TUGAS TERSTRUKTUR EKONOMI SUMBERDAYA ALA

TUGAS TERSTRUKTUR
EKONOMI SUMBERDAYA ALAM

Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman dan Pasar di Desa
Gamping Kidul

Oleh:
Fitri Marlinda Sari
A1C112003

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Umumya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya,
yaitu sumberdaya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumberdaya
alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air dan udara. Lingkungan yang
sehat akan terwujud apabila keadaan manusia dengan lingkungannya dapat terjalin
dengan baik.
Keadaan lingkungan saat ini perlu diperhatikan dengan lebih serius, karena
ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan lingkungan. Faktor – faktor
yang mempengaruhi salah satunya adalah mengenai lingkungan hidup, seperti
degradasi atau kemerosotan yang terjadi dibeberapa daerah. Secara garis besar,
komponen lingkungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Kelompok
Biotik (flora dan fauna), 2. Kelompok Abiotik (tanah, air dan udara), 3. Kelompok
Kultur (sosial, ekonomi, budaya serta kesehatan masyarakat).
Alih fungsi lahan sawah di Indonesia yang terus berlangsung dan sulit
dihindari berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Lahan pertanian
yang semulanya berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan
non pertanian, seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan
perdagangan, kawasan taman kota dan sarana publik dapat menimbulkan dampak
negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional,
konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan
tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah

pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif.
Di Indonesia, angkanya memang sangat mencengangkan. Selama tahun
2000-2002, luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan non
pertanian, seperti kawasan perumahan, industri, taman perkantoran, jalan, dan
sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110.160 hektar per tahun. Ini berarti,
terdapat sekitar 3000 hektar sawah per hari yang beralih fungsi ke non pertanian.

2

Dampak negatif lain akibat konversi lahan sawah merupakan akibat
lanjutan dari rusaknya ekosistem sawah. Mengakibatkan pendapatan petani akan
semakin sedikit dan akan mengalami kesulitan untuk membiayai kebutuhan
sehari-harinya. Pada saat yang sama, terjadi pula perubahan budaya dari
masyarakat agraris ke budaya urban. Yang mengakibatkan peningkatan
kriminalitas. Oleh karena kriminalitas pada hakekatnya juga merupakan biaya
sosial yang harus ditanggung oleh komunitas yang bersangkutan maka hal itu
berarti net social benefit turun. Sampai saat ini memang belum ada suatu
penelitian yang secara komprehensif mengkaji persoalan ini.
Dalam konversi lahan pertanian terdapat beberapa aturan, antara lain:
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri no.5 Tahun 1974 tentang Ketentuanketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan

Perusahaan.
2. Keppres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, antara lain
ditegaskan bahwa untuk kawasan industri tidak boleh menggunakan tanah
sawah dan tanah pertanian subur lainnya. Dalam pelaksanaannya, larangan
ini telah diberlakukan pula untuk perumahan, jasa dan lain sebagainya.
3. Keppres No. 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Kawasan Industri.
4. Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Penyediaan Tanah Untuk
Pembangunan bagi Kepentingan Umum.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Utomo dkk (1992) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut
sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan
dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang
menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu
sendiri. Alih fungsi lahan berarti perubahan/penyesuaian untuk penggunaan,
disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan

meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau
mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian
sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Sejalan dengan
itu Sinaga (2006), mengartikan alih fungsi lahan sebagai transformasi dalam
bentuk pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan
lainnya, namun secara terminology dalam kajian land economic, pengertiannya
terutama difokuskan pada proses dialih fungsikannya lahan dari lahan pertanian
ke bentuk penggunaan lainnya, khususnya dalam sektor industri. Menurut
Zarmawis Ismail (2000:8), ”Sebagaimana diketahui, bahwa problema kemiskinan
bersifat multi dimensional, karena pada umumnya kondisi kemiskinan selain
berhubungan dengan persoalan-persoalan struktural (seperti ketersediaan sarana
dan prasarana) dan ekonomi, juga berkaitan dengan masalah-masalah non
ekonomi, seperti masalah sosio-kultural”.
Keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas secara
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat
dikonversi ke penggunaan non pertanian akan mengurangi manfaat dari lahan.
Namun, itu hanya dinilai secara ekonomi karena ada pasarnya (tangible and
marketabel goods), sedangkan lahan sawah sulit dinilai karena lebih


4

mengedepankan pada manfaat lingkungan dan sosial, bukan semata ekonomi
(Sitorus, 2001).
Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau
tipologi, yaitu:
1. Konversi gradual berpola sporadis dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
lahan yang kurang/tidak produktif dan terdesakan ekonomi pelaku
konversi.
2. Konversi sistematik berpola ‘enclave’ dikarenakan lahan kurang produktif,
sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai
tambah.
3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population
growth driven land conversion), lebih lanjut disebut konversi adaptasi
demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan
terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
A. Konversi yang disebabkan oleh masalah social (social problem
driven land conversion), disebabkan oleh dua faktor yakni
keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.
B. Konversi tanpa beban, dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk

mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin
keluar dari kampong.
i.

Konversi adaptasi agraris, disebabkan karena keterdesakan
ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat
dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.

ii.

Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk, konversi
dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor
peruntukan

untuk

perkantoran,

sekolah,


koperasi,

perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan
dalam konversi demografi.
Sumaryanto (1994) dalam Furi (2007) memaparkan bahwa jika suatu
lokasi terjadi konversi lahan pertanian, segera lahan-lahan disekitarnya akan

5

terkonversi dan sifatnya cenderung progresif. Kebutuhan lahan untuk kegiatan
nonpertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Menurut Irawan (2005), hal
tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan
kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka
aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan
industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan
lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya
meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani
lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo (1996) menambahkan bahwa
pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga

mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan yang secara umum rentan terhadap
proses alih fungsi lahan.

6

BAB III
PEMBAHASAN
Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau
mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian
sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Dapat diartikan
pula, alih fungsi lahan adalah perubahan penggunaan lahan. Pembangunan yang
dilakukan dengan maksud memenuhi kebutuhan masyarakat (Pemukiman, Pasar
dan Pertokoan dan Sarana Pendidikan) ternyata tidak membawa dampak positif
saja, dampak negative yang ditimbulkan dari perluasan lahan pemukiman dan
pembangunan sarana umum adalah berkurangnya lahan pertanian, khususnya
areal persawahan. Pembangunan dapat menggambarkan kemajuan suatu daerah,
selama tidak mengganggu ekosistem disekitarnya. Di Desa Gamping Kidul, telah
ada alih fungsi lahan sejak tahun 2007.
Luas lahan pertanian di Desa Gamping Kidul sekitar 40 ha. Pada tahun
2007 hingga tahun 2011 tercatat lahan pertanian yang mulai mengalami

penyempitan akibat alih fungsi lahan. Sekitar 60% lahan pertanian beralih fungsi
menjadi lahan pemukiman, penyebab terjadinya alih fungsi lahan ini adalah
peningkatan jumlah penduduk. Kemudian 5% lahan pertanian dialih fungsikan
untuk pasar dan sarana pendidikan, saat ini sekitar 35% lahan pertanian yang
masih diupayakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam.
Di Desa Gamping Kidul, saat ini telah ada pembangunan pasar dan diberi
nama Pasar Gamping. Dibangun diatas tanah kurang lebih 1 ha, tanah itu dibeli
oleh pemerintah daerah, diharapkan pasar tersebut membantu masyarakat dalam
menambah penghasilan. Selain pembangunan pasar, alih fungsi lahan di Desa
Gamping Kidul dilakukan pula alih fungsi sebanyak 60% lahan pertanian di alih
fungsikan untuk pemukiman penduduk. Tanah yang dialih fungsikan berasal dari
tanah milik sendiri ataupun membeli milik orang lain.
Alih fungsi lahan untuk pertokoanpun terjadi, sekitar 1 ha lahan pertanian
(sawah) digunakan untuk pertokoan, kebanyakan sawah yang dipinggir jalan yang

7

dialih fungsikan, karena tempatnya strategis. Sedangkan sekitar 3,5% lahan
pertanian di alih fungsikan untuk sarana pendidikan. Contohnya adalah Stikes
Ahmad Yani.

Adapun penyebab dari alih fungsi lahan adalah sebagai berikut:
A. Pertambahan jumlah penduduk
Akibat

dari

jumlah

penduduk

yang

semakin

meningkat,

maka

menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan papan atau rumah. Harga tanah yang
semakin mahal, membuat masyarakat enggan membeli, dengan demikian mereka

memanfaatkan lahan sawah untuk membangun perumahan. Sekitar 60 % lahan
pertanian (2007 – 2011) digunakan untuk perumahan.
Masyarakat dari luar pulau jawa yang kemudian berdomisili di Gamping
Kidul, lalu membeli tanah warga yang kebetulan membutuhkan uang, hal ini juga
salah satu penyebab dari alih fungsi lahan.
B. Kebijakan Pemerintah
Alih fungsi lahan yang dilakukan pemerintah dengn tujuan membantu
perekonomian masyarakat dengan mendirikan sebuh pasar sebagai tempat tukar
menukar barang dengan cara membeli lahan dari warga.
C. Pendirian Tempat Pemenuh Kebutuhan Masyarakat
Banyak usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup, salah satunya dengan membangun pertokoan yang menjual
berbagai kebutuhan masyarakat. Pertokoan yang dibangun diatas tanah bekas
lahan pertanian kini memang telah banyak dilakukan.
D. Peningkatan Sumberdaya Manusia
Peningkatan sumberdaya manusia dengan cara memberikan pendidikan
diatas SMA yaitu sekolah tinggi atau universitas. Sesuai dengan namanya,
Yogyakarta sebagai kota pelajar, maka banyak sekolah – sekolah maupun
universitas yang berkualitas yang didirikan di Yogya, salah satunya yaitu Stikes
Ahmad Yani. Letaknya sangat strategis, dekat dengan jalan, didirikan diatas tanah
yang dulunya merupakan lahan pertanian (sawah) (Iwan Isa, BPN 2004).

8

Dengan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian
seperti yang terjadi di Desa Gamping Kidul ini, maka ada beberapa dampak
negative yang ditimbulkan antara lain:
1. Ekosistem terganggu
Dengan adanya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan
pemukiman maupun yang lain, menyebabkan berkurangnya habitat bagi
komponen penyusun ekosistem sawah, seperti, tikus, katak, ular, belalang, semut
dll. Pemukiman yang berada di tengah areal sawah atau pun berdekatan dengan
sawah menyebabkan salah satu komponen penyusun ekosistem menjadi hilang
ataupun berkurang.
Sebagai contoh ular, habitatnya disawah, tetapi karena sawahanya dekat
dengan pemukiman, ular tersebut merasa kehidupannya menjadi terancam,
sehingga ia mencari tempat lain yang lebih aman untuk dia hidup. Tak jarang ular
sawah masuk ke pemukiman warga. Komponen penyusun sawah hanya sedikit,
jadi jika salah satu komponen mengalami perubahan , maka komponen yang lain
pun akan meresponnya. Dengan berkurangnya ular, bisa jadi populasi tikus
meningkat. Keseimbangan ekosistempun menjadi terganggu. Semakin sedikit
komponen penyusun ekosistem, maka lingkungannya semakin tidak stabil.
2. Limbah yang Mencemari Lingkungan
Alih fungsi lahan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk.
Keterkaitan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan berkurangnya lahan
pertanian memang tidak dapat dipungkiri lagi. Semakin banyak jumlah penduduk,
maka kebutuhan papan atau rumah akan semakin banyak.
Pembangunan pemukiman yang berada dekat dengan sawah, juga
menimbulkan pencemaran lingkungan yang dampaknya kurang baik pada
pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh limbah rumah tangga, seperti plastic.
Sampah anorganik yang sulit di uraikan akan menyebabkan kualitas tanah tersebut
menjadi turun. Contoh lainnya adalah pembuangan sisa detejen ke areal
persawahan, hal ini berdampak buruk pada organisme yang ada dipermukaan atau
perairan sawah. Terganggunya habitat dapat menyebabkan organisme tersebut

9

mati. Hilangnya organisme dipermukaan air sawah seperti decomposer dalam satu
ekosistem berdampak pada kesuburan tanah maupun rantai makanan. Sampah –
sampah yang ada akan lama terurai menyebabkan kesuburan tanah menurun dan
berdampak pada menurunnya produktivitas padi. Hilangnya salah satu komponen
dalam penyusun rantai makanan tersebut akan berdampak pada jaring – jaring
makanan maupun ekosistem, karena tak ada decomposer maka jasad tumbuhan
maupun hewan yang mati tidak akan menjadi pupuk untuk tanaman.
3. Berkurangnya Penghasilan Petani
Lahan yang dibeli dan dijadikan perumahan atau sarana pemenuh
kebutuhan yang lain otomatis membuat sempit lahan petani. Sehingga pendapatan
atau hasil panen menurun. Saat pendapatan petani menurun, berakibat terhadap
sulitnya memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi dan semakin mahal, hal
ini berdampak buruk juga terhadap ekosistem manusia. Kebutuhan hidup yang
sangat vital adalah pangan, jika pangan tak tercukupi maka manusia disuatu
tempat akan memanfaatkan apa saja yang dapat dimakan. Suasana saling berebut
pangan akan terjadi jika tak ada penanganan atau alternative lain. Jika hal ini
berlanjut, maka ekosistem manusia dapat terancam kepunahan.
4. Ketersedian bahan pangan menurun
Dengan berkurangnya lahan pertanian, hasil panen akan menurun dan
menyebabkan produksi pangan disuatu daerah atau wilayah berkurang. Jika
dibiarkan terus menerus maka impor bahan pangan akan semakin tinggi.
Berkurangnya ketersedian pangan juga berhubungan atau berkaitan dengan
ekosistem manusia.
Ekosistem sawah yang dulunya harmonis berubah menjadi ekosistem
sosial yang dihuni oleh manusia, dengan begitu semakin banyaknya pencemaran –
pencemaran yang terjadi akibat berkembangnya teknologi dan pembangunan di
areal pemukiman (ekosistem sosial). Ketersediaan bahan pangan yang menurun
merupakan dampak dari berkurangnya lahan pertanian, ketersedian makanan yang
kian menipis, dapat menyebabkan ekosistem yang dihuni manusia terancam.
Lebih jauh lagi, berkurangnya suatu bahan pangan yang lama kelamaan juga akan

10

habis dapat menyebabkan perang antar negara, karena merebutkan bahan pangan
yang sangat dibutuhkan (Irawan, 2005).
Selain dampak negative diatas, adapula dampak positif yang ditimbulkan
dari alih fungsi lahan, antara lain: Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk,
maka suatu daerah akan menjadi lebih ramai dan cenderung lebih cepat
berkembang. Pembangunan yang dilakukan disuatu daerah menggambarkan
tentang kemajuan daerah tersebut, semakin banyak tempat pemenuh kebutuhan
(toko) dan pasar, maka memudahkan masyarakat sekitar dalam memenuhi
kebutuhan hidup dan dapat menambah lapangan kerja. Pendidikan pun tak kalah
penting dengan sarana infrastruktur lainnya, sehingga semakin banyak sekolah
dan universitas, maka sumberdaya manusianya pun semakin berkualitas. Sehingga
perkembangan teknologi dan penanganan lingkungan hidup dapat berjalan
beriringan.
Upaya penanganan tentang pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan
oleh pemerintah yang bekerjasama dengan dinas terkait dalam menangani
perusakan lingkungan hidup dinilai kurang optimal, karena alih fungsi lahan
semakin tahun semakin bertambah. Dari tahun 2007 hingga tahun 2011 tercatat
hingga 60 % lahan pertanian yang dialih fungsikan. Jika dilihat dari penyebab –
penyebabnya, upaya penanggulangan pencemaran lingkungan hidup di Desa
Gamping Kidul masih sangat lemah. Pemerintah ingin menyediakan tempat yang
baik untuk warga dalam memenuhi kebutuhan hidup, dengan cara pembangunan
pasar, tapi hal itu berdampak buruk pada ketersedian lahan pertanian. Saat ini
sebaiknya pemerintah bersama dinas maupun instansi terkait melakukan Rencana
Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), memilih tempat yang kurang baik untuk
ditanami (tandus) dan menjadikan tempat itu sebagai areal pemukiman, sementara
areal yang subur, dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam.
Kembali kepada manusia itu sendiri, bagaimana ia menjaga keseimbangan
ekosistemnya, bisa dengan cara :

11

1. Membuang sampah pada tempatnya, jangan buang sampah sembarangan,
jadi meskipun berada ditengah sawah, tidak membuat kualitas tanah
menjadi turun.
2. Membuat aliran air bekas deterjen, agar tidak mencemari lahan pertanian.
3. Meminimalisir alih fungsi lahan, kesadaran dari diri sendiri untuk
membangun rumah tidak di lahan pertanian
4. Memikirkan pertanian jangka panjang, dengan tidak membuat sempit
lahan
Keberadaan manusia dibumi sebagai khalifah dituntut untuk menjaga dan
melestarikan bumi sesuai dengan tuntunan Al- Quran, tapi karena kreasi manusia
dan perkembangan iptek akhirnya membawa manusia pada keserakahan
mengeploitasi lingkungan. Sejak awal telah diberi peringatan tentang kerusakan
yang disebabkan oleh manusia, hanya saja manusia belum bisa mengendalikan
hawa nafsu yang begitu besar, sehingga kerusakan-kerusakan terjadi di manamana.
Masyarakat Gamping Kidul cenderung kurang menjaga kelestarian
lingkungan hidupnya. Hai ini dapat dilihat dari mengalih fungsikan lahan menjadi
areal pemukiman yang dampaknya bisa menurunkan hasil panen, pencemaran
lingkungan,

mengganggu

keseimbangan

ekosistem,

dll.

Sebagai

contoh

perumahan diareal sawah. Kebutuhan rumah yang semakin meningkat (efek dari
bertambahnya jumlah penduduk) sementara lahan pemukiman yang tersedia
semakin sulit didapatkan, menyebabkan harga tanah mejadi sangat mahal. Mereka
yang tak punya biaya untuk membeli tanah di tempat lain, memanfaatkan tanah
yang mereka miliki (sawah) sebagai tempat untuk membangun rumah. Ada juga
yang sebagian sawahnya diberikan pada anaknya yang telah menikah, dan
dimanfaatkan sebagai tempat untuk membangun rumah baru.
Setelah mendirikan perumahan areal sawah, mereka pun membuang
sampah dan limbah rumah tangga disekitar rumah layaknya sebuah pemukiman,
tanpa berfikir panjang mengenai dampak yang ditimbulkan akibat dari ulah
mereka. Keadaan ini juga tak dapat sepenuhnya menyalahkan manusia, karena

12

kebutuhan yang semakin meningkat, menjadikan manusia melakukan apa saja
demi mempertahankan kelangsungan hidupnya. Seperti mementingkan diri sendiri
dan tidak memikirkan keadaan di sekitarnya.
Sebenarnya perlindungan lahan pertanian merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam penataan ruang wilayah. Untuk itu, perlindungan lahan
pertanian perlu dilakukan dengan menetapkan kawasan-kawasan pertanian yang
perlu dilindungi. Kawasan pertanian ini merupakan bagian dari penataan kawasan
perdesaan pada wilayah kabupaten. Perlindungan kawasan pertanian dan lahan
pertanian meliputi perencanaan dan penetapan, pengembangan, penelitian,
pemanfaatan dan pembinaan, pengendalian, pengawasan, pengembangan sistem
informasi, perlindungan dan pemberdayaan petani, peran serta masyarakat, dan
pembiayaan. Perlindungan kawasan dan lahan pertanian dapat dilakukan dengan
menghargai kearifan budaya lokal serta hak-hak komunial adat.

13

BAB IV
KESIMPULAN
1. Setelah terjadinya konversi lahan, akan mengakibatkan banyaknya lahan
pertanian yang berubah fungsi dan semakin sedikitnya lahan yang dapat
digunakan untuk bersawah. Seperti yang terjadi di Desa Gamping Kidul, 60%
lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan pemukiman, 5% lahan pertanian
dialih fungsikan untuk pasar dan sarana pendidikan, dan sekitar 35% saja lahan
pertanian yang masih diupayakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam.
2. Penyebab alih fungsi lahan adalah Pertambahan jumlah penduduk, Kebijakan
pemerintah,

Pendirian

tempat

pemenuh

kebutuhan

masyarakat,

dan

Peningkatan sumber daya manusia.
3. Dampak negative yang ditimbulkan dari adanya alih fungsi lahan adalah:
Ekosistem terganggu, Limbah yang mencemari lingkungan, Berkurangnya
Penghasilan petani, Ketersedian bahan pangan menurun.
4. Sedangkan dampak positif yang ditimbulkan adalah: Dengan adanya
pertambahan jumlah penduduk, maka suatu daerah akan menjadi lebih ramai
dan cenderung lebih cepat berkembang. Pembangunan yang dilakukan disuatu
daerah menggambarkan tentang kemajuan daerah tersebut, semakin banyak
tempat pemenuh kebutuhan (toko) dan pasar, maka memudahkan masyarakat
sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidup dan dapat menambah lapangan kerja.
Semakin banyak sekolah dan universitas, maka sumberdaya manusianya pun
semakin berkualitas. Sehingga perkembangan teknologi dan penanganan
lingkungan hidup dapat berjalan beriringan.

14

DAFTAR PUSTAKA
Furi, D.R. 2007. Implikasi Konversi Lahan Terhadap Aksebilitas Lahan dan
Kesejahteraan Masyarakat Desa. [Sripsi] Fkultas Pertanian. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola
Pemanfaatannya,dan Faktor Determinan.Forum Penelitian Agro
Ekonomi Volume 23, Nomor 1, Juni 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Ismail Z.2000. Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh
Di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan. Jakarta: Puslitbang
Ekonomi dan Pembangunan-LIPI (PEP-LIPI).
Kustiawan. 1997. Konversi dan Hilangnya Multifungsi Lahan Sawah. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pakpahan, A. Sumaryanto, S. Friyatno. 1994. Analisis Kebijaksanaan Lahan
Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun I, Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian – Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Sihaloho, Martua. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur
Agraria. [Tesis] Fakultas Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992.Pembangunan dan Alih
Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.
Wibowo, S.C. 1996. Analisis Pola Konversi Sawah Serta Dampaknya Terhadap
Produksi Beras : Studi Kasus di Jawa Timur. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

15