buku keperawatan jiwa pak ari

BAB I
KONSEP MODEL PERAWATAN KESEHATAN JIWA

A. MODEL PSIKO ANALISA
1. Konsep
Merupakan model yang pertama yang dikemukakan oleh Sigmun Freud
yang meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa
berhubungan pada perkembangan pada masa anak. Setiap fase
perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai.
Gejala yang Nampak merupakan simbul dari konflik.
2. Proses terapi
a. Memakan waktu yang lama
b. Menggunakan

tehnik

menginterprestasikan

asosiasi
perilaku,


bebas

dan

menggunakan

analisis

mimpi

transferens

:

untuk

memperbaiki masa lalu, mengidentifikasi area masalah.
3. Peran pasien dan terapis
a.


Pasien : mengungkapkan semua pikiran dan mimpi

b. Terapis : mengupayakan

perkembangan

trasferens,

menginterpretasikan pikiran dan mimpi pasien dalam
kaitannya dengan konflik.
B. MODEL INTERPERSONAL
1. Konsep
Model ini diperkenalkan oleh Hary Stack Sullivan. Sebagai tambahan
paplau mengembangkan teori interpersonal keperawatan. Teori ini
meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan interpersonal.
Menurut Sulivan individu memandang orang lain sesuai dengan apa yang
ada pada dirinya, maksudnya kemampuan dalam memahami diri sendiri
dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang

mencakup proses interpersonal perawat klien dan masalah kecemasan

yang terjadi akibat sakit.
Dalam proses interpersonal perawat klien memiki 4 tahap :
a. Orientasi
Perawat klien melakukan kontrak awal untuk bhsp dan terjadi proses
pengumpulan data
b. Identifikasi
Perawat memfasilitasi ekspresi perasaan klien dan melaksanakan askep
c. Eksplorasi
Perawat memberi gambaran kondisi klien
d. Resolusi
Perawat memandirikan klien
2. Proses terapi
a. Mengeksplorasi proses perkembangan
b. Mengoreksi pengalaman interpersonal
c. Redukasi
d. Mengembangkan hubungan saling percaya
3. Peran pasien dan terapis
a.

Pasien : menceritakan ansietas dan perasaan


b. Terapis : menjalin

hubungan

akrap

dengan

psaien

dengan

menggunakan empati dan menggunakan hubungan sebagai
suatu pengalaman interpersonal korektif.
C. MODEL SOCIAL
1. Konsep
Menurut Caplain situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa. Teori ini
mengemukakan pandangan sosial terhadap perilaku bahwa factor sosial
dan lingkungan menciptakan stress yang menyebabkan ansietas yang akan

menimbulkan gejala perilaku menyimpang.
2. Proses terapi
a. Pencegahan primer

b. Manipulasi lingkungan
c. Intervensi krisis
3. Peran pasien dan terapis
a. Pasien : secara aktif menyampaikan masalahnya dan bekerjasama
dengan terapis untuk menyelesaikan masalahnya.
b. Terapis :
1) Menggali sistem sosial pasien
2) Membantu pasien menggali sumber yang tersedia
3) Menciptakan sumber baru
D. MODEL EKSISTENSI
1. Konsep
Teori ini mengemukakan bahwa penyimpangan perilaku terjadi jika
individu putus hubungan dengan dirinya dan lingkungannya. Keasingan
diri dari lingkungan dapat terjadi karena hambatan pada diri individu.
Individu merasa putus asa, sedih, sepi, kurangnya kesadaran diri yang
mencegah partisipasi dan penghargaan pada hubungan dengan orang lain.

Klien sudah kehilangan/tidak mungkin menemukan nilai-nilai yang
memberi arti pada eksistensinya
2. Proses terapi
a. Rational emotive therapy
Konfrontasi digunakan untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya.
Klien didorong menerima dirinya sebagai mana adanya bukan karena
apa yang dilakukan.
b. Terapi logo
Terapi orientasi masa depan. Individu meneliti arti dari kehidupan,
karena tanpa arti berarti eksis. Tujuannya agar individu sadar akan
tanggung jawabnya.
c. Terapi realitas
Klien dibantu untuk menyadari target kehidupannya, dan cara untuk
mencapainya. Klien disadarkan akan alternatif yang tersedia.

3. Peran pasien perawat
a. Pasien : bertanggung jawab terhadap perilakunya dan berperan serta
dalam suatu pengalaman berarti untuk mempelajari tentang diri yang
sebenarnya.
b. Terapis :

1) Membantu pasien untuk mengenali diri
2) Mengklarifikasi realita dari suatu situasi
3) Mengenali pasien tentang perasaan tulus
4) Memperluas kesadaran diri pasien
E. MODEL KOMUNIKASI
1. Konsep
Teori ini menyatakan bahwa gangguan perilaku terjadi apabila pesan tidak
dikomunikasikan dengan jelas. Bahasa dapat digunakan merusak makna,
pesan dapat pula tersampaikan mungkin tidak selaras.
Fase komunikasi ada 4 yaitu : pra interaksi, orientasi, kerja, terminasi.
2. Proses terapi
a. Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah
b. Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.
c. Memberi alternatif kolektif untuk komunikasi yang tidak efektif
d. Melakukan analisa proses interaksi
3. Peran pasien terapis
a. Pasien : memperhatikan pola komunikasi, bermain peran, bekerja
untuk mengklarifikasi komunikasinya sendiri, memvalidasi peran dari
orang lain.
b. Terapis : menginterpretasikan pola komunikasi kepada pasien dan

mengajarkan prinsip komunikasi yang baik.

