UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI ETIL ASETAT DAUN PILADANG (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN

  

UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI ETIL ASETAT

DAUN PILADANG (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd)

TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN

  

Mimi Aria, Afdhil Arel, Nella Widya

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang

  Email :

  

ABSTRAK

  Telah diteliti efek toksisitas akut fraksi etil asetat Solenostemon scutellarioides L. Codd pada tikus putih jantan. Hewan uji dibagi menjadi enam kelompok: kelompok I (kontrol) hanya diberi Na CMC 0,5% dan 5 kelompok lainnya perlakuan yang diberikan fraksi etil asetat

  Solenostemon scutellarioides

  (L). Codd yaitu kelompok II (dosis 1 mg / Kg), kelompok III ( 10 mg / kg), kelompok IV (dosis 100 mg / kg), kelompok V (dosis 1000 mg / kg), kelompok VI (dosis 10.000 mg/kgBB). Jumlah hewan yang mati dalam 24 jam dan nilai LD50 ditentukan. Pengamatan dilanjutkan selama 14 hari pada hewan yang masih hidup dengan parameter berat badan, konsumsi makanan, berat feses, konsumsi minuman, volume urine dan berat hati dan ginjal dan pengamatan mikroskopis pada hati dan ginjal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi asetat daun etil S. scutellarioides tidak menyebabkan kematian hingga dosis yang diberikan (10.000 mg/kg) sehingga nilai LD50 tidak dapat ditentukan. Berdasarkan analisis ANOVA ada perbedaan yang signifikan (P <0,05) pada data konsumsi pangan, berat feses, minum konsumsi, volume urine, dan berat hati tapi berat badan dan ginjal tidak perbedaan yang signifikan (P 0,05). Pengamatan warna hati dan ginjal tidak memperlihatkan perbedaan yang jelas.

  Kata kunci : Piladang, Solenostemon scutellarioides, toksisitas akut

ABSTRACT

  The acute toxicity test of ethyl acetate fraction Solenostemon scutellarioides (L.) Codd in male white mice has been studied. The animals were divided into six groups : Group I (control) only given Na CMC 0,5% and 5 other groups treatment given ethyl acetate fraction

  Solenostemon scutellarioides

  L. Codd: group II (dose of 1 mg/Kg), group III (10 mg/Kg), group IV (dose of 100 mg/kg), group V (dose of 1000 mg/kg), group VI (dose of 10.000mg/kgBB). Number of death animals was observed and recorded in 24 hours and LD value was 50 determined. Observation was done for surviving animals in 14 days to determine body weight, food consumption, stool weight, drink consumption, urine volume and weight of liver and kidney and microscopic observation of the liver and kidney. The result showed that S.

  scutellarioides

  leaf ethyl acetate fraction didnot cause death until given dose (10.000 mg/kg) so that LD 50 value couldn’t be determined. Based on ANOVA analysis there were significant difference (P<0,05) on data of food consumption, stool weight, drink consumption, urine volume, and weight of liver but body weight and edge of kidneys not significant difference (P 0,05). Color observations liver and kidney not clearly visible difference.

  Keywords : Piladang, Solenostemon scutellarioides, the acute toxicity.

  

PENDAHULUAN dalam maupun di luar negeri berkembang

  pesat. Penelitian yang berkembang terutama Dewasa ini penelitian dan pada segi farmakologi maupun fitokimia, pengembangan tumbuhan obat baik di berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Hasil penelitian tersebut tentunya lebih memantapkan para pengguna tumbuhan obat akan khasiat maupun kegunaannya (Dalimartha, 2003).

  Salah satu tumbuhan obat yang masih dalam pengembangan adalah

  Bahan yang digunakan adalah ekstrak kental daun piladang (Solenostemon

  Fraksinasi Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd)

  Daun piladang yang telah diambil dibersihkan dari pengotor dan ditimbang sebanyak 2 kg, lalu keringkan diudara terbuka yang terlindung dari cahaya matahari langsung. Setelah kering daun dirajang dan dijadikan serbuk dan ditimbang. Kemudian sampel yang telah dtimbang sebanyak 280 gram dimasukkan dalam botol maserasi dan tambahkan etanol 70% sampai terendam. Biarkan di tempat gelap selama 5 hari sambil sesekali diaduk. Pisahkan hasil maserasi dengan penyaringan menggunakan kapas. Ulangi maserasi sebanyak 5 kali sampai diperoleh dan seluruh filtrat digabungkan menjadi satu dan diaduk hingga rata, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental.

