hari.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal ini
belum ada keputusan, maka Walikota harus segera mengeluarkan keputusan
berupa mengabulkan atau menolak permohonan pemohon izin mendirikan
bangunan.
(4) Jika dalam jangka waktu sebagiamana tersebut dalam ayat (3) Pasal ini walikota
belum juga mengeluarkan keputusan maka permohonan pemohon izin
mendirikan bangunan dianggap telah dikabulkan.

Pasal 18

(1) Dalam hal-hal tertentu dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
dapat dipertanggung jawabkan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku walikota dapat menunda dan atau menolak permohonan pemohon ijin
mendirikan bangunan
(2) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini akan diatur
lebih lanjut dengan keputusan walkota.
Pasal 19
(1) Keputusan penundaan terhadap permohonan pemohon izin mendirikan
bangunan harus disertai dengan alasan-alasan:
a. pemerintah daerah masih memerlukan waktu tambahan untuk penilaian,
khususnya persyaratan bangunan serta pertimbangan lingkungan yang
direncanakan;
b. Pemerintah daerah sedang menyusun mengevaluasi, dan atau merevisi
rencana tataruang;
c. Persyaratan-persyaratan yang akan ditentukan belum dipenuhi.
(2) Keputusan tentang penundaan pemberian izin mendirikan bangunan harus
dibritahukan kepada pemohon secara tertulis disertai dengan alasan-alasan
dalam ayat (1) pasal ini.
(3) Pemberian izin mendirikan bangunan terhadap pemohon sebagimana
dimaksud pasal 8 peraturan daerah ini dapat diberikan untuk sebagian dari
keseluruhan rencana pembangunan seseuai dengan permohonan yang
diajukan;
(4) Keputusan mengenai pemberian izin mendirikan bangunan sebagaimana
dimaksud ayat (3) pasal ini harus disampaikanm kepada pemohon dengan
disertai syarat-syaratnya.
Pasal 20
Keputusan penolakan permohonan pemohon izin mendirikan bangunan harus disertai
dengan alasan-alasan :
a.
permohonan izin mendirikan bangunan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b.
permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan
kepentingan umum atau hajat hidup orang banyak termasuk kelestarian alam;
c.
permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan melanggar hak pihak
ketiga dan melanggar ketentuan pasal 13 ayat (1b);
d.
permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan
rencana tata ruang;
e.
permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perlindungan benda
peninggalan sejarah dan kelestarian nasional atau mengakibatkan musnahnya
peninggalan sejarah, benda-benda kebudayaan nasional atau monumen lainnya
yang patut dipertahankan;
f.
permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan
rasa etis keagamaan termasuk didalamnya rasa kesusilaan umum dan bertalian
dengan letak dan kegunaannya.
Pasal 21
Terhadap suatu izin mendirikan bangunan tertentu walikota dapat menentukan syarat
untuk dilakukan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL)

Pasal 22
(1) walikota berwenang untuk mencabut izin mendirikan bangunan yang telah
dikeluarkan jika :
a. pemegang izin mendirikan bangunan melanggar syarat yang ditetapkan dalam
permohonan izin mendirikan bangunan.
b. dalam waktu 6 (enam) terhitung sejak surat permohonan izin mendirikan
bangunan dikeluarkan belum dimulai pekerjaan pembangunannya.
c. Pekerjaan bangunan dari bangunan yang telah memiliki izin mendirikan
bangunan telah dihentikan pelaksanaannya selama 6 (enam) bulan terhitung
sejak surat izin mendirikan bangunan dikeluarkan belum dimulai pekerjaan
pembangunannya.
d. Izin yang diberikan ternyata dikemudian hari terbukti berdasarkan keteranganketerangan yang keliru.
(2) keputusan tentang pencabutan izin mendirikan bangunan diberikan secara tertulis
kepada’
(3) pemegang izin yang disertai alasan-alasan pencabutannya.
(4) Pencabutan izin mendirikan bangunan keputusannya ditetapkan
pemegang izin dipanggil dan didengar keterangan-keterangannya.

