BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinde r Dengan Campuran Bahan Bakar Solar dan Bahan Bakar LPG Melalui Vacuum Regulator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar Diesel

  Bahan bakar diesel yang sering disebut solar (light oil) merupakan suatu campuran hidrokarbon yang diperoleh dari penyulingan minyak mentah pada

  o o

  temperatur 200 C

  C. Minyak solar yang sering digunakan adalah

  • –340 hidrokarbon rantai lurus hetadecene (C

  16 H 34 ) dan alpha-methilnapthalene (Darmanto, 2006).

  Sifat-sifat bahan bakar diesel yang mempengaruhi prestasi dari motor diesel antara lain: Penguapan (volality), residu karbon, viskositas, belerang, abu dan endapan, titik nyala, titik tuang, sifat korosi, mutu nyala dan cetane number (Mathur, Sharma, 1980).

  a. Penguapan (Volality). Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90% suhu penyulingan. Ini adalah suhu dengan 90 % dari contoh minyak yang telah disuling, semakin rendah suhu ini maka semakin tinggi penguapannya.

  b. Residu karbon. Residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis Bahan yang diuapkan dari minyak, diperbolehkan residu karbon maksimum 0,10 %.

  c. Viskositas.

  Viskositas minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter kecil tertentu, semakin rendah jumlah detiknya berarti semakin rendah viskositasnya.

  d. Belerang.

  Belerang dalam bahan bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas yang sangat korosif yang diembunkan oleh dinding-dinding silinder, terutama ketika mesin beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun; kandungan belerang dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 0,5 %-1,5 %. e. Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan mengeras yang mengakibatkan keausan mesin. Kandungan abu maksimal yang diijinkan adalah 0,01% dan endapan 0,05%.

  f. Titik nyala. Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala api. Titik nyala minimum untuk bahan bakar

  o

  diesel adalah 60 C.

  g. Titik Tuang Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku/berhenti mengalir. Titik tuang

  o

  minimum untuk bahan bakar diesel adalah -15 C.

  h. Sifat korosif.

  Bahan bakar minyak tidak boleh mengandung bahan yang bersifat korosif dan tidak boleh mengandung asam basa. i. Mutu penyalaan. Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika diinjeksikan ke dalam pengisian udara tekan dalam silinder mesin diesel. Suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan siap menyala, dengan sedikit keterlambatan penyalaan bahan bakar dengan mutu penyalaan yang buruk akan menyala dengan sangat terlambat. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus, tidak bising, terutama akan menonjol pada beban ringan. j. Bilangan Cetana (Cetane Number). Mutu penyalaan yang diukur dengan indeks yang disebut Cetana. Mesin dieselmemerlukan bilangan cetana sekitar 50. Bilangan cetana bahan bakar adalah persen volume dari cetana dalam campuran cetana dan alpha-metyl

  

naphthalene. Cetana mempunyai mutu penyalaaan yang sangat baik dan alpha-

metyl naphthalene mempunyai mutu penyalaaan yang buruk. Bilangan cetana

  48 berarti bahan bakar cetana dengan campuran yang terdiri atas 48% cetana dan 52% alpha- metyl naphthalene.

Tabel 2.1 Spesifikasi Minyak Solar

  11 Biological Growth -

  21 Warna No.ASTM -

  20 Penampilan Visual - Jernih dan Terang

  19 Partikulat mg/l - - D2276

  18 Bilangan Asam Total mgKOH/gr - 0,6 D-664

  17 Bilangan Asam Kuat mgKOH/gr - D-664

  16 Kandungan Sedimen %m/m - 0,01 D-473

  15 Kandungan Abu %m/m - 0,01 D-482

  14 Korosi Bilah Tembaga M erit - Kelas I D-130

  10 D-4815

  13 Kandungan M etanol dan Etanol %v/v -

  10

  12 Kandungan FAM E %v/v

  10 Kandungan air M g/kg - 500 D-1744

  No Karakteristik Unit Batasan M etode Uji M IN MAX ASTM

  9 Karbon Residu M erit - Kelas I D-4530

  18 D-97

  8 Titik Tuang o C -

  7 Titik Nyala o

C

60 - D-93

  6 Distilasi : T95 o C - 370 D-86

  5 Kandungan Sulfur %m/m - 0,35 D-1552

  5 D-1298

  2

  4 Viskositas pada 40 o C mm

2

/s

  3 Berat Jenis Pada 15 o C Kg/m 3 815 870 D-1298

  2 Indeks Setana 48 - D-4737

  1 Angka Setana 45 - D-613

  IP

  3 D-1500 Sumber: Surat Keputusan Dirjen Migas 3675/K/24/DJM/2006

2.2 Bahan Bakar LPG

2.2.1 Pendahuluan LPG

  Kata elpiji berasal dari pelafalan singkatan bahasa Inggris yaitu LPG

  (Liquified Petroleum Gas, arti secara harfiah yaitu "gas minyak bumi yang

  dicairkan"). LPG atau kita sering menyebut gas elpiji berasal dari hasil pengolahan minyak bumi. Di alam ini, minyak bumi (petroleum) ditemukan bersama-sama dengan gas alam (natural gas). Kemudian minyak bumi dipisahkan dari gas alam. Minyak bumi yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga minyak mentah (crude oil). Minyak mentah merupakan campuran yang kompleks dengan komponen utama alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna, siklo-alkana, aromatik, dan senyawa anorganik. Meskipun kompleks, untungnya terdapat cara mudah untuk memisahkan komponen-komponennya, yakni berdasarkan perbedaan nilai titik didihnya. Proses ini disebut destilasi bertingkat. Untuk mendapatkan produk akhir sesuai dengan yang diinginkan, maka sebagian hasil dari destilasi bertingkat perlu diolah lebih lanjut melalui proses konversi, pemisahan pengotor dalam fraksi, dan pencampuran fraksi.

  Dalam proses destilasi bertingkat, minyak mentah tidak dipisahkan menjadi komponen-komponen murni, melainkan ke dalam fraksi- fraksi, yakni kelompok-kelompok yang mempunyai kisaran titik didih tertentu. Hal ini dikarenakan jenis komponen hidrokarbon begitu banyak dan isomer- isomer hidrokarbon mempunyai titik didih yang berdekatan. Sehingga bisa dikatakan bahwa berdasarkan titik didih inilah minyak mentah mengalami pemisahan menjadi bahan-bahan lainnya. Berdasarkan suhunya, secara berturut-turut dimulai bagian paling bawah, minyak mentah akan terpisah menjadi residu (>300

  C), minyak berat, yang digunakan sebagai bahan kimia (150-300 C), solar (105-

  150

  C), kerosin (85-105

  C), bensin/gasolin (50-85

  C), dan gas (0-50

  C). Bagian terakhir yang berupa gas inilah asal usulnya LPG (tentunya setelah melalui pengolahan lanjutan) yang sehari- hari kita gunakan, salah satunya untuk bahan bakar kompor gas.

2.2.2 Jenis dan Komponen LPG

  Menurut Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No.

  25K/36/DDJM/1990 spesifikasi LPG dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu LPG campuran (mixed LPG), LPG Propana (Prophene LPG), dan LPG Butana (Buthene LPG).

  LPG merupakan salah satu hasil produksi dari destilasi minyak bumi atau proses pemisahan gas alam. Kandungan utama dari LPG adalah Propana dan Butana, komposisi ini berlainan di tiap-tiap negara, di Indonesia LPG mempunyai komposisi Propana 30% dan Butana 70%. LPG mempunyai bentuk gas dalam suhu kamar dan tidak mempunyai warna dan bau, titik didihnya -6,3 C untuk Butana dan -42,2 C untuk Propana. LPG lebih mudah ditransportasikan dan dikemas dalam tabung karena LPG dalam bentuk cair mempunyai tekanan moderat sekitar 8 bar dibandingkan dengan LNG yang mempunyai tekanan dalam tabung sekitar 200 bar sehingga dibutuhkan tabung yang lebih kuat dan tebal untuk gas alam cair. [Kristyadi MS,2002]

  LPG yang dipakai untuk bahan bakar kompor gas adalah jenis LPG campuran. LPG ini merupakan salah satu produk yang dipasarkan oleh Pertamina Direktorat Pembekalan Dan Pemasaran Dalam Negeri (Dit. PPDN), dengan merk dagang LPG (Liquid Petroleum Gas). Komponen utama dari LPG adalah Propana (C3H8) dan Butana (C4H10). Disamping itu, LPG juga mengandung senyawa hidrokarbon ringan yang lain dalam jumlah kecil, yaitu Etana (C2H6) dan Pentana (C5H12).

2.2.3 Sifat-Sifat LPG

  Berikut ini sifat-sifat LPG yang perlu diketahui agar kita bisa mengunakannya dengan aman.

  1. Wujud Gas elpiji yang ada di dalam tabung, wujudnya cair dan sebagian berwujud uap. Namun apabila gas tersebut dikeluarkan dari tabung, wujudnya berubah menjadi gas. Wujud awal dari LPG adalah gas. Namun di pasaran dijual dalam bentuk cair. Mengapa bisa seperti itu? demikian penjelasannya.

  Pada dasarnya untuk bahan yang berwujud gas berlaku ketentuan seperti ini:

  “Wujud gas akan berubah menjadi wujud cair apabila temperatur diperkecil atau tekanannya diperbesar ”. Dengan adanya perubahan wujud akibat temperatur dan tekanan, maka volume gas juga berubah. Volume gas yang berwujud cair akan menjadi lebih kecil apabila dibandingkan dengan volume gas ketika masih berwujud gas. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasanya sekitar 250:1.

  Kemampuan gas bisa berubah wujud menjadi cair merupakan kelebihan dari bahan-bahan gas yaitu volumenya bisa menjadi mengecil. Kelebihan ini diaplikasikan terutama untuk menyimpan dan mengirim gas dalam tangki, dimana dengan cara tersebut secara ekonomi sangat menguntungkan.

  Berdasarkan cara pencairannya, LPG dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. LPG Refrigerated

  LPG Refrigerated adalah LPG yang dicairkan dengan cara didinginkan (titik cair Propan adalah sekitar -42°C, dan titik cair Butan sekitar -0.5°C). Cara pencairan LPG jenis ini umum digunakan untuk mengapalkan LPG dalam jumlah besar. Misalnya, mengirim LPG dari negara Arab ke Indonesia. Dibutuhkan tanki penyimpanan khusus yang harus didinginkan agar LPG tetap dapat berbentuk cair serta dibutuhkan proses khusus untuk mengubah LPG Refrigerated menjadi LPG Pressurized.

  b. LPG Pressurized LPG Pressurized adalah LPG yang dicairkan dengan cara ditekan dengan tekanan (pressure) sekitar 4-5 kg/cm

  

2

  . LPG jenis ini disimpan dalam tabung atau tanki khusus bertekanan tinggi. LPG jenis inilah yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi di rumah tangga dan industri, karena penyimpanan dan penggunaannya tidak memerlukan penanganan khusus seperti LPG Refrigerated. Tekanan uap ELPIJI cair dalam tabung yang diproduksi oleh Pertamina sekitar 5.0

  2 .

  • – 6.2 Kg/cm

  3 Jumlah gas diukur berdasarkan volumenya (V) dengan satuan m .

  Tetapi apabila gas tersebut berwujud cair, maka jumlah gas diukur berdasarkan massanya (m) dengan satuan kilogram (kg), sebagai contoh seperti kalau kita membeli LPG ukuran 3 kg.

  LPG dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal

  

expansion ) dari cairan yang dikandungnya, tabung LPG tidak diisi secara

penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya.

  2. Massa Jenis (density) Kepadatan massa atau kepadatan material atau massa jenis adalah massa per satuan volume. Simbol yang paling sering digunakan untuk kerapatan ρ

  (disebut rho). Massa jenis gas yaitu banyaknya massa (kg) dari gas yang

  3

  mempunyai volume sebesar 1,0 m pada kondisi tertentu (diukur pada suhu

  2 C, dan tekanan 1013 mbar / 1,013 kg/cm ). Massa jenis gas propan adalah

  3

  3

  3 2,004 kg/m , gas butan adalah 2,703 kg/m , dan udara sebesar 1,293 kg/m .

  3 Dari sini kita bisa tahu bahwa dengan volume yang sama yaitu 1,0 m , massa

  propan, butan dan udara berbeda-beda. Massa butan lebih besar bila dibandingkan dengan massa propan, massa propan lebih besar daripada massa udara, dan massa kedua gas tersebut (butan dan propan) lebih besar daripada massa udara. Pengetahuan tentang massa jenis ini penting untuk memahami perilaku gas bila gas tersebut terlepas di udara bebas, apakah gas tersebut naik ke atas atau turun ke bawah (dan akan berada di atas permukaan tanah).

  3. Specific Gravity Specific gravity adalah perbandingan antara massa jenis fluida (fluid

density) dengan massa jenis fluida tertentu (specified reference density). Yang

  digunakan sebagai fluida pembanding bisa berbeda-beda. Misalnya untuk cairan, maka sebagai fluida pembandingnya (reference density) adalah air pada

  o

  suhu 4

  C. Sedangkan untuk gas, sebagai fluida pembandingnya adalah udara (biasanya pada suhu 20

  C). Specific gravity merupakan sebuah perbandingan, sehingga specific gravity tidak mempunyai satuan. Meskipun pengertiannya tidak sama persis (tetapi pada dasarnya adalah sama), ada yang menterjemahkan specific gravity dengan massa jenis relatif (relative

  

density) . Selanjutnya dalam tulisan ini untuk menyebut istilah specific gravity

kita gunakan istilah massa jenis relatif.

  Massa jenis relatif gas adalah perbandingan antara massa jenis gas dengan massa jenis udara (udara luar atau udara bebas). Massa jenis relatif udara adalah 1. Angka ini didapat dari massa jenis udara dibandingkan dengan massa

  

3

  3

  jenis udara itu sendiri, yaitu 1,293 kg/m : 1,293 kg/m sama dengan 1. Dengan cara yang sama kita bisa menghitung massa jenis relatif dari propan yaitu 2,004

  3

  3

  kg/m : 1,293 kg/m sama dengan 1,55 dan massa jenis relatif dari butan adalah sebesar 2,09. Apabila massa jenis relatif dari suatu gas lebih kecil daripada 1, maka gas tersebut akan naik ke udara. Namun apabila massa jenis relatifnya lebih kecil dari 1, maka gas tersebut akan turun ke tanah (mencari/mengalir ke tempat yang lebih rendah). Dengan mengetahui bahwa massa jenis relatif gas propan dan butan lebih besar dari udara, maka apabila kita menyimpan LPG harus memberi ventilasi yang diletakkan rata dengan tanah/lantai (bila memungkinkan) atau dinaikkan sedikit. Hal ini dimaksudkan apabila ada kebocoran LPG, gas tersebut bisa cepat keluar dan bercampur dengan udara bebas. Di samping itu, dengan alasan yang sama seperti dia atas, kita jangan menyimpan tabung LPG di ruangan bawah tanah.

  4. Temperatur Nyala (Ignition Temperature) Temperatur nyala dari bahan bakar gas pada umumnya antara 450 C sampai dengan 650

  C. Dengan temperatur seperti itu, gas yang diletakkan di udara bebas akan menjadi panas dan akan terjadi pembakaran. Temperatur nyala untuk propan adalah 510

  C, sedangkan butan adalah 460

  C. Dari data ini kita bisa tahu bahwa apabila ada LPG yang terlepas atau bocor dari tabung gas ke udara bebas, gas tersebut tidak akan terbakar dengan sendirinya. Karena temperatur udara bebas biasanya sekitar 27

  C. Untuk menimbulkan nyala pada peralatan yang menggunakan bahan bakar gas, misalnya kompor gas, kita menggunakan alat penyala atau api penyala. Apabila temperatur udara bebas ini minimal sama dengan temperatur nyala, maka gas tersebut berada dalam kondisi autoignition temperature yaitu temperatur terendah dimana bahan akan terbakar dengan sendirinya tanpa diberi sumber nyala.

  5. Batas Nyala (Flammable Range) Batas nyala (Flammable Range) atau disebut juga batas meledak

  

(Explosive Range ) adalah perbandingan campuran (dalam bentuk prosentase)

  antara gas dengan udara, dimana pada batas tersebut dapat terjadi nyala api atau ledakan. Untuk bisa terjadi nyala api atau ledakan, besarnya perbandingan antara uap gas dan udara tidak memiliki nilai (angka) yang tunggal, tetapi merupakan nilai-nilai yang mempunyai batas bawah dan batas atas. Jadi apabila terjadi campuran antara gas dan udara dalam rentang nilai bawah dan nilai atas, maka akan terjadi nyala api atau ledakan. Nilai batas nyala bawah disebut juga Lower Explosive Limit (LEL) yaitu batas minimal konsentrasi uap bahan bakar di udara dimana bila ada sumber api, gas tersebut akan terbakar. Sedangkan nilai batas atas atau Upper Explosive Limit (UEL) yaitu batas konsentrasi maksimal uap bahan bakar di udara dimana bila ada sumber api, gas tersebut akan terbakar. Batas nyala (Flammable Range) untuk propan adalah antara 2,4% sampai dengan 9,6% dan butan antara 1,9% sampai dengan 8,6%. Ini artinya bahwa misalnya terjadi campuran 2,4% propan dengan 97,6% udara, maka campuran tersebut akan dapat menyala, tetapi jumlah gas propan ini merupakan jumlah yang minimal. Apabila jumlah propan kurang dari 2,4%, maka tidak akan terjadi nyala. Demikian sebaliknya, apabila jumlah propan lebih dari 9,6% juga tidak akan terjadi nyala. Sebagai contoh terjadi campuran 15% propan dan 85% udara, maka tidak akan terjadi nyala. Jadi kesimpulannya bahwa meskipun ada sumber api tetapi karena perbandingan campuran antara propan dengan udara di bawah atau di atas batas nyala (Flammable Range) , maka tidak akan terjadi pembakaran. Dengan mengetahui batas nyala (flammable range) dari gas, kita bisa mencegah dan mengantsipasi bahaya dari LPG (elpiji) tersebut. Dengan mengetahui bahwa gas akan terbakar apabila mempunyai campuran dengan udara dengan perbandingan tertentu, maka apabila ada gas yang bocor, salah satu tindakan sederhana yang bisa lakukan adalah de ngan membuka pintu atau jendela atau berusaha mengipas- ngipas gas tersebut agar keluar ruangan. Hal ini dimaksudkan gas tersebut komposisi campurannya kurang dari 1,9% (untuk gas propan). Dengan demikian gas tersebut tidak bisa terbakar, meskipun ada sumber api.

2.3 Mesin Diesel

  Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Mesin diesel pertama kali ditemukan oleh Rudolf Diesel pada tahun 1892. Prinsip kerja pembakaran motor diesel yaitu udara segar dihisap masuk kedalam silinder atau ruang bakar kemudian udara tersebut dikompressi oleh torak sehingga udara memiliki temperatur dan tekanan yang tinggi, dan sebelum torak mencapai titik mati atas, bahan bakar disemprotkan ke ruang bakar dan terjadilah pembakaran.

  Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15

  • – 22, sedangkan tekanan kompresinya mencapai 20

  C. Aplikasi

  • – 40 bar dengan suhu 500 – 700 dari motor diesel banyak pada industri- industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana (Kubota, S., dkk, 2001).

  Mesin diesel menghasilkan tekanan kerja yang tinggi, itu sebabnya konstruksi motor diesel lebih kokoh dan lebih besar. Disamping itu, mesin diesel menghasilkan bunyi yang lebih keras, warna dan bau gas yang kurang menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi udara, motor diesel masih lebih disukai (Mathur, 1980).

  Menurut Willard W.P (1996) efisiensi termis motor diesel berada di bawah 50% sedangkan menurut Khovakh (1979), efisiensi termis berkisar pada 29% - 42% dan sisanya adalah kerugian-kerugian energi. Energi kalor yang dimanfaatkan oleh mesin tidaklah terlalu besar,sisanya merupakan kerugian - kerugian energi, diantaranya energi kalor yang hilang akibat pendinginan mesin, energi kalor yang hilang bersama gas buang, energi kalor yang hilang akibat pembakaran tidak sempurna, energi kalor yang hilang karena kebocoran gas, dan kehilangan lainnya akibat radiasi dan konveksi.

  Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, Thermodynamics: An

  Engineering Approach, 5 th ed, McGraw-Hill, 2006.).

Gambar 2.1 P-v diagram

  Keterangan Gambar: P = Tekanan (kPa)

3 V = Volume Spesifik (m /kg)

  q in = Kalor yang masuk (kJ/kg) q out = Kalor yang dibuang (kJ/kg)

Gambar 2.2 Diagram T-S Mesin Diesel

  Keterangan Gambar : T = Temperatur (K) S = Entropi (kJ/kg.K)

  q in = Kalor yang masuk (kJ/kg) q out = Kalor yang dibuang (kJ/kg)

  Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik 2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik 4-1 Pengeluaran Kalor pada Volume Konstan

2.3.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel

  Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah :

Gambar 2.3 Prinsip Kerja Mesin Diesel

  ( Sumber : www. Scribd.Com )

  1. Langkah Isap Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB

  (Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang menyebabkan ruang didalam silinder menjadi vakum,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.

  2. Langkah kompresi Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua katup tertutup. Udara murni yang terhisap tadi terkompresi dalam ruang bakar.

  Karena terkompresi suhu dan tekanan udara tersebut naik hingga mencapai 35 atm dengan temperatur 500 ⁰ - 800⁰ (pada perbandingan kompresi 20 : 1).

  3. Langkah Usaha Poros engkol masih terus berputar, beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA di akhir langkah kompresi, bahan bahar diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Karena suhu udara kompresi yang tinggi terjadilah pembakaran yang menghasilkan tekanan eksplosif yang mendorong piston bergerak dari TMA ke

  TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup. Gaya dorong ke bawah diteruskan oleh batang piston ke poros engkol untuk dirubah menjadi gerak rotasi. Langkah usaha ini berhenti ketika katup buang mulai membuka beberapa derajat sebelum torak mencapai TMB.

  4. Langkah Buang Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywhell akan menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot

2.3.2 Teori Pe mbakaran

  Pada motor bakar, proses pembakaran merupakan reaksi kimia yang berlangsung sangat cepat antara bahan bakar dengan oksigen yang menimbulkan panas, sehingga mengakibatkan tekanan dan temperatur gas yang tinggi. Kebutuhan oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang memerlukan campuran antara oksigen dan nitrogen, serta beberapa gas lain dengan persentase yang relatif kecil dan dapat diabaikan. Reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen yang diperoleh dari udara akan menghasilkan produk hasil pembakaran yang komposisinya tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi. Dalam pembakaran, proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut

Gambar 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel

  Pembakaran diatas dikatakan sempurna bila camp uran bahan bakar dan oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran “lean” (kurus), pembakaran ini menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (atau tidak cukup oksigen), dikatakan campuran “rich” (kaya), pembakaran ini menghasilkan api reduksi.

  Dalam pembakaran, ada pengertian udara primer yaitu udara yang dicampurkan dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan udara sekunder yaitu udara yang dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah burner, melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain pada dinding dapur.

  Produk pembakaran campuran udara-bahan bakar dapat dibedakan menjadi :

  1. Pembakaran sempurna (Pembakaran Ideal) Setiap pembakaran sempurna menghasilkan karbon dioksida dan air.

  Peristiwa ini hanya dapat berlangsung denga perbandingan udara-bahan bakar stoikiometris dan waktu pembakaran yang cukup bagi proses ini.

  2. Pembakaran tak sempurna Peristiwa ini terjadi bila tidak tersedia cukup oksigen. Produk pembakaran ini adalah hidrokarbon terbakar maka aldehide, ketone, asam karbosiklis dan sebagian karbon monoksida menjadi polutan dalam gas buang.

  3. Pembakaran denga udara berlebihan Pada kondisi temperatur tinggi, nitrogen dan oksigen dari udara pembakaran akan bereaksi dan akan membentuk oksida nitrogen (NO dan NO

  2 )

2.4 Performansi Motor Bakar

2.4.1 Daya Poros

  Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros d ibangkitkan oleh daya indikator, yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu adalah : ................(2.1)

  Dimana : P B = daya ( W ) T = torsi ( N.m ) n = putaran mesin ( Rpm )

  2.4.2 Torsi

  Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat

  dynamometer . Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer

  dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik.

  T = …………………………...(2.2)

  2.4.3 Kons umsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

  Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan.

  SFC = ………… (2.3)

  Dengan : SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam) P B = daya (kW)

  = konsumsi bahan bakar (kg/jam)

  2.4.4 Efisiensi The rmal

  Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimium yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake ( b ).

  brake thermal efficiency, η

  Jika daya keluaran P B dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar m f dalam satuan kg/jam, maka:

  b = 3600

  η …………… (2.4)

  2.4.5 Rasio Udara - Bahan Bakar (AFR)

  Energi yang masuk kedalam sebuah mesin berasal dari pembakaran bahan bakar hidrokarbon. Udara digunakan untuk menyuplai oksigen yang dibutuhkan untuk mendapatkan reaksi kimia didalam ruang bakar. Agar terjadinya reaksi pembakaran, jumlah oksigen dan bahan bakar harus tepat. Yang dirumuskan sebagai berikut:

  ……………………(2.5) ……………………..(2.6) Dimana: massa udara di dalam silinder per siklus massa bahan bakar di dalam silinder per siklus laju aliran udara didalam mesin laju aliran bahan bakar di dalam mesin tekanan udara masuk silinder temperatur udara masuk silinder konstanta udara volume langkah (displacement) volume sisa

2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar

  Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.

  Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan

  Dulong :

  HHV = 33950 + 144200 (H

  2 - ) + 9400 S......(2.9)

  Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg) C = Persentase karbon dalam bahan bakar H

  2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

  O

  2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar S = Persentase sulfur dalam bahan bakar Nilai kalor bawah ( Low Heating Value, LHV ), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

  Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada

  2

  tekanan parsial 20 kN/m (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

  LHV = HHV

  2 )............. (2.10)

  • – 2400 (M + 9 H Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

  M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical

  Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan

  peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2.6 Emisi Gas Buang

  Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas (ketebalan asap). Opasitas sendiri adalah tingkat ketebalan asap/gas buang dari mesin.

  Pada pengujian ini digunakan alat Heshbon Automative Opacity

  Smokemeter, dimana alat ini digunakan untuk mengukur tingkat ketebalan

  (opacity) dari gas buang kendaraan. Alat ini sendiri bekerja dengan prinsip penerangan cahaya. Dimana gas buang kendaraan lewat melalui sebuah tabung yang didalamnya telah terpasang lampu. Kemudian, alat pendeteksi photodiode, mendeteksi ketebalan gas buang tersebut dan mengkonversi nilainya untuk dimunculkan pada display.

  Adapun Standart nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang.

Tabel 2.2 Standar Emisi Gas Buang

  Parameter Tahun Opacity

  Kategori CO HC

  Pembuatan (% (%) (ppm)

  HSU)

  • < 2007 4,5 1200 Berpenggerak Motor Bakar cetus api (bensin) 1,5 200
  • Berpenggerak Motor Bakar Penyalaan Kompresi (Diesel)
  • < 2010

  ≥ 2007

  70 GVW ≤ 3,5 Ton

  40 ≥ 2010 < 2010 - 70 -

  GvVW ≥ 3,5 Ton

  50 ≥ 2010

  (sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang)

2.6 Sistem Kit Konversi

  Tekanan tinggi (sekitar 200 bar), regulator gas, mixer, pipa, switch BBG/BBM dan pressure gauge). Lalu, dimulailah pengisian BBG ke kendaraan yang dilakukan pada tekanan sekitar 200 bar.

  Sistem kerja kit konversi adalah sebagai berikut: Bahan bakar gas dimasukkan ke tabung BBG melalui kerangan pengisian BBG pada tekanan tinggi melalui pipa tekanan tinggi, kemudian gas disalurkan ke mesin. Tekanan gas diturunkan ke atmosfir (LK.1) oleh penurun tekanan. Kemudian dicampur dengan udara oleh pencampur udara dan gas dan selanjutnya masuk ke ruang bakar untuk dibakar. Kendaraan bermotor dapat dioperasikan memakai bahan bakar gas atau bensin. Pengaturan operasinya diatur oleh sakelar pemilih yang menutup atau membuka kerangan otomatis dan untuk gas atau bensin. Banyaknya vo lume gas yang tersimpan di tangki dapat dilihat di manometer.

  Dalam pemakaian BBG untuk kendaraan tidak ada perubahan-perubahan pada mesin kendaraan, yang ada hanya penambahan peralatan kit konversi. Bila prosedur pemasangan dan pemeliharaan alat ini dilaksanakan dengan baik maka penggunaannya akan aman. (Hadi Purnomo, dari Badan Pengkaji dan penerapan teknologi.2006)

  Banyaknya volume gas yang tersimpan di tangki dapat dilihat di manometer (4). Dalam pemakaian BBG untuk kendaraan tidak ada perubahan- perubahan pada mesin kendaraan, yang ada hanya penambahan peralatan kit konversi. Bila prosedur pemasangan dan pemeliharaan alat ini dilaksanakan dengan baik maka penggunaannya akan aman. , (Tulus Burhanuddin, 2002). Sedangkan pada mobil volvo digunakan dua bahan bakar yaitu gas dan gasolin. Menggunakan converter kits terdiri dari tabung gas, perpipaan, sakalr pemindah, relay, kran pemindah, regulator tekanan rendah micro processor. dll. Fred Hammond, Daniel JohnstonApril 3, 1996. Terdapat 2 Teknik dalam penggunaan Gas sebagai BBG:

  1. Gas dihisap dengan menggunakan efek vacuum pada pada ruang bakar

  2. Gas di inject kedalam ruang bakar ( Sistem Injeksi )

1. Gas dihisap dengan me nggunakan efek vacuum pada ruang bakar

  Peralatan kit konversi terdiri dari tabung BBG tekanan tinggi (sekitar 200 bar), regulator gas, mixer, pipa, switch BBG/BBM dan pressure gauge. Berikut adalah skema dari Kit Konversi untuk BBG.

Gambar 2.5 Skema Kit Konversi untuk BBG

  (sumber: http://blog.ub.ac.id) Keterangan Gambar: 1.

  Tabung LPG 2. Regulator Pengatur Tekanan 1 3. Regulator Pengatur Tekanan II 4. Kran Mimbran 5. Kran Pembagi 6. Pencampur (mixer) 7. Mesin satu silinder 4 langkah

  Sistem kerja kit konve rsi adalah sebagai berikut:

  Bahan bakar gas LPG yang berada dalam tabung bertekanan tinggi (1) dikeluarkan dengan menurunkan tekanannya menggunakan regulator LPG tekanan tinggi (2) dan kembali diturunkan tekanannya sesuai dengan kebutuhan konsumsi bahan bakar dengan menggunakan regulator asetelin (3). Gas yang sudah diturunkan tekanannya dialirkan melalui selang gas ke kran mimbran (4). Kevakuman yang terjadi di ruang bakar yang diakibatkan oleh langkah isap piston dari TMA ke TMB mengakibatkan pegas kran mimbran tertarik dan membuka aliran gas dan gas akan mengalir ke kran pembagi (5) untuk kemudian dialirkan ke main jet dan pilot jet di dalam pencampur (mixer) (6). Udara yang masuk karena kevakuman dalam ruang bakar akan bercampur dengan gas LPG dan kemudian masuk ke dalam ruang bakar mesin satu silinder empat langkah (7).

  Dalam pemakaian BBG untuk kendaraan tidak ada perubahan-perubahan pada mesin kendaraan, yang ada hanya penambahan peralatan kit konversi. Bila prosedur pemasangan dan pemeliharaan alat ini dilaksanakan dengan baik maka penggunaannya akan aman.

  Namun penggunaannya masih terbatas karena adanya kendala terhadap performa dari motor, yaitu terlalu tingginya putaran pada kondisi idle dan rendahnya akselerasi jika dibandingkan dengan motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Salah satu penyebab dari tingginya putaran idle adalah terlalu sedikitnya bahan bakar gas yang masuk ke intake manifold dan specific gravity

  3

  dari bahan bakar gas (0.562 kg/m ) lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar bensin, hal ini berakibat kondisi idle dimana katup gas hanya terbuka sedikit, udara yang masuk bersama-sama dengan bahan bakar gas tidak dapat melakukan pembakaran secara sempurna. Salah satu cara untuk memecahkan permasalahannya adalah dengan memberikan suplai BBG melalui sistim injeksi yang dikontrol secara elektronik baik pada kondisi idle maup un pada saat akselerasi.

2. Gas di inject kedalam ruang bakar ( Sistem Injeksi )

  Sistem ini digunakan untuk mengatasi permasalahan pada saat idle dan akselerasi pada motor berbahan bakar gas. Secara skematik prinsip dari sistim perangkat konversi dual fuel dengan tembahan sistim injeksi tersebut pada gambar dibawah.

Gambar 2.6 Skema Sistem konversi dual fuel dengan sistem injeksi

  Skema Sistim Perangkat Konversi Dual Fuel dengan Sistem Injeksi

Gambar 2.7 Blog Diagram sistem injeksi

  (sumber: http://blog.ub.ac.id) Pengaturan jumlah bahan bakar yang harus diinjeksikan ke intake manifold dikendalikan oleh perangkat elektronik yang disebut Electronic Controll

  Module (ECM). ECM berfungsi untuk mengendalikan laju aliran BBG yang diinjeksikan dengan menganalisa percepatan dan besarnya bukaan katup gas (throttle) untuk kondisi idle dan akselerasi. Pada saat idle tersebut ECM akan memberikan suplai tegangan ke solenoid valve untuk menginjeksikan sejumlah BBG agar tercapai putaran idle 800 rpm (setting awal). Sedangkan pada kondisi akselerasi dimana dibutuhkan bukaan katup gas lebih cepat, maka sensor yang terdapat pada ECM akan menerima perubahan posisi throttle gas dan mengolahnya untuk selanjutnya memberikan sinyal keluaran ke solenoid valve dari injector.

Gambar 2.8 Skema instalasi dual sistem, BBG BBM pada kendaraan

  (sumber: http://blog.ub.ac.id)