  Ekstraksi Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd)

  Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan berat antara 20-35 g dan berumur 2-3 bulan.

  Hewan Percobaan

  2N, pereaksi mayer, CHCl 3 amoniak 0,05N dan makanan mencit.

  (L.) Codd), n-heksan, etil asetat, aquadest, Na CMC, kloroform, serbuk Mg, HCl pekat, FeCl 3 , norit, asam asetat anhidrat, H 2 SO 4 pekat, H 2 SO 4

  scutellarioides

  Bahan

  Solenostemon scutellarioides

  , corong pisah, gelas ukur, sudip, spatel, pipet tetes, botol semprot, erlemeyer, kaca arloji, vial, aluminium foil, lumpang dan alu, timbangan analitik, krus porselen, oven, desikator, furnace, tabung reaksi, plat tetes, cawan penguap, timbangan hewan, kandang hewan dan perlengkapannya, alat suntik, corong, spidol, jam, peralatan bedah, kapas dan tisu.

  evaporator

  Alat yang digunakan adalah seperangkat alat destilasi vakum, rotary

  METODE PENELITIAN Alat

  Keefektifan fraksi dalam menurunkan volume eksudat dapat dilihat dari pengaruh kandungan senyawa kimia yang terdapat pada masing-masing fraksi. Berdasarkan hasil uji statistiknya bahwa tidak ada perbedaan nyata volume eksudat antara fraksi etil asetat dengan fraksi butanol. Ini menyatakan bahwa fraksi etil asetat memiliki efektivitas yang sama dengan fraksi butanol. Selain itu, juga dilihat dari hasil ekstrak yang di fraksinasi dengan etil asetat juga lebih banyak karena itu, dilanjutkan penelitian dengan pemilihan fraksi etil asetat daun piladang terhadap uji toksisitas akut (Aria dkk, 2015).

  Daun piladang mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan polifenol (Kumala, 2009). Flavonoid pada tanaman ini berkhasiat sebagai antiinflamasi (Benjamin, 1987).

  Secara tradisional tumbuhan ini digunakan dalam bentuk bahan tunggal maupun ramuan untuk penggunaan obat luar dan obat dalam. Bagian-bagian yang dapat digunakan adalah daun dan akar (Kumala, 2009).

  (L.) Codd yang di Indonesia dikenal dengan nama iler atau miana. Tumbuhan ini berupa semak semusim yang banyak tersebar di Indonesia antara lain di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Depkes RI, 1989).

  Ekstrak etanol daun piladang sebanyak 75 g difraksinasi dengan n-heksan dan air dengan perbandingan (1:1) sebanyak 300 ml dalam corong pisah, dikocok secukupnya. Setelah itu dibiarkan sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan n-heksan dan lapisan air. Perlakuan ini dilakukan beberapa kali pengulangan sampai lapisan n-heksan terlihat jernih sehingga diperoleh fraksi n-heksan. Lapisan air kemudian difraksinasi dengan etil asetat dilakukan beberapa kali pengulangan seperti perlakuan diatas sehingga diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi air. selanjutnya fraksi etil asetat diuapkan dengan rotary

  evaporator .

  Pengamatan Efek Toksik Tertunda

  e. Pengukuran volume urin Pengukuran volume urin dilakukan dengan cara mengandangkan mencit dalam kandang metabolisme lalu urin yang diekresikan selama 24 jam ditampung dan diukur volumenya. dan ginjal Pada hari ke 14 hewan percobaan yang masih hidup dikorbankan dengan cara dislokasi leher. Organ organ seperti hati dan ginjal diambil lalu dibersihkan dan ditimbang selanjutnya ditentukan berat organ relatif terhadap berat badan masing masing hewan percobaan.

  d. Pengukuran konsumsi air minum Pengukuran konsumsi air minum dilakukan dengan cara pemberian sejumlah tertentu volume air. Setelah 24 jam diukur volume air yang diberikan dengan volume air yang tinggal dinyatakan sebagai volume air minum sehari.

  c. Pengukuran feses Pengukuran feses dilakukan dengan cara mengandangkan mencit dalam kandang metabolisme, lalu feses yang diekresikan selama 24 jam ditampung dan ditimbang beratnya.

  b. Pengukuran konsumsi makanan Pengukuran konsumsi makan dilakukan dengan cara memberikan sejumlah tertentu makanan, lalu setelah 24 jam sisa makanan yang tinggal ditimbang. Selisih antara berat awal makanan yang diberikan dengan berat makanan yang tinggal dinyatakan sebagai konsumsi makanan sehari.