setelah

(5) Izin mendirikan bangunan yang telah dicabut dapat dimohonkan untuk
diperbaharui setelah pemegang izin dapat menghilangkan hal-hal yang menjadi
penyebab pencabutan izin.
Pasal 23
(1) Permohonan izin mendirikan bangunan batal bilamana :
a. Pemohon meninggal dunia, atau bubar apabila pemohon berbentuk badan
hukum.
b. Ketrangan-keterangan diperlukan seperti dimaksud dalam pasal 13 peraturan
daerah ini tidak dilengkapi sebagaimana mestinya dan pemohon telah
dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut dalam jangka waktu masing-masing 7
(tujuh) hari untuk memperbaiki keterangan, akan tetapi pemohon tidak pernah
hadir’
c. Permohonan izin mendirikan bangunan tersebut ternyata msih ada sangkut
pautnya dengan suatu sengketa perdata / pidana.
d. Jika keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemohon izin ternyata tidak
benar.
(2) permohonan izin mendirikan bangunan yang batal seperti dimaksud dalam ayat (1)
huruf a pada pasal ini, dapat diajukan setelah pemohon dapat memenuhi
kewajibannya dan/atau menghilangkan hal-hal yang dapat menjadi sebsb batalnya
izin tersebut.
Pasal 24
(1) Permohonan izin mendirikan bangunan hanya berlaku bagi orang atau badan yang
namanya tercantum dalam izin mendirikan bangunan.
(2) Bilamana pemegang izin mengalihkan ha atau tanahnya yang telah mendapatkan
izin mendirikan bangunan dan pekerjaan diatas tanah tersebut belum dimulai atau
belum selelsai, maka izin mendirikan bangunan harus dibalik nama kepada
pemegang hak atau tanah yang baru.
(3) Bilama pemegang izin mendirikan bangunan meniggal dunia maka izin mendirikan
bangunannya dapat dialihkan kepada salah seorang ahli waris yang sah’

Pasal 25
(1) Izin mendirikan bangunan berisi ketrangan tentang :
a. Nama dan alamat pemegang.
b. Jenis bangunan yang diizinkan.
c. Letak persil tampat bangunan yang diizinkan.
d. Jangka waktu pekerjaan harus dimulai mendirikan/merubah/merobohkan
bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap.
e. Pengenaan retribusi izin.
f. Pengawasan pelaksanaan pembangunan.
(2) izin mendirikan bangunan disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan
keputusan walikota.
BAB XI
JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Pasal 26
(1) Izin mendirikan bangunan (IMB) berlaku untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
dan dapat diperpanjang setiap masa berlakunya berakhir.
(2) Perpanjangan IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir masa belaku surat izin lama.
(3) Keterlambatan perpanjangan izin mendirikan bangunan sebagaiamana dimaksud
ayat 2 (dua) pasal ini dapat dikenakan denda 30% (tiga puluh persen) dari
besarnya nilai rertribusi untuk keterlambatan paling laam 3 (tiga) bulan.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (3) pasal ini tidak
dilaksanakan maka izin mendirikan bangunan dicabut dan dikenakan tindakan
hukum yang lain sesuai ketentuan yang berlaku.
(5) Terhadap izin mendirikan bangunan yang dicabut sebagaimana dimaksud ayat (4)
pasal ini dapat diajukan permohonan kembali kepada walikota dengan membayar
denda sebagaimaan dimaksud dalam ayat (3) pasal ini dan membayar retribusi
sesuai dengan peraturan daerah ini.
(6) Tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan izin mendirikan bagnunan yang
dicabut sebagaimana tersebut dalam ayat (4) pasal ini ditetapkan oleh walikota.
BAB XII
WILAYAH, MASA RETRIBUSI DAN TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 27
Wilayah pemungutan retribusi adalah dalam wilayah kota bima’
Pasal 28

(1) Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh walikota sebagai
dasar untuk menentukan besarnya retribusi terutang.
(2) Retribusi
terutang
dalam
masa
retribusi
penggunaan/pemanfaatan izin mendirikan bangunan.

terjadi

pada

saat

Pasal 29
Retribusi dipungut dengan menggunakan surat setoran retribusi daerah (SSRD) atau
dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XIII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua porsen )
setiap bulan dari retribusi yang terutang.
BAB XIV
PERENCANAAN ARSITEKTUR
Pasal 31
(1) Setiap bangunan yang diajukan pemohon izin mendirikan bangunan kepada
walikota harus mempunyai perencanaan arsitektur.
(2) Rung lingkup perencanaan arsitektur bangunan sebagaimana tersebut pada ayat
(1) pasal ini sekurang-kurangnya meliputi :
a. Luas bangunan;
b. Tampak bangunan;
c. Potongan bangunan;
d. Tata ruang luar;
e. Tata ruang dalam;
f. Gambar / desain dan RAB bangunan;
g. Letak bangunan.
Pasal 32
Penyusunan perencanaan arsitektur harus mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan dan peraturan teknik yang berlaku.
Pasal 33
Penyususnan perencanaan arsitektur berlaku juga pembangnan bangunan yang
dirobohkan dengan memperhatikan lingkungan sekitar, sehingga mewjudkan
bangunan dal lingkungan yang bersih, sehat, indah, nyaman, aman dan rapi.
BAB XVI
TAT RUANG
Pasal 34
(1) Setiap persil/ pekarangan yang akan dirikan bangunan harus direncanaka
penghijauan dan pertamanannya.
(2) Setiap persil/ pekarangan dilengakpi dengan saluran pembuanga dan atau
peresapan air hujan serta bagunan resapan air limbah.
(3) Setiap persil/ pekarangan apabila memerlukan jembatan atau titian untuk masuk
kedalamnya pemilik persil terlebih dahulu harus meminta petunjuk atau
kepada dinas teknis.
Pasal 35

