MAKALAH PEMBANGUNAN PERTANIAN STAGNASI P

MAKALAH PEMBANGUNAN PERTANIAN
STAGNASI PEMBANGUNAN PEDESAAAN

Di susun Oleh :
Dicky Alfrima Faqtoni

H0413010

Koko Widyatmoko

H0413022

Listya Gustani H

H0413024

Nurul Fajri Mayalibit

H0413031

Ranti Woni Lestari


H0413037

Rika Indra Sukmana

H0413038

Siti Nur Astuti

H0413043

Yanuar Wibi Armiga

H0413050

PROGRAM STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015


I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara agraris sehingga tidak heran
mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Mereka
mengolah lahan yang ada untuk menunjang kehidupan mereka, namun
penghasilan yang didapatkan masih banyak yang rendah. Pertanian sebagai
salah satu sektor penting Indonesia hendaknya mendapatkan perhatian serius
dalam pembangunannya. Pembangunan pertanian merupakan salah satu sektor
pembangunan yang saling terkait dengan pembangunan ekonomi dan
pembangunan nasional. Pertanian merupakan salah satu pendukung majunya
suatu perekonomian bangsa, pertanian identik dengan pedesaan dimana
mayoritas wilayah Indonesia masih merupakan pedesaan.
Pembangunan pertanian tidak hanya secara kuantitatif saja, tetapi juga
dari aspek kualitatif. Perlu adanya langkah atau cara-cara yang tepat agar
pembangunan tidak salah sasaran, sehingga dapat memberikan dampak yang
positif


bagi

peningkatan

kesejahteraan

masyarakatnya.

Pembangunan

hendaknya sesuai dengan latar belakang masyarakatnya, baik itu sosial,
ekonomi, lingkungan, maupun budayanya. Banyaknya permasalahan yang
terjadi dalam pembangunan pertanian saat ini menyebabkan terjadinya stagnasi
pembangunan pertanian, atau kemandekan pembangunan sehingga terjadi
pernurunan

dalam

produktivitas


pertanian

itu

sendiri.

Kemerosotan

pembangunan ini harus segera diatasi agar tidak mempengaruhi pembangunan
ekonomi maupun pembangunan nasional.

II.

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Menganalisis kondisi pedesaan tidak dapat dilepaskan dari strategi
pembangunan yang ada. Karena, desa sebagai unit terkecil komunitas
dalam suatu negara merupakan subyek dan tujuan dari pembangunan itu

sendiri. Secara teoritis proses pembangunan dapat diartikan sebagai proses
dialog antara kekuatan pengendalian masyarakat (social engineering) oleh
pemerintah dengan pengawasan sosial (social control) oleh rakyat. Dalam
kerangka menyukseskan pembangunan maka pemerintah berkepentingan
terhadap adanya dominasi pengendalian atas masyarakat. Salah satu
prasangka pembangunanisme adalah bahwa kebudayaan tradisional atau
adat istiadat bersifat anti pembangunan, merupakan penghalang bagi
modernisasi. Konsekuensinya adalah tidak diberikannya tempat bagi
unsur-unsur tradisional (lokal) dalam pembangunan. Sehingga pemerintah
cenderung membingkai dan melaksanakan sendiri pembangunan tanpa
melibatkan masyarakat.
Pembangunan pedesaan saat ini banyak yang mengalami
kemacetan atau yang disebut stagnasi. Stagnasi dalam kamus besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai keadaan terhenti (tidak bergerak, tidak aktif,
tidak jalan); kemacetan; keadaan tidak maju atau maju, tetapi pada tingkat
yang sangat lambat; keadaan tidak mengalir (mengarus). Jadi, stagnasi
pembangunan pedesaan dapat diartikan sebagai keadaan terhenti atau
terhambatnya pembangunan pedesaan dimana masyarakat akan dibawa
kearah modernisasi yaitu perubahan yang lebih maju kepada kehidupan
masyarakat secara menyeluruh. Beberapa penyebab terjadinya stagnasi

pembangunan yaitu karena masyarakat desa yang masih memegang teguh
pada adat istiadatnya, pemerintah kurang melibatkan masyarakat dalam
pembangunan pedesaan, dan lain sebagainya.
Sebab-sebab Stagnasi (menurut A. Hansen), antara lain :

a.