  Berat badan masing masing mencit ditimbang dengan timbangan hewan setiap hari.

  Pada mencit yang masih hidup setelah 24 jam sampai 14 hari setelah pemberian sediaan uji, kemudiaan dilakukan pengamatan terhadap : a. Penimbangan berat badan

  Pengamatan jumlah hewan yang mati dalam jangka selang waktu 24 jam dicatat. Pengamatan dilanjutkan selama 14 hari untuk melihat efek toksik tertunda.

  Persiapan Hewan Percobaan

  Uji Toksisitas Akut

  Dosis yang digunakan adalah 1 mg/kg BB, 10 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 1.000 mg/kg BB, 10.000 mg/kg BB. Sebelum diberikan sediaan uji, hewan percobaan dipuasakan selama 18 jam, setelah itu dilakukan pemberian sediaan uji hanya satu kali pemberian secara peroral. Lalu dilakukan pengamatan selama 24 jam, jika ada yang mati, dicatat.

  Pemberian Sediaan Uji

  Kelompok 1 = (kontrol) Na CMC 0,5% Kelompok 2 = 1 mg/kg BB Kelompok 3 = 10 mg/kg BB Kelompok 4 = 100 mg/kgBB Kelompok 5 = 1.000 mg/kgBB Kelompok 6 = 10.000 mg/kgBB

  Dosis fraksi etil asetat daun piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) yang digunakan terdiri dari 5 variasi dosis :

  Dosis

  Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih betina sebanyak ± 30 ekor yang dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum diperlakukan mencit diaklimatisasi selama 1 minggu dan diberi makan dan minum yang cukup.

  100 % Keterangan : BOR = (Berat relatif organ hati) BO = (Berat organ) BR = (Berat Badan Hewan Saat dikorbankan) g. Pengamatan Makroskopik Organ

  Hati dan Ginjal Organ Hati dan Ginjal di amati secara visual.

  Analisa Data

  Data persentase hewan percobaan yang mati digunakan untuk perhitungan LD 50 dengan menggunakan metode grafik atau metode Farmakope Indonesia, sedangkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan efek toksik tertunda diolah menggunakan metode statistik ANOVA 2 arah kecuali untuk berat organ relatif hati dan ginjal diolah menggunakan metode statistik ANOVA 1 arah, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan software statistic SPSS17.0

  for Windows Evaluation.

  Dari 280 gram daun piladang kering yang telah dirajang dan diserbukkan didapatkan ekstrak kental 104,09 gram dan rendemennnya 37,14% terhadap sampel kering dan 5, 20% terhadap sampel segar. Ekstrak kental etanol difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair untuk mendapatkan fraksi semi polar (etil asetat). Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan senyawa yang ada pada daun piladang gram ekstrak etanol difraksinasi diperoleh berat fraksi etil asetat 15,18 g. Setelah dilakukan pemeriksaan organoleptis diperoleh data bahwa fraksi etil asetat berupa cairan kental, berwarna coklat- kehitaman, berbau khas, dan rasa pahit. Rendemen yang diperoleh dari fraksi etil asetat adalah 20,24%.

  Berat susut pengeringan fraksi kental etil asetat daun piladang yang diperoleh yaitu 8,46%. Tujuan dilakukan pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui persentase senyawa yang hilang selama proses pemanasan, tidak hanya air tapi juga senyawa menguap lainnya (Depkes RI, 2008).

  Kadar abu dari fraksi kental etil asetat daun piladang yaitu 12,10%. Tujuan dilakukan penetapan kadar abu adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran kandungan mineral yang berasal dari awal sampai akhir terbentuknya ekstrak, dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur mineral dan senyawa anorganik saja (Depkes RI, 2008).

  Pada pemeriksaan metabolit sekunder (skrinning fitokimia) fraksi etil asetat daun piladang mengandung flavonoid, fenolik, alkaloid, dan steroid. Pada uji toksisitas akut dilakukan terhadap mencit putih jantan yang terdiri dari 6 kelompok yang tiap tiap kelompoknya terdiri dari 5 ekor. Pengamatan jumlah hewan yang mati dalam jangka selang waktu 24 jam yaitu tidak ditemukan adanya kematian hewan percobaan sehingga tidak diperoleh nilai LD 50 . Pengamatan dilanjutkan selama 14 hari untuk melihat efek toksik tertunda. Parameter yanng diamati yaitu berat badan, konsumsi makanan, berat feses, konsumsi minum, volume urin, pemeriksaan makroskopik organ hati dan ginjal serta penetuan berat relatif organ hati dan ginjal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  ANOVA

  ) menunjukkan bahwa selisih berat badan mencit putih jantan tidak berbeda secara nyata (P 0,05) antar kelompok perlakuan namun berbeda nyata antar hari perlakuan.

  

Gambar 1. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Berat Badan

  2

  12

  

10

  8

  6

  4

  2

  8

  7

  6

  5

  4

  3

  1

  Berdasarkan uji statistik analisis varian didapatkan hasil bahwa konsumsi makanan berbeda secara nyata (P 0,05) baik antar hari perlakuan maupun antar kelompok perlakuan. konsumsi makanan paling banyak ditunjukkan oleh kelompok kontrol dan konsumsi makanan yang paling sedikit ditunjukkan oleh kelompok dosis 100 mg/kgBB.

  14 Hari Ke - kont rol 1 mg/ kgBB 10 m g/ kgBB 100 m g/ kgBB 1000m g/ kgBB 10000m g/ kgBB

  12

  10

  8

  6

  4

  2

  40

  30

  20

  10

  1.000 mg/kgBB serta kelompok kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan meningkatnya kontraksi usus sehingga feses lebih banyak di keluarkan.

  Uji statistik analisis variasi ( two way ANOVA) didapatkan hasil bahwa berat feses berbeda secara nyata (P 0,05). kelompok dosis 1 mg/kgBB merupakan kelompok dosis dengan berat feses terbanyak dan tidak berbeda nyata dengan kelompok dosis 10.000 mg/kgBB, dosis

  14 Hari ke kont rol 1 m g/ kgBB 10 m g/ kgBB 100 mg/ kgBB 1000 mg/ kgBB 10000 m g/ kgBB

  3,5 kont rol

  3 1 m g/ kgBB 2,5 10 m g/ kgBB

  2 1,5 100 mg/ kgBB

  1 1000 mg/ kgBB 0,5 10000 m g/ kgBB

  2

  4

  6

  8

  

10

  12

  14 Hari Ke

Gambar 3. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Berat Feses

  Uji statistik analisis (two way ANOVA) volume konsumsi air minum berbeda secara nyata (P 0,05) antar kelompok perlakuan maupun antar hari perlakuan. Konsumsi minum paling banyak ditunjukkan oleh kelompok kontrol dan kelompok dosis 1.000 mg/kgBB, sedangkan konsumsi minum paling sedikit ditunjukkan oleh kelompok dosis 100 mg/kgBB. Hewan akan banyak minum jika terjadi perangsangan sensasi haus akibat meningkatnya osmolaritas cairan ekstraseluler dan begitu juga sebaliknya (Guyton et al, 1997).

  14 kont rol

  12 1 m g/ kgBB

  10

  8 10 m g/ kgBB

  6 100 mg/ kgBB

  4 1000 mg/ kgBB

  2 10000 m g/ kgBB

  2

  4

  6

  8

  

10

  12

  14 Hari Ke

Gambar 4. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Volume Minum

  Uji statistik analisis varian (two ditunjukkan oleh kelompok kontrol dan way ANOVA) menunjukkan bahwa volume kelompok dosis 1.000 mg/kg BB, urin antar kelompok perlakuan dan antar sedangkan yang paling sedikit ditunjukkan hari perlakuan berbeda secara nyata oleh kelompok 100 mg/kgBB. (P 0,05). Volume urin paling banyak

  

