Green Building A Sustainable Consept for Construction Development in Indonesia

Green Building A Sustainable Consept for
Construction Development in Indonesia
Oleh : Redaksi Butaru
Tingkat kesadaran global mengenai
lingkungan
hidup
dan
perubahan
iklim, khususnya dalam bidang arsitektur
dan
lingkungan,
pada
beberapa
tahun belakangan ini meningkat dengan
tajam. Gerakan hijau yang tengah
berkembang pesat saat ini tidak hanya
bertujuan untuk melindungi sumber daya
alam,
tetapi juga
diimplementasikan
sebagai upaya efisiensi penggunaan energi

serta meminimalisir kerusakan lingkungan
sekitar.
Hal
ini
tentu
sangat
bermanfaat apabila
dilakukan
secara
merata dan berkelanjutan, khususnya di
Indonesia yang notabene adalah negara yang sedang berkembang. Sosialisasi terhadap
upaya-upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim terus dilakukan Pemerintah
Indonesia, tetapi tidak semua elemen masyarakat sudah mengetahui dan paham mengenai
kedua hal tersebut. Terbukti dari merebaknya SBS (sick building syndrome) pada
bangunan-bangunan Indonesia. Bentuk solusi yang menjadi pilihan adalah dengan
menerapkan konsep Green Architecture, atau Green Building yang kini sudah dijalankan
oleh pemerintah, Apa sebenarnya makna dari kedua konsep tersebut? Bagaimana
Kriterianya? serta seperti apa bentuk kepedulian serta peran dari masyarakat dan
pemerintah?.
SICK BUILDING SYNDROME

Sick Building Syndrome adalah situasi dimana para penghuni gedung atau bangunan
mengalami permasalahan kesehatan dan ketidaknyamanan karena waktu yang dihabiskan
dalam bangunan. Faktor utama terjadinya SBS terdapat pada permasalahan kualitas udara
atau polusi udara yang biasanya disebabkan oleh buruknya ventilasi udara atau cahaya,
emisi ozon dari mesin foto kopi, polusi dari perabot dan panel kayu, asap rokok, dan lain
sebagainya. SBS secara tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas seluruh
penghuni gedung atau bangunan apabila dibiarkan terus menerus. Sudah banyak gedung
yang terjangkit SBS di Indonesia. Antara lain terdapat pada kota-kota besar di
Indonesia seperti Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan, Bandung,dan Makassar. Maka
dari itu, konsep bangunan yang green sudah selayaknya digalakkan. Menurut World
Health Organization (WHO), diperkirakan sekitar 30 persen seluruh bangunan atau
gedung yang ada di dunia memiliki permasalahan terkait kualitas udara dalam ruangan
.

KONSEP ARSITEKTUR HIJAU (GREEN ARCHITECTURE)
Arsitektur hijau adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk
meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia
dan lingkungan. Sebagai pemahaman dasar dari arsitektur hijau yang berkelanjutan,
elemen-elemen yang terdapat didalamnya adalah lansekap, interior, yang menjadi
satu kesatuan dalam segi arsitekturnya. Dalam contoh kecil, arsitektur hijau bisa juga

diterapkan di sekitar lingkungan kita. Yang paling ideal adalah menerapkan komposisi
60 : 40 antara bangunan rumah dan lahan hijau, membuat atap dan dinding dengan
konsep roof garden dan green wall. Dinding bukan sekadar beton atau batu
alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat. Tujuan utama dari green
architecture adalah menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan, arsitektur
alami, dan pembangunan berkelanjutan. Arsitektur hijau juga dapat diterapkan dengan
meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang
mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Perancangan Arsitektur hijau meliputi
tata letak, konstruksi, operasi dan pemeliharaan bangunan. Konsep ini sekarang mulai
dikembangkan oleh berbagai pihak menjadi Bangunan Hijau (green building).
KONSEP BANGUNAN HIJAU (GREEN BUILDING)

Untuk mengurangi penggunaan energi operasi, penggunaan jendela yang se-efisiensi
mungkin dan insulasi pada dinding, plafon atau tempat masuknya aliran udara ke dalam
bangunan gedung. Strategi lain desain bangunan surya pasif, sering dilaksanakan di
rumah-rumah rendah energi. Penempatan jendela yang efektif (pencahayaan) dapat
memberikan cahaya lebih alami dan mengurangi kebutuhan penerangan listrik di siang
hari. Adapun manfaat apabila kita menerapkan konsep Green

Building adalah :