Setiap
persil/
pekarangan
yang
akan
dirikan
bangunan
harus
dupertimbangkan/perhitungkan keadaan permukaan/kemiringan tanahnya dan untuk
pelaksanaanya dapat dimintakan penjelasan dinas teknis
Pasal 36
Bangunan yang pembangunannya dilakukan oleh sesuatu badan dalan jumlah cukup
banyak, harus memperhitungkan fasilitas lingkunagn secara layak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 37
Setiap bangunan atau kompleks bangunan, bantuk dan ukuran perlengkapan ruang
harus memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan umum menurut persyaratan
teknis yang berlaku.
BAB XVI
TATA BANGUNAN
Bagian Pertama
Persyaratan Mendirikan Bangunan
Pasal 38

(1) Tiap-tiap bangunan yang didirikan tidak boleh menyimpang dari perencanaan
arsitektur dan perhitungan konstruksi serta izin yang telah ditetapkan dalan izin
mendirikan bangunan .
(2) Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangi lalulintas jalan.
(3) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan mengganggu
atau menimbulkan ganguan keamanan, keselamatan umum, pertimbangan
lingkungan, pelestarian lingkungan dan kesehatan lingkungan.
(4) Setiap bangunan sejauh mungkin diusahakan mempertimbangkan segi-segi
pengembangan konsepsi bangunan tradisional bima untuk menciptakan suasana
lingkungan yang bercitra/berciri lokal.
Pasal 39
Kecuali bangunan tempat tinggal, apabila tidak ditentukan lain, hendaknya setiap
bangunan harus mempunyai tempat parkir kendaraan yang memenuhi ketentuan
yang berlaku.
Pasal 40
Untuk menciptakan suatu bangunan yang sehat dan aman, maka setiap banguinan
yang didirikan diupayakan memiliki jaringan utilitas bangunan dan dipasang secara
tertanam atau sekurang-kurangnya terlindung dan teratur menurut ketentuan yang
berlaku.
Pasal 41
Untuk kepentingan pelestarian, kepentingan daya resap tanah, kepentingan ekonomi,
fungsi peruntukan, fungsi keselamatan bangunan, agar menyapai kenyamanan dan
kenikmatan, maka setiap bangunan diwajibkan untuk memenuhi peryaratanpersyaratan Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
Pasal 42

