HUBUNGAN KELIMPAHAN PLANKTON DENGAN TERUMBU KARANG DI TELUK HURUN DAN PULAU TEGAL LAMPUNG

HUBUNGAN KELIMPAHAN PLANKTON DENGAN TERUMBU
KARANG DI TELUK HURUN DAN PULAU TEGAL LAMPUNG

Oleh
ANDESBA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

ABSTRAK


HUBUNGAN KELIMPAHAN PLANKTON DENGAN TERUMBU KARANG DI
TELUK HURUN DAN PULAU TEGAL LAMPUNG

Oleh
Andesba

Indonesia merupakan negara yang dua pertiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir
sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan
hidupnya dari kekayaan laut. Menurut penelitian P3O-LIPI yang dilakukan pada
tahun 2003 di 556 lokasi perairan diseluruh Indonesia, ternyata hanya tinggal 6,83%
terumbu karang yang dikategorikan sangat baik, 25,75% baik, 38,87% cukup baik,
30,58% dalam kondisi buruk ( Suharsono, 2003). Kerusakan terumbu karang
disebabkan oleh faktor alam dan aktivitas manusia. Pulau Tegal dan Teluk Hurun
merupakan lokasi yang berpenghuni. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kondisi terkini serta laju pertumbuhan karang yang dihubungkan dengan
kelimpahan plankton di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung. Dari survei
pendahuluan, ditentukan 3 titik sampling di Teluk Hurun dan 3 titik sampling di
Pulau Tegal. Titik sampling tersebut ditandai dengan menggunakan GPS (Global
Position System). Penentuan titik sampling menggunakan metode manta tow (
pengamatan langsung dilengkapi alat snorkling yaitu masker, snorkel, dan fins).

Pengambilan data untuk analisis terumbu karang dilakukan dengan menggunakan
metode LIT ( Line Intercept Transect ). Sampel yang telah didapat diamati di
laboratorium kualitas air BBPBL Lampung. Selanjutnya dilakukan proses deskripsi
dan identifikasi terhadap individu yang didapat. Parameter yang diamati untuk
plankton adalah kelimpahan, indeks keaneragaman, indeks kemerataan, indeks
dominasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tutupan terumbu karang
paling baik terdapat di Teluk Hurun pada titik sampling 1 sebesar 97 %, begitu juga
untuk laju pertumbuhan terumbu karang paling baik di Teluk hurun pada titik
sampling 1 sebesar 0,03 cm/bulan. Hasil kelimpahan plankton di Teluk Hurun yang
tertinggi adalah 5490 sel/L sedangkan untuk kelimpahan plankton pada Pulau Tegal
tertinggi adalah 8590 se/L, dan spesies plankton yang paling banyak ditemukan yaitu
Chaetoceros.

Kata kunci : terumbu karang, kelimpahan, plankton.

DAFTAR ISI

Halaman
SANWACANA .................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................

DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

i
iv
vi
vi

I. PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.

Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
Kerangka Pikir .......................................................................................
Pembatasan Masalah .............................................................................


1
4
4
4
5

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Plankton ...................................................................................................6
B. Pengertian, Habitat dan Tipe Terumbu Karang .......................................7
C. Faktor Pembatas Ekosistem Terumbu Karang ........................................11
C. 1. Kecerahan .........................................................................................12
C. 2. Suhu .................................................................................................13
C. 3. Salinitas ............................................................................................13
C. 4. Arus ...................................................................................................14
C. 5. pH ......................................................................................................14
D. Simbiosis Mutualisme Antara Hewan Karang Dengan
Zooxanthellae .........................................................................................14
E. Proses Reproduksi ....................................................................................16
a. Reproduksi Aseksual ............................................................................16

b. Reproduksi Seksual ...............................................................................17
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ............................................20
B. Cara Kerja ................................................................................................20
a. Survei Pendahuluan ............................................................................20
b. Alat dan Bahan ...................................................................................20
c. Pengambilan Data ...............................................................................21
d. Analisis Data .......................................................................................22
C. Lokasi Penelitian di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung ..................25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keanekaragaman Jenis Terumbu Karang yang di Jumpai di
Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung ..............................................26
B. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Teluk Hurun dan Pulau
Tegal Lampung .......................................................................................27
a. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Teluk Hurun ......................27
b. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau Tegal ........................30
C. Perbandingan Tutupan Karang Hidup di Teluk Hurun dan Pulau
Tegal Lampung dengan 3 Titik Sampling .............................................33
D. Pertumbuhan Karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung .........35

E. Kelimpahan, Indek keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (J’),
dan indeks dominasi (C) Plankton ........................................................36
F. Hubungan antara Kondisi Karang dengan Kelimpahan Plankton
di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung ............................................40
G. Faktor Fisik dan Kimia Lingkungan ......................................................43
H. Sebaran Terumbu Karang dan Kelimpahan Plankton serta Laju
Pertumbuhan Karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung .........45

V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................................48
B. Saran ........................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut
dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang
menggantungkan hidupnya dari kekayaan laut (Dahuri, 2003). Secara
geografis, kondisi perairan pantai Indonesia dangkal dan beriklim tropis,
sehingga merupakan kondisi yang optimal bagi ekosistem laut terutama
untuk ekosistem terumbu karang. Terumbu karang sebagai suatu
ekosistem yang kompleks karena memiliki kekayaan yang tinggi dan
sangat beragam, dengan kekayaan dan keragaman biota yang tinggi
tersebut, terumbu karang memiliki peranan yang sangat besar dalam
mendukung kehidupan masyarakatnya, khususnya masyarakat pesisir.
Secara biologi, ekosistem terumbu karang mempunyai peran penting
sebagai tempat tinggal, berkembang biak, berlindung, dan juga sebagai
tempat mencari makan bagi ikan ataupun biota laut lain. Keberadaan
terumbu karang secara fisika dapat merendam energi gelombang dan
mencegah timbulnya abrasi pantai, sedangkan secara kimia, terumbu

2

karang berfungsi sebagai sumber bahan obat - obatan dan kosmetika
(Supriharyono, 2000).

Menurut penelitian P3O-LIPI yang dilakukan pada tahun 2003 di 556
lokasi perairan di seluruh Indonesia, ternyata hanya tinggal 6,83% terumbu
karang yang dikategorikan sangat baik, 25,72% baik, 38,87% cukup baik,
30,585% dalam kondisi buruk (Suharsono, 2003). Selajutnya Suharsono
(2003), menyatakan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Indonesia
telah mengalami kerusakan. Terjadinya kerusakan terumbu karang
disebabkan oleh faktor alam (natural causes) dan aktivitas manusia
(anthropogenic causes). Kerusakan yang
disebabkan oleh faktor alam adalah pemanasan global dan bencana alam
sedangkan faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusia antara lain :
penangkapan ikan dengan bahan peledak dan potas, pengambilan karang
untuk dijadikan bahan bangunan, penambangan, pencemaran perairan
yang berasal dari aktivitas pembangunan di wilayah pesisir dan daerah
hulu serta aktivitas daratan (Nybakken, 1992).

Terumbu karang memiliki berbagai fungsi penting diantaranya adalah
sebagai habitat bagi organisme sessile dan mobile untuk breeding
spawning, nursry dan feeding. Disamping itu, secara fisik terumbu karang
dapat berfungsi sebagai penghambat gerak ombak yang akan menuju garis
pantai, penghasil pasir putih untuk pantai, dan pembentukan pulau kecil

(Rizald dan Asep, 2003). Kegiatan kelautan dan perikanan, menunjukkan
bahwa terumbu karang memiliki fungsi penting yaitu sebagai : (1) sumber

3

makanan dan tempat tinggal bagi ikan karang, penyu, udang, kepiting, dan
hewan lainnya, (2) sebagai objek wisata bahari dan (3) penahan
gelombang dan arus laut, yang berfungsi sebagai benteng pelindung pantai
dari abrasi dan erosi (Supriharyono, 2000).
Di dalam terumbu karang hidup organisme seperti plankton, yang dapat
berfotosintesis dengan menangkap CO2 karena fitoplankton memiliki
kandungan klorofil, sehingga organisme tersebut harus berada pada daerah
yang terjangkau sinar matahari. Kondisi tersebut menyebabkan
organisme-organisme tersebut tumbuh dan berada pada daerah lautan
dangkal. Selain itu, di terumbu karang hidup kumpulan hewan yang
bersimbiosis mutualistik dengan fitoplankton atau alga karena dengan
kemampuan fotosintesisnya, organisme ini dapat menghasilkan oksigenoksigen yang terlarutkan dalam air.
Pulau Tegal yang memiliki luas lebih dari 98 Ha, terletak di perairan Teluk
Lampung. Secara administratif, terletak di Kabupaten Pesawaran, Provinsi
Lampung. Secara geografis Pulau Tegal terletak pada koordinat

05o34’05’’LS dan 105o16’31’’BT. Pulau Tegal memiliki topografi berupa
pantai pasir putih yang landai (Sebelah Barat, Selatan, Timur, dan Utara),
pantai berbatu (sebelah Timur Laut, Tenggara, Barat Daya, dan Barat
Laut). Wilayah daratannya berupa dataran (dekat pantai) hingga berupa
lerengan bukit (biasanya untuk bercocok tanam bagi penduduk). Pulau
Tegal merupakan pulau berpenghuni (± 15 KK) yang memiliki teluk-teluk
kecil, seperti Teluk Bajo dan Teluk Pengantin. Mereka pada umumnya
adalah petani nelayan dan pegawai Keramba Jaring Apung (KJA).

4

Budidaya KJA ini telah ada dari tahun 2000-an dan tersebar di beberapa
bagian pulau (Barat, Barat Daya, dan Tenggara). Oleh karena itu pula di
lakukan penelitian tentang kemelimpahan plankton dengan terumbu
karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung.

B. Tujuan Peneltian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terkini serta
laju pertumbuhan karang yang dihubungkan dengan kelimpahan plankton
di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung.

C. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan informasi ilmiah
tentang kondisi terkini terumbu karang .

D. Kerangka Pikir

Terumbu karang sebagai sumber daya kelautan yang merupakan tumpuan
hidup masyarakat pada saat ini dan yang akan datang. Ekosistem terumbu
karang memegang peranan penting dalam suatu ekosistem perairan.
Ekosistem akan terganggu jika terumbu karang mengalami kerusakan.
Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh eksploitasi sumberdaya laut
secara berlebih tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan baik yang ada
didasar laut maupun didaratan. Hal ini didorong oleh tingginya
permintaan pasar terhadap ikan dan hewan karang lainnya yang memiliki
harga yang tinggi. Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem

5

yang khas karena memiliki produktivitas organik yang tinggi. Kondisi ini
disebabkan oleh keanekaragaman biota yang ada di dalamnya. Komponen
biota terpenting disuatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony
coral) yang karangnya terbuat dari bahan kapur. Disamping itu sangat
banyak jenis biota lain yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan
karang batu tersebut dalam hubungan fungsional yang harmonis dalam
suatu ekosistem terumbu karang.

Ekosistem terumbu karang memegang peranan penting dalam suatu
ekosistem perairan. Terumbu karang (coral reef ) merupakan ekosistem
yang khas terdapat di laut tropis, ekosistem ini memiliki produktivitas
organik yang tinggi demikian pula keanekaragaman biota yang ada
didalamnya. Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh eksploitasi
sumberdaya laut secara berlebih, sehingga adanya aktivitas di sekitar
Teluk Hurun dan Pulau Tegal maka perlu dilakukan penelitian tentang
evaluasi kelimpahan plankton dengan terumbu karang di Teluk Hurun dan
Pulau Tegal Lampung pada beberapa titik sampling tertentu.

E. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini hanya akan dilakukan pengamatan plankton terhadap
kondisi terumbu karang di Teluk Hurun dan Pulau Tegal Lampung.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Plankton

Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan
tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme
mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan
memiliki kemampuan gerak terbatas (Nontji, A. 2008).

Plankton terbagi atas dua kelompok, fitoplankton dan
zooplankton. Plankton merupakan komponen utama dalam rantai
makanan ekosistem perairan. Fitoplankton berperan sebagai produsen
primer dan zooplankton sebagai konsumen pertama yang menghubungkan
dengan biota pada tingkat trofik yang lebih tinggi (Arinardi et al. 1995).
Distribusi plankton dapat dijadikan sebagai penentu kesuburan perairan,
karena plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan sumber pakan
bagi organisme perairan.

Banyaknya plankton pada suatui perairan menunjukkan
bahwa daerah tersebut sebagai tempat pemijahan dan tempat asuhan berba
gai organisme air. Selain itu, plankton juga dapat mengindikasikan
terjadinya pergerakan masa air. Distribusi fitoplankton di suatu perairan

7

dipengaruhi oleh berbagai faktor kimia maupun fisika. Faktor kimia
yang berpengaruh antara lain DO, Nitrat, Fosfat, dan Silikat, sedangkan
faktor fisika antara lain suhu, salinitas dan arus. Perubahan kualitas
perairan akan berdampak terhadap kelimpahan fitoplankton. Adanya
perubahan pada struktur komunitas fitoplankton dapat mempengaruhi
struktur komunitas zooplankton. Keberadaan plankton sangat berkaitan
dengan sumberdaya perikanan di perairan tersebut.

B. Pengertian, Habitat, dan Tipe Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan kumpulan organisme yang hidup di dasar
perairan laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang tersusun
oleh karang-karang jenis Anthozoa dari kelas Scleractinia, yang termasuk
kedalam jenis-jenis karang yang mampu membuat kerangka atau bangunan
karang dari kalsium karbonat atau disebut hermatypic coral
(Nybakken, 1992).
Terumbu karang (coral reef) adalah suatu ekosistem diperairan laut
dangkal yang terbentuk dari simbiosis hewan karang (polyp) dengan alga
(Zooxanthellae) dan dapat menjadi habitat dari berbagai biota laut. Istilah
terumbu karang merupakan gabungan dua makna antara terumbu dan
karang. Secara umum, terumbu dapat diartikan sebagai sebuah struktur
organik yang dibentuk oleh organisme (hewan invertebrate dan alga)
didalam perairan laut dangkal dan menjadi habitat berbagai biota laut.
Sedangkan karang, merupakan kelompok hewan ordo Scleractinia dari

8

filum Coelenterata yang mampu membangun struktur terumbu (sceleton)
dari kapur (Johan, 2003).
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pantai yang khas pada
daerah tropis, mempunyai produktivitas dan keanekaragaman biota yang
tinggi. Peranan terumbu karang cukup penting bagi kehidupan manusia
yaitu sebagai sumber penghidupan, sebagai tempat budidaya, sebagai
tempat rekreasi dan terutama untuk proteksi dan konservasi bagi
kelestarian sumber daya perikanan. Disamping peranan tersebut, terumbu
karang dalam segi ekonomi berperan sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak dan habitat bagi berbagai jenis biota laut termasuk ikan
(Supriharyono, 2007).
Hewan karang adalah sebagai komponen dari masyarakat terumbu karang,
sedangkan terumbu karang adalah sebagai suatu ekosistem, termasuk
organisme-organisme lain yang hidup disekitarnya. Ada dua tipe hewan
karang yang dapat membentuk bangunan atau terumbu dari kalsium
(hermatypic corals) atau dikenal dengan sebutan reef-building corals dan
hewan karang yang tidak dapat membentuk bangunan atau terumbu karang
dari kalsium (ahermatypic corals) atau dikenal dengan sebutan non reefbuilding corals (Nybakken, 1992).
Menurut Wood (1983), berdasarkan fungsinya dalam pembentukan
terumbu dan ada atau tidaknya alga simbion, maka karang terbagi menjadi
empat kelompok yaitu :

9

1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang
pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang
batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia.
2. Hermatypes-asymbionts. Kelompok ini merupakan karang dengan
pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif
tanpa bantuanZooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di
dalam perairan yang tidak ada cahaya.· Diantara anggotanya adalah
Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea, Dendrophyllia, dan
Hydro-Corals jenis Stylaster Rosacea.
3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari
genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan
Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil
atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu.
Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang
mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur
masif (matriks terumbu).
4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri
dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang
mempunyai polip yang kecil.· Termasuk juga dalam kelompok ini
adalah kerabat karang batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha
(Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.
Karang hermatipik yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia,
memiliki alga simbion atau Zooxanthellae yang hidup di lapisan
gastrodermis. Di lapisan ini, Zooxanthellae sangat berperan membantu

10

pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui
proses fotosintesis. Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga
simbion dari kelompok Dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan
lain, termasuk karang, anemon, moluska, dan taksa hewan yang lain.
Ada dua jenis terumbu karang, yaitu terumbu karang benua (Shelf reefs)
yang menempel pada lempengan benua dan terumbu karang laut lepas
(Oceanic reefs) yang mengelilingi pulau-pulau kecil di laut lepas pada
kedalaman 200 meter. Sebagian besar terumbu karang di Indonesia adalah
terumbu karang benua (Tomascik, 1997). Nybakken (1992),
mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum yaitu :
1. Terumbu karang Tepi (Fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir
pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai
kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju
laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan
karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam,
pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Tipe karang seperti
ini banyak ditemukan di perairan Indonesia. Contoh: Bunaken (Sulawesi),
P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali). Terumbu Karang Datar atau
Gosong Terumbu (Patch reefs). Gosong terumbu (patch reefs), terkadang
disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari
bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis,
membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan

11

berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif
dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu
(Aceh).
2. Terumbu Karang Penghalang (Barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau,
sekitar 0.5-2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan
berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom
air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer.
Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau
benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan),
Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).
3. Terumbu Karang Cincin (Atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari
pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat
perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin
merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan
kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi),
Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua).
C. Faktor Pembatas Ekosistem Terumbu Karang.

Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan binatang karang (reef
coral), yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3),

12

dan mempunyai kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gaya
gelombang laut. Binatang-binatang karang tersebut umumnya mempunyai
kerangka kapur, demikian pula alga yang berasosiasi di ekosistem ini
banyak di antaranya juga mengandung kapur (Supriharyanto, 2007).
Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang tergantung pada
kondisi lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap,
akan tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan, baik yang berasal
dari alam atau aktivitas manusia. Gangguan dapat berupa faktor fisikkimia dan biologis. Faktor-faktor fisik-kimia yang diketahui dapat
mempengaruhi laju kehidupan pertumbuhan karang, antara lain adalah
cahaya matahari, suhu, salinitas, dan sedimen. Sedangkan faktor biologis,
biasanya berupa predator atau pemangsanya (Supriharyanto, 2007).
C.1. Kecerahan
Radiasi sinar matahari memegang peranan penting dalam
pembentukan karang. Penetrasi sinar menentukan kedalaman di
mana proses fotosintesis terjadi pada organisme alga dan
Zooxanthellae dari jaringan terumbu. Produksi primer yang
dihasilkan oleh terumbu karang diakibatkan oleh aktivitas
Zooxanthellae, sehingga distribusi vertikal terumbu karang hanya
mencapai kedalaman efektif sekitar 10 meter dari permukaan laut
(Dahuri, dkk 2008). Cahaya matahari diperlukan oleh Zooxanthellae
yang hidup bersimbiosis dengan karang untuk berfotosintesis yang
menghasilkan oksigen terlarut dalam air. Jika laju fotosintesis

13

berkurang, maka kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium
karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang (Nybakken,
1998).
C.2. Suhu
Secara global, sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh
permukaan laut yang isoterm pada suhu 20°C, dan tidak ada terumbu
karang yang berkembang di bawah suhu 18°C. Terumbu karang
tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata
tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40
°C (Nontji, 1993).
C.3. Salinitas
Hewan karang batu mempunyai toleransi terhadap salinitas sekitar
27 – 40 ppt, adanya aliran air tawar akan menyebabkan kematian.
Itulah sebabnya daerah-daerah yang memiliki aliran air tawar jarang
dijumpai ekosistem terumbu karang (Nontji, 1993).
Banyak spesies terumbu karang yang peka terhadap perubahan
salinitas yang besar. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan
baik disekitar areal pesisir pada salinitas 30-35 ppt. Meskipun
terumbu karang mampu bertahan pada salinitas diluar kisaran
tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik dibandingkan pada
salinitas normal (Dahuri, dkk..,2008).

14

C.4. Arus
Faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan karang adalah arus
substrat dasar perairan. Arus diperlukan untuk mendatangkan
makanan berupa plankton. Disamping itu juga membersihkan dari
endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut bebas. Oleh
karena itu pertumbuhan di tempat yang airnya selalu teraduk oleh
arus dan ombak, lebih baik dari pada diperairan yang tenang dan
terlindung (Nontji,1993).
C.5. pH
Nilai pH mencerminkan keseimbangan asam dan basa suatu
perairan. Setiap organisme mempunyai toleransi terhadap pH.
Menurut NTAC (1968) dalam Pangerang dan Mansyur (1994),
umumnya organisme perairan dapat hidup pada kisaran pH tidak
kurang dari 6,7 dan tidak lebih dari 8,5. selanjutnya dikatakan
bahwa, penambahan suatu senyawa keperairan hendaknya tidak
menyebabkan perubahan pH menjadi lebih kecil dari 6,7 atau lebih
besar dari 8,5.
D. Simbiosis Mutualisme Antara Hewan Karang Dengan Zooxanthellae

Hubungan yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan
Zooxanthellae dapat dikategorikan sebagai simbiosis mutualisme,
karena hewan karang menyediakan tempat berlindung bagi
Zooxanthellae dan memasok secara rutin kebutuhan bahan-bahan

15

anorganik yang diperlukan untuk fotosintesis, sedangkan hewan
karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahan-bahan
organik dari Zooxanthellae. Zooxanthellae adalah alga dari
kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hewan, seperti
karang, anemon, moluska dan lainnya (Timotius, 2003).

Sebagian besar Zooxanthellae berasal dari genus Symbiodinium.
Jumlah Zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta
sel/cm2permukaan karang. Meski dapat hidup tidak terikat induk,
sebagian besar Zooxanthellae melakukan simbiosis. Dalam hal ini,
ada beberapa keuntungan yang didapat oleh hewan karang dengan
Zooxanthellae, yaitu :
1. Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen
2. Mempercepat proses kalsifikasi yang menurut Wallace (1999),
terjadi melalui skema:
a. Fotosintesis akan menaikkan pH dan menyediakan ion karbonat
lebih banyak dengan pengambilan ion Phosfhat untuk fotosintesis,
berarti Zooxanthellae telah menyingkirkan inhibitor kalsifikasi.
Bagi Zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik karena
merupakan pensuplai terbesar zat anorganik untuk fotosintesis.
Zooxanthellae dapat berada dalam karang, terjadi melalui beberapa
mekanisme terkait dengan reproduksi karang. Reproduksi secara
seksual, karang akan mendapatkan Zooxanthellae langsung dari
induk atau secara tidak langsung dari lingkungan. Sementara
dalam reproduksi aseksual, Zooxanthellae akan langsung

16

dipindahkan ke koloni baru atau ikut bersama potongan koloni
karang yang lepas (Timotius, 2003).

E. Proses Reproduksi

Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara
aseksual dan seksual.
a. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan
peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada
reproduksi ini, polip atau koloni karang membentuk polip atau koloni
baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada
pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru. Ada beberapa
tipe reproduksi aseksual yaitu :
1. Pertunasan Terdiri dari: Intratentakular yaitu satu polip membelah
menjadi 2 polip, jadi polip baru tumbuh dari polip lama. Apabila polip
dan jaringan baru tetap melekat pada koloni induk, ini disebut
pertambahan ukuran koloni. Ekstratentakular yaitu polip baru tumbuh
di antara polip-polip lain, jika polip atau tunas lepas dari koloni induk
dan membentuk koloni baru, ini baru disebut reproduksi aseksual
(Timotius, 2003).
2. Fragmentasi merupakan koloni baru terbentuk oleh patahan karang.
Terjadi terutama pada karang bercabang, karena cabang mudah sekali
patah oleh faktor fisik (seperti ombak atau badai) atau faktor biologi
(predasi oleh ikan). Patahan (koloni) karang yang lepas dari koloni
induk, dapat saja menempel kembali di dasaran dan membentuk tunas

17

serta koloni baru. Hal itu hanya dapat terjadi jika patahan karang masih
memiliki jaringan hidup.
3. Polip bailout merupakan polip baru terbentuk karena tumbuhnya
jaringan yang keluar dari karang mati. Pada karang yang mati, kadang
kala jaringan-jaringan yang masih hidup dapat meninggalkan
skeletonnya untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian menemukan
dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh
menjadi koloni baru.
4. Partenogenesis merupakan larva tumbuh dari telur yang tidak
mengalami fertilisasi.

b. Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan
sperma dan ovum (fertilisasi). Reproduksi ini lebih komplek karena
selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan
(pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan
pematangan). Hewan karang memiliki mekanisme reproduksi seksual
yang beragam yang didasari oleh penghasil gamet dan fertilisasi.
Keragaman itu meliputi:
1.

Berdasar individu penghasil gamet, karang dapat dikategorikan
menjadi 2 yaitu: Gonokoris adalah dalam satu jenis (spesies), telur
dan sperma dihasilkan oleh individu yang berbeda. Jadi ada karang
jantan dan karang betina. Contoh: dijumpai pada genus Porites dan
Galaxea. Hermafrodit adalah bila telur dan sperma dihasilkan
dalam satu polip. Karang yang hermafrodit juga memiliki waktu
kematangan seksual yang berbeda,

18

yaitu :
1. Hermafrodit yang simultan merupakan menghasilkan telur dan
sperma pada waktu bersamaan dalam kesatuan sperma dan telur
(egg-sperm packets). Meski dalam satu paket, telur baru akan
dibuahi 10-40 menit kemudian yaitu setelah telur dan sperma
berpisah. Contoh: jenis dari kelompok Acroporidae, Favidae.
2. Hermafrodit yang berurutan adalah ada dua kemungkinan yaitu
individu karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru,
menghasilkan sperma untuk kemudian menjadi betina
(protandri), atau jadi betina dulu, menghasilkan telur setelah itu
menjadi jantan (protogini). Contoh: Stylophora pistillata dan
Goniastrea favulus (Timotius, 2003).

Berdasar mekanisme pertemuan telur dan sperma, reproduksi
seksualnya dapat dibagi menjadi dua yaitu : Brooding atau
planulator telur dan sperma yang dihasilkan, tidak dilepaskan ke
kolom air sehingga fertilisasi secara internal. Zigot berkembang
menjadi larva planula di dalam polip, untuk kemudian planula
dilepaskan ke air. Planula ini langsung memiliki kemampun untuk
melekat didasar perairan untuk melanjutkan proses pertumbuhan.
Contoh: Pocillopora Damicornis dan Stylophora. Spawning
merupakan pelepasan telur dan sperma ke air sehingga fertilisasi
secara eksternal. Pada tipe ini pembuahan telur terjadi setelah
beberapa jam berada di air. Contoh: pada genus Favia. Sebagian
besar jenis karang yang telah dipelajari proses reproduksinya yaitu,

19

85% di antaranya menunjukkan mekanisme spawning. Waktu
pelepasan telur secara massal, berbeda waktu bergantung pada
kondisi lingkungan.

20

III. METODE KERJA

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan
Desember 2013. Lokasi penelitian berada di Teluk Hurun dan Pulau
Tegal, Lampung.

B. Cara Kerja
a. Survei Pendahuluan (Manta Tow)
Penentuan titik sampling ditentukan menggunakan metode manta tow
(pengamatan langsung di atas permukaan air atau ditarik perlahan
dengan menggunakan rubber boat dilengkapi dengan alat snorkeling
yaitu masker, snorkel, dan fins). Survei pendahuluan di permukaan,
ditentukan titik sampling di Teluk Hurun dengan tiga titik sampling
dan Pulau Tegal dengan tiga titik sampling tersebut ditandai dengan
menggunakan GPS (Global Position System).

b. Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan alat selam dasar untuk membantu
pengamatan dipermukaan air, depth meter untuk mengukur kedalaman,
sachi disk untuk mengukur kecerahan, plankton-net untuk megambil

21

plankton, mikroskop untuk mengamati plankton, refraktometer
digunakan untuk mengukur salinitas, pH meter digunakan
untuk mengukur kadar pH perairan sekitar penelitian, thermometer
digunakan untuk mengukur suhu, dan kamera digunakan untuk
dokumentasi penelitian, alat tulis berupa sabak dan pensil dan kantong
plastik untuk masing-masing sampel.

c. Pengambilan Data
Pengambilan data untuk analisis terumbu karang dilakukan dengan
menggunakan metode (LIT) Line Intercept Transect. Panjang transek
garis yang digunakan 30 meter, dibentangkan sejajar garis pantai, pada
kedalaman 3 dan 7 meter di titik sampling yang telah ditentukan
dengan GPS. Mencacat keanekaragam jenis terumbu karang sesuai
dengan pedoman yang telah baku dengan metode Life form,
mengambil gambar dengan menggunakan kamera bawah air.
Kemudian dilakukan pengambilan sampel plankton disetiap titik
sebanyak 2 kali pengambilan sampel selama 1 bulan, menggunakan
alat bantu berupa plankton net no 25 pada kedalaman mengikuti
kedalaman pengambilan LIT terumbu karang, pengambilan sampel
dilakukan pada pagi hari, kemudian sampel yang didapat dari plankton
net di masukkan kedalam botol sampel kemudian diberi label disetiap
titik. Sampel yang telah didapat akan diamati dilaboratorium kualitas
air BBPBL Lampung. Selanjutnya dilakukan proses deskripsi dan
identifikasi terhadap individu yang didapatkan. Tahap selanjutnya
merupakan analisis deskriptif untuk mendapatkan data kemelimpahan.

22

Proses dokumentasi difoto dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 x
sampai 100 x (Natsir, 2010).

d.

Analisis Data
Setelah dilakukan pengamatan, data yang diperoleh dikelompokkan
berdasarkan kemelimpahan setiap spesies dan selanjutnya dapat
dianalisis secara deskriptif.

1. Indeks Keanekaragaman
Rumus indeks keanekaragaman menurut Shannon-Weiner
(Bakus, 1990)
H’ = pi =
Keterangan:
H' = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu pada jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Jika :
'

1. H < 1, maka komunitas dalam kondisi tidak stabil.
'

2. 1 < H < 3, maka komunitas dalam kondisi moderat.
'

3. H > 3, maka komunitas dalam kondisi baik
2. Kelimpahan
Menurut Odum (1971), kelimpahan dapat dihitung dengan

23

D

10.000x

Ni

A

D = Kepadatan/kelimpahan (Ind/Ha)
Ni = Jumlah Individu (Ind)
A = Luas pengambilan data (Ha)

3. Indeks Kemerataan
Nilai dari indeks kemerataan ialah 0-1, dimana 1 menunjukkan
kemerataan yang sempurna dan 0 menunjukkan sebaran yang tidak
merata. Rumus indeks kemerataan menurut Pielou (Bakus, 1990)

J' =
Keterangan :
J'

= Indeks kemerataan

H'

= Indeks keanekaragaman

S

= Jumlah total jenis/ marga

4. Indeks Dominasi
Indeks dominasi bernilai 0 – 1, dimana 1 menunjukkan dominasi
spesies terjadi dalam ekosistem tersebut dan menunjukkan bahwa
lingkungan tersebut tidak stabil. Rumus indeks dominasi menurut
Simpson (Bakus, 1990)

24

C=

Keterangan:
C = Indeks dominansi

pi =

25

C. LOKASI PENELITIAN di TELUK HURUN dan PULAU TEGAL
LAMPUNG

Gambar 1. Lokasi penelitian di Teluk Hurun: 1,2,3 adalah titik sampling

Gambar 2. Lokasi penelitian di Pulau Tegal: a, b, c adalah titik sampling

48

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu
1.

Kondisi terumbu karang di Teluk Hurun dalam kategori sangat baik,
dengan persentase tutupan terumbu karang antara 83%-97%, sedangkan
pada Pulau Tegal dalam kategori buruk dan cukup baik dengan
persentase tutupan terumbu karang antara 26% -64%.

2. Hubungan antara kondisi karang dengan kelimpahan plankton di Teluk
Hurun memiliki korelasi yang negatif dengan R2= 0,989. Sedangkan di
Pulau Tegal tidak menunjukkan adanya korelasi yang baik R2= 0,002.
Plankton yang paling banyak ditemukan baik di Teluk Hurun ataupun di
Pulau Tegal adalah Chaetoceros.

B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ikan – ikan karang yang
memberi pengaruh terhadap pertumbuhan karang dan kelimpahan
plankton. Sehingga dapat diketahui hubungan yang terjadi. Serta dapat
dilakukan transplantasi karang.

49

2. Perlunya peran serta semua pihak untuk mengurangi atau minimal tidak
lagi melakukan perusakan terumbu karang dengan adanya usaha budidaya
karang hias bagi masyarakat sekitar pantai.

DAFTAR PUSTAKA

Arinardi, O.H., Trimamingsih, Sudirjo, Sugestiningsih dan S.H.Riyono. 1995.
Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di
sekitarPulau Sumatera. Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI. 99-107 H
Allen, G.R. 2003. Reef Fish Identification– Tropical Pasific.
Jackonsville,USA:New World Publications, Inc.
Allen, G.R dan S. Roger. 1994. Indo-Pacific Coral Reef, Field Guide. Tropica
Reef Research. Singapore.
Burke L. Selig E., M. Spalding. 2002. Terumbu karang yang terancam di Asia
Tenggara (Ringkasan untuk Indonesia). World Resources Institute,
Amerika Serikat.
Dahl, A.L. 1981. Coral Reef Monitoring Handbook South Pacific Commission
Noumea, New Caledonia.22pp.
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dinar. 2009. Kualitas air dalam budidaya laut. Erlangga. Jakarta.
Effendie. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Ferianita,F. M., H. Haeruma, dan L.C. Sitepu. 2005. Komunitas fitoplankton
sebagai bio-indikator kualitas perairan Teluk Jakarta. Makalah
Seminar Nasional MIPA 2005 24-26 November 2005, Universitas
Indonesia-Depok.
Harriot V.J. and, D.A. Fisk. 1988. Coral Transplantation as Reef Managemen
Option. Proc.int. coral reef symp. Australia. 2:375-378
Legendre L, P Legendre. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publishing
Company.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa :
H. M. Eidma, Koesbiantoro, D. G Benger, M. Hutomo, dan S. Sukarjo.
Gramedia. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi laut : suatu pendekatan ekologis. Alih Bahasa : H .
M. Eidma, Koesbiantoro, D. G Benger, M. Hutomo, dan S. Sukarjo.
Gramedia. Jakarta.
Natsir. 2010. Foraminifera Bentik Sebagai Indikator Kondisi Lingkungan
Terumbu Karang Perairan Pulau Kotok Besar dan Pulau Nirwana,
Kepulauan Seribu. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Jakarta: LIPI Press
Putranto, S. 1997. Pengaruh Sedimentasi dan Limbah Terproduksi Terhadap
Komunitas Terumbu Karang di Selat Sele, Sorong-Irian Jaya. Institut
Pertanian Bogor.
Suharsono. 2003. Pertumbuhan karang. Osean Vol IX No.2. Puslitbang
Oseanologi-LIPI Jakkarta.
Sukmara, A., A.J. Siahainenia dan C. Rotinsulu. 2002. Panduan Pemantauan
Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Metode Manta Tow.
Departemen Kelautan dan Perikanan & Coastal Resources Center
University of Rhode Island, Jakarta.
Sumich, J. L. 1976. An Introduction to The Biology of Marine Life. Wm. C.
Brown Company Publishers, Dubuque, lowa. 348 p.
Supriharyanto. 2000. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah
pesisir tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Supriharyono. 2007. Konservasi ekosistem sumberdaya hayati di wilayah pesisir
dan laut tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Timotius. 2003. Karakteristik terumbu karang. Makalah training course. Yayasan
Terumbu Karang Indonesia.
Tomascik, T., A. J. Mah, K. Moosa. 1997. The Ecology Of the Indonesia Sea.
Periplus edition.
UNEP, 1993. Monitoring Coral Reefs for Global Change, Regional Seas,
Reference Methods for Marine Pollution Studies No. 61.
Wallace, C.C. and J Wolstenholme. 1999. Revision Of The Coral Genus Acropora
(Sclerentina Astrocoeniina : Acroporidae ) From Indonesia. Zool. J.
Linnean Soc. 123 : 199-384.
Wood. 1983. Reefs Of the World Biology and Guide. T. T. H. Publications, Inc.,
LTD. Hongkong.

Tabel 4. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 1 Teluk Hurun Lampung
Lokasi
Tanggal/Bulan/Tahun
Waktu
Kedalaman
Kolektor
No
Transisi
1 0 – 800
2 800 – 1150
3 1150 – 1360
4 1360 – 1700
5 1700 – 2740
6 2740 – 2800
7 2800 – 2890
8 2890 – 3000

: Teluk Hurun Lampung
: 09 Oktober 2013
: 08.30 s/d selesai
: 3 meter
: Andesba
Kategori Nama Spesies
ACB
Acropora samoensis
CM
Gonieastrea retiformis
ACB
Acropora samoensis
CM
Acropora samoensis
ACB
Acropora nobilis
ACB
Acropora matthai
ZO
Kima
ACB
Acropora matthai

X

Y
0
800
1150
1360
1700
2740
2800
2890

800
1150
1360
1700
2740
2800
2890
3000

(Y-X)
800
350
210
340
1040
60
90
110

Tabel 5. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 2 Teluk Hurun Lampung
Lokasi
Tanggal/Bulan/Tahun
Waktu
Kedalaman
Kolektor
No Transisi
1 0 – 170
2 170 -700
3 700 – 1000
4 1000 – 1350
5 1351 – 2040
6 2041 – 2550
7 2550 -2700
8 2701 – 2850
9 2851 -2970
10 2970 -3000

: Teluk Hurun Lampung
: 09 Oktober 2013
: 10.30 s/d selesai
: 3 meter
: Andesba
Kategori Nama Spesies
CB
Acropora nobilis
ACB
Acropora samoensis
DCA
ACB
Acropora samoensis
CM
Gonieastrea retiformis
CB
Acropora nobilis
CME
Millepora
ACB
Acropora nobilis
CME
Millepora
CME
Millepora

X

Y
0
170
700
1000
1351
2041
2550
2701
2851
2970

170
700
1000
1350
2040
2550
2700
2850
2970
3000

(Y-X)
170
530
300
350
689
509
150
149
119
30

Tabel 6. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 3 Teluk Hurun Lampung
Lokasi
Tanggal/Bulan/Tahun
Waktu
Kedalaman
Kolektor

: Teluk Hurun Lampung
: 09 Oktober 2013
: 12.45 s/d selesai
: 3 meter
: Andesba

No

Transisi

Kategori

Nama Spesies

1 0 – 300

CF

Pavona clauca

2 300 – 380

WA

3 380 – 450

X

Y

(Y-X)

0

300

300

-

300

380

80

CF

Pavona clauca

380

450

70

4 450 – 500

S

-

450

500

50

5 500 – 580

CME

Millepora

500

580

80

6 580 – 650

CF

Pavona clauca

580

650

70

7 650 – 800

CF

Pavona clauca

650

800

150

8 800 – 900

S

-

800

900

100

9 900 – 1050

CF

Pavona clauca

900

1050

150

10 1050 – 1100

ACS

Pocillopora eydouxi

1050

1100

50

11 1100 – 1400

CF

Pavona clauva

1100

1400

300

12 1400 – 1700

ACB

Acropora multiacuta

1400

1700

300

13 1700 – 1800

OT

Kima

1700

1800

100

14 1800 – 1900

CM

Gonieastrea retiformis

1800

1900

100

15 1900 – 3000

CME

Millepora

1900

3000

100

Tabel 7. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 1 Pulau Tegal Lampung
Lokasi
Tanggal/Bulan/Tahun
Waktu
Kedalaman
Kolektor
No Transisi

: Pulau Tegal Lampung
: 09 Oktober 2013
: 14.50 s/d selesai
: 3 meter
: Andesba
Kategori Nama Spesies

1 0 – 700

ACB

Montifora digitata

2 700 – 760

CM

3 760 – 850

X

Y

(Y-X)

0

700

700

Gonieastrea retiformis

700

760

60

ACB

Montifora digitata

760

850

90

4 850 – 890

CM

Gonieastrea retiformis

850

890

40

5 890 – 950

CF

Pavona clauva

890

950

60

6 950 – 1000

OT

Kima

950

1000

50

7 1000 – 1100

CF

Pavona clauva

1000

1100

100

8 1100 – 1330

WA

-

1100

1330

170

9 1330 – 1560

ACB

montipora digitata

1330

1560

210

10 1560 – 2100

WA

-

1560

2100

540

11 2100 – 2150

CM

Gonieastrea retiformis

2100

2150

50

Tabel 7. Data LIT (Line Intercept Transect) di titik sampling 1... (Lanjutan)
No

Transisi

Kategori

Nama Spesies

X

Y

(Y-X)

12 2150 – 2320

ACB

Montipora digitata

2150

2320

170

13 2320 – 2340

CME

Millepora

2320

2340

20

14 2340 – 2430

ACB

Acropora yongei

2340

2430

90

15 2430 – 2570

CME

Millepora

2430

2570

40

16 2570 – 2610

WA

-

2570

2610

40

17 2610 – 2690

CME

Millepora

2610

2690

80

18 2690 – 2890

WA

-

2690

2890

200

19 2890 – 2920

ACB

Acropora samoensis

2890

2920

30

20 2920 – 3000

CM

Gonieastrea retiformis

2920

3000

80

Tabel 8. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 2 Pulau Tegal Lampung
Lokasi
Tanggal/Bulan/Tahun
Waktu
Kedalaman
Kolektor
No Transisi

: Pulau Tegal Lampung
: 09 Oktober 2013
: 15.50 s/d selesai
: 3 meter
: Andesba
Kategori Nama Spesies

1 0 – 180

CF

Leptoseris gardineri

2 180 – 270

WA

3 270 – 400

X

Y

(Y-X)

0

180

180

-

180

270

90

CF

Leptoseris gardineri

270

400

130

4 400 – 720

WA

-

400

720

320

5 720 – 780

ACS

Pocillopora eydouxi

720

780

60

6 780 – 870

CF

Leptoseris gardineri

780

870

90

7 870 – 960

WA

-

870

960

90

8 960 – 1090

CF

Leptoseris gardineri

960

1090

130

9 1090 – 1350

WA

-

1090

1350

260

10 1350 – 2100

CF

Leptoseris gardineri

1350

2100

750

11 2100 – 2500

WA

-

2100

2500

400

12 2500 – 2600

CF

Leptoseris gardineri

2500

2600

100

13 2600 – 2840

WA

-

2600

2840

240

14 2840 – 2930

CF

Leptoseris gardineri

2840

2930

90

15 2930 – 3000

ACB

Acropora samoensis

2930

3000

70

Tabel 9. Data LIT (Line Intercept Transect) di Titik Sampling 3 Pulau Tegal Lampung
Lokasi
Tanggal/Bulan/Tahun
Waktu
Kedalaman
Kolektor
No Transisi
1 0 – 70
2 70 – 220
3 220 – 240
4 240 – 320
5 320 – 340
6 340 – 400
7 400 – 470
8 470 – 720
9 720 – 930
10 930 – 1120
11 1120 – 1150
12 1150 – 1260
13 1260 – 2200
14 2200 – 2300
15 2300 – 2600
16 2600 – 2750
17 2750 – 3000

: Pulau Tegal Lampung
: 09 Oktober 2013
: 16.30 s/d selesai
: 3 meter
: Andesba
Kategori Nama Spesies
ACS
Pocillopora eydouxi
DC
CE
DC
CE
WA
CME
Millepora
WA
CE
WA
CMR
CME
Millepora
DC
CM
Gonieastrea retiformis
DC
CME
Millepora
DC
-

X

Y
0
70
220
240
320
340
400
470
720
930
1120
1150
1260
2200
2300
2600
2750

(Y-X)
70
220
240
320
340
400
470
720
930
1120
1150
1260
2200
2300
2600
2750
3000

70
150
20
80
20
60
70
250
210
190
30
110
940
100
300
150
250

Tabel 10. Perhitungan Persentase Tutupan Terumbu Karang di Titik Sampling 1 Teluk Hurun
No
Kategori
ACB
CM
ZO
1
800
350
90
2
210
340
3
1040
4
60
110
5
2220
690
90
Jumlah
32%
3%
Presentasi 74 %
Tabel 11. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 2 Teluk Hurun
No
Kategori
CB
ACB
DCA
CM
CME
1
170
530
300
689
150
2
509
350
119
3
149
30
679
1029
300
689
299
Jumlah
10%
22,96% 9,96%
Presentasi 22,63% 34,4%

Tabel 12. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 3 Teluk Hurun
No
Kategori
CF
WA
S
CME
ACS
ACB
OT
CM
1
300
80
50
80
50
300
100
100
2
70
100
100
3
70
4
150
5
150
6
300
1040
80
150
180
50
300
100
100
Jumlah
5%
6%
1,66% 10%
3,33%
3,33%
Persentase 34,66% 2,66%
Tabel 13. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 1 Pulau Tegal
No
Kategori
ACB
CM
CF
OT
WA
CME
1
700
60
60
50
170
20
2
90
40
100
540
40
3
210
50
40
80
4
170
80
200
5
90
6
30
1080
230
160
50
950
140
Jumlah
7,66%
5,33% 1,66%
31,66% 1,33%
Persentase 36%
Tabel 14. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 2 Pulau Tegal
No
Kategori
CF
WA
ACS ACB
1
180
90
60
70
2
130
320
3
90
90
4
130
260
5
750
400
6
100
7
90
1470
1160
60
70
Jumlah
38,66%
2%
2,33%
Persentase 49%
Tabel 15. Perhitungan Persentase tutupan terumbu karang di titik sampling 3 Pulau Tegal
No
Kategori
ACS
DC
CE
C
CME
CMR CM
1
70
150
20
60
70
30
100
2
80
20
250
110
3
940
210
190
150
4
300
5
250
70
1720
250
500
330
30
100
Jumlah
57,33%
8,33% 16,66% 11%
1%
3,33%
Persentase 2,33%

Tabel 16. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 09 Oktober 2013 di Teluk Hurun Lampung

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Jenis Plankton
Asterionella
Asteromphalus
Bacteriastum
Chaetoceros
Climacosphenia
Coscinodiscus
Cylotella
Ditylum
Euchampia
Flagillaria
Grammatophora
Guinardia
Herniaulus
Nitzschia
Pleurosigma
Rhizosolenia
Thalassionema
Aulachantha
Oscillatoria
Polydora
Acartia
Copepoda
Codonellopsis
Dadayella
Eutintinnus
Tintinnopsis
Undella
Ceratium
Cochlodinium
Dynophisis
Gonyaulax
Gymnodinium
Noctiluca
Oxytoxum
Prorocentrum
Protoperidinium

Jumlah
30
0
90
3220
0
60
60
0
60
60
0
60
0
120
90
60
90
0
0
0
120
90
30
0
30
30
0
360
210
0
0
0
60
30
0
60

Pi
0,00594
0
0,01782
0,63762
0
0,01188
0,01188
0
0,01188
0,01188
0
0,01188
0
0,02376
0,01782
0,01188
0,01782
0
0
0
0,02376
0,01782
0,00594
0
0,00594
0,00594
0
0,07129
0,04158
0
0
0
0,01188
0,00594
0
0,01188

Pi2
3,529E-05
0
0,0003176
0,4065641
0
0,0001412
0,0001412
0
0,0001412
0,0001412
0
0,0001412
0
0,0005647
0,0003176
0,0001412
0,0003176
0
0
0
0,0005647
0,0003176
3,529E-05
0
3,529E-05
3,529E-05
0
0,0050819
0,0017292
0
0
0
0,0001412
3,529E-05
0
0,0001412

Ln Pi
-5,1259
0
-4,0273
-0,45
0
-4,4328
-4,4328
0
-4,4328
-4,4328
0
-4,4328
0
-3,7397
-4,0273
-4,4328
-4,0273
0
0
0
-3,7397
-4,0273
-5,1259
0
-5,1259
-5,1259
0
-2,641
-3,18
0
0
0
-4,4328
-5,1259
0
-4,4328

Pi Ln Pi
-0,0305
0
-0,0718
-0,2869
0
-0,0527
-0,0527
0
-0,0527
-0,0527
0
-0,0527
0
-0,0889
-0,0718
-0,0527
-0,0718
0
0
0
-0,0889
-0,0718
-0,0305
0
-0,0305
-0,0305
0
-0,1883
-0,1322
0
0
0
-0,0527
-0,0305
0
-0,0527

Tabel 16. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 09 Oktober 2013... (Lanjutan)

No
Jenis Plankton
37
Nereis
38
Oikopleura
jumlah

Jumlah
0
30
5050

Pi
0
0,00594
1

Pi2
0
3,529E-05
0,417116

Ln Pi
0
-5,1259
-96,078

Pi Ln Pi
0
-0,0305
-1,6763

Tabel 17. Perhitungan Plankton Pada Tanggal 23 Oktober 2013 di Teluk Hurun Lampung

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Jenis Plankton
Asterionella
Asteromphalus
Bacteriastum
Chaetoceros
Climacosphenia
Coscinodiscus
Cylotella
Ditylum
Euchampia
Flagillaria
Grammatophora
Guinardia
Herniaulus
Nitzschia
Pleurosigma
Rhizosolenia
Thalassionema
Aulachantha
Oscillatoria
Polydora
Acartia
Copepoda
Codonellopsis
Dadayella
Eutintinnus
Tintinnopsis
Undella
Ceratium
Cochlodinium

Jumlah
0
60
30
2980
0
90
0
30
0
90
0
30
60
90
120
60
60
0
0
0
150
210
0
60
0
60
0
420
420

Pi
0
0,01167
0,00584
0,57977
0
0,01751
0
0,00584
0
0,01751
0
0,00584
0,01167
0,01751
0,02335
0,01167
0,01167
0
0
0
0,02918
0,04086
0
0,01167
0
0,01167
0
0,08171
0,08171

Pi2
0
0,00014
3,4E-05
0,33613
0
0,00031
0
3,4E-05
0
0,00031
0
3,4E-05
0,00014
0,00031
0,00055
0,00014
0,00014
0
0
0
0,00085
0,00167
0
0,00014
0
0,00014
0
0,00668
0,00668

Ln Pi
0
-4,4505
-5,1436
-0,5451
0
-4,045
0
-5,1436
0
-4,045
0
-5,1436
-4,4505
-4,045
-3,7573
-4,4505
-4,4505
0
0
0
-3,5342
-3,1977
0
-4,4505
0
-4,4505
0
-2,5046
-2,5046

Pi Ln Pi
0
-0,052
-0,03
-0,316
0
-0,0708
0
-0,03
0
-0,0708
0
-0,03
-0,052
-0,0708
-0,0877
-0,052
-0,052
0
0
0
-0,1031
-0,1306
0
-0,052
0
-0,05