Gambar 5. Hubungan Dosis dan Hari Terhadap Voluime urin

  Data berat organ relatif dianalisis dengan ANOVA satu arah dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan uji statistik analisis varian (one way ANOVA) didapatkan hasil bahwa berat relatif organ hati berbeda nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Berdasarkan uji Duncan terlihat bahwa berat relatif organ hati kelompok 2 (10 mg/kgBB) tidak berbeda nyata dengan kelompok 4 (1.000 mg/kgBB), kelompok 1 (1 mg/kgBB) dan kelompok 3 (100 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok 4 (1.000 mg/kgBB) tidak berbeda nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB), kelompok 1 (1 mg/kgBB) dan kelompok 3 (100 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok 1 (1 mg/kgBB) tidak berbeda nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB), kelompok 4 (1.000 mg/kgBB) dan kelompok 3 (100 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok 3 (100 mg/kgBB) tidak berbeda nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB), kelompok 4 (1.000 mg/kgBB) dan kelompok 1 (1 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB). Kelompok kontrol tidak berbeda nyata dengan kelompok 4 (1.000 mg/kgBB), kelompok 1 (1 mg/kgBB), kelompok 3 (100 mg/kgBB) dan kelompok 5 (10.000 mg/kgBB) namun berbeda nyata dengan kelompok 2 (10 mg/kgBB). Kelompok

  5 (10.000 mg/kgBB).

  0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

  2

  4

  6

  8

  

10

  12

  14 Hari Ke kont rol 1 mg/ kgBB 10 mg/ kgBB 100 m g/ kgBB 1000 m g/ kgBB 10000 mg/ kgBB

  4 4,2 4,4 4,6 4,8

  5 5,2 5,4 5,6

  

Berat relatif organ hati

Berat r elat if or gan hat i

  

Gambar 6. Berat Relatif Organ Hati Pada Hari ke 14

  Perbedaan berat relatif organ ginjal kelompok (p 0,05) artinya fraksi etil asetat berdasarkan uji satistik anova dan uji daun piladang tidak mempengaruhi organ lanjutan Duncan didapatkan hasil bahwa ginjal. tidak adanya perbedaan antara semua

  

Berat relatif organ ginjal

1,45 1,4

  Berat r elat if or gan ginj al 1,35 1,3 1,25 1,2 1,15 1,1

  

Gambar 7. Berat Relatif Organ Ginjal Pada Hari Ke 14

  Berdasarkan pengamatan makroskopik pada organ hati dan ginjal tidak terlihat adanya perbedaan warna secara jelas. Hal ini sesuai dengan hasil statistik yang menunjukkan bahwa fraksi DAFTAR PUSTAKA etil asetat daun piladang tidak mempengaruhi organ secara nyata. Aria, M., Verawati, Afdhil, A., Monika,

  2015, Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Daun Piladang (Solenostemon

  scutelarioides KESIMPULAN

  (L.) (Codd) Terhadap Mencit Putih Betina,

  Dari hasil penelitian yang telah STIFI, Padang, Jurnal Scientia, dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa Vol. 5 No. 2, Hal. 81-94. fraksi etil asetat daun piladang Benjamin, V. T., A. Sofowora, B. O. (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Oguntimein and S. I. Inya-agha, hingga dosis 10.000 mg/kgBB tidak 1987.Phytochemical and menyebabkan kematian sehingga tidak Antibacterial Studies on The diperoleh nilai LD 50 artinya fraksi etil asetat Essential Oil of Eepatorium daun piladang (Solenostemon Odoratum.

  scutellarioides

  (L.) Codd) tidak memberikan efek toksik pada uji toksisitas Biology.htm/, diakses 5 desember akut. Pada pengamatan efek toksik tertunda 2014) selama 14 hari pemberian ekstrak daun Dalimartha, S., 2003, Atlas Tumbuhan

  Obat piladang mempengaruhi berat feses, , Jilid 3, Puspa Swara, Jakarta.

  konsumsi makanan, volume minum, Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia

  Medika Indonesia volume urin dan berat organ hati tetapi . Jilid V. Jakarta.

  tidak mempengaruhi berat badan, berat Departemen Kesehatan RI. 2008.

  Farmakope Herbal Indonesia Edisi

  organ ginjal dan pengamatan warna secara

  I visual.

  . Jakarta Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi

  Kedokteran

  . Edisi 11. Alih Bahasa Irawati. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

  Kumala, Shirly dan Desi, 2009, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Iler

  scutellariodes

  (Coleus Benth) Terhadap Beberapa Bakteri Gram (+) dan Bakteri Gram (-),

  Jurnal Srengseng Jagakarsa. penelitian, Vol. 7 No.1, Hal. 12-14.