F. MODEL PERILAKU
1. Konsep
Dikembangkan oleh H.J Eysenk, J. Wolpe dan B.F Skiner. Teori ini
meyakini bahwa perubahan perilaku akan mengubah kognitif dan afektif
2. Proses terapi
a. Desenlisasi/pengalihan
b. Teknik relaksasi
c. Asertif training
d. Reforcemen/memberikan penghargaan
e. Self regulation/mengamati perilaku klien: set standar ketrampilan, self
observasi, self evaluasi, self, reiforcemen.
3. Peran pasien dan terapis
a. Pasien :
1) Mempraktikkan

tehnik

perilaku


yang

digunakan

untuk

mengerjakan pekerjaan rumah
2) Penggalakan latihan.
b. Terapis
1) Mengajarkan kepada klien tentang pendekatan perilaku
2) Membantu mengembangkan hirarki perilaku
3) Menguatkan perilaku yang diinginkan.
G. MODEL MEDICAL
1. Konsep
Penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan SSP. Dicurigai
bahwa depresi dan skizoprenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural
serta gangguan sinap yaitu masalah biokimia. Factor sosial dan lingkungan
diperhitungkan sebagai factor pencetus.
2. Proses terapi

a. Pengobatan : jangka panjang, jangka pendek
b. Terapi supportif
c. Insight oriented terapy yaitu belajar metode mengatasi stressor.

3. Peran pasien dan terapis
a. Pasien : mempraktekkan regimen terapi dan melaporkan efek terapi
b. Terapis :
1) Menggunakan kombinasi terapi somatic dan interpersonal
2) Menegakkan diagnosa penyakit PPDGJ
3) Menentukan pendekatan terapeutik
Inti Model Medical
MEDIKAL
PENYEBAB

PENYAKIT
MASALAH KESEHATAN
PENGOBATAN

H. MODEL KEPERAWATAN
1. Konsep

Teori ini mempunyai pandangan bahwa askep berfokus pada respon
individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial dengan
model pendekatan berdasarkan teori system, teori perkembangan, teori
interaksi, pendekatan holistic, teori keperawatan.
Fokus pada :
a. Rentang sehat sakit
b. Teori dasar keperawatan
c. Tindakan keperawatan
d. Hasil tindakan
2. Proses terapi
a. Proses keperawatan

b. Terapi keperawatan : terapi modalitas.
3. Peran pasien dan terapis
a. Pasien : mengemukakan masalah
b. Terapis : memfasilitasi dan membantu menyelesaikan
Inti Model Medical
KEPERAWATAN
VULNERBILITI
(Individu yang mudah mengalami gg)
(Individu yang mudah mengalami gg)
RESIKO
RESPON MANUSIA
ASKEP
EVALUASI
1. Model yang pertama yang dikemukakan oleh Sigmun Freud yang meyakini
bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan pada
perkembangan pada masa anak adalah model keperawatan jiwa………………
2. Menurut konsep keperawatan jiwa interpersonal, dalam proses interpersonal
perawat klien memiliki 4 tahap yaitu ………………………..
3. Model keperawatan jiwa sosial dalam proses terapinya melalui cara………….
4. Peran perawat dalam model keperawatan jiwa eksistensi adalah………………
5. Peran pasien dalam model keperawatan jiwa komunikasi adalah……………...
6. Perbedaan model konsep keperawatan jiwa keperawatan dan medical
adalah……………………..
7. Model konsep keperawatan jiwa perilaku mempunyai konsep tentang perilaku
yaitu ………………………

BAB II
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN

A. PENDAHULUAN
Komunikasi sangat bermakna pada profesi keperawatan yang mana
merupakan

metode

utama

dalam

memberikan

asuhan

keperawatan.

Komunikasi terapeutik sebagai komunikasi professional.
B. DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komter (komunikasi terapeutik) merupakan komunikasi yang direncanakan
secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien.
Komter merupakan media untuk saling memberi dan menerima antar perawat
dengan klien. Komter berlangsung secara verbal dan non verbal
Dalam komter ada tujuan spesifik, batas waktu, berfokus pada klien dalam
memenuhi kebutuhan klien, ditetapkan bersama, timbal balik, berorientasi
pada masa sekarang, saling berbagi perasaan.
C. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan
Sundeen):
1. Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat
2. Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri
3. Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan
menerima dengan kasih sayang.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistic
D. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), dalam menanggapi pesan yang
disampaikan klien, perawat menggunakan tehnik komunikasi terapeutik.

1. LISTENING (Mendengarkan)
Definisi : menerima informasi secara aktif dan memperhatikan respon
klien.
a. Sebagai dasar utama komunikasi
b. Sehingga perawat tahu perasaan klien
c. Beri waktu yang banyak untuk bicara.
d. Jadilah pendengar yang aktif
e. Sikap/nonverbal: kontak mata, tidak menyilangkan tangan/kaki,
hindari gerak tubuh yang tidak perlu, anggukkan kepala, tubuh
condong
f. Nilai : anda bernilai untuk saya, saya tertarik pada anda
g. Listening secara aktif dan pasif (mendengar dengan kegiatan
nonverbal)
h. Misal : oo…. oo…. oo …., mhmmm…., ya saya dengan kamu….
i. Cara jadi pendengar yang efektif :
1) Fokus pada pemahaman apa yang dikatakan seseorang
2) Pelihara kontak mata
3) Melihat sekitar, sering berubah posisi menunjukkan tidak
mendengarkan
4) Posisi pada level yang sama
5) Duduk bila mungkin
6) Berdiri menandakan diangapa akan pergi, tidak punya waktu cukup
untuk komunikasi
7) Sikap kalem saat klien berfikir untuk menjawab, jangan bicara
sebelum orang lain bicara.
8) Respon baik (verbal, nonverbal).
2. BROAD OPENING (Pertanyaan terbuka)
a. Yaitu suatu teknik untuk membuka pembicaraan
Misal : kamu memikirkan tentang apa? Bagaimana perasaanmu hari
ini?
b. Memberi kesempatan untuk memilih

3. RESTATING (Mengulang)
a. Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
b. Guna : menguatkan ungkapan klien, mengindikasikan perawat
mengikuti pembicaraan klien
c. Misal : kamu mengatakan bahwa ibumu meninggalkan waktu usiamu 5
tahun ?
4. CLARIFICATION (Klarifikasi)
a. Dilakukan jika perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar/klien malu
mengemukakan

informasi,

informasi

yang

di

dapat

tidak

lengkap/mengemukakan berpindah-pindah. Misal : dapatkah anda
jelaskan kembali tentang….? Apa yang bapak maksud dengan….?
b. Perawat berusaha menjelaskan kembali kata ide yang tidak jelas
dikatakan klien.
c. Guna : untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi.
5. THEMA IDENTIFICATION (Identifikasi Tema)
Definisi : pokok yang mendasari persoalan/masalah yang sering muncul
a. Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama
percakapan
b. Guna : meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting
c. Misal : saya lihat dari semua keterangan yang anda jelskan anda telah
disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?
6. SILINECE (Diam)
a. Biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan
b. Tujuan : memberi kesempatan berfikir dan memotivasi klien bicara.
c. Perlu ketrampilan dan ketepatan waktu
1) Bermanfaat saat klien harus mengambil keputusan
2) Pada klien menarik diri, diam berarti perawat menerima klien.
7. REFLECTION (Refleksi)
a. Definisi : mengembalikan kepada klien segala ide pasien, perasaan,
pertanyaanya, dan isinya, agar pasien menyadari dan dapat mengambil
keputusan.

b. Klien punya hak mengemukakan pendapat, membuat keputusan,
memikirkan diri sendiri.
c. Refleksi:
1) Refleksi isi, memvalidasi yang didengar, klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat
2) Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien tahu dan menerima perasaannya.
d. Guna

: Mengetahui dan menerima ide dan perasaan
Mengoreksi
Memberi keterangan yang jelas

e. Rugi :
1) Mengulang terlalu sering dan sama
2) Dapat menimbulkan marah, iritasi, frustasi
Misal :
Klien

: Apakah menurut anda saya harus mengatakan pada
dokter?

Perawat

: Apakah

menurut

bapak

sendiri

bapak

harus

mengatakan pada dokter
Missal

: Anda merasa tegang dan khawatir, apa ada
hubungannya dengan….?

8. FOCUSING (Memfokuskan)
Membantu klien bicara sesuai topik yang dipilih, sesuai tujuan spesifik,
lebih jelas, berfokus pada realitas.
Misal : wanita sering menjadi bulan-bulanan. Coba anda ceritakan
perasaan anda sebagai wanita?
9. MEMBAGI PERSEPSI
a. Definsi : menanyakan pada klien untuk menguji pengertian perawat
tentang yang ia fikir dan rasakan
b. Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan
difikirkan, sehingga perawat dapat meminta umpan balik dan memberi
informasi

Misal : anda tertawa, tapi saya rasa anda marah pada saya.
10. INFORMING
a. Memberi informasi dan fakta untuk penkesh
b. Tidak dibenarkan memberi nasehat saat memberi informasi.
Misal :
Apakah saya perlu menerangkan tentang kerja obat yang bapak
makan?
11. SUGESSTING (Saran)
a. Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah
b. Tepat digunakan pada fase kerja dan tidak pada fase awal hubungan.
12. HUMOR
a. Lawakan yang menyenangkan, diungkapkan dengan bermain-main.
b. Guna : Meningkatkan kesadaran, menyegarkan suasana, menurunkan
agresi
c. Jangan sembarangan dan terkesan meremehkan, misal : berikan arti
kata baru dari nervous
13. MENYATAKAN HASIL OBSERVASI
a. Perawat menguraikan kesan nonverbal klien
b. Misal : Anda kelihatan tampak tegang….
14. MERINGKAS
a. Pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat
b. Tujuan : membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan
c. Dapat mengulang aspek penting untuk interaksi berikutnya.
Misal : Selama 10 menit ini bapak dan saya telah membicarakannya….
15. MEMBERI PENGHARGAAN
a. Jangan malah membebani. Misal : Bapak Nampak cocok pakai baju
biru
b. Yang membebani: Wah…. Bapak seperti Brad Pitt cakepnya.

16. MENGANJURKAN MENERUSKAN PEMBICARAAN
a. Memberi kesempatan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan.
b. Tidak terkesan mengarahkan pembicaraan
c. Misal : lanjutkan….
Dan kemudian…. Coba ceritakan hal tersebut pada saya.
E. FASE-FASE HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWATKLIEN
Proses berhubungan perawat klien dapat dibagi dalam 4 fase: Fae prainteraksi,
fase perkenalan (Orientasi), Fase kerja dan fase terminasi..
1. FASE PRAINTERAKSI
Prakinteraksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran
dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat
dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri
serta nilai tambah pengamannya berguna agar lebih efektif dalam
memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri
yang stabil dan harga diri yang kuat, mempunyai hubungan yang
konstruktif dengan orang lain, dan berpegang pada kenyataan dalam
menolong klien (Stuart & Sundeen, 1987).
Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian
kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien. Tugas tambahan dalam fase ini adalah
mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak pertama.
Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan klien. Seorang perawat perlu mengevaluasi dirinya
tentang kemampuan yang dimilikinya. Jika merasa ada ketidaksiapan
maka perlu membaca kembali, diskusi dengan teman. Jika sudah siap perlu
membuat rencana interaksi dengan klien.

a. Evaluasi diri
Coba jawab pertanyaan berikut :
Apa pengetahuan yang saya miliki tentang keperawatan jiwa?
Apa yang akan saya ucapkan saat bertemu dengan klien?
Bagaimana saya bersikap jika klien diam, menolak, marah, inkohern?
Adakah pengalaman interaksi dengan klien yang negative/tidak
menyenangkan?
Bagaimana tingkat kecemasan saya?
b. Penetapan tahapan hubungan
Yang perlu ditetapkan tahapan hubungan perawat klien :
Apakah kontrak pertama?
Apakah kontrak lanjutan?
Apa tujuan pertemuan?
Apa tindakan yang akan saya lakukan?
Bagaimana cara melakukan?
c. Rencana interaksi
Siapkan secara tertulis rencana percakapan yang akan dilakukan!
Tentukan tehnik komunikasi sesuaikan dengan tujuan yang akan
dicapai!
Tentukan tehnik observasiyang akan dilakukan!
Buat langkah-langkah prosedur yang akan dilakukan!
2. FASE PERKENALAN (ORIENTASI)
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang
perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan
mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien.
Dalam membina hubungan, tugas utama adalah membina rasa
saling percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan
perumusan KONTRAK dengan klien.
Elemen-elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada klien
sehingga kerjasama perawat klien dapat optimal. Diharapkan klien
berperan serta secara penuh dalam kontrak, namun pada kondisi tertentu,

misalnya klien dengan gangguan realita, maka kontrak dilakukan sepihak
dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontrak realitas klien
meningkat.
Perawat dan klien mungkin kan mengalami perasaan tak nyaman,
bimbang karena memulai hubungan baru. Klien yang mempunyai
pengalaman hubungan interpersonal yang menyakitkan adan sukar
menerima dan terbuka pada orang asing. Klien anak memerlukan rasa
aman untuk mengekspresikan perasaan tanpa dikritik atau dihukum.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan
klien dan mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama
klien.
Elemen kontrak perawat-klien :
a. Nama individu (perawat dank lien)
b. Peran perawat dan klien
c. Tanggung jawab perawat dan klien
d. Harapan perawat dan klien
e. Tujuan hubungan
f. Tempat pertemuan
g. Waktu pertemuan
h. Situasi terminasi
i. Kerahasiaan
Hal-hal yang perlu dilakukan pada fase perkenalan :
Perkenalan dilakukan pada pertemuan pertama
a. Memberi salam
Selamat pagi / siang / sore / malam atau sesuai latar belakang sosial
budaya yang disertai dengan mengulurkan tangan untuk jabat tangan.
b. Memperkenalkan diri perawat
“Nama saya Wahyu Purwaningsih, saya senang dipanggil Wahyu.”
c. Menanyakan nama pasien
“Nama bapak/ibu/saudara siapa, apa panggilan kesayangannya?”

d. Menyepakati pertemuan/kontrak
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap.”
“Dimana kita duduk”
Bagaimana kalau kita duduk disana (sebutkan tempatnya)
Jika dirumah sakit langsung katakana silahkan duduk
Jika dikamar pasien, langsung duduk disamping pasien.
e. Menhadapi kontrak
“saya perawat yang bekerja di……, saya akan merawat anda (sebutkan
nama pasien) selama 8 hari.”
“dimuai saai ini S/D………, saya datang jam 07.00 dan pulang jam
14.00.”
“Saya

akan

membantu

anda

(sebutkan

nama

pasien)

untuk

menyelesaikan masalah yang anda (sebutkan nama pasien) hadapi.”
“kita bersama-sama menghadapi masalah yang anda (sebutkan nama
pasien)”
f. Memulai percakapan awal
Fokus percakapan adalah pengkajian keluhan utama atau alasan masuk
rumah sakit. Kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan
keluhan utama. Jika mungkin melengkapi format pengkajian proses
keperawatan.
Contoh komunikasi menkaji keluhan utama
“Apa yang terjadi dirumah sehingga anda (sebutkan nama pasien)
dibawa kemari?”
“Apa yang anda (sebutkan nama pasien) sampai datang kemari?”
“Apa masalah yang anda rasakan (sebutkan nama pasien) rasakan?”
Jika klien menjawab lanjutkan eksplorasi sesuai dengan format
pengkajian terutama terkait dengan keluhan utama.
Jika tidak menjawab “Saya tidak dapat membantu anda (sebutkan
nama pasien) jika anda (sebutkan nama pasien) tidak mau
menceritakan masalah yang anda (sebutkan nama pasien) hadapi.

Tampaknya anda (sebutkan nama pasien) belum mau cerita kita duduk
bersama saja ya.” (10 menit).
g. Menyepakati masalah klien
Setelah pengkajian jika mungkin pada akhir wawancara sepakati
masalah :
“Dari percakapan kita tadi tampaknya anda (sebutkan nama pasien)
……., (sesuaikan dengan kesimpulan masalah), “Misal : Tampaknya
anda (sebutkan nama pasien) sungkan berhubungan dengan orang lain,
sering marah tak terkendali dirumah.
h. Mengakhiri perkenalan
Terminasi sementara (lihat pada fase terminasi sementara)
Hal-hal yang dilakukan pada fase orientasi :
Orientasi dilakukan pada pertemuan kedua dan seterusnya.
a. Memberi salam
Sama pada perkenalan
b. Memvalidasi keadaan klien
“Bagaimana perasaan anda (sebutkan nama pasien) hari ini?”
“Coba ceritakan perasaannya hari ini?”
c. Mengingatkan kontrak
“Sesuai dengan janji kita kemarin kita akan bertemu lagi jam (sebutkan
sesuai janji).
Jika klien ingat janjinya berikan pujian.
“Baiklah sekarang kita akan bicara tentang sesuai dengan hal telah
disepakati. Masalah klien (cara berkenalan dengan orang lain,
mengungkapkan marah, kebersihan diri, dll)
3. FASE KERJA
Pada fase kerja, perwat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan
mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan
persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat membantu klien
mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri

sendiri dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif.
Perubahan perilaku maladaftif menjadi adaftif merupakan fokus fase ini.
Contoh :
“Apa yang menyebabkan ibu marah?”
Bagaimana ibu mengatasi perasaan tersebut?”
“Saya bantu ibu untuk mengatasi marah.”
4. FASE TERMINASI
Terminasi adalah fase yang amat sulit dan penting dari hubungan
terapeutik. Rasa percaya dan hubungan akrab sudah terbina dan berada
pada tingkat oprimal.
Keduanya, perawat dan klien akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat
terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien
pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi
realitas perpisahan yang dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama
meninjau kembali proses perawatan yang telah dilalui dan pencapaian
tujuan. Perasaan marah, sedih dan penolakan perlu dieksplorasidan
diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan.
Proses terminasi yang sehat akan memberikan pengalaman positif dalam
membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien
dalam menhadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin
mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan
marah dan permusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara
dangkal.
Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan
klien sebagai penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku
sebelumnya, dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan
karena klien masih memerlukan bantuan.

a. Terminasi sementara
Terminasi sementara adalah setiap akhir dari pertemuan perawat klien.
Sehingga perawat masih akan bertemu lagi dengan klien.
Isi percakapan :
1) Evaluasi
“Coba ibu sebutkan hal-hal yang sudah kita bicarakan.”
2) Tindak lanjut
“Bagaimana kalau ibu lakukan diruangan?”
3) Kontrak yang akan datang
“Kapan kita bertemu lagi?”
Apa yang akan kita bicarakan?”
b. Terminasi akhir
c. Evaluaasi akhir terjadi jika pasien akan pulang atau mahasiswa yang
selesai praktek dirumah sakit.
d. Isi percakapan :
1) Evaluasi
“Coba ibu sebutkan kemampuan yang sudah didapat selama
dirawat disini?”
2) Tindak lanjut
“Apa rencana yang akan ibu lakukan dirumah?”
3) Kontrak yang akan dating
“Bagaimana perasaan ibu berpisah dengan saya / meninggalkan
rumah sakit?”
4) Hal yang sama dengan 1,2,3 dilakukan pada keluarga.

F. TUGAS PERAWAT DALAM TIAP FASE HUBUNGAN TERAPEUTIK.
FASE
Prainteraksi

1.
2.
3.
4.

TUGAS PERAWAT
Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
Analisa kekuatan kelemahan professional
Dapatkan data tentang klien jika mungkin
Rencanakan pertemuan pertama.

Orientasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tentukan alasan masuk klien minta pertolongan
Bina rasa saling percaya (trust), penerimaan dan
Komunikasi terbuka
Rumuskan kontrak pertama
Eksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien
Identifikasi masalah klien
Rumuskan tujuan bersama klien

Kerja

1. Eksplorasi stressor yang tepat
2. Dorong   perkembangan   kesadaran   diri   klien   &   pemakaian
mekanisme koping konstruktif
3. Atasi penolakan perilaku adaftif.

Terminasi

1. Ciptakan realitas perpisahan 
2. Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
3. Saling   mengeksplorasi   perasaan   penolakan&kehilangan,
sedih, marah dam perilaku lain.
4. Rencana tindak lanjut (untuk terminasi sementara)

G. ANALISA DIRI
Agar seorang perawat mampu berkomunikasi terapeutik dan mejadi
perawat yang terapeutik maka sebelum melakukan interaksi dengan pasien
harus melakukan ANALISA DIRI, agar dapat menggunakan diri secara
terapeutik, dan dengan menggunakan teknik komunikasi yang baik sehingga
mampu mengubah perilaku dan emosi klien yang maladaftif.
Analisa diri meliputi :
1. KESADARAN DIRI SIAPA SAYA ? Perawat harus dapat mengkaji
perasaan, reaksi, perilaku secara pribadi atau sebagai pemberi perawatan,
sehingga bisa menerima perbedaan dan keunikan klien.
JOHARI WINDOW menggambarkan tentang perilaku, pikiran,
perasaan seseorang.
Kuadran I
Diketahui diri & orang lain

Kuadran II
Hanya diketahui orang

Kuadran III
Hanya diketahui oleh diri
(Rahasia)

Kuadran IV
Tidak diketahui oleh siapapun

Prinsip :
a. Perubahan satu kuadran mempengaruhi kuadran lain.
b. Kuadran satu paling kecil : komunikasi buruk/kesadaran diri kurang.
c. Kuadran I paling besar : Kesadaran diri tinggi/komunikasi baik.
CARA MENINGKATKAN KESADARAN DIRI
a. Mempelajari diri sendiri
Melalui eksplorasi diri tentang fikiran, perasaan, perilaku, termasuk
pengalaman yang menyenangkan, hubungan interpersonal dan
kebutuhan pribadi.
b. Belajar dengan orang lain
Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan balik orang lain akan
meningkatkan pengetahuan tentang diri. Aspek negatif akan memberi
kesadaran individu untuk memperbaikinya.
c. Membuka diri
Pribadi yang sehat berarti memiliki keterbukaan, maka perlu adanya
sahabat yang dapat dipercaya sebagai tempat bercerita/curhat.

2. KLARIFIKASI NILAI
Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman
yang cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dam
keamanannya.
Jika ada konflik, ketidakpuasan dapat disadari dan diklarifikasi
agar tidak mempengaruhi hubungan komter.
Perawat sadar sistem nilai yang dimiliki, misal : keyakinan,
sehingga siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem
nilai yang dimiliki.

3. EKSPLORASI PERASAAN
Terbuka, sadar terhadap persaannya, dan mengontrolnya sehingga bisa
membawa diri secara terapeutik, sehingga tahu bagaimana berespon dan
bersikap dengan klien.
4. KEMAMPUAN JADI MODEL
Kemampuan untuk jadi suri tauladan.
a) Perawat yang bermasalah, misalnya ketergantungan obat, gangguan
interpersonal, dan lain-lain akan mempengaruhi hubungan dengan
klien. Jadi perawat haruslah bergaya hidup sehat.
b) Dalam keperawatan jiwa, perawat tidak mungkin memisahkan
hubungan professional dengan kehidupan pribadi, karena perawat
menggunakan dirinya untuk menolong klien.
c) Perawat efektif bila mampu memenuhi dan memuaskan kehidupan
pribadi tidak didominasi konflik, stress, mampu beradaptasi sehat.
5. BERTANGGUNG JAWAB
Perawat bertanggung jawab terhadap tindakannya, sadar akan
kelebihan dan kekurangannya.
Dalam berinteraksi dengan klien seorang perawat harus mampu
menghadirkan diri secara fisik dan psikoilogis dihadapan klien. Dalam
usaha menghadirkan diri secara fisik seorang perawat perlu memahami
SIKAP PERAWAT DALAM KOMTER. Sedangkan untuk menghadirkan
diri secara psikologis dengan cara memahami DIMENSI RESPON dan
DIMENSI TINDAKAN/AKSI.
H. SIKAP PERAWAT DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a. Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) tidak hanya cukup dengan
tahu tehnik komunikasi terapeutik dan isi komunikasi tapi penting juga
“Sikap dan penampilan”.
b. Cara menghadirkan diri secara fisik :
1) Berhadapan, artinya saya siap untuk anda

2) Pertahankan kontak mata pada level yang sama, artinya menghargai
klien dan tetap ingin berkomunikasi.
3) Membungkuk ke arah klien, artinya menunjukkan keinginan untuk
mengatakan/mendengarkan sesuatu.
4) Mempertahankan

sikap

terbuka

(tidak

melipat

tangan/kaki)

menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi
5) Tetap rileks
6) Dapat mengontrol keseimbangan antar ketegangan dan relaksasi
dalam berespon pada klien.
Kehadiran secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi :
1. Dimensi respon perawat
2. Dimensi tindakan perawat.
I. DIMENSI RESPON
a. KEIKHLASAN/KESEJATIAN
Pernyataan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan, tidak berpura-pura,
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya.
b. MENGHARGAI
Menerima klien apa adanya, tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak
mengejek, tidak menghina.
Misal : duduk diam saat klien menangis, minta maaf atas hal yang tidak
disukai klien, menerima permintaan klien untuk tidak bertanya
pengalaman tertentu.
c. EMPATI
Empati adalah kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat
merasakan pikiran dan perasaan tanpa kita terlarut didalamnya. Lalu
mengidentifiasi masalah klien dan membantunya. Empati dapat secara
verbal/nonverbal.
Misal : memperkenalkan diri, sikap membungkuk pada klien, respon
kekuatan dan sumber daya klien, tunjukkan minat, ekspresi hangat.
d. KONKRIT

Terminologi spesifik, bukan abstrak agar tidak muncul keraguraguan/tidak jelas.
Guna :
1) Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien.
2) Memberi penjelasan akurat oleh perawat
3) Mendorong klien memikirkan masalah spesifik.
J. DIMENSI TINDAKAN/AKSI
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon.
Tindakan dilaksanakan dalam konteks kehangatan dan pengertian.
Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri tinggi
dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
a. KONFRONTASI
Merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak
sesuai.
Tiga kategori konfrontasi :
1) Ketidaksesuaian konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan
ideal dirinya.
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi nonverbal dan perilaku klien.
3) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dengan perawat.
Guna konfrontasi adalah untuk meningkatkan kesadaran klien akan
kesesuaian perasaan, sikap, perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif
bukan dengan marah atau agresif.
Sebelum melakukannya pada klien kaji tingkat “TRUST atau percaya”,
tepat waktu, tingkat kecemasan klien, kekuatan koping.
Konfrontasi diperlukan pada klien dengan kesadaran diri baik tapi perilaku
klien belum berubah.
b. KESEGARAN
Berfokus pada saat ini, sensitive terhadap perasaan klien dan keinginan
membantu segera.
c. KETERBUKAAN

Perawat memberi info tentang diri, idealnya, perasaannya, sikap dan
nilainya.
Pengalaman diri untuk terapi klien dengan tukar pengalaman ini
diharapkan kerjasama dan sokongan.
d. EMOTINAL CATHARSIS
1) Meminta klien bicara tentang hal yang mengganggu dirinya
(Perasaanya, ketakutan, pengalaman)
2) Kaji kesiapan klien untuk bicara, bantu ekspresi perasaan klien
3) Suasana diterima dan aman klien akan memperluas kesadaran dan
penerimaan diri.
e. BERMAIN PERAN
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu, untuk
meningkatkan kesadaran diri dalam berhubungan dan kemampuan melihat
situasi dari pengalaman orang lain.
Klien bebas berperilaku baru pada lingkungan aman.

EVALUASI
1. Tujuan dilakukannya komunikasi terapeutik adalah………
2. Teknik apa saja yang dapat digunakan perawat dalam menjalin hubungan
terapeutik perawat klien gangguan jiwa………….
3. Jelaskan tahap-tahap dalam komunikasi terapeutik…………….
4. Apa tugas

perawat

terapeutik………

dalam

fase

interaksi

hubungan perawat

klien

BAB III
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

A. PENDAHULUAN
Manusia sebagai mahkluk sosial yang hidup berkelompok dimana satu
dengan yang lainnya saling behubungan untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Kebutuhan sosial yang dimaksud antara lain : rasa menjadi milik orang lain
atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan penghargaan
orang lain dan kebutuhan pernyataan diri.
Secara alamiah individu selalu berada dalam kelompok, sebagai
contoh individu berada dalam satu keluarga. Dengan demikian pada dasarnya
individu memerlukan hubungan timbal balik, hal ini bisa melalui kelompok.
Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan
dampak positif dalam upaya pencegahan, penmgobatan atau terapi serta
pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok
terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif
terhadap perubahan perilaku pasien/klien, dan meningkatkan perilaku adaptif
dan mengurangi perilaku maladaptif.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien melalui
terapi

aktifitas

kelompok

meliputi

dukungan

(support),

pendidikan

meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal
dan juga

meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien dengan

gangguan orientasi realitas (Birckhead, 1989).
Terapi aktifitas kelompok sering digunakan dalam praktek kesehatan
jiwa, bahkan dewasa ini terapi aktifitas kelompok merupakan hal yang
penting dari ketrampilan terapeutik dalam keperawatan. Terapi kelompok
telah diterima profesi kesehatan.
Pimpinan kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk
mendorong anggota

kelompok untuk mengungkapkan

masalah dan

mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat juga
adaptif menilai respon klien selama berada dalam kelompok.
B. PENGERTIAN KELOMPOK
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan
antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai
norma yang sama (Stuart&Sundeen,1991 : 10).
Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk saling
bertukar (Sharing) tujuan, umpamanya membantu individu yang berperilaku
destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan
memberikan alternatif untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi
konstruktif.
Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri.
Kekuatan kelompok memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan
kelompok untuk saling bertukar pengalaman dan memberi penjelasan untuk
mengatasi masalah anggota kelompok. Dengan demikian kelompok dapat
dijadikan sebagai wadah untuk praktek dan arena untuk uji coba kemampuan
berhubungan dan berperilaku terhadap orang lain.
Secara umum tujuan kelompok adalah :
a. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman
b. Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain
c. Merupakan proses menerima umpan balik
C. MANFAAT TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK
Terapi aktifitas kelompok mempunyai manfaat :
1. Terapeutik
a. Umum
1) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2) Melakukan sosialisasi

3) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan
afektif.
b. Khusus
1) Meningkatkan identitas diri
2) Menyalurkan emosi secara konstruktif
3) Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau sosial
c. Rehabilitasi
1) Meningkatkan ketrampilan ekspresi diri
2) Meningkatkan ketrampilan sosial
3) Meningkatkan kemampuan empati
4) Meningkatkan kemampuan/pengetahuan pemecahan masalah.
D. TUJUAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
1. Mengembangkan stimulasi kognitif
Tipe

: Biblioterapy

Aktifitas : Menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk
merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang
lain.
2. Mengembangkan stimulasi sensoris
Tipe

: Musik, seni, menari

Aktifitas : Menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan
Tipe

: Relaksasi

Aktifitas : Belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi
otot, dan imajinasi
3. Mengembangkan orientasi realitas
Tipe

: Kelompok orientasi realitas, kelompok validasi

Aktifitas : Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah
bantu memenuhi kebutuhan.
4. Mengembangkan sosialisasi
Tipe

: Kelompok remotivasi

Aktifitas : Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi

Tipe

: Kelompok mengingatkan

Aktifitas : Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.
E. KERANGKA TEORITIS TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK
1. Model fokal konflik
Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada
kelompok daripada individu.
Prinsipnya :
Terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak disadari.
Pengalaman kelompok secara berkesinambungan muncul kemudian
konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas terapis membantu
anggota kelompok memahami konflik dan mencapai penyelesaian
konflik.
Menurut model ini pimpinan kelompok (Leader) harus memfasilitasi dan
memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengekpresikan perasaan
dan mendiskusikan perasaan dan mendiskusikannya untuk penyelesaian
masalah.
2. Model komunikasi
Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan
komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tak
efektif dalam kelompok akan menyebabkan ketidakpuasan anggota
kelompok, umpan balik tidak sekuat dari kohesi atau keterpaduan
kelompok menurun.
Dengan menggunakan model ini leader memfasilitasi komunikasi efektif,
masalah individu atau kelompok dapat diidentifikasi dan diselesaikan.
Leader mengajarkan pada kelompok bahwa :
a. Perlu berkomunikasi
b. Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya
komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup.
c. Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain.

d. Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu
dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif.
Model ini bertujuan membantu meningkatkan ketrampilan interpersonal
dan sosial anggota kelompok.
Selain itu teori komunikasi membantu anggota merealisasi bagaimana
mereka berkomunikasi lebih efektif.
Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip
komunikasi dan bagaimana menggunakan didalam kelompok serta
menganalisa proses komunikasi tersebut.
3. Model interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan, tindakan)
digambarkan melalui hubungan interpersonal.
Contoh : Interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses sebab
akibat dari tingkah laku anggota lain.
Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok. Anggota
kelompok ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis. Melalui ini
kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan perilaku sosial yang efektif
dipelajari.
Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk mengidentifikasi
dan merubah tingkah laku/perilaku.
Contoh : Tujuan salah satu aktifitas kelompok untuk meningkatkan
hubungan interpersonal. Pada saat konflik interpersonal muncul, leader
menggunakan

situasi

tersebut

untuk

mendorong

anggota

untuk

mendiskusikan perasaan mereka dan mempelajari konflik apa yang
membuat anggota merasa cemas dan menentukan perilaku apa yang
digunakan untuk menghindari atau menurunkan cemas pada saat terjadi
konflik.
4. Model psikodrama
Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting sesuai
dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang pernah lalu.
Anggota memainkan peran sesuai dengan yang pernah dialami.

Contoh : Klien memerankan ayahnya yang dominan atau keras.
F.

MACAM TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)
1. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami.
Terapi aktifitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang
bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif
serta mengurangi perilaku maladaptif.
Tujuan
a. Meningkatkan kemampuan orientasi realita
b. Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian
c. Meningkatkan kemampuan intelektual
d. Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain
e. Mengemukakan perasaanya.
Karakteristik :
a. Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilainilai
b. Menarik diri dari realitas
c. Inisiasi atau ide-ide negative
Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau
mengikuti kegiatan.
2. Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori
Aktifitas digunakan untuk memberikan untuk memberikan stimulasi pada
sensasi klien, kemudian diobservasi reaksi sensori klien berupa ekspresi
emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapan.
Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita yang
mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang digunakan meliputi
fasilitasi penggunaan panca indera dan kemampuan mengekpresikan
stimulus baik dari internal maupun eksternal.

Tujuan :
a. Meningkatkan kemampuan sensori
b. Meningkatkan upaya memusatkan perhatian
c. Meningkatkan kesegaran jasmani
d. Mengekspresikan perasaan.
3. Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitr klien yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan
klien dan waktu saat ini dan yang lalu.
Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk
mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya
dilaksanakan pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi
terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi
inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik.
Tujuan :
a. Penderita

mampu

mengidentifikasi

stimulus

internal

(fikiran,

perasaan, sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi,
situasi alam sekitar).
b. Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan.
c. Pembicaraan penderita sesuai realitas
d. Penderita mampu mengenali diri sendiri
e. Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat
Karakteristik :
a. Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi,
waham, dan depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan
orang lain
b. Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah
dapat berinteraksi dengan orang lain
c. Penderita kooperatif.
d. Dapat berkomunikasi verbal dengan baik

e. Kondisi fisik dalam keadaan sehat
4. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien
Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien
dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan
social. Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :
a. Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal
b. Memberi tanggapan terhadap orang lain
c. Mengekspresikan ide dan tukar persepsi
d. Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan
Tujuan umum :
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap
orang lain, mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.
Tujuan khusus :
a. Penderita mampu menyebutkan identitasnya
b. Menyebutkan identitas penderita lain
c. Berespon terhadap penderita lain
d. Mengikuti aturan main
e. Mengemukakan pendapat dan perasaannya
Karakteristik :
a. Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti
kegiatan ruangan
b. Penderita sering berada ditempat tidur
c. Penderita menarik diri, kontak sosial kurang
d. Penderita dengan harga diri rendah
e. Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas
f. Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya,
jawaban sesuai pertanyaan
g. Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik

5. Penyaluran energi
Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara
kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran
energi seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif
dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun
lingkungan.
Tujuan :
a. Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.
b. Mengekspresikan perasaan
c. Meningkatkan hubungan interpersonal
G. TAHAPAN-TAHAPAN DALAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Menurut Yalom, yang dikutip Stuart & Sundeen, 1995. Menggambarkan fasefase dalam terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :
1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi
leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan dilaksanakan
serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan digunakan
beserta dana yang dibutuhkan.
2. Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik atau
kebersamaan
Orientasi :
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan
anggota.
Konflik :
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran
anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan terjadi.

Kebersamaan :
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah, anggota mulai
menemukan siapa dirinya.
3. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim;
a. Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggotanya
b. Perasan positif dan negatif dapat dikoreksi dengan hubungan saling
percaya yang telah terbina
c. Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati
d. Tanggung jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil
dan realistis
e. Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan
tugs kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.
f. Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif.
Petunjuk untuk leader pada fase ini :
a. Intervensi leader didasari pada kerangka kerja teoritis, pengalaman,
personality dan kebutuhan kelompok serta anggotanya
b. Membantu perkembangan keutuhan kelompok dan mempertahankan
batasannya, mendorong kelompok bekerja pada tugasnya
c. Intervensi langsung ditujukan untuk menolong kelompok mengatasi
masalah khusus.
4. Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara.
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak
sukses atau sukses. Terminasi dapat menyebabkan kecemasan, regresi dan
kecewa. Untuk menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi kegiatan
dan

menunjukkan

sikap betapa

bermaknanya

kegiatan

tersebut,

menganjurkan anggota untuk memberi umpan balik pada tiap anggota
Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tuntas didiskusikan. Akhir
terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi, bisa melalui pre dan post test.

H. TERAPIS
Terapis adalah orang yang dipercaya untuk memberikan terapi kepada klien
yang mengalami gangguan jiwa. Adapun terapis antara lain :
1. Dokter
2. Psikoater
3. Psikolog
4. Perawat
5. Fisioterapis
6. Speech teraphis
7. Occupational teraphis
8. Sosial worker.
Persyaratan dan kwalitas terapis
Menurut Globy, Kenneth Mark seperti yang dikutif Depkes RI menyatakan
bahwa persyaratan dan kualifikasi untuk terapi aktivitas kelompok adalah :
1. Pengetahuan pokok tentang pikiran-pikiran dan tingkah laku normal dan
patologi dalam budaya setempat.
2. Memiliki konsep teoritis yang padat dan logis yang cukup sesuai untuk
dipergunakan dalam memahami pikiran-pikiran dan tingkah laku yang
normal maupun patologis
3. Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dengan konsepkonsep yang dimiliki melalui pengalaman klinis dengan pasien.
4. Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi untuk
membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis untuk
memahami apa yang dimaksud dan dirasakan pasien dibelakang katakatanya.
5. Memiliki kesadaran atas harapan-harapan sendiri, kecemasan dan
mekanisme pertahanan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap teknik
terapeutiknya.
6. Harus mampu menerima pasien sebagai manusia utuh dengan segala
kekurangan dan kelebihannya.

I.

PERAN PERAWAT DALAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
pada penderita skizofrenia adalah
1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih
dahulu, membuat proposal.
Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi
aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi,
karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori,
persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta
uraian tugas terapis.
2. Tugas sebagai leader dan coleader
Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi
yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk
menyadari

dinamisnya

kelompok,

menjadi

motivator,

membantu

kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan
dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
3. Tugas sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai
anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota
kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
4. Tugas sebagai observer
Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon
penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani
peserta/anggota kelompok yang drop out.
5. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi
Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub
kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau
kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out.
Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis,
kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.

6.

Program antisipasi masalah
Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat
mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok.

Dari ra