2 BENTUK PERTUMBUHAN DAN KONDISI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO
LEMBAR PENGESAHAN
ARTIKEL JURNAL
BENTUK PERTUMBUHAN DAN KONDISI TERUMBU KARANG
DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN
KOTA GORONTALO
OLEH
SANDRIANTO DJUNAIDI
633410004
BENTUK PERTUMBUHAN DAN KONDISI TERUMBU KARANG
DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN
1) 2) 3)KOTA GORONTALO
Sandrianto Djunaidi , Femy M. Sahami, S.Pi, M.Si , Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel. M.Si .
Email: [email protected]
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Teknologi Perikanan,
Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo.
ABSTRAK
Sandrianto Djunaidi. NIM: 633410004. Bentuk Pertumbuhan dan Kondisi Terumbu
Karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan. Pembimbing Femy M.
Sahami, S.Pi, M.Si dan Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M.SiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk pertumbuhan dan kondisi terumbu karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April sampai Juli 2014. Lokasi penelitian di bagi dalam tiga stasiun. Pengamatan terumbu karang dilakukan menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) yang diletakkan pada kedalaman 5 meter dengan panjang transek 50 meter. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara in-situ yang meliputi suhu, pH, DO, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus. Analisis data menggunakan persentase tutupan karang per kategori lifeform dan untuk status kondisi terumbu karang berdasarkan Kepmen Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertumbuhan karang di semua stasiun di dominasi oleh kategori Acropora digitate. Kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian yaitu Stasiun I masih berada pada kategori baik dengan nilai 52.32%, Stasiun II dan III pada kategori sedang dengan nilai 36.34% dan 37.08%, dengan kondisi parameter kualitas air terukur masih sesuai untuk pertumbuhan terumbu karang.
Kata Kunci: Terumbu karang, bentuk pertumbuhan karang, kategori karang 1) 2) 3)
Sandrianto Djunaidi , Femy M. Sahami, S.Pi, M.Si , Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel. M.Si .
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem perairan tropis yang memiliki fungsi yang sangat penting baik bagi organisme yang membangun ekosistem ini ataupun ekosistem yang ada disekitarnya yaitu ekosistem padang lamun dan ekosistem mangrove (Suharsono, 1999 dalam Haerul 2013). Ekosistem terumbu karang merupakan sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama yang disebabkan oleh perilaku manusia/masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu pemanfaatannya harus dilakukan secara ekstra hati-hati. Apabila terumbu karang mengalami kematian (rusak), maka akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat pulih kembali. Menurut Nybakken (1992), beberapa jenis terumbu karang tumbuh dengan 0,5-2 cm pertahun.
Hampir 71% terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup berat, yang relatif baik 22,5%, sedangkan kondisi baik hanya sekitar 6,5% (Suprihayono, 2000). Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya yang melindungi dan melestarikan (konservasi), serta mencegah kerusakan habitat lebih lanjut.
Berdasarkan interpretasi Citra Landsat diperoleh luasan terumbu karang di perairan Provinsi Gorontalo sebesar 21.910,96 ha dimana luasan terumbu karang yang ada di Kota Gorontalo sebesar 16.03 ha (Sirait, 2011). Salah satu wilayah perairan yang termasuk di Perairan Kota Gorontalo adalah Leato Selatan. Berdasarkan observasi awal di Perairan Leato Selatan terdapat hamparan terumbu karang, namun bentuk-bentuk pertumbuhan terumbu karang yang ada belum diketahui dan begitupula dengan kondisinya apakah masih dalam keadaan baik atau buruk belum ada informasinya. Disisi lain aktifitas manusia di pesisir perairan tersebut mulai berkembang seperti kegiatan pariwisata yang tidak terkontrol dan pembuangan limbah. Dikhawatirkan dampak dari kegiatan manusia akan berdampak pada keberadaan terumbu karang. Untuk itu perlu diketahui kondisi terumbu karang yang ada di wilayah Perairan Laeto Selatan tersebut, sehingga ketika diketahui dapat dilakukan pengelolaan berkelanjutan agar terumbu karang tersebut tetap tejaga.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari Bulan April-Juli 2014 yang bertempat di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar . Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini untuk pengamatan kondisi terumbu karang yaitu Rol meter, Scuba diving, Sabak dan pensil, Underwater camera, Bola pimpong dan tali, Secchi disc, Water quality cheker, GPS (Global positioning system, Stopwatch, Aquades, Tissue.
C. Pengumpulan Data
1. Penentuan Lokasi
Penelitian ini mengambil tiga stasiun yang berada di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan, yaitu :
o o
1) Stasiun I berada pada 00 29’15,5” LU - 123 04’53,9” BT di dekat kegiatan wisata dan sering menjadi tempat fun dive.
o o
2) 29’11,8” LU - 123 05’01,4” BT dekat
Stasiun II berada pada posisi 00 pemukiman warga yang banyak aktifitas manusia.
o o
3) 29’00,6” LU - 123 05’10,2” BT didekat
Stasiun III yang berada pada posisi 00 bekas pelabuhan yang pernah menjadi dermaga bagi kapal penangkapan ikan.
2. Pengukuran Parameter Kualitas Air
Kondisi parameter kualitas perairan disekitar Perairan Leato Selatan dilakukan langsung di lapangan. Parameter yang diukur berupa suhu dan DO, salinitas, kecerahan, dan kecepatan arus. Setiap parameter diukur dengan menggunakan alat yang berbeda sesuai dengan parameter yang di ukur
3. Pengamatan Pertumbuhan Karang
Bentuk pertumbuhan karang diketahui dengan menggunakan Metode LIT (Line
Intercept Transect ) (UNEP/AIMS, 1993). Transek dipasang sepanjang 50 meter yang
penempatannya sejajar garis pantai, transek ini diletakkan pada kedalaman 5 meter.Metode ini digunakan untuk melihat tutupan karang hidup ataupun karang mati. Pengambilan data dilakukan disepanjang transek dan pencatatan dilakukan berdasarkan bentuk hidup. Teknik pencatatan data lifeform menggunakan metode transek garis seperti pada Gambar 2. Nilai bentuk pertumbuhan yang di data adalah nilai akhir pada garis transek yang merupakan akhir dari suatu kriteria yang ditinjau dari transek 0-50 m (UNEP/AIMS, 1993).
Gambar. Model Pencatatan Data Kategori penggolongan bentuk pertumbuhan karang (lifeform).
KATEGORI KODE KETERANGAN
Karang Keras Karang Karang yang baru saja mati, berwarna putih atau
Dead coral DC Mati agak kecoklatan
Dead coral Karang yang sudah lama mati, masih berdiri tegak DCA with Algae (utuh) namun tertutup oleh algae
Acropora bercabang yang minimal memiliki Acropora Branching ACB percabangan kedua Encrusting ACE Acropora yang tumbuh merayap, biasanya berupa koloni Acropora yang belum dewasa
Submassive ACS Acropora bulat panjang dan berbintil-bintil Digitate ACD Acropora dengan percabangan pendek dan gemuk Tabulate ACT
Algae
Alga berukuran halus, menyerupai rumput-rumput halus Abiotic Sand S Pasir
Turf algae TA
CA Alga yang mempunyai struktur kapur Halimeda HA Alga dari marga Halimeda Macroalgae MA Alga berukuran besar
Coraline algae
AA Kumpulan beberapa jenis alga
Algae assemblage
Gorganians
Acropora dengan percabangan seperti meja, lempengan atau melebar Non- Acropora
Binatang lain. Mis Anemone, Kima, Ascidians,
Bentuknya seperti anemone namun lebih kecil, soliter atau berkoloni Other OT
SC Karang lunak Sponges SP Zoanthids ZO
Fauna Lain Soft Coral
Karang api, seperti berbulu lembut, berwarna krem, kuning, atau hijau. Percabangan kecil dan pipih Heliopora CHL karang biru
Branching CB Paling sedikit mempunyai percabangan kedua Encrusting CE Koloni merayap, kadang bertumpuk-tumpuk Foliose CF Koloni seperti lembaran-lembaran Massive CM Koloni seperti gundukan yang padat Submassive CS Tampak seperti tiang-tiang kecil atau irisan-irisan Mushroom CMR berbentuk seperti jamur, hidup soliter Millepora CME
Rubble R Pecahan-pecahan batu karang Silt SI Lumpur Water WA Air Rock RCK Bebatuan UNEP/AIMS (1993).
4. Penentuan Kondisi Terumbu Karang
Penentuan kondisi terumbu karang diperoleh dari hasil perhitungan tutupan karang perkategori lifeform yang nantinya dapat dijadikan tolak ukur kondisi terumbu karang. Status kondisi terumbu karang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang sesuai KEPMEN Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2001.
D. Analisis Data
1. Persentase Tutupan Karang Perkategori Lifeform
Nilai persentase tutupan karang untuk masing-masing kategori dihitung berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan. Pengukuran panjang dari tiap kategori dengan menggunakan rumus (UNEP/AIMS, 1993) sebagai berikut :
Panjang kategori = Transisi kategori
- – transisi sebelumnya
Berdasarkan data di atas selanjutnya dihitung persentase tutupan karang dengan menggunakan persamaan berdasarkan UNEP/AIMS (1993) berikut:
i l i = x 100% n
L Dimana : n i = Persentase penutupan karang hidup (%)
i
l = Panjang karang berdasarkan bentuk pertumbuhan (cm) L = Panjang transek garis (cm)
2. Penilaian Status Kondisi Terumbu Karang
Penilaian status kondisi terumbu karang berdasarkan hasil perhitungan persentase tutupan karang (Gomez dan Yap, 1988 dalam Lalang., dkk 2012). Untuk mengetahui status kondisi karang maka nilai persentase karang hidup tersebut dibandingkan dengan kategori yang telah ditetapkan dalam KEPMEN Lingkungan Hidup No.04 Tahun 2001. Tabel. Status Terumbu Karang Berdasarkan Persentase Penutupan Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2001
Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (dalam %)
Persentase luas tutupan terumbu karang yang hidup Buruk 0 - 24,9
Sedang 25 - 49,9 Baik 50 - 74,9
Baik Sekali
75
- – 100
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Lokasi Pengamatan
Kelurahan Leato Selatan, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo terletak di sebelah Selatan Kota Gorontalo, yang merupakan daerah pesisir pantai. Luas wilayah Kelurahan Leato Selatan Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo yaitu 206 hektar.
o o
Stasiun I berada pada 00 29’15,5” LU - 123 04’53,9” BT. Pada stasiun ini terdapat kegiatan wisata seperti kegiatan snorkling dan fun dive. Di stasiun ini terdapat juga beberapa villa yang sering digunakan oleh wisatawan. Menurut informasi dari Tim Peneliti KKP (2014), di sekitar stasiun ini terdapat kapal karam yang diperkirakan terjadi pada saat masa penjajahan Jepang, sehingga lokasi ini dapat dijadikan sebagai tempat penelitian. Kondisi substrat pada stasiun ini adalah batuan karang.
o o
Stasiun II berada pada posisi 00 29’11,8” LU - 123 05’01,4” BT. Keadaan pada stasiun ini yakni berdekatan dengan pemukiman warga dan aktivitas lainnya. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan budidaya jaring apung yang penempatannya berdekatan dengan keberadaan terumbu karang. Kondisi substratnya adalah batuan karang.
o o
Stasiun III yang berada pada posisi 00 29’00,6” LU - 123 05’10,2” BT dimana lokasi ini berdekatan dengan bekas dermaga yang sudah tidak beroperasi namun masih ada beberapa kapal yang sering bersandar didermaga tersebut. Kondisi substrat pada stasiun ini berbatu dan batuan karang.
B. Parameter Kualitas Perairan
Hasil pengukuran nilai parameter suhu di tiap stasiun berkisar 29.36 C-31.06 C; Nilai pH diperoleh pada saat pengamatan berkisar 7-8; Nilai DO pada ketiga stasiun pengamatan berkisar 6.69-7.13 mg/l; Hasil pengukuran salinitas di setiap stasiun pengamatan yaitu berkisar 32.6 /
00 -33.6 / 00 ; Hasil pengukuran transparansi perairan pada
setiap stasiun adalah 5 meter; dan Kecepatan arus pada saat pengukuran adalah 0.01-0.03 m/det.
C. Bentuk Pertumbuhan Karang Pada Setiap Stasiun
Bentuk pertumbuhan karang yang diamati di Perairan Leato Selatan memiliki bentuk pertumbuhan yang bervariasi dari setiap kategori Acropora dan Non-Acropora.
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00
Bentuk pertumbuhan Non-Acropora yang ditemukan adalah Coral branching 1.26%,
Stasiun II
%
17,50 0,76 5,60 4,92
0,00 10,00 20,00 7,56
2) Stasiun II Hasil penelitian bentuk pertumbuhan karang hidup di stasiun II.
Coral encrusting 1.04%, Coral foliose 1.18%, Coral massive 7.82%, Coral submassive
0.66%, Coral mushroom 1.96%, Coral meliopora 2.40%, dan Coral heliopora 7.98%.
branching 5.80%, Acropora encrusting 1.34%, Acropora submassive 2.18 %, Acropora
digitate 9.30%, dan Acropora tabulate 9.40%.5,80 1,34 2,18 9,30 9,40
Pada Stasiun I bentuk pertumbuhan karang untuk kategori Acropora yaitu Acropora
1) Stasiun I Hasil pengamatan bentuk pertumbuhan terumbu karang hidup di Stasiun I.
Kategori pertumbuhan karang hidup
Stasiun I
7,98 %
1,26 1,04 1,18
7,82 0,66 1,96 2,40
Kategori pertumbuhan karang hidup Bentuk pertumbuhan pada Stasiun II dari hasil penelitian dengan metode LIT, untuk bentuk pertumbuhan Acropora seperti Acropora branching 7.56% dan Acropora digitate 17.50%. Bentuk pertumbuhan karang hidup Non-Acropora adalah Coral encrusting 0.76%, Coral masive 5.60% dan Coral heliopora 4.92%.
3) Stasiun III Bentuk pertumbuhan karang hidup pada Stasiun III.
Kategori pertumbuhan karang hidup 10,16 12,00
9,64 10,00 8,00 5,82 5,28
% 6,00
2,26 1,90 4,00
1,58 0,40 0,08 2,00
0,00 Stasiun III
Berdasarkan hasil penelitian pada Stasiun III bahwa bentuk pertumbuhan karang hidup untuk kategori Acropora adalah Acropora branching 5.82%, Acropora digitate 10.16%, dan Acropora tabulate 9.64%. Bentuk pertumbuhan Non-Acropora di wakili oleh Coral branching 5.28%, Coral meliopora, 2.26%, Coral massive 1.90%, Coral
1.58%, Coral submassive 0.40% dan Coral mushroom 0.08%.
heliopora
C. Kondisi Terumbu Karang 1) Kondisi Terumbu Karang Stasiun I Kondisi terumbu karang pada Stasiun I.
Persentase Lifeform 52,32 60,00
Life Coral 34,28 Dead Scleractinia 40,00 Algae
% 10,80 20,00
Other 0,32 2,28 Abiotik 0,00
Stasiun I
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 37,12
22,68 1,00
0,54
38,66% Stasiun III
Persentase Lifeform Life Coral Dead Coral Algae Other Abiotik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Stasiun I kategori karang hidup (life
coral ) sebesar 52.32%, karang mati (dead scleractinia) sebesar 10.80%, algae 0.32%,
other 2.28% dan abiotik 34.28%.2) Kondisi Terumbu Karang Stasiun II
Pada Stasiun II persentase karang hidup (life coral) mencapai 36.34%, Pada stasiun ini ditemukan Algae yang mempunyai struktur kapur (Coraline algae) 0.28% dan karang lunak (soft coral) 0.58%. Persentase tutupan dead scleratinia sekitar 8.96% (DCA dan DC). Kategori abiotik sangat tinggi 53.84%.
3) Kondisi Terumbu Karang Stasiun III Hasil penelitian persentase kondisi terumbu karang pada Stasiun III.
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 36,34
8,96 0,28 0,58 53,84
% Stasiun II
Persentase Lifeform Life Coral Dead Scleractinia Algae Other Abiotik Kondisi terumbu karang di Stasiun III untuk persentase tutupan karang hidup (life
coral ) 37.12%, Nilai abiotik cukup tinggi 38.66% (Rubble 35.14% dan Water 3.52%).
Algae dan other yang ditemukan pada Stasiun III yaitu 1.00% dan 0.54%. Nilai dead
scleractinia mencapai 22.68%.Secara keseluruhan kondisi terumbu karang di Perairan Leato Selatan berada dalam kategori sedang hingga baik. Tabel. Kondisi Terumbu Karang Leato Selatan
Persentase tutupan Stasiun Kategori karang hidup
I 52.32% Baik
II 36.34% Sedang
III 37.12% Sedang (Sumber: Olahan data primer, 2014)
Tabel di atas menunjukan bahwa kondisi terumbu karang yang baik hanya berada di Stasiun I (52.32%), karena berdasarkan pengamatan kondisi terumbu karangnya masih beragam. Disisi lain kondisi parameter kualitas airnya sangat mendukung seperti suhu
29.36 C, pH 7, DO 6.69 mg/l, salinitas 32.9 ppt arus 0.01 m/det dan transparansi 5 meter sehingga kondisi lingkungan ini masih tergolong stabil untuk pertumbuhan karang.
Kondisi karang di Stasiun II dan Stasiun III masuk kategori sedang (36.34% dan 37.12%). Penyebabnya karena sesuai pengamatan di Stasiun II banyak aktivitas manusia yang berlangsung seperti adanya KJA dan kegiatan penangkapan yang dimungkinkan dapat mempengaruhi kondisi karang dan berdasarkan hasil pengamatan bahwa tutupan karang hidup sangat kurang, sedangkan pada Stasiun III yang menyebabkan sedangnya kondisi karang mungkin karena keberadaannya berdekatan dengan bekas dermaga, sehingga diduga aktivitas dari kegiatan yang pernah terjadi di dermaga tersebut telah merusak karang yang ada yang dibuktikan debgan banyaknya rubble (patahan karang). Walaupun parameter kualitas air di Stasiun II dan Stasiun III sangat mendukung, namun karena adanya kegiatan manusia dan aktivitas lainnya yang tidak terkontrol sehingga sangat mengancam keberadaan terumbu karang serta mempengaruhi pertumbuhan karang dikedua stasiun tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriharyono (2000) bahwa penyebaran dan pertumbuhan karang hermatypic tergantung pada kondisi lingkungannya karena pada kenyataannya kondisi ini tidak selalu tetap, akan tetapi sering kali berubah karena adanya gangguan baik dari alam atau aktivitas manusia.
Kondisi terumbu karang yang ada di Perairan Leato Selatan dikhawatirkan akan lebih parah jika tidak dilakukan pengelolaan dan penanganan dari masyarakat dan Pemerintah terkait. Untuk kedepannya agar terumbu karang yang ada tetap terjaga kelestariannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Bentuk pertumbuhan karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan didominasi oleh bentuk Acropora.
2. Kondisi terumbu karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan berada pada kategori sedang sampai baik.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis berupa: 1. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan perhitungan persen tutupan karang pada berbagai kedalaman.
2. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam pengelolaan terumbu karang dan lingkungan yang lestari.
DAFTAR PUSTAKA
COREMAP. 2012. Sepertiga Terumbu Karang di Indonesia Rusak .http://www.coremap.or.id/berita/article.php?id=1100. (23 April 2014). Dahuri, R., J. Rais., S.P. Ginting., M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu , PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Dewi, E.S. 2006. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Tesis. Pasca Sarjana. IPB. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo. 2011. Profil Desa Pesisir Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo . Gorontalo. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri.
2013. Profil Desa dan Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo . Kota Gorontalo. Haerul. 2013. Analisis Keragaman dan Kondisi Terumbu Karang Di Pulau
Sarappolompo, Kabupaten Pangkep. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. UNHAS. Hutahuruk. 2009. Ekstraksi, Pemurnian dan Uji Aktivitas Anti Bakterial Racun Duri
Acanthaster planci di Perairan Maluku dan Papua. Skripsi. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Medan Ikhsan, N., B. Sadarun., dan R. Ketjulan. (2012). Kelimpahan Acanthaster planci pada
Perairan Terumbu Karang di Pulau Bero, Selat Tiworo, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia. Vol. 02 No. 06. ISSN:2303- 3959.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.04 Tahun 2001 Tentang Kriteria Baku
Kerusakan Terumbu Karang. Di akses dari
http://www.menlh.go.id/Peraturan/KEPMENLH/KEPMEN04-2001.pdf. (23 April 2014). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.
Di akses dari http://www.menlh.go.id/Peraturan/KEPMENLH/KEPMEN51- 2004.pdf (1 Juli 2014). Kusumastuti. 2004. Kajian Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang Di
Perairan Bontang Kuala dan Alternatif Penanggulangannya. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro Semarang. Lalang., B. Sadarun., L.M.Y. Haya. (2012). Kelimpahan Drupella dan Kondisi Terumbu
Karang di Perairan Pulau Mandike Selat Tiworo Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia. Vol 01. ISSN: 2303-3959 LIPI. 2014. Kondisi 30,4 Persen Terumbu Karrang Indonesia Rusak . http://www.lipi.go.id/www.cgi?berita&1397716933&&2014&&ina. (23 April 2014).
Manurung. F.R. 2009. Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup di Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Skripsi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Muzaki.F.K.,
F. Muhajir., G. Ariyanto., dan R. Rimayanti. (2010). Kondisi Terumbu Karang Di Perairan Bangka, Provinsi Bangka Belitung Nababan, T.
M. 2009. “Persen Tutupan (Percent Cover) Terrumbu Karang Hidup Di Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam ”. Skripsi. Medan: Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan Nybakken. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta.
Nontji. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 114. Rani, dkk., 2011 Status Ekologi Kepadatan Predator Karang Acanthaster planci Linn:
Kaitannya Dengan Kondisi Terumbu Karang Di Perairan Tomia, Taman Nasional Wakatobi. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. UNHAS. Makassar
Reid, C., J. Marshall., D. Logan., and D. Kleine. 2011. Terumbu Karang dan Perubahan
Iklim : Panduan pendidikan dan pembangunan kesadartahuan. CoralWatch, The University of Queensland.
Sirait, M. 2011. Sebaran Terumbu Karang Provinsi Gorontalo . http://www.ittc.co.id/artikel/index.php?id_tulisan=12. (19April 2014)
Sudiono, G. 2008. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan Sekitarnya Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan.
Universitas Diponegoro. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta: Djambatan. Syarifuddin. 2011. Studi Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Karang Acropora
Formosa (Veron & Terrence 1979) Menggunakan Teknologi Biorock di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar. Skripsi.Universitas Hasanudin Makasar. Hal 6. Tawakkal, L. 2010.
Kondisi Terumbu Karang di Gusung Anjerr’e Desa Paria Kecamatan Duampauna Kabupaten Pinarang. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanudin. Makasar
UNEP/AIMS. 1993. Monitoring Coral Reefs for Global Change, Regional Seas, Reference Methods for Marine Pollution Studies No. 61, Kenya: UNEP.