 Bangunan lebih awet dan tahan lama, dengan perawatan minimal
 Efisiensi energi menyebabkan pengeluaran uang lebih efektif
 Bangunan lebih nyaman untuk ditinggali
 Mendapatkan kehidupan yang sehat
 Ikut berperan serta dalam kepedulian
terhadap lingkungan Efisiensi energy pada bangunan Green Building merupakan salah
satu bentuk respon masyarakat dunia akan perubahan iklim. Praktek „Bangunan Hijau‟ ini
mempromosikan bahwa perbaikan perilaku (dan teknologi) terhadap bangunan tempat
aktivitas hidupnya dapat menyumbang banyak untuk mengatasi pemanasan global.
Bangunan/gedung
adalah penghasil terbesar (lebih dari 30%) emisi global karbon
dioksida, salah satu penyebab utama pemanasan global. Saat ini Amerika, Eropa,
Kanada dan Jepang mengkontribusi sebagian besar emisi gas rumah kaca, namun situasi
akan berubah secara dramatis di masa depan. Pertumbuhan penduduk di Cina, India, Asia
Tenggara, Brazil dan Rusia menyebabkan emisi CO2 bertambah dengan cepat.
Pembangunan di Indonesia meningkatkan kontribusi CO2 secara signifikan. Hal ini akan
memperburuk kondisi lingkungan Indonesia pun kondisi lingkungan global. wacana GBC
Indonesia menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia
berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP GREEN
BUILDING COUNCIL INDONESIA

GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
Adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit)
yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan
praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan
global yang berkelanjutan. GBC INDONESIA didirikan pada tahun 2009
dan diselenggarakan oleh sinergi di antara para pemangku
kepentingannya, meliputi :
 Pemerintah
 Kalangan industri sektor bangunan dan properti,
 Profesional bidang jasa konstruksi
 Institusi pendidikan dan penelitian
Lembaga ini merupakan Emerging Member dari World Green Building Council (WGBC)
yang berpusat di Toronto, Kanada Salah satu program lembaga ini adalah
menyelenggarakan kegiatan
Sertifikasi
Bangunan
Hijau
di
Indonesia
berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP. Melalui

lembaga ini pemerintah menyatakan dukungannya untuk menyehatkan kembali kondisi
gedung-gedung di perkotaan dari penyakit SBS (sick building syndrome).
Sistem Rating GREENSHIP
Dalam pembuatannya, GREENSHIP sebagai perangkat penilaian membutuhkan suatu
acuan
dan
dukungan
dari
pemerintah.
Dalam
pembuatannya
pun,
GREESHIP menggunakan kriteria penilaian sedapat mungkin berdasarkan standard lokal
baku seperti Undang-Undang (UU), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi

Presiden (Inpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), dan
Standar Nasional Indonesia (SNI).
Beberapa peraturan yang menjadi acuan dalam pembuatan GREENSHIP adalah :
 Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas
dan Aksessibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

 Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
 B/277/Dep.III/LH/01/2009
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
 UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
 Keputusan
DNA
(Designated
National
Authority
) dalam
B277/Dep.III/LH/01/2009
 Keputusan Menteri No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Kotor Domestik
 Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung
 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
 UU No. 18 Tahun 2008
GREENSHIP menggunakan kriteria penilaian sedapat mungkin berdasarkan standar lokal
baku seperti UU, Keppres, Inpes, Permen, Kepmen dan SNI. Green High Rise Building

HARAPAN KE DEPAN
Harapan kedepan dari sistem GREENSHIP ini adalah, seluruh bangunan-bangunan di
kota besar di Indonesia sudah bebas dari SBS dengan bukti kepemilikan
sertifikat Greenship. Bangunan-bangunan pemerintah khususnya pada daerah DKI
Jakarta, sudah mulai menggalakkan “Memenuhi Persyaraatan GreenShip” sertifikat ini
dengan harapan ditiru oleh seluruh provinsi di Indonesia. Gedung baru Kementerian PU
dan Kantor DPRD DKI Jakarta adalah sebagian dari gedung-gedung negara yang telah
mendapatkan sertifikat greenship. Tidak hanya pemerintah, GBCI juga menargetkan
penyelesaian sertifikasi lima gedung dari 27 gedung non pemerintah yang telah
mendaftar. Dari 27 gedung ini, 10 diantaranya merupakan pilot proyek gedung baru (new
building) dan 17 proyek sedang dalam tahap pembatasan. Harapan ke depan adalah
menjadikan kota-kota di Indonesia menjadi Kota Terhijau di Dunia, seperti Vancouver di
Kanada, Malmo di Swedia, Curitiba di Brazil,Portland di Amerika Serikat dan reykjavik
di Islandia. (eq)