Bentuk dan format izin mendirikan bangunan untuk masing-masing bangunan serta
penetapan garis sempadan dan persyaratan koefisien dasar bangunan, koefisien
lantai bangunan dan koefisien bangunan akan diatur lebih lanjut dengan keputusan
walikota.
Bagian Kedua
Bangunan bertingkat
Pasal 43
Untuk kepentingan pembangunan bvangunan bertingkat, perencanaan arsitektur dan
perencanaan konstruksi bangunan harus didasarkan atas kepentingan yang dapat
dipertanggungjawabkan menurut ketentuan yang berlaku.
Pasal 44
Dalam hal bangunan bertingkat yang dibangun secara bertahap dan bersambung,
konstruksi fondasi bangunan harus sudah dipersiapkan sebagai fondasi bertingkat
sesuai dengan yang direncanakan.
Pasal 45
Dalam hal penambahan tingkat lantai bangunan, harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut:
a. fondasi dan atau dinding-dinding yang ada masih dapat memikul bahan-bahan
tambahan yang dikarenakan penambahan tingkat lantai itu;
b. apabila ketentuan dalam huruf a pasal ini tidak memungkinkan harus ada usahausaha perbaikan/perubahan konstruksi yang disesuaikan denga penambahan
tingkat lantai yang dapat dipertanggung jawabkan dengan perhitunganperhitungan konstruksi;
Pasal 46
Konstruksi bangunan bertingkat harus dapat diwujutkan sebagai konstruksi perangkat
kokoh yang merupakan satu kesatuan dimana hubungan bolak balik dan kolom-kolom
yang sambung secara kokoh dapat menerima tegangan-tegangan yang ditimbulkan
oleh bahan-bahan yang bekerja pada bangunan.
Pasal 47
(1) Ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 44, 45 dan pasal 46 peraturan
daerah ini merupakan sebagian persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh
pemohon izin mendirikan bangunan bertingkat disamping persyaratan-persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 peraturan daerah ini.
(2) Walikota berdasarkan pertimbangan teknis dan pertimbangan lain-lain yang dapat
dipertangung jawabkan menurut ketentuan yang berlaku dan demi keamanan
bangunan serta penghuni bangunan bertingkat, dapat menunda dan menolak
permohonan izin mendirikan bangunan bertingkat.
(3) Keputusan penundaan dan penolakan permohonan pemohon izin medirikan
bangunan bertingkat harus disetai alasan-alasan sebagaiman dimaksud dalam
pasal 18 dan pasal 19 peraturan daerah ini serta alasan-alasan lain yang dapat
dipertanggung jawabkan menurut ketentuan yang berlaku.
BAB XVII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PEMEGANG
IZIN MENDIRKAN BANGUNAN (IMB)

Pasal 48
(1) pemegang izin medirikan banguanan wajib memberitahukan secara tertulis
kepqdq walikota atau pejabat yang berwenang tentang kegitan–kegitan meliputi:
a. Saat akan dimulainya pekerjaan mendirikan/merubah/merobohkan bangunan;
b. Saat akan dimulainya bagian-bagian pekerjaan mendirikan/merubah/
merobohkan bangunan;
c. Saat penyelesaian mendirikan/ merubah/merobohkan bangunan.
(2) Pemberitahuan tersebut pada ayat (1) pasal ini diajukan oleh pemegang izin
mendirikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja sebelum kegiatan –kegiatan
dimulai.
Pasal 49
(1) Selama pekerjaan mendirikan/merubah/merobohkan bangunan dilaksanakan,
pemegang izin mendirikan bangunan untuk bangunan tersebut diwajibkan
mengamankan lokasi bangunan sehingga tidak mengganggu lingkungan.
(2) Setiap izin mendirikan bangunan untuk bangunan tertentu wajib memasang papan
petunjuk yang memuat keterangan tentang:
a. nomor dan tanggal izin mendirikan bangunan;
b. nama pemilik izin mendirikan bangunan;
c. jangka Waktu pelaksanaan pekerjaan;
d. jenis bangunan;
e. lokasi/alamat persil;
f. peruntukan bangunan;
g. pelaksanaan bangunan;
h. pengawas pekerjaan.

(3) Apabila

dalam pelaksanaan pembangunan akan mmengganggu saran
kepentingan umum lainnya, maka pelaksanaan pemindahan, pengamanan,
sarana kepentingan umum tidak boleh dilakukan sendiri, tetapi harus dikerjakan
dengan pihak yang berwenamg atas biaya pemegang izin mendirikan bangunan.
Pasal 50

(1) Pemilik dilarang merobohkan bangunan yang tidak berdasrkan atas izin
mendirikan bangunan.
(2) Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenag untuk memerintahkan kepada
pemilik bangunan untuk merobohkan sebagian atau seluruh bangunan yang
dinyatkan:
a. rapuh berdasrkan perhitungan teknik konstruksi yang dapat dipertanggung
jawabkan;
b. tidak sesuai dengan rebcana umum tata ruang;
(3) Apabila pemerintah merobohkan bangunan sebgaiman dimaksud ayat (2) pasal ini
tidak dilaksnankan, maka pelaksanaan merobohkan bangunan akan dilakukan
oleh petugas/ pejabat yang ditunjuk oleh walikota atas biaya pemilik bangunhan
tersebut.
Pasal 51
Pemegang izin mendirikan bangunan tau kuasanya wajib memeberitahukan kepada
Walikota secara tertulis tentang perubahan alamat pemegang izin dalam waktu 14
(empat belas) hari sejak terjadinya perubahan yang dimaksud.
Pasal 52
Pemegang izin mendirikan bangunan dilarang memulai pelaksanaan pembangunan
sebelum ada pemeriksaan oleh tim yang dibentuk oleh walikota.

