Mari Rebut Pasar Belut

  

Mari Rebut Pasar Belut

PENDAHULUAN

  

SIAPA sangka keripik belut disukai orang mancanegara? Namun itulah kenyataan yang

diungkapkan Sutarto, pengusaha keripik belut warga Sanggrahan, Kalurahan Joho, Sukoharjo.

Sesuai dengan kesepakatan pembeli asal Australia, setiap bulan dirinya harus mengirimkan 1

kontainer keripik. Jika 1 kontainer berisi keripik 1 ton, setiap hari dia harus memproduksi 226

kg. Padahal, saat ini usahanya hanya mampu memproduksi 100 kg. ”Ini memang tantangan

berat bagi kami. Tetapi bagaimanapun bertekad memenuhi pesanan itu,” ujar lelaki berusia 35

tahun itu.

Cerita di atas adalah salah satu contoh di mana belut untuk keperluan industri kecil di Indonesia

masih sangat kekurangan bahan baku belut. Bahkan untuk keperluan eksporpun masih jauh

kekurangan. Bayangkan salah satu pemasok belut di Jakarta Selatan hanya mampu memenuhi

3,5 ton dari permintaan Hongkong yang mencapai 60 ton/hari.

  

Sejak 1998, Ir R. M. Son Son Sundoro alumnus Teknik dan Manajemen Industri di Institut

Teknologi Indonesia, rutin menyetor 3 ton/hari ke eksportir. Itu dipenuhi dari 30 kolam

berukuran 5 m x 5 m di Majalengka, Ciwidey, Rancaekek, dan 200 kolam plasma binaan di Jawa

Barat. Terhitung mulai Juli 2006, total pasokan meningkat drastis menjadi 50 ton per hari. Itu

diperoleh setelah pria 39 tahun itu membuka kerjasama dengan para peternak di dalam dan luar

Pulau Jawa. Sebut saja pada awal 2006 ia membuka kolam pembesaran seluas 168 m2 di

Payakumbuh, Sumatera Barat. Di tempat lain, penggemar travelling itu juga membuka 110

kolam jaring apung masing-masing seluas 21 m2 di waduk Cirata, Kabupaten Bandung. Total

jenderal 1 juta bibit belut ditebar bertahap di jaring apung agar panen berlangsung kontinu setiap

minggu. Dengan volume sebesar itu, ayah 3 putri itu memperkirakan keuntungan sebesar

US$2.500 atau Rp 20.500.000 per hari.

Di Majalengka, Jawa Barat, Muhammad Ara Giwangkara juga menuai laba dari pembesaran

belut. Sarjana filsafat dari IAIN Sunan Gunungjati, Bandung, itu akhir Desember 2005 membeli

400 kg bibit dari seorang plasma di Bandung seharga Rp11,5 juta. Bibit-bibit itu kemudian

dipelihara di 10 kolam bersekat asbes berukuran 5 m x 5 m. Berselang 4 bulan, belut berukuran

konsumsi, 35-40 cm, sudah bisa dipanen. Dengan persentase kematian dari burayak hingga siap

panen 4%, Ara bisa menjual sekitar 3.000 kg belut. Karena bermitra, ia mendapat harga jual

Rp12.500/ kg. Setelah dikurangi ongkos perawatan dan operasional sebesar Rp 9 juta dan

pembelian bibit baru sebesar Rp 11,5 juta, tabungan Ara bertambah Rp 17 juta. Bagi Ara hasil

itu sungguh luar biasa, sebab dengan pendapatan Rp 4 juta – Rp 5 juta per bulan, ia sudah bisa

melebihi gaji pegawai negeri golongan IV.(*)

  PASAR EKSPOR

Peluang pasar ekspor masih sangat terbuka dan terus meningkat terutama untuk tujuan Jepang.

  

Sebuah artikel menarik tentang kesukaan orang Jepang menyantap masakan Belut dapat kita

lihat berikut ini :

Santap Belut untuk Lawan Hawa Panas

TOKYO – Jepang sekarang sedang dicengkeram gelombang panas panjang tidak biasa, yang

  

membuat temperatur udara terus naik setiap hari sepanjang bulan ini. Di tengah suasana

menyiksa seperti itu, bangsa Jepang mulai melirik belut untuk mendapatkan sedikit

kenyamanan.

Memakan belut sayur atau rebus selama musim panas, terutama pada masa ”Doyo Ushi no Hi”,

sejak lama dipandang sebagai cara efektif untuk melawan hawa panas. ”Doyo Ushi no Hi”

adalah hari yang ditetapkan berdasarkan kalender kuno matahari, yang secara tradisional

dianggap hari-hari paling menyengat selama musim panas.

  

Rabu lalu, yakni Hari Belut pada tahun ini, para koki terampil di restoran-restoran khusus sudah

bangun pagi-pagi sekali untuk merebus belut. Beberapa di antara mereka memasak sampai 1.000

ekor! Dihidangkan di atas mangkuk nasi dan disiram kuah saus, belut mengandung protein

dalam kadar tinggi. Maka, menyantap belut adalah salah satu cara untuk meningkatkan energi

yang terkuras. Maklum, nafsu makan menjadi hilang gara-gara udara panas.

Harus Antre

  

Kini, orang harus antre panjang di muka restoran belut untuk menyantap sejenis ikan mirip ular

itu. ”Dengan memakan belut, saya berharap mampu bertahan dari serangan panas,” kata seorang

pria kepada televisi NHK. Sehari sebelumnya, temperatur meningkat mencapai 40,1 derajat

Celsius di kota Sakuma, sekitar 150 kilometer sebelah barat daya Tokyo, ibu kota Jepang. Angka

tersebut tercatat paling tinggi di seluruh Jepang, dan hanya serambut lebih rendah dibandingkan

angka tertinggi pernah tercatat dalam sejarah negara itu, yakni 40,8 derajat Celsius pada 25 Juli

1933 di kota Yamagata, Jepang timur laut. Temperatur di Tokyo juga mencatat rekor. Pada

Selasa lalu tercatat 38,1 derajat Celsius. Untung datang badai guntur sebentar, yang mendorong

suhu turun di kota itu. Tetapi di kota-kota lain, panas tetap tinggi sehingga membuat orang lelah.

Tiga orang dilaporkan tewas tersengat panas di tempat terpisah di negeri itu, dan anggota tim

baseball sebuah SMU dirawat di rumah sakit setelah pingsan saat latihan. Sekitar 467 orang

dilarikan ke RS karena terluka bakar oleh sengatan sinar matahari sejak 1 Juli lalu di kota Tokyo

saja. Sayang, tidak ada angka korban secara nasional.

Berapa permintaan ekspor belut dari beberapa negara tujuan ? Dapat dilihat ditabel di bawah ini :

  Negara Tujuan Kebutuhan (ton/minggu) Jepang 1.000 Hongkong 350

  Malaysia

  80 Taiwan

  20 Korea

  10 Singapura

  5 Sumber: Drs Ruslan Roy, MM, Ir R. M. Son Son Sundoro, www.eelstheband.com, dan telah diolah dari berbagai sumber.

  (*) dikutip dari sumber – sumber di trubus online, dll.

  

Budi Daya Pembesaran Belut

Kolam

  Pembuatan kolam pembesaran belut diawali dengan perencanaan konstruksi kolam apakah berupa kolam bawah tanah ( kolam gali ) atau kolam di atas tanah ( kolam tembok ), lalu pemilihan lahan yang tepat untuk kolam. Kemudian dilanjutkan dengan penggalian tanah atau pembuatan bak diatas tanah. Kolam-kolam pembesaran belut dengan menggunakan kolam permanen ( tembok ) memiliki ukuran maksimal 500 cm X 500 cm kedalaman 120 cm.

  Namun demikian anda juga bisa menggunakan kolam terpal dengan ukuran 400 cm X 200 cm dengan kedalaman 100 cm. Menggunakan kolam terpal memang lebih efisien dan mudah dipindahkan apabila ingin dipindahkan ke tempat lain. MITRA BELUT menyediakan Kolam Terpal beserta medianya bila anda menjadi Plasma MITRA BELUT Media Pemeliharaan Setelah anda menyiapkan kolam tersebut di atas, langkah selanjutnya adalah mengisi kolam dengan media pemeliharaan dengan urutan dan ukuran sebagai berikut :

  1. Jerami setinggi 25 – 40 cm.

  2. Pupuk Urea 5 kg dan NPK 5 kg (kolam berukuran 500 cm X 500 cm atau perbandingannya).

  3. Lumpur/tanah setinggi 5 cm.

  4. Pupuk Kandang setinggi 5 cm.

  5. Pupuk kompos setinggi 5 cm.

  6. Lumpur/tanah setinggi 5 cm.

  7. Cincangan Batang Pisang setinggi 10 cm.

  8. Lumpur/tanah setinggi 15 cm.

  9. Air setinggi 5 cm. Media pemeliharaan ini didiamkan agar terjadi proses permentasi selama kurang lebih dua minggu, atau paling lama 1 bulan sehingga siap untuk ditaburi bibit/benih belut yang akan dibudidayakan.

Pelaksanaan Pemeliharaan

  Pelaksanaan pembesaran dapat dimulai setelah kolam dan media pemeliharaan siap. Langkah berikutnya adalah memilih bibit belut yang baik agar hasilnya dapat masimal. Bibit belut ini harus dipilih yang sempurna atau normal dan singkirkan yang tidak normal. Belut yang berkualitas ini akan menghasilkan hasil yang baik, sehingga akan berkembang dengan baik pula.Belut berkualitas memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Anggota tubuh utuh dan mulus yaitu tidak ada luka gigitan atau goresan.

  2. Gerakan lincah dan agresif.

  3. Penampilan sehat yang dicirikan tubuh yang keras dan tidak lemas manakala dipegang.

  4. Tubuh berukuran kecil dan berwarna kuning kecoklatan.

  5. Umur antara 2-4 bulan.Belut ini mudah berkembangbiak dialam terbuka dan tidak sulit dibudidayakan dikolam yang menyerupai habitatnya serta memberikan penghasilan yang cukup menjanjikan.

  Pemasaran belut budidaya ini akan dijamin oleh MITRA BELUT. Secara alami belut memakan binatang lain yang lemah, karena itu mereka harus membuat lubang perangkap yang menyerupai terowongan yang berkelok agar mangsanya tidak mudah lepas. Belut ini dapat dipanen setelah tiga bulan penaburan untuk pasar lokal, namun pasar ekspor minimal enam bulan. Kolam setelah panen diperbaiki dan diganti media pemeliharaannya agar zat renik yang diperlukan pemeliharaan berikutnya dapat tersedia cukup.

  

  November 24, 2006 bEmpat Bulan Panen BelutMembesarkan belut hingga siap panen dari bibit umur 1-3 bulan butuh waktu 7 bulan. Namun, Ruslan Roy, peternak sekaligus eksportir di Jakarta Selatan, mampu menyingkatnya menjadi 4 bulan.

  

Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan. Belut yang dipanen Ruslan

  rata-rata berbobot 400 g/ekor. Itu artinya sama dengan bobot belut yang dihasilkan peternak lain. Cuma waktu pemeliharaan yang dilakukan Ruslan lebih singkat 3 bulan dibanding mereka. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah. Selain menekan biaya produksi, panen dalam waktu singkat itu mampu mendongkrak ketersediaan pasokan, ujar Ruslan.Pemilik PT Dapetin di Jakarta Selatan itu hanya mengeluarkan biaya Rp8.000 untuk setiap kolam berisi 200 ekor. Padahal, biasanya para peternak lain paling tidak menggelontorkan Rp14.000 untuk pembesaran jumlah yang sama. Semua itu karena Ruslan menggunakan media campuran untuk pembesarannya.

  Media campuranMenurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan

  ayah dari 3 anak itu terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakkannya diatur:

  1. Bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm

  2. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisma stater

  3. Berikutnya kompos setinggi 5 cm

  4. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg

  5. Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas.

  6. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut. Eceng gondok harus menutupi ¾ besar kolam.

  7. Media dalam kolam perlu didiamkan selama 2 minggu agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik.

  8. Setelah itu baru bibit dimasukkan.Pakan hidup Berdasarkan pengalaman Ruslan, sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan, ujarnya. Sebab itu tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor. Dalam 1 kolam berukuran 5 m x 5 m x 1 m, saya dapat memasukkan hingga 9.400 bibit, katanya. Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi

  Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi, ujar Ruslan. Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal 3 kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg. Hujan buatanSelain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati, ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir.Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka biasanya spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikit-banyak turut mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan dengan membuat kondisi kolam rapi dan o pengontrolan rutin sehari sekali, tutur Ruslan.Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26-28 o C. Peternak di daerah panas bersuhu 29-32

  C, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal. Son Son menggunakan shading net dan hujan buatan o untuk bisa mendapat suhu 26 C. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal, ujar alumnus Institut

  Teknologi Indonesia itu.Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang. Selanjutnya 3 saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan itu dapat menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut. Ketidakseimbangan suhu menyebabkan bibit cepat mati, ucap Son Son. Hal senada diamini Ruslan. Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan menanam eceng gondok di seluruh permukaan kolam, ujar Ruslan. Dengan cara itu bibit belut tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap panen. (Hermansyah) Mari Rebut Pasar Belut Siang itu Juli 2006 di Batutulis, Bogor. Pancaran matahari begitu terik membuat Ruslan Roy berteduh. Ia tetap awas melihat kesibukan pekerja yang memilah belut ke dalam 100 boks styrofoam. Itu baru 3,5 ton dari permintaan Hongkong yang mencapai 60 ton/hari, ujar Ruslan Roy.Alumnus Universitras Padjadjaran Bandung itu memang kelimpungan memenuhi permintaan belut dari eksportir. Selama ini ia hanya mengandalkan pasokan belut dari alam yang terbatas. Sampai kapan pun tidak bisa memenuhi permintaan, ujarnya. Sebab itu pula ia mulai merintis budidaya belut dengan menebar 40 kg bibit pada Juli 1989.Roy-panggilan akrab Ruslan Roy- memperkirakan seminggu setelah peringatan Hari Kemerdekaan ke-61 RI semua Monopterus albus yang 2 dibudidayakan di kolam seluas 25 m itu siap panen. Ukuran yang diminta eksportir untuk belut konsumsi sekitar 400 g/ekor. Bila waktu itu tiba, eksportir di Tangerang yang jauh-jauh hari menginden akan menampung seluruh hasil panen. Untuk mengejar ukuran konsumsi, peternak di Jakarta Selatan itu memberi pakan alami berprotein tinggi seperti cacing tanah, potongan ikan laut, dan keong mas. Pakan itu dirajang dan diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuh/hari. Dengan asumsi tingkat kematian 5-10% hingga berumur 9 bulan, Roy menghitung 4-5 bulan setelah menebar bibit, ia bakal memanen 400 kg belut. Dengan harga Rp40.000/kg, total pendapatan yang diraup Rp16-juta. Setelah dikurangi biaya- biaya sekitar Rp2-juta, diperoleh laba bersih Rp14-juta. Keuntungan itu akan semakin melambung karena pada saat yang sama Roy membuat 75 kolam di Rancamaya, Bogor, masing-masing berukuran 2 sekitar 25 m berkedalaman 1 m. Pantas suami Kastini itu berani melepas pekerjaannya sebagai konsultan keuangan di Jakarta Pusat. Perluas areal Nun di Bandung, Ir R. M. Son Son Sundoro, lebih dahulu menikmati keuntungan hasil pembesaran belut. Itu setelah ia dan temannya sukses memasok ke beberapa negara. Sebut saja Hongkong, Taiwan, Cina, Jepang, Korea, Malaysia, dan Thailand. Menurut Son Son pasar belut mancanegara tidak terbatas. Oleh karena itu demi menjaga kontinuitas pasokan, ia dan eksportir membuat perjanjian di atas kertas bermaterai. Maksudnya agar importir mendapat jaminan pasokan. Sejak 1998, alumnus Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Indonesia, itu rutin menyetor 3 ton/hari ke eksportir. Itu dipenuhi dari 30 kolam berukuran 5 m x 5 m di Majalengka, Ciwidey, Rancaekek, dan 200 kolam plasma binaan di Jawa Barat. Ia mematok harga belut ke eksportir US$4- US$5, setara Rp40.000-Rp60.000/kg isi 10-15 ekor. Sementara harga di tingkat petani plasma Rp20.000/kg.