Faktor eksogen, menyatakan bahwa perkembangan yang cepat dari
penduduk, pembukuan daerah baru dan kemajuan tegnologi akan
mendorong

b.

investasi

dan

menaikkan

pendapatan.


Sebaliknya

pendapatan berkurang akan mengalami pengangguran.
Perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga sosial. Perubahanperubahan lembaga-lembaga sosial dan faktor-faktor endogen dalam

c.

perkembangan kapitalis dapat membantu teori stagnasi itu.
Peranan faktor endogen, pandangan ke tiga dari stagnasi ini
menunjukkan pada perubahan struktural dalam faktor-faktor endogen
yang mengembangkan monopoli dan oligopoli. Domar menekankan
bahwa monopoli dapat menghambat investasi dengan dihalanghalangi penerapan investasi yang baru. Selanjutnya, inovasi

menyebabkan hilangnya kepentingan-kepentingan yang telah ada.
B. Jenis – Jenis
Stagnasi pembangunan pedesaan memiliki jenis yaitu Stagnasi
sekuler menunjukkan suatu fase perkembangan kapitalis yang telah masuk
dimana tabungan bersih pada pengerjaan penuh cenderung bertambah.
Investasi bersih pada pengerjaan penuh cenderung menurun. Permintaan

total tertinggal dibanding penawaran total sebab stagnasi dirumuskan
dalam 3 golongan:
a. Menitik beratkan pada faktor-faktor eksogen, seperti tegnologi,
b.

perkembangan penduduk, pembukaan dan perkembangan daerah baru.
Menitik beratkan pada perubahan-perubahan dasar dalam lembagalembaga sosial, seperti meningkatnya pengawasan pemerintah
terhadap perusahaan-perusahaan dan perkembangan dalam organisasi

c.

buruh.
Menitik beratkan pada faktor-faktor endogen, seperti perkembangan
persaingan dan konsentrasi industri.

C. Cara mengukur
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan
merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi
(Tambunan, 2001). Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana
aktivitas


perekonomian

akan

menghasilkan

tambahan

pendapatan

masyarakat pada suatu periode tertentu. Dengan kata lain, perekonomian
dikatakan mengalami pertumbuhan bila pendapatan riil masyarakat pada
tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun
sebelumnya. Dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi
adalah penambahan Produk Domestik Bruto (PDB), yang berarti
peningkatan Pendapatan Nasional/PN (Tambunan, 2001).
Stagnasi terjadi ketika pertumbuhan suatu negara berjalan lambat
(biasanya diukur berdasarkan pertumbuhan PDB pada suatu periode
tertentu. Beberapa pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

"lambat" di sini adalah angka pertumbuhan ekonomi lebih kecil daripada
pertumbuhan ekonomi potensial yang diprediksi oleh ahli makroekonomi.
Yang lain menyebutkan bahwa stagnasi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi
kurang dari 2-3% per tahun.
Berikut cara perhitungan pertumbuhan ekonomi suatu daerah :
Hubungan antra PDB dan PN dapat dijelaskan melalui beberapa
persamaan sederhana sebagai berikut:
PNB = PDB + F ……………………………………………………… (2.1)
NNP = PNB – D ………………………...…………………………… (2.2)
PN = NNP – Ttl ……………………………………………………….(2.3)
Dimana:
PNB : Produk Nasional Bruto
PDB : Produk Domestik Bruto
F : Pendapatan neto terhadap luar negeri
NNP : Produk nasional neto
D : Penyusutan

PN : Pendapatan Nasional
Ttl : Pajak tak langsung neto (selisih antara pajak tak langsung dan
subsidi)