BAB XVIII
PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
Pasal 53
(1) Setiap pemegang izin mendirikan bangunan menurut Peraturan Daerah ini
walikota dapat menugaskan kepad tim untu8k meneliti kenyataan bagian
pekerjaan yang ada sesuai rencana dalam izin mendirikan bangunan.
(2) Tim sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini setelah melakukan pemeriksaan
berkewajiban untuk :
a. memberi tanda bukti persetujuan untuk meneruskan pekerjaan, apabila bagian
pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana;
b. memerintahkan penyesuaian atau pembongkaran atau penggantian bagfian
pekerjaan yang dinyatakan dalam berita acara, apabila bagian pekerjaan
ternyata tidak sesuai dengan rencana.
(3) Dalam hal jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
telah lewat, maka pemegang ijin mendirikan bangunan dapat melanjutkan
bangunan tersebut.
Pasal 54
Tim sebagaimana tersebut pada pasal 53 Peraturan Daerah ini adalah Dinas teknis
dan unsure instansi terkait yang ditetapkan dengan keputusan walikota.
BAB XIX
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 55
(1) pengeluaran surat teguran dan peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana
awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7
(tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan surat
lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(3) Surat teguran sebagimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh
pajabat yang berwenang.
BAB XX
PENYETORAN DAN INSENTIF
Pasal 56
Penerimaan retribusi izin Mendirikan Bangunan dilaksanakan oleh Walikota atau
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 57
Hasil penerimaan retribusi izin mendirikan bangunan disetor secara bruto ke Kas
Daerah selambat – lambatnya 1 x 24 jam.
Pasal 58

Kepada instansi pemungut diberikan upah pungut sebesar 5 % (lima persen) dari
realisasi penerimaan / pungutan yang disetor ke kas Daerah.

BAB XXI
KADARLUARSA PENAGIHAN
Pasal 59
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka
waktu 3 (tiga) tahun sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi
melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditangguhkan
apabila :
a. diterbitkan surat teguran atau ;
b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung secara tertulis.
Pasal 60
Pedoman Tata Cara Penghapusan piutang retribusi yang kadarluarsa diatur dengan
Peraturan Daerah.
BAB XXII
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 61
(1) Wajib retribisi yang memenuhi criteria tertentu wajib menyelenggarakan
pembukuan.
(2) Criteria wajib retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur oleh
Walikota.
Pasal 62
(1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan
Perundang – undangan retribusi.
(2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib :
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi
yang terutang.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
BAB XXIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 63
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan
keuangan daerah diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (10 adalah pelanggaran.

BAB XXIV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 64
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertenti dilingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. Menerima, Mencari, Mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan
atau laporan menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, Mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana dibidang retribusi daerah;
c. Meminta Keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
d. Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain
bekenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen – dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap
barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi daerah;
g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
h. Memanggil orang untuk didengar keteranganya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
i. Menghentikan penyidikan;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikanya kepada penuntut umum. Sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
(1) Bagi semua bangunan yang belum memperoleh izin mendirikan bangunan pada
saat berlakunya Pertauran Daerah ini diwajibkan untuk mendapatkan izin
mendirikan bangunan dengan mengajukan permohonan pada Walikota atau
pejabat yang ditunjuk sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan ketentuan tersebut ayat (1) pasal ini diatur dengan keputusan
Walikota.
(3) Izin mendirikan bangunan yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah
ini tetap berlaku sampai masa berlakunya.
BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66
Hal – hal yang belum diatur dalam peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Walikota.

Pasal 67
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar upaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bima
Ditetapkan di Raba – Bima,
Pada Tanggal 1 September 2005
WALIKOTA BIMA

iundangkan di Raba
Pada tanggal 1 September 2005

M. NUR A LATIF

SEKRETARIS DAERAH

Ir. M. QURAISY
Pembina utama muda IV/c
Nip. 010 006 158
LEMBARAN DAERAH KOTA BIMA TAHUN 2005 NOMOR 14

===========BATAS ===============
(1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan secara tunai / lunas;
(2) Walikota dapat memberi izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi
terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggung
jawabkan;
(3) Tata cara Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ) Pasal ini di
tetapkan oleh Walikota;
(4) Walikota dapat mengizinkan wajib Retribusi untuk menunda pembayaran
Retribusi sampai batas waktu yang ditentukan dengan alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Pasal 13
(1) Pembayaran Retibusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Peraturan Daerah ini
diberikan tanda bukti pembayaran;
(2) Setiap Pembayaran dicatat dalam buku penerimaan;
(3) Bentuk, isi, Kualitas ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi ditetapkan
oleh Walikota.
BAB XI
TATA CARA PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 14
(1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang
– undangan retribusi.
(2) Wajib Retribusi, yang diperiksa wajib:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi
yang terutang.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
Pasal 15
(1) Besarnya penetapan dan penyetoran retribusi dihimpun dalam buku jenis retribusi;
(2) Atas dasar buku jenis retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal dibuat
daftar penerimaan dan tunggakan persejenis retribusi;
(3) Berdasarkan daftar penerimaan dan tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat
( 2 ) pasal ini dibuat laporan realisasi penerimaan dan tunggakan per jenis retribusi
sesuai masa retribusi;
(4) Tatacara pemeriksaan retribusi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota

BAB XII
TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI
Pasal 16
(1) Pengeluaran surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 ( tujuh )
hari sejak jatuh tempo pembayaran ;
(2) Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah diterimanya surat teguran /
peringatan / surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya
yang terutang;
(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) pasal ini dikeluarkan oleh
Walikota atau pejabat yang berwenang ;
Pasal 17
Bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan Penagihan Retribusi Daerah
sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh
Walikota. Atau pejabat yang berwenag.
BAB XIII
TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN
DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 18
(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi;
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Walikota;
BAB XIV
TATA CARA PEMBETULAN , PENGURANAGAN
KETETAPAN, PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
Pasal 19
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pembetulan SKRD dan STRD
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau
kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang – undangan Retribusi Daerah;
(2) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan wajib retribusi atau bukan karena
kesalahannya;
(3) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan
ketetapan retribusi yang tidak benar;
(4) Permohonan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ) pasal ini dan pembatalan sebagaimana
dimaksud ayat ( 3 ) pasal ini harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia oleh wajib retribusi kepada Walikota paling lama 30 hari sejak tanggal
diterima SKRD dan STRD dengan memberikan bahasa yang jelas dan
meyakinkan untuk mendukung permohonannya.
(5) Keputusan atas permohonan sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ) pasal ini
dikeluarkan oleh Walikota paling lama 3 ( tiga) bulan sejak permohonan diterima.

(6) Apabila setelah lewat 3 ( tiga ) bulan sebagaiman dimaksud pada ayat ( 5 ) pasal
ini Walikota tidak memberikan keputusan, maka permohonan pembetulan,
pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan
pembatalan dianggap dikabulkan.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 20
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibanya sehingga Merugikan
Keuangan Daerah diacam pidana kurungan paling lama 6 (enam bulan atau
denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) pasal ini adalah pelanggaran.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 21
(1) Pejabat Pengawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) adalah :
a. Menerima, Mencari, Mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan
atau laporan menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, Mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana dibidang retribusi daerah;
c. Meminta Keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
d. Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain
bekenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen – dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap
barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi daerah;
g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
h. Memanggil orang untuk didengar keteranganya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
i. Menghentikan penyidikan;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung
jawabkan .
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikanya kepada penuntut umum. Sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22

Hal – hal yang belum diatur dalam peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Walikota.
Pasal 23
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar upaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bima
Ditetapkan di Raba – Bima,
Pada Tanggal 1 September 2005
WALIKOTA BIMA

Diundangkan di Raba
Pada tanggal 1 September 2005

M. NUR A LATIF

Plt. SEKRETARIS DAERAH
Ir. M. QURAISY
Pembina utama muda IV/c
Nip. 010 006 158
LEMBARAN DAERAH KOTA BIMA TAHUN 2005 NOMOR 14

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA BIMA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN
A. PENJELASAN UMUM
Pasar merupakan salah satu pusat kegiatan masyarakat dan merupakn sektor
penggerak roda perekonomian sehinggga keberadaan mutlak sangat diperlukan oleh
karena
itu
pada
tempat-tempat
terntu
pemerintah
daerah
menyelenggrakan/mendirikan pasar dan berkewejiban untuk mengupayakan agar
aktivitas yang berjalan dipasar selalu dapat terselenggara dan berlangsung dengan
baik.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi
daerah sebagaiamana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Sejalan dengan penyesuaian nomenklatur tersebut, dalam rangka meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), di dalam peraturan daerah ini juga diatur mengenai
penyesuaian/kenaikan tarif.
B. PENJELASA PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan mengandung
prinsip komersial meliput:
(4)
Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekeyaan
daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal
(5)
Pelayanan oleh pemerintah daerah serpanjang belum
memadai disediakan oleh pihak swasta
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas

Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas