Best Practic Syarif WI LPMP 2017 (1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA SMP
BERBASIS PEMECAHAN MASALAH DALAM MENINGKATKAN
FASILITASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK
Oleh:
Syarifuddin
Abstrak: Pembelajaran ilmu pengatahuan alam (IPA) SMP di Kota Padang pada sekolah
implementasi Kurikulum 2013 seyogyanya telah dilaksanakan dengan pendekatan
saintifik. Hasil pengamatan terhadap pelaksanan implementasi kurikulum di lapangan
menunjukkan guru mengalami beberapa kesulitan dalam melaksanakan pendekatan
saintifik. Pendekatan saintifik bisa diwujudkan melalui pembelajaran berbasis pemecahan
masalah yang difasilitasi perangkat pembelajaran sebagai pendukung yang bisa
digunakan oleh guru IPA. Pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat
pembelajaran berupa RPP, buku peserta didik, lembar kegiatan peseta didik (LKPD)
dengan kategori valid, dan praktis. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan untuk
pembelajaran

berbasis

pemecahan

masalah.


Perangkat

dikembangkan

dengan

menerapkan langkah pengembangan Plomb yang terdiri atas (1) fase investigasi awal
(preliminary investigation), (2) fase desain (design), (3) fase realisasi/kontruksi
(realization/ construction), (4) fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation dan revition).
Dari pengembangan yang dilaksanakan, dihasilkan perangkat pembelajaran IPA berbasis
pemecahan masalah untuk kelas VII SMP yang valid dan praktis. Perangkat pembelajaran
yang dihasilkan berupa buku peserta didik, LKPD, RPP melalui 4 fase pengembangan
yaitu: (1) investigasi awal, (2) perancangan, (3) realisasi, (4) pengujian, evaluasi dan
revisi. Melalui implementasi di SMP 12 Padang terbukti bahwa perangkat pembelajaran
IPA yang dikembangkan dapat meningkatkan fasilitasi terlaksananya pendekatan saintifik
dan pemecahan masalah dalam pembelajaran.
Kata kunci: pengembangan perangkat pembelajaran, pemecahan masalah

*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat


1

PENDAHULUAN
Penerapan standar isi, proses dan penilaian di SMP masih memiliki banyak persolan.
Sesuai dengan rehulasi yang ada dalam Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan,
mata pelajaran IPA diajarkan secara terpadu. Dengan demikian pembelajaran IPA tidak
dibagi kedalam pembelajaran biologi, kimia dan fisika secara terpisah seperti sebelumnya.
Pembelajaran terpadu sebenarnya merupakan salah satu model yang dianjurkan untuk
diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI)
sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pembelajaran terpadu pada
hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan
konsep serta prinsip secara holistik dan autentik (Depdikbud, 1996:3).
Cara pengemasan pembelajaran yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap
kebermaknaan pengalaman belajar bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang
mengaitkan unsur-unsur konsep akan menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual yang dipelajari peserta didik dengan bidang kajian yang relevan akan
membentuk skema (konsep), sehingga memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan

dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Pengalaman belajar dikemas sesuai dengan Kurikulum 2013, yaitu dalam pendekatan
saintifik dan untuk membantu terlaksananya pembelajaran yang didukung dengan
penggunaan media pembelajaran berbasis TI. Guru yang akan menerapkan Kurikulum
Nasional sebelumnya telah menjalani sosialisasi dan pelatihan. Hasil penelitian Alberida,
dkk. (2014), menunjukkan bahwa implementasi pendekatan saintifik, pada pembelajaran
IPA masih kurang melibatkan proses penemuan oleh peserta didik selain itu kegiatan
menanya tidak muncul dalam pembelajaran. Selanjutnya hasil penelitian tersebut terhadap
guru IPA Kota Padang, menunjukkan 80% guru memahami pendekatan saintifik, tetapi
pada saat pelaksanaan dalam pembelajaran, sekitar 75% guru memfasilitasi kegiatan
mengamati, baru 25% diantaranya yang mengaitkan kegiatan mengamati dengan kegiatan
menanya. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan dari kegiatan mengamati yang
dilakukan, baru 25% guru menfasilitasi kegiatan mengamati sesuai dengan topik yang
dipelajari. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat bahwa guru masih kesulitan

*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

2

mengimplementasikan pendekatan saintifik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan guru

belum menggunakan hypermedia untuk mendukung proses pembelajaran.
Menanya (questioning) merupakan kegiatan pembelajaran, yang meminta peserta
didik untuk mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang
diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tentang apa yang diamati (mulai
dari pertanyaan faktual sampai pada pertanyaan yang bersifat hipotetik) (Lampiran iv
Permendikbud 81A tahun 2013). Sesuai deskripsi ini, maka dalam hal ini yang mengajukan
pertanyaan adalah peserta didik, guru menfasilitasi agar peserta didik bisa, dan terbiasa
mengajukan pertanyaan.
Menanya merupakan salah satu keterampilan proses sains. Termasuk dalam kegiatan
menanya diantaranya adalah mengajukan pertanyaan meliputi mengajukan pertanyaan apa,
mengapa, bagaimana; mengajukan pertanyaan untuk meminta penjelasan; serta
mengajukan pertanyaan yang bersifat hipotetik. Proses sains merupakan keterampilan oleh
sebab itu perlu dilatihkan kepada peserta didik, begitu juga dengan menanya.
Permasalahan di lapangan adalah guru belum terbiasa dengan kegiatan menanya. Hasil
penelitian Alberida, dkk., (2014) juga menunjukkan, kalaupun ada kegiatan menanya,
namun pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik tidak diarahkan pada pembelajaran
yang akan dilaksanakan, sehingga pembelajaran tidak ada hubungan dengan pertanyaan
yang muncul diawal.
Membantu guru IPA agar dapat mengaplikasikan pendekatan saintifik di kelas perlu
suatu desain pembelajaran yang dapat dijadikan pedoman. Guru IPA harus memahami

bahwa penekanan pembelajaran IPA adalah pada pemecahan masalah dan kebiasaan
berpikir yang mendorong peserta didik untuk memiliki rasa ingin tahu, kemauan bertanya,
terbuka terhadap ide-ide serta melakukan eksplorasi, discoveri, dan belajar dari kesalahan.
Pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui pengamatan,
praktikum atau studi pustaka (Rustaman N., 2005:98). Oleh karena itu urutan pemecahan
masalah dapat dijadikan langkah dalam pembelajaran IPA. Melalui urutan pembelajaran
pemecahan masalah diharapkan kesulitan guru dalam memfasilitasi kegiatan menanya
yang

terkait

dengan

mengimplementasikan

mengamati
desain

dapat


pemecahan

diatasi.
masalah

Untuk
dalam

memudahkan

guru

pembelajaran,

maka

dikembangkan perangkat pembelajaran berbasis pemecahan masalah yang terdiri dari RPP,
LKPD, buku peserta didik, dan media berbasis TI.
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat


3

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi bahwa
permasalahan dalam implementasi kurikulum 13 diantaranya adalah sebagian besar guru
belum mampu memfasilitasi kegiatan menanya dalam pendekatan saintifik, belum mampu
memfasilitasi kegiatan mengamati yang sesuai dengan topik pembelajaran, dan pertanyaan
yang diajukan dalam kegiatan menanya tidak terkait dengan topik yang akan dipelajari.
Rumusan masalah yang diajukan adalah, apakah desain pemecahan masalah dalam
pembelajaran IPA dapat memfasilitasi terlaksananya pendekatan saintifik? Dan bagaimana
proses pengembangan perangkat pembelajaran untuk implementasi kegiatan pemecahan
masalah di kelas?
Diharapkan pengembangan ini mengasilkan perangkat untuk desain pembelajaran
pemecahan masalah yang valid dan praktis, yang bermanfaat bagi guru IPA yang
mengalami kesulitan memfasilitasi peserta didik untuk melaksanakan kegiatan menanya
dan mengamati sesuai dengan topik pelajaran, dan dihasilkannya perangkat untuk desain
pembelajaran pemecahan masalah dapat membantu guru IPA dalam mengimplemetasikan
pendekatan saintifik terutama kegiatan menanya dan mengamati.
Agar terhindari dari pemaknaan yang berbeda, maka diberikan definisi operasional
dari desain pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rancangan urutan
pembelajaran dalam kelas, desain pembelajaran pemecahan masalah adalah langkah

pembelajaran dengan urutan observation, problem awal, pengumpulan data, organisasi
data, analisis /generalisasi data, mengkomunikasikan, dan perangkat pembelajaran yang
dimaksud adalah komponen pendukung agar desain pembelajaran terlaksana. Perangkat
pembelajaran terdiri dari RPP, LKPD, buku peserta didik, media berbasis TI.
KAJIAN PUSTAKA
Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman
yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran merupakan
sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian perangkat pembelajaran meliputi sarana pembelajaran
baik yang digunakan oleh guru maupun peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas.
Sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, maka guru harus menyiapkan perangkat yang
akan digunakan. Perangkat yang harus disiapkan antara lain silabus, RPP, bahan ajar,
LKS/LDS/LKPD, media, dan instrumen penilaian.
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

4

Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru untuk
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar digunakan untuk
membantu


guru

dalam

melaksanakan

kegiatan

pembelajaran

sehingga

tercipta

lingkungan/suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar. Bahan yang
dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis, yang disusun secara sistematis.
Bahan ajar bisa berupa bahan cetak seperti: hand out, buku, modul, Lembar kegiatan
peserta didik, brosur, leaflet, wallchart. Audio Visual seperti: video/film,VCD. Audio
seperti: radio, kaset, CD audio. Visual seperti: foto, gambar, model atau maket. Multi

media seperti: CD interaktif, computer based, internet. Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah RPP serta bahan ajar berupa buku peserta didik,
LKPD dan media berbasis TI.
RPP
RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci mengacu
pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas
sekolah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator
pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian
dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar (Permendikbud nomor 22 tahun 2016). RPP
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar (KD) yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.
Lingkup RPP paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu)
indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih (Dirjen PMPTK,
2008: 19-20).
Pelaksanaan pembelajaran dalam RPP sesuai dengan Permendikbud 22 tahun 2014,
meliputi kegiatan pendahuluan, dalam kegiatan pendahuluan, guru: 1. mengkondisikan
suasana belajar yang menyenangkan; 2. mendiskusikan kompetensi yang sudah dipelajari
dan dikembangkan sebelumnya berkaitan dengan kompetensi yang akan dipelajari dan
dikembangkan; 3. menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari; 4. menyampaikan garis besar cakupan materi dan kegiatan yang

akan dilakukan; dan 5. menyampaikan lingkup dan teknik penilaian yang akan digunakan.
Kegiatan inti merupakan proses kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi.
Kegiatan pembelajaran dalam RPP yang dikembangkan ini berupa langkah-langkah
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

5

pemecahan masalah. Kegiatan pembelajaran dikembangkan untuk memotivasi peserta
didik agar berpartisipasi aktif. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik.
Dalam setiap kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan perkembangan sikap
peserta didik pada kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2.
Kegiatan penutup terdiri dari: kegiatan guru dan peserta didik yaitu: (a) membuat
rangkuman pelajaran; (b) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan;
(c) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; dan kegiatan guru
yaitu: (a) melakukan penilaian; (b) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedial, program pengayaan, memberi tugas individual atau kelompok; dan
(c) menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Buku Peserta didik
Buku peserta didik termasuk dalam buku teks pelajaran. Menurut PP Nomor 32
Tahun 2013, Pasal 1 Ayat 23 dinyatakan bahwa, buku teks pelajaran adalah sumber
pembelajaran utama untuk mencapai Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti. Selanjutnya
dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 dijelaskan bahwa buku teks pelajaran yang
selanjutnya disebut buku teks adalah buku acuan wajib yang digunakan pada satuan
pendidikan yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan,
ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan
kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Salah satu perubahan mendasar pada Kurikulum 2013 adalah buku. Konsep umum
buku dalam Kurikulum 2013 sebagai berikut: a. Mengacu pada kompetensi inti yang telah
dirumuskan; b. Menjelaskan pengetahuan sebagai input kepada peserta didik untuk
menghasilkan output berupa keterampilan peserta didik dan bermuara pada pembentukan
sikap sebagai outcome pembelajaran; c. Menggunakan pendekatan saintifik; d.
Menekankan pentingnya data dalam melakukan analisis dan evaluasi; e. Mengajak peserta
didik untuk menemukan konsep yang sedang dipelajari melalui deduksi (discovery
learning). Peserta didik sebisa mungkin diajak untuk mencari tahu, bukan langsung diberi
tahu; f. Memuat penilaian capaian pembelajaran secara bertahap mulai review (ulasan),
exercise (latihan), problem solving (pemecahan masalah), challenge (tantangan yang
membutuhkan pemikiran mendalam), dan project (kegiatan bersama dalam memecahkan
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

6

masalah yang membutuhkan sumber lainnya); g. Perlu didahului dengan menuliskan
rumusan masalahnya dengan jelas sebelum mencari cara penyelesaiannya; h. Menekankan
pentingnya proses bukan hasil, melalui perumusan prosedur dalam pemecahan masalah.
Untuk matematika, sampai menekankan pentingnya algoritma pemecahan masalah; i.
Menekankan penggunaan bahasa yang jelas, logis, sistematis; j. Keterampilan tidak selalu
dalam ranah abstrak, tetapi juga harus karya konkret dan dalam bentuk tindakan nyata; dan
k. Menekankan pada high order thingking (melalui merekonstruksi permasalahan)
(Kemendikbud, 2015).
Buku teks pelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah buku peserta
didik. Sesuai dengan Kemendikbud (2015), buku peserta didik memiliki beberapa aspek
sebagai berikut: a. Buku peserta didik merupakan buku panduan sekaligus buku aktivitas
yang akan memudahkan peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran; b. Buku peserta
didik dilengkapi dengan penjelasan rinci tentang isi dan penggunaan buku; c. Kegiatan
pembelajaran yang ada pada buku peserta didik merupakan contoh yang dapat dipilih guru
dalam melaksanakan pembelajaran; d. Buku peserta didik berbasis kegiatan (activity
based) sehingga memungkinkan peserta didik melengkapi materi dari berbagai sumber; e.
Peserta didik dan guru dapat mengembangkan atau menambah kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuan sekolah, guru, dan peserta didik, agar memiliki pemahaman lebih terhadap
pengetahuan yang dipelajari, keterampilan yang dilatih, serta sikap yang dikembangkan; f.
Kegiatan dalam buku

memaksimalkan potensi semua sumber belajar yang ada di

lingkungan sekitar; dan g. Pada beberapa bagian dalam buku peserta didik diberi ruang
bagi peserta didik untuk menulis laporan, kesimpulan, penyelesaian soal, atau tugas
lainnya.
Buku peserta didik umumnya memuat hal-hal berikut, yaitu: judul bab, informasi
kompetensi dasar yang sesuai dengan topik. Pada setiap bab dilengkapi dengan pengantar,
kegiatan peserta didik (eksperimen, non eksperimen atau diskusi), latihan soal, rangkuman,
evaluasi, dan tugas untuk peserta didik.
LKPD
Lembar kegiatan peserta didik (student work sheet) atau LKPD adalah lembaranlembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan berisi

*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

7

petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas-tugas yang diberikan
kepada peserta didik dapat berupa teori dan atau praktik.
Langkah-langkah penulisan LKPD sebagai berikut: a. melakukan analisis kurikulum;
KI, KD, indikator dan materi pembelajaran; b. menyusun peta kebutuhan LKPD; c.
menentukan judul LKPD; d. menulis LKPD; dan e. menentukan alat penilaian. Struktur
LKPD secara umum adalah sebagai berikut: a. Judul, mata pelajaran, semester, dan tempat;
b. Petunjuk belajar; c. Kompetensi yang akan dicapai; d. Indikator; e. Informasi
pendukung; f. Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja; dan d. Penilaian. LKPD yang
dikembangkan pada penelitian ini berisi tugas dan langkah kerja yang mengajak peserta
didik untuk berlatih melakukan pemecahan masalah.
Problem solving merupakan keterampilan memecahkan masalah yang perlu
dikembangkan dalam diri setiap peserta didik. Keterampilan problem solving dapat
dikembangkan melalui latihan. Peserta didik yang terampil dalam memecahkan masalah
akan dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab, berkemampuan tinggi, kreatif,
inovatif, dan kreatif secara mandiri (Lufri, 2010: 30).
Ada dua alasan pentingnya pemecahan masalah dalam kegiatan belajar. Pertama,
masalah dan pemecahannya merupakan bagian alamiah dari kehidupan manusia. Kedua,
tingkat keberhasilan seseorang dalam kehidupannya mempunyai hubungan yang erat
dengan keberhasilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi (Sudjana. 2010: 116-117).
Aktivitas dalam pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan
pengetahuan sebanyak-banyaknya. Kegiatan pembelajaran juga diharapkan menggunakan
segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan
masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari.
Pembelajaran IPA berbasis problem solving dalam penelitian ini adalah penemuan
konsep-konsep IPA melalui serangkaian kegiatan proses pemecahan masalah. Untuk
kegiatan proses pemecahan masalah ini, peserta didik dipandu dengan menggunakan buku
ajar yang akan mengarahkan peserta didik sampai dapat mengambil kesimpulan berupa
konsep. Proses pembelajaran berbasis problem solving dapat dilakukan melalui lima
langkah yaitu: 1. mengidentifikasi masalah, 2. merumuskan masalah, 3. menyusun
pertanyaan-pertanyaan, 4. mengumpulkan data, dan 5. analisis dari sejumlah masalah
sehingga dapat merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan.

*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

8

Pemecahan masalah dapat juga dilakukan secara sistematis. Pemecahan masalah
sistematis (systematic approach to problem solving) adalah petunjuk untuk melakukan
suatu tindakan yang berfungsi untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Tahap-tahap pemecahan masalah secara sistematis adalah melalui
memahami masalahnya, membuat rencana penyelesaiannya, melaksanakan rencana
penyelesaiannya, dan memeriksa kembali, mengecek hasilnya.
Ada beberapa ragam pola yang dirumuskan oleh para ahli untuk menerapkan
pendekatan pemecahan masalah (problem solving). Tahapan problem solving yang di
kemukan oleh Gagne (1985) memiliki 4 tahapan, yaitu. penyajian masalah,
mengidentifikasi masalah, memformulasikan hipotesis, dan pengujian hipotesis. Tahapan
yang telah dikemukan oleh Gagne ini cenderung digunakan dalam melakukan eksperimen
atau melakukan observasi (Lufri, 2010: 31).
IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data
dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan
tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya (Trianto, 2012: 151). IPA berkaitan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Tujuan pembelajaran IPA terpadu di SMP
atau MTs adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat
dan motivasi, dan beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus (Trianto, 2012: 153157).
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung dalam
pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu
dan melakukan sesuatu sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam dan bermakna tentang alam sekitar.
Pembelajaran terpadu merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan beberapa
bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada anak didik. Pendidikan
terpadu yang diberikan akan membuat peserta didik memahami konsep-konsep yang
dipelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkan dengan konsep lain yang
mereka pahami.

*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

9

Kegiatan pembelajaran IPA di sekolah dapat menerapkan metode ilmiah dengan
membiasakan peserta didik melakukan kerja ilmiah. Menghadapkan peserta didik pada
suatu permasalahan untuk mencari pemecahannya, dapat memotivasi peserta didik untuk
melakukan kerja ilmiah dengan menerapkan metode ilmiah. Peserta didik yang dihadapkan
pada suatu permasalahan dan memiliki kemampuan dalam memecahkannya, maka proses
pembelajaran bisa dilakukan dengan melatihkan pemecahan masalah kepada peserta didik.
Menurut Lufri (2003: 31) mengungkapkan tahapan pemecahan masalah adalah memahami
masalah, merumuskan masalah dapat ditulis dalam bentuk kalimat tanya atau kalimat
perintah, mengajukan beberapa alternatif pemecahan atau solusi masalah, dan memilih
solusi yang paling tepat dan menguraikan rasionalnya sehingga masalah dapat dipecahkan.
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan IPA para peserta didik telah menjadi
suatu keharusan dalam pendidikan Indonesia. Pendekatan literasi telah menjadi pilihan
dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan IPA peserta didik di seluruh dunia.
Negara-negara OECD dan negara-negara Asia yang sudah maju, seperti Jepang, Korea,
telah mengubah kurikulum dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan pokok
dalam mata pelajaran IPA yang lebih kontektual (Hayat, 2011: 314).
Hasil pengembangan dapat berupa perangkat pembelajaran. Memperoleh hasil
produk yang bagus dan berkualitas maka perlu dilakukan penilaian. Ada tiga kriteria dalam
penilaian produk pengembangan, yaitu: kevalidan, kepraktisan, dan efektivitas. Penilaian
untuk produk buku ini, dibatasi pada uji validitas sampai uji praktikalitas.
Validitas merupakan suatu penilaian terhadap suatu produk hasil pengembangan.
Validitas dalam penelitian pengembangan mencakup validitas logis yang meliputi validitas
isi dan validitas konstruk. Validitas isi merupakan penilaian terhadap materi yang dibuat
dalam produk yang dikembangkan, apakah telah sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Validitas konstruk maksudnya adalah menilai apakah isi dalam produk yang
dikembangkan sudah konsisten. Hal ini sependapat dengan Depdiknas (2008: 28) yang
menyatakan bahwa:
Komponen evaluasi mencakup kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafikaan.
Komponen kelayakan isi mencakup, antara lain kesesuaian dengan SK, KD, kesesuaian
dengan perkembangan anak, kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar, kebenaran substansi
materi pembelajaran, manfaat untuk penambahan wawasan, dan kesesuaian dengan nilai
moral, dan nilai-nilai etika.
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

10

Komponen kebahasaan antara lain mencakup: keterbacaan, kejelasan informasi,
kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, pemanfaatan bahasa
secara efektif dan efisien, artinya jelas dan singkat. Komponen penyajian antara lain
mencakup: kejelasan tujuan atau indicator yang ingin dicapai, urutan sajian, pemberian
motivasi, daya tarik, interaksi atau pemberian stimulus dan respon, dan kelengkapan
informasi. Komponen Kegrafikaan antara lain mencakup, penggunaan font, jenis dan
ukuran, layout atau tata letak, serta ilustrasi, gambar, foto, dan desain tampilan.
Produk hasil pengembangan harus memenuhi aspek kepraktisan dan keterlaksanaan
produk tersebut. Angket uji praktikalitas berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan
produk yang dikembangkan. Angket juga memuat isian berupa saran dari guru dan peserta
didik untuk bahan revisi sehingga buku menjadi praktis untuk digunakan dalam proses
pembelajaran.
Produk yang dikembangkan dikatakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan
secara teoritis bahwa produk dapat diterapkan dilapangan dan tingkat keterlaksanan produk
termasuk katagori baik. Istilah baik ini masih memerlukan indikator-indikator yang
diperlukan untuk menentukan tingkat kebaikan dari keterlaksanaan produk.
Praktikalitas mengacu kepada kebergunaan atau keterpakaian suatu produk.
Praktikalitas dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut. Praktikalitas yang
diharapkan (expected practicality), suatu produk diharapkan dapat berguna sesuai dengan
perencanaan ketika diuji cobakan. Jadi, pembuat produk harus menyusun produknya agar
dapat digunakan di lapangan. Sehubungan dengan penelitian ini maka perangkat
pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah yang dikembangkan diharapkan dapat
menfasilitasi kegiatan menanya dan kegiatan mengamati dalam pendekatan saintifik.
Praktikalitas aktual (actual practicality), praktikalitas ini diketahui ketika produk
telah diuji cobakan di lapangan. Praktikalitas aktual merupakan pembuktian dari
praktikalitas yang diharapkan (Plomp dan Nieveen, 2013: 160). Praktikalitas perangkat
pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah diketahui melalui uji coba dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas.
METODE
Pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan produk berupa perangkat
pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah untuk peserta didik kelas VII SMP
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

11

menggunakan model pengembangan Plomp. Pengembangan telah dilakukan di Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Barat dan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Padang (UNP). Produk yang dihasilkan
berupa perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah untuk peserta didik kelas
VII SMP yang valid dan praktis. Pengembangan dilaksanakan bulan Maret sampai dengan
Desember 2015
Data dalam pengembangan ini adalah data hasil uji validitas dan praktikalitas. Data
ini termasuk data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari subjek pengembanga.
Adapun Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen validasi
dan uji praktikalitas.
1. Instrumen validasi perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah untuk
peserta didik kelas VII SMP diisi oleh validator yang terdiri dari akademisi dan
praktisi pembelajaran IPA. Instrumen validasi ini berguna untuk mengevaluasi
perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah yang telah dikembangkan.
Validasi dilakukan untuk memeriksa kesesuaian perangkat dengan kurikulum yang
berlaku, tata bahasa, penyajian, serta tampilan perangkat. Instrumen disusun
menggunakan skala Likert
2. Instrumen uji praktikalitas perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan
masalah. Uji praktikalitas perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah
dilakukan dengan menerapkan perangkat dalam pembelajaran di kelas, lalu diamati
keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan instrument keterlaksanaan
pembelajaran. Instrumen validasi dan praktikalitas disusun menurut skala Likert
dengan 4 alternatif jawaban, yaitu: SS (sangat setuju) dengan bobot 4, S (setuju)
dengan bobot 3, TS (tidak setuju) dengan bobot 2, dan STS (sangat tidak setuju)
dengan bobot 1
Perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah ini dikembangkan dengan
menggunakan empat fase dari model Plomp yaitu: (1) fase investigasi awal (preliminary
investigation),

(2)

fase

desain

(design),

(3)

fase

realisasi

atau

kontruksi

(realization/construction), (4) fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation dan revition).
a. Fase investigasi awal (preliminary investigation), bertujuan untuk mengetahui
masalah dasar dalam pembelajaran IPA, sehingga dibutuhkan pengembangan
perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah. Fase ini dilakukan
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

12

pengamatan pelaksanaan pembelajaran menggunakan Kurikulum 2013 di sekolah
SBSNP, pengamatan peerteaching saat pelatihan implementasi Kurikulum 2013 di
Kota Padang, dan analisis buku peserta didik

untuk mengetahui permasalahan

implementasi Kurikulum 2013 di sekolah.
b. Fase desain (design), bertujuan merancang perangkat pembelajaran IPA berbasis
pemecahan masalah sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Pada fase ini
dilakukan perancangan dan pembuatan prototype atau kerangka perangkat
pembelajaran

IPA berbasis pemecahan masalah kelas VII SMP. Perangkat

pembelajaran yang dikembangkan adalah RPP, buku peserta didik, LKPD, dan media
berbasis IT. Beberapa rancangan buku yang perlu dibuat sebagai berikut.
c. Fase realisasi/konstruksi (realization/construction), dilakukan pembuatan perangkat
pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah. Buku peserta didik dan LKPD
menggunakan aplikasi Microsoft Office Publisher 2007 pada komputer, langkahlangkahnya: menentukan pilihan jenis huruf, ukuran, dan warna yang akan
digunakan, menyusun materi pelajaran IPA sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar,
memilih gambar-gambar yang sesuai dengan jabaran materi, menyusun letak
tampilan pemecahan masalah pada buku peserta didik, membuat petunjuk
penggunaan buku peserta didik dan LKPD, menyusun letak tampilan spot teknologi,
dan menyusun background dan layout buku, serta mencetak buku bagi peserta didik
dan LKPD yang telah disusun.
d. Fase tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation and revision), bertujuan untuk
menghasilkan perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah yang valid
dan praktis, untuk itu dilakukan validasi dan uji praktikalitas.
Tujuan validasi adalah untuk memeriksa kelayakan isi, kebahasaan, dan penyajian
perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah. Validasi perangkat ini
dilakukan oleh dosen sesuai dengan bidang kajiannya. Masukan dari validator digunakan
untuk memperbaiki buku yang telah dibuat dan menjadi bahan revisi. Nama validator
untuk memvalidasi perangkat yang dikembangkan adalah Zulhendri Kamus, S.Pd., M.Si.
Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNP memvalidasi LKPD, Dezi Handayani, M.Si. Dosen
Jurusan Biologi FMIPA UNP memvalidasi buku peserta didik Dra. Bayharti, M.Sc. Dosen
Jurusan Kimia FMIPA UNP memvalidasi buku peserta didik dan LKPD, Arnelli Amril,
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

13

M.Pd. Guru SMPN 8 Padang memvalidasi LKPD, dan Syafniwati B, S.Pd Guru SMPN 8
Padang memvalidasi buku peserta didik.
Setelah dilakukan revisi, perangkat diujicobakan

di sekolah untuk mengetahui

praktikalitas perangkat. Praktikalitas adalah tingkat kepraktisan saat digunakan dalam
proses pembelajaran. Uji praktikalitas dilakukan dengan memberikan perangkat kepada
guru dan 34 orang peserta didik kelas VII-7 SMPN 12 Padang. Uji praktikalitas dilakukan
dengan langkah-langkah berikut ini:
1) Membagikan perangkat pada guru dan peserta didik. Perangkat untuk guru terdiri dari
RPP, buku peserta didik dan LKPD. Perangkat yang dibagikan pada peserta didik terdiri
dari buku peserta didik dan LKPD. LKPD dibagikan pada setiap peserta didik, sedangkan
buku peserta didik dibagikan pada kelompok belajar yang terdiri dari 6 peserta didik.
Setiap kelompok mendapat 2 buku.
2) Guru melaksanakan pembelajaran dengan desain pemecahan masalah dengan berpedoman
pada RPP yang dikembangkan. Untuk membantu guru dalam pembelajaran dengan desain
pemecahan masalah digunakan LKPD. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai urutan
kegiatan dalam LKPD. Untuk memudahkan mengikuti pembelajaran peserta didik
menggunakan buku peserta didik dan LKPD.
3) Keterlaksanaan pembelajaran serta keterpakaian perangkat diamati oleh observer.
Bertindak sebagai observer adalah peneliti dan seorang guru IPA SMPN 12.
4) Keterlaksanaan RPP langsung diamati menggunakan kolom penilaian yang sudah ada
dalam RPP. Sedangkan keterlaksanaan pembelajaran diamati menggunakan instrumen
seperti terlampir.
Data penelitian dianalisis dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Data untuk tahap
investigasi awal, desain, dan konstruksi dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam
bentuk deskriptif. Data dari tahap tes, evaluasi dan revisi, yakni validitas dan praktikalitas
dianalisis secara kuantitatif.
Validitas perangkat didapat dengan menganalisis instrumen uji validitas yang telah
diisi oleh validator. Analisis dilakukan dengan beberapa langkah: a. Memberikan skor
jawaban dengan kriteria yang berdasarkan skala Likert: SS (sangat setuju) dengan bobot 4,
S (setuju) dengan bobot 3, TS (tidak setuju) dengan bobot 2, dan STS (sangat tidak setuju)
dengan bobot 1; b. Menentukan skor tertinggi, yaitu skor tertinggi = jumlah validator x
jumlah indikator x skor maksimum; c. Menentukan jumlah skor dari masing-masing
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

14

validator dengan menjumlahkan semua skor yang diperoleh dari masing-masing indicator;
d. Menentukan skor yang diperoleh dengan menjumlahkan skor dari masing-masing
validator; dan e. Penentuan nilai validitas dengan cara berikut ini:
Nilai validitas =

jumlah skor yang diperoleh x 100 %
jumlah skor tertinggi

Memberikan penilaian validitas yang dimodifikasi dari Purwanto (2009: 82): 90% 100% = sangat valid, 80% - 89% = valid, 65% - 79% = cukup valid, 55% - 64% =
kurang valid, dan ≤ 54% = tidak dapat digunakan.
Praktikalitas perangkat dianalisis dengan persentase (%), menggunakan rumus:
Nilai praktikalitas =

jumlah semua skor
skor terti nggi

X 100 %

Setelah persentase diperoleh, dilakukan pengelompokkan sesuai kriteria yang
dimodifikasi dari Purwanto (2009: 102-103) sebagai berikut: 90% - 100% = Terlaksana
dengan sangat baik; 80% - 89% = Terlaksana dengan baik; 65% - 79% = Terlaksana; 55%
- 64% = Kurang terlaksana; dan 0% - 54% = Tidak terlaksana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengembanghan yang telah dilakukan, maka telah dihasilkan perangkat
pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah. Berikut akan dijelaskan proses dan hasil
pengembangan perangkat pembelajaran sesuai dengan tahap penelitian yang digunakan.
Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan tahapan penelitian pengembagan dari Plomp berupa (1)
investigasi awal, (2) perancangan, (3) realisasi, (4) pengujian, evaluasi dan revisi. Berikut
akan diuraikan proses dan hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran IPA
berbasis pemecahan masalah.
1. Fase investigasi awal (preliminary investigation).
Pada fase ini dilakukan penelitian tentang pemahaman guru IPA terhadap
kurikulum 2013, pengamatan pelaksanaan pembelajaran menggunakan Kurikulum 2013 di
sekolah SBSNP, pengamatan peerteaching saat pelatihan implementasi Kurikulum 2013 di
Kota Padang, dan analisis buku peserta didik

untuk mengetahui permasalahan

implementasi Kurikulum 2013 di lapangan. Berikut ditampilkan data investigasi awal.
a. Pemahaman guru terhadap pendekatan saintifik,

*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

15

Gambar 1. Grafik pemahaman dan kemampuan guru menerapkan pendekatan saintifik
Pemahaman guru IPA Kota Padang terhadap pendekatan saintifik diteliti setelah guru
menerima sosialisasi penerapan kurikulum 2013 selama

5 hari. Hasil dapat dilihat pada

Gambar 1. Sesuai dengan grafik terlihat bahwa pemahaman guru terhadap pendekatan
saintifik cukup tinggi. Lebih dari 80% guru IPA paham tentang konsep dan pengalaman
belajar pada pendekatan saintifik. Sekitar 80% guru IPA paham implementasi dan tujuan
pendekatan saintifik. Pada saat diamati dalam proses pembelajaran, ternyata pemahaman
guru tidak sesuai dengan kemampuan

penerapannya di kelas. Secara umum guru

mengalami kesulitan pada kegiatan menanya (quetioning).
Hasil investigasi awal lebih lanjut menunjukkan sekitar 75% guru memfasilitasi
kegiatan mengamati, baru 25% diantaranya yang mengaitkan kegiatan mengamati dengan
kegiatan menanya. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan dari kegiatan mengamati yang
dilakukan, baru 25% guru menfasilitasi kegiatan mengamati sesuai dengan topik yang
dipelajari.

Berdasarkan

penelitian

ini

terlihat

bahwa

guru

masih

kesulitan

mengimplementasikan pendekatan saintifik.
Menanya merupakan kegiatan yang bertujuan agar peserta didik berpikir kritis,
mampu mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah serta mengajukan hipotesis.
Pertanyaan muncul dari pengetahuan yang telah dikuasai. Oleh karena itu proses
mengamati sangat penting. Guru harus mampu mengajak peserta didik mengamati suatu
objek, fenomena alam, kejadian di masyarakat dll yang dapat memotivasi peserta didik
mempertanyakan yang diamatinya. Kemampuan bertanya merupakan kemampuan dasar
dalam mengembangkan berpikir ilmiah. Informasi baru digali untuk menjawab pertanyaan
(Subiantoro A.)
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

16

Hasil observasi yang dilakukan saat pembelajaran, selalu saja guru yang mengajukan
pertanyaan. Guru belum mampu membimbing peserta didik agar mampu membuat
pertanyaan sesuai pengamatan. Guru seharusnya memberi kesempatan peserta didik untuk
menuliskan pertanyaannya, lalu menginventaris pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Berdasarkan pertanyaan ini dirumuskan masalah utama yang akan dicarikan solusinya
dalam kegiatan mengumpulkan informasi, dan mengasosiasi. Kesimpulan kegiatan
mengasosiasi harus merujuk pada masalah yang diajukan pada saat menanya, sehingga
kegiatan mengamati sampai pada kegiatan mengasosiasi merupakan satu kesatuan yang
utuh. Kalaupun ada kegiatan menanya, namun pertanyaan yang diajukan peserta didik
tidak diarahkan pada pembelajaran yang akan dilaksanakan, sehingga pembelajaran tidak
ada hubungan dengan pertanyaan yang muncul diawal.
Untuk membantu guru IPA agar dapat mengaplikasikan pendekatan saintifik di kelas
perlu suatu desain pembelajaran yang dapat dijadikan pedoman. Guru IPA harus
memahami bahwa penekanan pembelajaran IPA adalah pada pemecahan masalah dan
kebiasaan berpikir yang mendorong peserta didik untuk memiliki rasa ingin tahu, kemauan
bertanya, terbuka terhadap ide-ide serta melakukan eksplorasi, diskoveri, dan belajar dari
kesalahan. Pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui
pengamatan, praktikum atau studi pustaka (Rustaman N., 2005:98). Oleh sebab itu urutan
pemecahan masalah dapat dijadikan langkah dalam pembelajaran IPA. Melalui urutan
pembelajaran pemecahan masalah diharapkan kesulitan gurun dalam

memfasilitasi

kegiatan menanya yang terkait dengan mengamati dapat diatasi. Untuk memudahkan guru
mengimplementasikan

desain

pemecahan

masalah

dalam

pembelajaran,

maka

dikembangkan perangkat pembelajaran berbasis pemecahan masalah.
Disamping investigasi terhadap pelaksanaan pembelajaran, juga dilakukan analisis
buku peserta didik untuk melihat kelengkapan materi IPA yang ada pada buku peserta
didik dikaitkan dengan tuntutan pada kompetensi dasar (KD) yang ada pada KI-3. KD 3.4
kelas VII berbunyi mendeskripsikan keragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai
dari tingkat sel sampai organisme, serta komposisi utama penyusun sel. Mencermati isi KD
ini, maka materi ajarnya meliputi keragaman makhluk hidup mulai yang sangat sederhana
(satu sel) sampai makhluk hidup multi seluler yang memiliki tingkat organisasi kehidupan
berupa sistem organ. Selain itu juga materi tentang sel serta komponen kimia pembangun
sel. Bila dilihat pada buku peserta didik, maka materi tentang komponen kimia pembangun
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

17

sel belum dimasukkan. Berdasarkan hal tersebut maka perangkat yang dikembangkan
terdiri dari RPP, LKPD, buku peserta didik, dan media berbasis IT.
2. Fase perancangan
Setelah dilakukan investigasi awal, selanjutnya dilakukan perancangan prototype
perangkat yang dikembangkan. Perancangan buku peserta didik, LKPD dan RPP mengacu
pada Kurikulum 2013. Pada fase ini dirancang tampilan buku peserta didik, LKPD, dan
RPP. Perancangan buku peserta didik meliputi cover depan, petunjuk penggunaan, cover
bab, kompetensi inti dan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran yang disajikan dengan
langkah-langkah pemecahan masalah, materi pelajaran, bagian spot teknologi, dan refleksi
diri. Sedangkan perancangan LKPD meliputi cover depan, petunjuk penggunaan, cover
bab, kompetensi inti dan kompetensi dasar, kegiatan peserta didik yang disajikan dengan
langkah-langkah pemecahan masalah. Sedangkan desain RPP sesuai dengan format RPP
pada Permendikbud No 103 tahun 2014.
3. Fase realisasi
Hasil fase 1 dan 2 selanjutnya diarahkan pada fase realisasi produk berupa perangkat
pembelajaran IPA. Kerangka prototype perangkat pembelajaran yang telah dibuat
diwujudkan sebagai berikut:
a. Buku peserta didik
Pada fase ini dilakukan pembuatan buku peserta didik menggunakan aplikasi
Microsoft Office Publisher 2007. Rancangan tampilan buku peserta didik yang telah
dibuat sebelumnya kemudian diolah sehingga memiliki tampilan yang menarik. Buku
peserta didik dibuat dengan penggunaan warna yang bervariasi. Tujuannya agar tampilan
tidak terlihat membosankan dan meningkatkan minat peserta didik saat membaca buku.
Tampilan buku peserta didik yang dikembangkan sebagai berikut:
1). Halaman sampul
Tampilan halaman sampul berisi gambar peserta didik melakukan kegiatan
eksperimen serta beberapa peralatan laboratorium yang identik dengan IPA. Halaman
sampul didominasi oleh warna latar ungu muda. Judul menggunakan font Calibri dengan
ukuran 44 berwarna hitam, sedangkan kelas dan semester ditulis menggunakan font
Bigness dengan ukuran 28 dengan warna hitam dan biru.
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

18

2). Isi buku
Isi buku pada tiap bab meliputi kegiatan mengumpulkan informasi melalui kolom
“Ayo Bereksperimen” dengan warna biru. Selain itu ada kolom “berpikir kritis” berwarna
coklat. Kolom berpikir kritis berisi masalah yang mengajak peserta didik berpikir dan
mengemukakan rasional terhadap jawaban yang diberikan. Selanjutnya kolom “pojok
problem solving” berisi langkah-langkah problem solving. Tiap bab juga dilengkapi
dengan “spot teknologi”, yang berisi kaitan materi yang dibahas dengan teknologi; kolom
info ilmuwan; dan kolom rangkuman. Judul sub bab diusahakan dalam bentuk masalah.
Tampilan isi buku didominasi oleh warna latar putih, dengan page border warna hijau dan
biru. Tulisan menggunakan font Maiandra GD dengan ukuran 11 berwarna hitam.
Kolom “Mari Bereksperimen” merupakan bagian spesifik dari buku peserta didik
ini, karena pada bagian ini

peserta didik diajak untuk melakukan eksperimen sesuai

dengan langkah-langkah pemecahan masalah. Pada kolom ini terdapat bagian penyajian
masalah, identifikasi masalah, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis. Pengenalan
langkah-langkah pemecahan masalah dapat dipelajari peserta didik pada kolom ini.
Pada setiap bab buku juga tersedia kolom “spot teknologi”. Bagian ini merupakan
upaya mengkaitkan konsep IPA yang sedang dibahas dengan teknologi yang digunakan
manusia saat ini. Kolom ini merupakan upaya untuk memunculkan “salingtemas” (sains,
lingkungan, teknologi dan masyarakat) dalam buku peserta didik ini.
Isi buku peserta didik dilengkapi dengan kolom “ info ilmuwan”. Kolom ini
menampilkan ilmuwan yang terkait dengan materi yang dibahas pada bab bersangkutan.
Melalui kolom “info ilmuwan” peserta didik diharapkan mengargai jasa ilmuwan yang
berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Buku peserta didik hendaknya mengacu pada kompetensi inti (KI), termasuk KI-1.
Oleh sebab itu pada buku peserta didik ditambahkan kolom “refleksi diri”. Kolom refleksi
diri menyajak peserta didik mensyukuri nikmat Tuhan YME, dikaitkan dengan materi yang
baru saja mereka pelajari.
b. Lembar kegiatan peserta didik (LKPD)
Pada fase ini dilakukan pembuatan LKPD IPA berbasis pemecahan masalah
menggunakan menggunakan aplikasi Microsoft Office Publisher 2007 dengan bantuan
beberapa aplikasi lain. Aplikasi-aplikasi tersebut diantaranya Microsoft Office PowerPoint

*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

19

2007, Microsoft Office Word 2007, CorelDRAW X4 dan aplikasi pengolah gambar
Microsoft Office Picture Manager.
1) Halaman sampul
Tampilan halaman sampul didominasi oleh warna latar putih, page border biru.
Judul menggunakan font Bodoni MT Black dengan ukuran 18 berwarna hitam, sedangkan
kelas dan semester ditulis menggunakan font Bigness dengan ukuran 28 dengan warna
biru. Tampilan halaman sampul berisi gambar berbagai serat yang dikenal peserta didik,
serta kolom identitas warna biru muda dan tulisan menggunakan font Comic Sans MS
ukuran 11.
2) Isi LKPD
Tampilan isi Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) didominasi oleh warna latar
putih, dengan page border warna biru. Tulisan menggunakan font Maiandra GD dengan
ukuran 11 berwarna hitam. Pada tiap LKPD menampilkan topik, tujuan pembelajaran,
informasi pendukung, tahap problem solving, kegiatan mengumpulkan informasi, analisis
data, masalah untuk didiskusikan, dan kesimpulan.
4. Fase tes, evaluasi dan revisi
Kegiatan pada fase ini adalah uji validitas, uji praktikalitas dan revisi produk.
Validasi buku peserta didik dilakukan validator oleh 3 validator yang terdiri dari 2 orang
dosen FMIPA UNP dan 1 orang guru IPA SMP Negeri 8 Padang. Validasi produk
dilakukan dengan memberikan buku peserta didik beserta instrumen validasi pada
validator. Hasil validasi menunjukkan rata-rata nilai validasi adalah 86,24% dengan
kategori valid. Hal ini menunjukkan bahwa buku peserta didik yang dikembangkan telah
valid dari segi aspek kelayakkan isi, kebahasaan, penyajian, serta aspek kegrafikaan
sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran. Pada tahap validasi buku validator
memberikan saran-saran yang menjadi dasar pertimbangan untuk melakukan revisi buku
peserta didik.
Validasi LKPD dilakukan validator oleh 3 validator yang terdiri dari 2 orang dosen
FMIPA UNP dan 1 orang guru IPA SMP Negeri 8 Padang. Validasi produk dilakukan
dengan memberikan LKPD beserta instrumen validasi pada validator. Hasil validasi serta
saran menunjukan bahwa pada tahap validasi LKPD validator memberikan saran-saran
yang menjadi dasar pertimbangan untuk melakukan revisi LKPD.
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

20

Uji praktikalitas perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah dilakukan
dengan melihat keterlaksanaan pembelajaran menggunakan perangkat yang dikembangkan.
Hasil analisis data diatas menunjukkan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
perangkat pembelajaran IPA berbasis pemecahan masalah berada pada kriteria terlaksana
dengan sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa perangkat dapat digunakan sebagai
pendukung desain pembelajaran pemecahan masalah.
Pembahasan
Analisis data dari instrumen validasi perangkat, menunjukkan nilai validitas dengan
kriteria valid. Ditinjau dari komponen kelayakan isi, perangkat dinyatakan valid oleh
validator, artinya materi ajar telah sesuai dengan Kurikulum 2013 dan sesuai dengan
Kompensi Inti (KI) dan Komptensi Dasar (KD). Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2008: 8)
yang menyatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum.
Kriteria valid untuk materi pada buku juga menunjukkan bahwa kebenaran substansi
materi sudah baik. Kebenaran substansi materi perlu diperhatikan untuk menghindari
kesalahan pemahaman bagi peserta didik.
Substansi pemecahan masalah yang disajikan pada bagian mari bereksperimen
menunjukkan kriteria valid. Langkah-langkah pemecahan masalah dikemukakan oleh
Gagne dipilih untuk disajikan pada buku karena sesuai dengan kegiatan eksperimen yang
dilakukan oleh peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Lufri (2010: 32) yang
menyatakan bahwa pemecahan masalah pola Gagne cenderung digunakan di laboratorium
atau di lapangan dalam melakukan eksperimen atau melakukan observasi. Pola Gagne
terdiri dari empat kegiatan yaitu penyajian masalah, mengidentifikasi masalah,
mengemukakan hipotesis, dan pengujian hipotesis.
Aspek kebahasaan perangkat dinyatakan valid oleh validator. Aspek kebahasaan
terkait dengan penggunaan kalimat yang jelas agar tidak menimbulkan kerancuan bagi
peserta didik. Hal ini juga sesuai dengan Depdiknas (2008: 18) menyatakan bahwa bahan
ajar harus memiliki kalimat yang jelas, hubungan antar kalimat jelas dan kalimat tidak
terlalu panjang. Perangkat telah beberapa kali mengalami revisi dalam aspek kebahasaan
selama proses pengembangan.
Perangkat dinyatakan valid dari aspek penyajian. Hal ini menunjukkan bahwa buku
telah memenuhi kriteria yang baik dari segi penyajian. Buku peserta didik memiliki urutan
*Widyaiswara LPMP Sumatera Barat

21

penyajian materi yang dilengkapi dengan gambar yang relevan dengan materi pelajaran.
Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2008: 28) yang menyatakan bahwa komponen penyajian
mencakup kejelasan tujuan yang ingin dicapai, urutan sajian, daya tarik, dan kelengkapan
informasi.
Aspek kegrafikaan perangkat dinyatakan sangat valid. Hal ini menandakan bahwa
desain buku yang dikembangkan sudah baik dan menarik mencakup jenis dan ukuran huruf
yang sesuai, lay out dan tata letak yang menarik perhatian peserta didik untuk
menggunakannya, serta pemberian ilustrasi gambar yang sesuai dengan materi. Pemberian
warna yang bervariasi pada buku terutama pada bagian mari bereksperimen bertujuan
untuk meningkatkan perhatian, motivasi, dan minat belajar peserta didik. Hal ini sesuai
dengan pendapat (Sudjana, 2011: 25) warna yang digunakan dalam pembuatan media
sebaiknya warna-warna yang memberikan kesan harmonis agar peserta didik dapat fokus
pada pengamatannya dan dapat mengambil pesan penting dari media.
Pemberian gambar pada buku akan membantu peserta didik dalam memahami
materi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohani (1997: 76) yang menya