Jika tiga persamaan di atas digabungkan, akan didapatkan persamaan
berikut:
PDB = PN + Ttl + D – F ……………………………………………… (2.4)
PDB itu sendiri diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh nilai tambah (NT)
dari semua sektor ekonomi (lapangan usaha):
PDB = NT1 + NT2 + … + NTn ………………………………………. (2.6)
Dimana NT1 hingga NTn adalah NT dari sektor 1 hingga sektor n. NT setiap
lapangan usaha atau sektor adalah selisih antara keluaran sektor (nilai output) dan
masukan sektor (nilai input).
Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan PDB. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan
pertumbuhan PDB dan bukan indikator lainnya (seperti PNB) sebagai
pertumbuhan. Alasan-alasan yang dikemukanan oleh Suharsimi (2007) tersebut
adalah:
1. PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas
produksi di dalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga
mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan
dalam aktivitas produksi tersebut.
2. PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept). Artinya perhitungan
PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode tertentu.
Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode
sebelumnya.

Pemanfaatan

konsep

aliran

guna

menghitung

PDB,

memungkinkan untuk membandingkan jumlah output yang dihasilkan pada
tahun ini dengan tahun sebelumnya.
3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah negara (perekonomian domestik). Hal
ini memungkinkan untuk mengukur sejauh mana kebijaksanaankebijaksanaan
ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong perekonomian
domestik.

Guna menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data PDB yang digunakan
adalah data PDB riil (atas dasar harga konstan) karena dengan penggunaan data
PDB riil, pengaruh perubahan harga terhadap nilai PDB (atas dasar harga berlaku)
telah dihilangkan. Dengan demikian, maka pertumbuhan PDB semata-mata
hanyamencerminkan pertumbuhan output yang dihasilkan perekonomian pada
periode tertentu.
Selain itu, apablila tujuan perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah untuk
mengetahui

ada

tidaknya

peningkatan

kesejahteraan

masyarakat,

maka

pertumbuhan ekonomi seharusnya dihitung dengan data PDB riil per kapita.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah peningkatan hasil kegiatan ekonomi
seluruh unit ekonomi dalam suatu wilayah, atau sering dikatakan peningkatan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana produk atau hasil kegiatan
ekonomi dari seluruh unit ekonomi domestik adalah dalam wilayah kekuasaan
atau administratif seperti propinsi, atau kabupaten. Dengan demikian maka
perhitungan pertumbuhan ekonomi suatu daerah (propinsi) yang diikuti
peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dihitung dengan data PDRB riil per
kapita.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat
pertumbuhan ekonomi seperti metode sederhana, metode end to end, dan metode
regresi. Pemilihan metode pertumbuhan ekonomi tergantung pada kebutuhan dan
keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi dalam melakukan perhitungan.

a. Metode Sederhana
Metode sederhana adalah metode yang paling sederhana dalam
menghitung pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, metode ini mempunyai
kelemahan yaitu hanya bisa digunakan untuk menghitung tingkat
pertumbuhan tahunan (hanya satu tahun saja). Formulasi dari metode ini
adalah sebagai berikut:
r ( t−1,t )=

. (2.7)

PDBt−PDBt −1
x 100 ..............................
PDBt−1

Untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi untuk periode yang
lebih panjang (misalkan selama tiga tahun), maka tingkat pertumbuhan per
tahun harus dihitung terlebih dahulu dan kemudian dirata-ratakan dengan
cara berikut:

b.

Metode End to End
Guna mengatasi kelemahan metode sederhana, maka dikembangkan
metode end to end. Dengan metode ini, tingkat pertumbuhan dihitung dengan
rumus di bawah ini :

Dimana n adalah jumlah periode observasi.

c. Metode Regresi
Guna memadukan segi efisiensi dengan upaya menangkap gejolak nilai PDB
di antara awal dan akhir periode observasi, maka dikembangkan metode
perhitungan pertumbuhan dengan metode regresi. Dengan metode ini, tingkat
pertumbuhan dihitung dengan membentuk model semi-log seperti di bawah
ini:

Dalam persamaan 2.10, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun selama
periode observasi tercermin pada koefisien r. hal ini dapat dijelaskan dengan
jalan melihat total diferensial dari persamaan diatas, yaitu:

Sehingga

Hasil penurunan persamaan 2.12 di atas dapat dibaca dengan “jika t berubah t
satu tahun, maka PDB akan berubah sebesar (dPDB/PDB) %”. Hal ini tentu
saja tidak berbeda dengan definisi pertumbuhan pada metode-metode lainnya.
D. Data tentang masalah stagnan pembangunan
Pertumbuhan desa menjadi stagnan alias tidak berkembang karena
tidak optimalnya penggalian dan pemanfaatan potensi di pedesaan. Hal ini
terjadi karena tidak adanya perputaran ekonomi yang berarti. Padahal aktivitas
ekonomi pedesaan secar bertahap mutlak digerakan guna mampu memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Seperti yang diketahui, hampir 60% penduduk
Jawa Tengah tinggal di pedesaan dengan sumber pendapatan utama dari sector
pertanian. Pada tahun 2003, sector pertanian mampu menyerap sebanyak
4.427.409 tenaga kerja, dengan 3.771.063 unit usaha atau 54% dari total unit
usaha skala mikro dan kecil di Jawa Tengah. Artinya, sektor pertanian sangat
mempengaruhi kemajuan UMKM (usaha mikro dan kecil menengah) di
pedesaan.
Produktivitas tenaga kerja di pedesaan bisa dikatakan rendah.
Berdasarkan data 2003 tenaga kerja yang ditampung di sector pertanian
4.427.409 jiwa dengan kontribusi pada PDRB Rp 33.405,5 miliar. Laju PDRB
sector pertanian tersebut menurun -1,72%. Jika dibandingkan dengan sector
manufaktur di perkotaan misalnya, jumlah tenaga kerjanya 2.918.422 jiwa
dengan PDRB Rp 79.911,7 miliar. Laju PDRBnya mencapai 3,8%. Sektor
pertanian sebagai lapangan usaha utama penduduk pedesaan yang
memberikan nilai tambah bruto (NTB) per tenaga kerja Rp 6,95 juta pada
tahun 2003. Jumlah penduduk dan angkatan kerja di pedesaan belakangan ini
terus bertambah, sementara lapangan usaha tidak berkembang. Akibatnya
banyak tenaga kerja muda yang lari ke kota. Desa kehilangan sumber daya
manusia (SDM) yang potensial, mereka lebih memilih kota dengan sederet
daya tariknya.

Seperti yang dituturkan Kepala Dinas KUKM Jawa Barat, Drs. H.
Mustopa Djamaludin MSi, akibat dari semua itu banyak potensi desa praktis
tidak tergali optimal. Urbanisasi membuat desa kehilangan potensi SDM
sehingga potensi desa tidak dioptimalkan yang berpengaruh pada aktivitas
ekonomi di pedesaan. Akibatnya, desa tidak berkembang sekaligus aktivitas
perekonomian pun berhenti. Atas kenyataan itu, jelas ekonomi kota dan desa
menjadi timpang. Wilayah pedesaan yang identic dengan daerah produksi
komoditas primer sedangkan perkotaan daerah konsumsi yang kegiatannya di
sector manufaktur dan jasa. Komoditas dari desa diangkut ke kota untuk
memenuhi konsumsi masyarakat perkotaan, sebaliknya produk olahan
perkotaan dibawa ke desa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun,
kenyataannya pertumbuhan pasar di kota tidak terkait dengan desa-desa
sekitarnya. Pertumbuhan supermarket yang pesat di perkotaan atau ibu kota
kabupaten/kota, kecenderungannya hanya kepanjangan system distribusi
komoditas impor atau produk olahan yang bahan baku impor.
Rencana pembangunan dan realisasinya pada umumnya hanya terfokus
pada pembangunan fisik semata. Pembangunan sosial-budaya dan ekonomi
sangat kurang dilakukan bahkan kadang tidak dilakukan. Pembanguan sosialbudaya dan ekonomi desa pada umumnya tidak dirancang baik jenis kegiatan,
pelaksanaan maupun pendanaannya. Implikasi dari dominasi pembangunan
yang sifatnya fisik didesa adalah terjadinya stagnasi atau bahkan kemunduran
perkembangan sosial-budaya dan ekonomi masyarakat desa. Perkembangan
sosial-budaya dan ekonomi masyarakat desa sangat jauh tertinggal dari
masyarakat kota. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat desa pada
umumnya hanya bergerak tanpa perencanaan.
Melihat

kondisi

ini,

program

pertumbuhan

desa

dalam

mengembangkan potensi desa tepat dilakukan. Terutama dalam mengejar
target indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2010 sebesar 80.
Pemerintah menganggap program pertumbuhan desa sebagai langkah strategis
untuk mengembangkan pedesaan. Oleh karena itu pemerintah menyusun
program

pertumbuhan

melalui

pendekatan

cooperative.

Dalam

pelaksanaannya, pemerintah telah merencanakan dan menyusun tahapan
pembangunan desa baik dari segi ekonomi, social, budaya dan agama. Hal ini
dilakukan dengan penataan kelembagaan ekonomi di desa supaya pola
manajemen dan pola pengembangannya jelas, penguatan baik menyangkut
pembiayaan atau sarana pendukung pembiayaan atau permodalan dalam skala
mikro dan penguatan SDMnya melalui pelatihan terutama bagi SDM yang ada
dikelompok usaha masyarakat yang memiliki nilai ekonomis.
E. Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi
Menurut Riyadi (Field, 2010) pembangunan adalah suatu usaha atau
proses perubahan, demi tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu
masyarakat

(dan

individu-individu

didalamnya)

yang

berkehendak

dan

melaksanakan pembangunan.
Sebagai suatu sistem, pembangunan harus dapat menghasilkan perubahan
struktural yang seimbang. Perubahan struktural terus terjadi pada perekonomian
Indonesia, akan tetapi perubahan yang terjadi menghasilkan adanya ketimpangan
antarsektor yang kemudian menumbuhkan struktur ekonomi yang rapuh, yaitu
struktur ekonomi yang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh perubahanperubahan yang terjadi di suatu sektor tanpa dapat digantikan oleh sektor lainnya.
Sebagai contoh, pembangunan industri yang kurang memperhatikan dan
memanfaatkan sumber daya alam dan hasil pertanian yang melimpah yang kita
miliki, dengan mudah tergoyang oleh perubahan-perubahan yang terjadi di dunia
luar.
Pembangunan pedesaan merupakan bentuk pembangunan yang dilakukan
di pedesaan. Salah satu ciri wilayah pedesaan adalah sebagian besar penduduknya
hidup dari sektor petanian (termasuk di dalamnya peternakan, perkebunan dan
perikanan). Sebagaimana umumnya yang terjadi di negara berkembang, penduduk
yang menggantungkan diri pada sektor pertanian ini merupakan bagian penduduk
yang berpendapatan rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai tambah sektor
pertanian yang relatif kecil apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di
sektor non pertanian.

Sebagian terbesar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. Meskipun
persentasinya dari tahun ke tahun cenderung menurun, tetapi secara absolut
jumlahnya masih terus meningkat. Menurut hasil sensus penduduk tahun 1980,
jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan sebanyak 115 juta jiwa atau 78 % dari
jumlah penduduk Indonesia seluruhnya. Pada tahun 1990, jumlah penduduk yang
tingggal di pedesaan sebesar 124 jiwa dengan persentase terhadap penduduk
Indonesia menurun menjadi 69 %. Berdasarkan pertumbuhan ini, maka pada akhir
periode Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II) Persentase penduduk yang
tinggal di pedesaan di proyeksikan masih 48 %. Melihat kecendrungan data ini,
penduduk yang tinggal di pedesaan dari tahun 1980-1990 sudah berkurang
sebanyak 9 %, dan diperkirakan akan terus berkurang pada tahun-tahun
berikutnya, dikarenakan sektor pertanian sudah tidak bisa diharapkan lagi dalam
menopang perekonomian masyarakat.
Dari total penduduk sektor pertanian yang berjumlah 54 % dari penduduk
Indonesia pada tahun 1993, nilai tambah yang dihasilkan adalah 18,5 % dari
keluaran total pada tahun yang sama (BPS, 1995). Fakta ini menunjukkan bahwa
hanya seperlima pendapatan total yang diterima oleh seluruh penduduk dari sektor
pertanian yang berjumlah lebih dari setengah penduduk Indonesia. Walaupun
secara nominal pendapatan rata-rata penduduk di sektor pertanian meningkat,
namun pendapatan penduduk di sektor non pertanian jauh lebih banyak
peningkatannya. Hal ini mengakibatkan kesenjangan pendapatan antara sektor
pertanian dan non pertanian yang semakin lebar dan terjadinya marginalisasi
sektor pertanian. (Merancang Model Pengembangan Masyarakat Pedesaan
Dengan Pendekatan System Dynamics, LIPI 2009).
Adanya stagnasi pembangunan di pedesaan akan berdampak pada
kesenjangan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian ini mengakibatkan
adanya kecendrungan pada tenaga kerja sektor pertanian untuk berpindah ke
sektor non pertanian sehingga mendorong terjadinya migrasi dari desa ke kota.
Dengan demikian, kesenjangan pendapatan antara sektor pertanian dan non
pertanian secara langsung mengakibatkan tingkat penganggguran yang tinggi di
perkotaan.

Permasalahan di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya adalah
pembangunan yang dijadikan fokus pemerintah telah mengakibatkan kesenjangan
pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian yang semakin besar, yang
berdampak pada marginalisasi sektor pertanian. Terlebih pertanian di Indonesia
tidak di dorong untuk melakukan transfer teknologi dan perubahan lainnya kearah
peningkatan kualitas produksi. Sebagai indikator, sebagian besar tidak ada alih
teknologi dalam pertanian di Indonesia, sehingga hasil pertanian hanyalah
subsisten, bukan untuk meningkatkan penghasilan. Disisi lain pembangunan yang
dicanangkan pemerintah semakin mempersempit area pertanian di Indonesia,
sehingga muncul dua hal pokok, yaitu tidak adanya penguatan pada kualitas dan
kuantitas produksi dan semakin sempitnya area pertanian. Oleh karena itu
Indonesia tertinggal jauh dari Thailand dan Vietnam yang orientasi pertaniannya
adalah nilai tambah ekonomis, sehingga bisa melakukan ekspor ke Indonesia.
Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan
indikator yang lazim dipergunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan.
Stagnasi pembangunan di pedesaan akan berdampak pada terjadinya stagnasi
kemiskinan pada sektor pertanian di Indonesia, yang istilah sederhananya adalah
sangat sulit jika petani di Indonesia bisa naik kelas, minimal menjadi kelas
menengah sebagaimana di Brazil, Thailand ataupun Vietnam.

III.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan diatasa maka dapat disimpulkan :
1. Definisi pembangunan pertanian adalah upaya-upaya yang diarahkan
untuk

meningkatkan

ketersediaan

dan

kualitas

infrastruktur

kepemilikaan lahan pertanian pedesaan, menciptakan struktur
kepemilikan lahan pertanian yang lebih baik dan adil .
2. Cara pengukurn yang digunakan untuk menilain kemerataan
distribusi pendapatan ada tiga persamaan yaitu PNB = PDB + F
;NNP = PNB – D; PN = NNP – Ttl
3. Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi
adalah tingkat pertumbuhan PDB. Ada beberapa alasan yang
mendasari pemilihan pertumbuhan PDB dan bukan indikator lainnya
(seperti PNB) sebagai pertumbuhan.
4. Dampak permasalah terhadap ekonomi di Indonesia seperlima
pendapatan total yang diterima oleh seluruh penduduk dari sektor
pertanian yang berjumlah lebih dari setengah penduduk Indonesia.
Walaupun secara nominal pendapatan rata-rata penduduk di sektor
pertanian meningkat, namun pendapatan penduduk di sektor non
pertanian jauh lebih banyak peningkatannya. Hal ini mengakibatkan
kesenjangan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian
yang semakin lebar dan terjadinya marginalisasi sektor pertanian.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi,2002,Manajemen Penelitian,Jakarta,Rineka Cipta
Field, John. 2010. Modal Ekonomi.Bantul: Kreast Wacana.
Tambunan,2001.Ekonomi Pembangunan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya