Analisis atas Perlindungan Hukum Anak Te

Analisis atas Perlindungan Hukum Anak Terhadap Praktik
Tindak Pidana Pemerkosaan yang dilakukan Ayah Terhadap
Anak Kandungnya
Ayu Purwati
ayupurwati15@students.unnes.ac.id
Abstrak
Kejahatan seksual sekarang ini telah merebak dengan segala bentuk.
Khususnya pada kasus pemerkosaan, pelakunya tidak lagi mengenal status,
pangkat, pendidikan, jabatan, dan usia. Selama masih mempunyai daya
seksual, dari anak-anak sampai kakek-kakek masih sangat mungkin untuk
dapat melakukan tindak pidana perkosaan. Termasuk pada keluarganya
sendiri, terkhusus pada ayah terhadap anak. Pada hakikatnya seorang ayah
merupakan salah satu tempat berlindung dari berbagai ancaman kejahatan
bagi anaknya termasuk kejahatan seksual. Tetapi dalam kasus ini, ayah
bahkan menjadi seorang yang patut diwaspadai oleh anak kandungnya sendiri.
Pasalnya sang ayah berani melakukan perbuatan yang tidak senonoh kepada
putri bungsunya dengan dalih kerasukan roh Nabi Sulaiman. Berkat tipu
muslihat pria berinisial K yang berumur 60 tahun ini, ia berhasil menggauli
putri bungsunya yang berusia 16 tahun selama dua tahun lamanya. Dan juga
berkat laporan dari warga sekitar yang curiga dengan perilaku menyimpang
antara ayah dan anak tersebut akhirnya perbuatan keji ini dapat dihentikan,

bayangkan jika tidak ada yang melapor, akan berapa lama lagi sang anak
menyembunyikan kebenaran ini. Karena sang ayah mengancam jika korban
tidak menuruti ajakannya maka akan terjadi hal buruk yang menimpa korban.
Sangat disayangkan memang, perbuatan perkosaan seperti pada kasus ini
akan mempengaruhi perkembangan psikologis terutama bagi korban yang
dibawah umur. Mereka akan cenderung muram, memendam rasa malu, mudah
tersingung, merasa hina dan kehilangan harga diri dan kesucian mereka.
Negara wajib menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh
bekembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Namun masih
ada saja kasus kasus - kasus pelanggaran HAM yang menimpa anak-anak
dibawah umur.
Kata kunci: Perkosaan, Ayah, Anak kandung, Anak dibawah umur.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak adalah generasi penerus bangsa. Dalam konvensi tentang hak-hak
anak, secara tegas dinyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan anak adalah
setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun...”. 1 Secara yuridis kedudukan
seorang anak akan menimbulkan akibat hukum, perlu dilakukan upaya upaya
komprehensif untuk melindungi posisi anak yang rentan. Kedudukan anak
sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, caloncalon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi

generasi terdahulu perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh
dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial. Maka
dari itu anak perlu adanya perlindungan. Perlindungan anak merupakan usaha
1 Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Dan Instrumen Internsional Anak
Serta Penerapannya
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 5

1

dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan
peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa
dikemudian hari.2 Aris Gosita berpendapat bahwa perlindungan anak adalah
suatu usaha melindungi anak untuk dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya.3
Kejahatan seksual sekarang ini merebak dengan segala bentuk.
Khususnya pada kasus pemerkosaan. Perkosaan merupakan suatu tindakan
yang sangat keji, tercela dan melanggar norma apalagi yang menjadi korban
adalah perempuan baik dewasa maupun anak dibawah umur. Kejahatan ini
memiliki implikasi negatif jangka panjang terhadap para korban. Hal tersebut
sangat merugikan bagi kaum perempuan dimana harga diri dan kehormatan

menjadi taruhannya.4 Pelakunya tidak lagi mengenal status, pangkat,
pendidikan, jabatan, dan usia korban. Perkosaan melanggar Hak Asasi Manusia
(HAM) khususnya bagi kaum perempuan, padahal kita tahu bahwa kehormatan
perempuan harus dilindungi sebagaimana telah diatur dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) bila ditinjau berdasarkan pengalaman
perempuan, pelanggaran hak perempuan dan perkosaan di interprestasikan
sebagai tindakan terlarang.5 Para pelaku dari tindak pidana perkosaan
seringkali adalah orang-orang yang dikenal oleh korban bahkan masih
mempunyai hubungan keluarga dan yang lebih ironisnya lagi adalah seorang
ayah yang tega memperkosa anak kandungnya sendiri. Tindak pidana
perkosaan menjadi momok yang paling menakutkan karena akan
mempengaruhi psikologis perkembangan anak terlebih jika pelaku adalah ayah
kandung korban, hai ini akan menimbulkan trauma atau rasa malu kepada
keluarga atau masyarakat. Rasa malu dan trauma yang dialami korban dapat
berpengaruh dalam kehidupannya hingga kelak ia dewasa.6
Kronologi Kasus
Kasus ini terjadi di daerah Bojong Kabupaten Pekalongan pada tanggal 8
Agustus 2017. Kanit Reskrim Polsek Bojong Polres Pekalongan Bripka Hartoyo
dan Kanit Intel Bripka Jui mengamankan, seorang ayah berinisial K berusia 60
tahun yang tega mencabuli anak kandungnya sendiri yang masih berusia 16

tahun. K mengaku membujuk anak bungsunya berhubungan badan untuk
pertama kali saat korban masih berusia 13 tahun dengan dalih kerasukan roh
Nabi Sulaiman. Perbuatan tidak senonoh itu dilakukan pada malam hari, meski
dilakukan dimalam hari dan dirumah sendiri perbuatannya sama sekali tidak
diketahui sang istri yang tinggal bersama pelaku dan korban, dalam satu
rumah tersebut dihuni oleh pelaku, istri pelaku, dan dua anak pelaku. Jika
korban menolak ajakan pelaku, hal buruk akan menimpa diri korban. Saat
ditanya tujuannya untuk apa, pelaku menjawab untuk masa depan anaknya
2 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di
Indonesia (Bandung:
Refika Aditama, 2013), hlm. 33
3 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Jakarta: Akademi Pressindo,1989), hlm. 52
4 Pramudya A. Oktavinanda, “Pendekatan Hukum dan Ekonomi terhadap Kejahatan
Pemerkosaan: Suatu
Pengantar” JENTERA Jurnal Hukum, Vol. 22, No. 8, 2012, hlm. 27
5 Achie Sudiarti Luhulima, CEDAW: Menegakkan Hak Asasi Perempuan (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia,
2014), hlm. 4-5
6 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
(Advokasi atas Hak

Perempuan), (Bandung: Refika Aditama, 2001), hlm. 53

2

sendiri agar lebih mapan dan tidak seperti dia. Aksi bejat sang ayah telah
berlangsung selama dua tahun, tepatnya 2014 hingga 2016. Tindakan tak
terpuji pelaku terungkap berkat adanya laporan dari warga yang mencurigai
perlakuan yang menyimpang antara ayah dan anak tersebut. Pelaku
diamankan polisi dengan barang bukti pakaian korban. Akibat perbuatan
bejatnya ini, pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No.
17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman
maksimal 15 tahun penjara. Karena pelaku adalah ayah kandung korban, maka
hukuman ditambah sepertiga sehingga ancaman hukumannya dua puluh tahun
penjara.
Rumusan Masalah
1. Hak apa saja yang seharusnya diterima oleh anak dan apa saja hak yang
telah dilanggar dalam kasus ini?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan seorang ayah melakukan tindak
pidana perkosaan terhadap anak kandungnya?
3. Apa saja aturan hukum terkait tindak pidana perkosaan orangtua

terhadap anaknya?
PEMBAHASAN
1. Hak-Hak Anak dan Beberapa Pelanggarannya Berdasarkan Kasus
John Locke menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati 7.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Sedangkan Pelanggaran
HAM adalah setiap perbuataan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh Undang-Undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.8 Dari kasus pelanggaran HAM ini, dampak psikologis dari
korban tersebut sangat luar biasa karena korban mengalami trauma
berkepanjangan bahkan lukanya akan dirasakan sampai seumur hidupnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
telah di sebutkan hak-hak anak yaitu sebagai berikut:
Pasal 4
“Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan herkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi.”
Dalam kasus ini, anak berhak mendapat perlindungan. Ayah yang seharusnya
menjadi salah satu pelindung malah dia sendiri yang melanggar hak anaknya.
Pasal 5
7 Mansyur effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM), (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1994), hlm. 13
8 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia. 23 September
1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165. Jakarta.

3

“Setiap anak berhak
kewarganegaraan.”


atas

suatu

nama

identitas

diri

dan

status

Pasal 6
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua.”
Pasal 7
“(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan oleh

orang tuannya sendri. (2) Dalam hal kerana suatu sebab orang tuanya tidak
dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar
maka anak tersebut.”
Pasal 8
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.”
Pasal 9
“(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangkapengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya. (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
khususnya bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus.”
Pasal 10
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.”
Pasal 11
“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat,
dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.”
Secara tidak langsung perbuatan sang ayah juga melanggar hak anak pada
pasal 11 karena dampak dari perbuatannya menyebabkan anak menjadi
trauma dan merasa malu kepada keluarga atau masyarakat. Rasa malu dan
trauma yang dialami korban dapat berpengaruh dalam kehidupannya hingga
kelak ia dewasa.9
Pasal 12
“Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.”
Pasal 13
“(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak
manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan: a) Diskriminasi; b) Eksploitasi, baik ekonomi
maupun seksual; c) Penelantaran; d) Kekejaman, kekerasan, dan
penganiayaan; e) Ketidakadilan; f) Perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal orang
tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka pelaku dikenakan pemberatan
hukuman.”
Dalam kasus ini, perbuatan pelaku juga melanggar hak anak untuk

mendapatkan perlindungan dari perlakuan diatas. Dan perlu dikenakan
pemberatan hukum karna pelaku adalah orangtua korban.
9 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Loc.cit.

4

Pasal 14
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada
alasan dan atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan
akhir.”
Pasal 15
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a) Penyalahgunaan
dalam kegiatan politik; b) Perlibatan dalam sengketa bersenjata; c) Perlibatan
dalam kerusuhan sosial; d) Perlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan; e) Perlibatan dalam peperangan.”
Pasal 16
“(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Setiap anak
berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan,
penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dilakukan sebagi upaya terakhir.”
Pasal 17
“(1) Setiap anak yang dirampas kebebasan berhak untuk: a) Mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa; b) Memperoleh bantuan hukum atau bantuan hukum atau bantuan
lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; c)
Membeli diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif
dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. (2) Setiap anak yang
menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan
hukum berhak dirahasiakan.”
Pasal 18
“Setiap anak menjadi korban atau pelaku tindak pidanan berhak mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainnya.”10
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pemerkosaan
Secara umum faktor yang menjadi penyebab seseorang melakukan
tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya dapat dibedakan
manjadi 2 yaitu:
A. Faktor Intern
Faktor intern adalah factor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini
khususnya dilihat dari individu serta dicari hal yang mempunyai hubungan
dengan kejahatan persetubuhan. Rendahnya moral, rendahnya pendidikan,
faktor kejiwaan/mental dan faktor kebiasaan buruk merupakan bentuk dari
faktor intern penyebab seseorang melakukan tindak pidana pemerkosaan.
Dalam kasus ini pria berinisial K memenuhi unsur-unsur yang telah
disebutkan tadi.
B. Faktor Ekstern
Faktor ini berasal dari luar diri seseorang, dimana faktor-faktor ini sedikit
banyaknya akan mempengaruhi orang untuk melakukan tindak kejahatan.
Seperti faktor ekonomi/keuangan, lingkungan dan pergaulan, model struktur
keluarga, situasi dan kesempatan. 11
10 Pasal 4-18 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, 22
Oktober 2002. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Jakarta.
11 Lukman Hakim Nainggolan, “Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dibawah
Umur”, Jurnal
Equality, Vol. 13, No. 1, Februari 2008.

5

Faktor situasi dan kesempatan ini memiliki posisi yang cukup sentral
dalam menentukan terjadi atau tidaknya suatu tindakan kejahatan. Para
penjahat biasanya lebih dahulu mempertimbangkan kesempatan dan peluang,
apabila kesempatan melakukan kejahatan tidak mereka peroleh maka tindakan
kejahatan
yang
ingin
mereka
lakukan
biasanya
akan
mereka
urungkan/batalkan.
3. Aturan Hukum terkait Tindak Pidana Perkosaan Orangtua terhadap
Anak Kandungnya
Pada kasus ini tersangka terjerat Pasal 81 ayat 2 dan 3 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2016. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, pada Pasal 81 telah jelas mengatakan bahwa:
1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaiman dimaksud dalam Pasal
76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000; (lima miliar rupiah).
2) Ketentuan pidana segaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku pula bagi setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain.
3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh
orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga,
pengasuh anak, pendidik, tenaga pendidikan, aparat yang menangani
perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara
bersama-sama pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat 1.12
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur
tentang kejahatan terhadap kesusilaan yaitu pada Pasal 285, 286, 287, 288
yang mengatur tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh. Dan untuk
perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289-296 KUHP. Secara normatif
persetubuhan terhadap anak diatur dalam Pasal 287 KUHP. Persetubuhan yang
dimaksud disini berbeda dengan Pasal 285, dimana pasal ini tidak
menyebutkan persetubuhan terhadap anak tersebut dilakukan dengan
melakukan kekerasan ataupun ancaman kekerasa, KUHP memiliki pandangan
bahwa persetubuhan orang dewasa dengan anak merupakan tindakan yang
jahat dan akan menimbulkan dampak yang merusak bagi anak, baik secara
fisik maupun psikologis anak. Sehingga KUHP menganggap apapun alasannya
pelaku persetubuhan terhadap anak harus dihukum. Adapun bunyi Pasal 287
ayat 1 adalah sebagai berikut: “Barangsiapa bersetubuh dengan seorang
wanita diluar pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata,

12 Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, 9 November 2016, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 237,
Jakarta.

6

bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.”13
Jika diperhatikan dengan seksama, pasal ini memang yang yang paling
tepat dikenakan bagi tersangka. Mengingat tersangka melakukan tindakan
kejinya dengan dalih kerasukan roh Nabi Sulaiman, hal ini sesuai dengan ayat 2
dengan unsur sengaja melakukan tipu muslihat untuk melakukan persetubuhan
dengannya. Tersangka dijatuhi hukuman 20 (dua puluh) tahun penjara karena
tersangka adalah orang tua (ayah kandung) dari korban, sesuai dengan Pasal 3
jika dilakukan oleh orangtua maka hukumannya ditambah 1/3 (sepertiga) dari
hukuman pokok yaitu 15 tahun + 1/3 hukuman = 20 tahun. Hukum tidak dapat
dipandang sebagai satu-satunya alat pengendali sosial dan perlindungan
sosial, karena di samping hukum terdapat sarana pengendalian sosial lain yang
timbul dalam pergaulan masyarakat seperti keluarga, persahabatan,
ketetanggaan, desa, suki, pekerjaan, organisasi, dan kelompok dalam berbagai
bentuk.14
KESIMPULAN
Ada beberapa pelanggaran hak anak yang terjadi pada kasus ini seperti
pelanggaran-pelanggara hak untuk mendapat perlindungan dalam bentuk
apapun, pasal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Selain itu hak-hak anak juga diatur dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Walaupun telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan namun masih ada saja kasus yang terkait
dengan pelanggaran hak-hak anak. Tentu ada faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya pelanggaran hak-hak anak. Lihat pada kasus tindak
pidana pemerkosaan ini, ada 2 faktor yang mempengaruhinya yaitu: faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern dapat terjadi karena rendahnya moral,
rendahnya pendidikan, faktor kejiwaan/mental, dan kebiasaan buruk.
Sedangkan faktor ekstern berasal dari luar diri seseorang yaitu meliputi; faktor
ekonomi/keuangan, lingkungan dan pergaulan, model struktur keluarga, situasi
dan kesempatan.
Berdasarkan uraian diatas, dijelaskan bahwa ada 2 pengaturan hukum
terkait dengan tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan ayah terhadap anak
kandungnya, yaitu pada Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016
tentang Perlindungan Anak dan Pasal 287 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Pasal yang paling tepat dikenakan pada tersangka adalah Pasal 81 UU
No. 17 th 2016 karena semua unsur-unsur pada pasal ini terpenuhi. Mengingat
tersangka melakukan tindakan kejinya dengan dalih kerasukan roh Nabi
Sulaiman, hal ini sesuai dengan ayat 2 dengan unsur sengaja melakukan tipu
muslihat untuk melakukan persetubuhan anak kandungnya. Tersangka dijatuhi
hukuman 20 (dua puluh) tahun penjara karena tersangka adalah orang tua
(ayah kandung) dari korban, sesuai dengan Pasal 3 jika dilakukan oleh
orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh
anak, pendidik, tenaga pendidikan, aparat yang menangani perlindungan anak,
atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama pidananya
ditambah sepertiga dari ancaman pidananya yaitu 15 tahun + 1/3 hukuman =
20 tahun.
13 Pasal 287 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
14 M Ali Zaidan, “Perempuan dalam Perspektif Hukum Pidana” Jurnal Yuridis, Vol. 1, No. 2,
Desember 2014,
hlm. 221

7

8

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Effendi, Mansyur. 1994. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM).
Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Gosita, Arif. 2014. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta: Akademi Pressindo.
Gultom, Maidin. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak
di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Sambas, Nandang. 2013. Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Dan Instrumen
Internsional Anak
Serta Penerapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Luhulima, Achie Sudiarti. 2014. CEDAW: Menegakkan Hak Asasi Perempuan.
Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan. 2001. Perlindungan Terhadap Korban
Kekerasan Seksual
(Advokasi atas Hak Perempuan). Bandung: Refika Aditama.
JURNAL
Nainggolan, Lukman Hakim. 2008. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Terhadap
Anak
Dibawah Umur. Jurnal Equality Vol. 13, No. 1.
Oktavinanda, Pramudya A. 2012. Pendekatan Hukum dan Ekonomi terhadap
Kejahatan
Pemerkosaan: Suatu Pengantar. JENTERA Jurnal Hukum Vol. 22, No. 8: 27.
Zaidan, M Ali. 2014. Perempuan dalam Perspektif Hukum Pidana. Jurnal Yuridis
Vol. 1, No.
2: 221.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Th 2016 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 1 Th 2016 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang
No. 23 Th 2002 Tentang Perlindungan Anak
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia. 23
September 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165.
Jakarta.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, 22
Oktober 2002. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109, Jakarta.

9

10

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4